Islamisasi Kerajaan Gowa POTRET WILAYAH DAN MASYARAKAT GOWA

29 itu ialah munculnya seorang putri di Tamalate yang dikenal dengan sebutan Tumanurung ri Tamalate sebagai raja Gowa yang pertama. Dan pada masanya lah terbentuk suatu pemerintahan dan konsep kebudayaan yang tercipta di Gowa. Adalah jelas bahwa konsepsi Tumanurung mengandung unsur mitologis. Tetapi disini pulalah besarnya peranan dalam sejarah terbentuknya kerajaan pada banyak tempat. Pada dasarnya apa yang disebut mitos adalah sesuatu yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Sebenarnya konsep Tumanurung sebagai peletak dasar-dasar pemerintahan bukan hanya berlaku secara tipikal di Gowa saja, melainkan juga didapati pada banyak kerajaan kuno di Sulawesi Selatan. Namun demikian illusi tentang Tumanurung, oleh para sejarawan Kerajaan Gowa yang disebut ”palontara” senantiasa digambarkan dengan memberikan tekanan pada dimensi manusiawinya.

E. Islamisasi Kerajaan Gowa

Menguraikan isu ini terasa betapa kurangnya rekaman-rekaman sejarah baik dalam bentuk tertulis mapun dalam bentuk lisan, sementara yang adapun sangat minus dan terbatas. Bahwa peristiwa masuknya Islam di Kerajaan Gowa secara resmi ditandai dengan kedatangan Syekh Abdul Makmur Khatib Tunggal beserta kawan- kawannya adalah jelas. Namun keadaan itu tidak dapat menafikan suatu asumsi bahwa sebelum ketiga Dato yang notabennya dari Minangkabau, agama Islam sudah ada di wilayah Kerajaan Gowa. Bahkan Islam sudah mulai menanamkan akar- akarnya dan karenanya sudah dikembangkan sebelum kehadiran mereka. 30 Dengan dasar pemikiran di atas mudahlah dipahami bahwasannya para muballig Islam sudah bertebaran dalam wilayah Kerajaan Gowa jauh sebelum periode Dato ri Bandang dengan rekannya. Hal ini jelas, sebab seperti diuraikan pada bagian sebelumnya, pedagang-pedagang Melayu dari berbagai tempat sudah berdatangan di Gowa sejak dekade pertama abad XVI. Bahkan ketika orang-orang Portugis datang di Gowa pada tahun 1512 mereka mendapati bukan saja pedagang Melayu yang memegang kontrol perdagangan jalur lintas Maluku tetapi juga pedagang-pedagang dari Jawa. Tahap pertama, kontak dan perkenalan awal dengan Islam, disusul penerimaan Islam utamanya oleh penduduk pelabuhan dan daerah pesisir. Ini berlangsung dalam masa lima abad sejak I HVIII M sampai abad V HXII M. Tahap kedua, yaitu penyebaran dan penerimaan Islam secara universal bukan hanya terbatas di daerah pesisir tetapi sudah menembus dinding-dinding daerah di belakang batas pantai. Ini berlangsung dari abad VI HXIII M. 34 Pada masa pemerintahan I Manngerangi Daeng Manrabbia yang bergelar Sultan Alauddin Tumenanga ri Gaukanna raja Gowa ke-14 agama Islam diterima sebagai agama resmi kerajaan. Sultan Alauddin dinobatkan menjadi raja ketika baru berusia 7 tahun. Itulah sebabnya sebelum dewasa maka pemerintahan kerajaan dijalankan oleh MangkubumiRaja Tallo yang bernama I Malingkaang Daeng Manyonri’ Karaeng Katangka, Karaeng Matoaya, Tumenanga ri Agamana atau nama keislamannya di sebut Sultan Abdullah Awalul Islam. Mangkubumi inilah yang memegang peranan yang penting sekali dalam usaha mengembalikan keharuman dan 34 Ibid., hal. 34. 31 kejayaan yang hampir punah di bawah kekuasaan raja ke-13, Tunipasulu. Banyak penulis Barat yang menulis bahwa raja Gowa itu ialah Karaeng Matoaya itu sendiri. H. J. De Graaf misalnya, menulis dalam Geschiendenis van Indonesia, bahwa Karaeng Matoaya, Tumenanga ri Agamana, menaklukkan seluruh Sulawesi dan daerah-daerah sekitarnya. Disebut pula bahwa dalam tahun 1603, raja Gowa dan saudara perempuannya memeluk agama Islam. Raja itu bernama Karaeng Matoaya Tumenanga ri Agamana. Terjadi banyak peristiwa dalam masa pemerintahan baginda Sultan Alauddin misalnya, pembangunan masjid yang diprakarsai oleh MangkubumiRaja Tallo Karaeng Matoaya. Baginda dan mangkubuminya menjadi dwi tunggal dalam membawa Kerajaan Gowa ke puncak kejayaannya. Baginda didampingi oleh Mangkubumi, Karaeng Matoaya, selama kurang lebih 43 tahun lamanya.

G. Penerimaan Islam sebagai agama Kerajaan