Perdagangan Keramik Asing di Makassar

61 Di Makassar mungkin juga di Nusantara pada umumnya, penguasa lokal berperan penting dalam perdagangan dan pengapalan, atau paling tidak mewakilkan kepentingannya melalui pertolongan para pedagang asing. Kaum bangsawan dan penguasa dalam perdagangan berperan sebagai pemilik saham, sedangkan pelaksana langsung adalah para pedagang atas nama raja ataupun bangsawan dalam bentuk commenda. Mereka sebagai pemegang saham berhak memperoleh keuntungan yang pembagiannya diatur dalam suatu perjanjian bagi hasil.

C. Perdagangan Keramik Asing di Makassar

Terbentuknya jaringan perdagangan Somba Opu Makassar bertumpu pada semangat progresif-revolusioner yang hampir dipraktekkan oleh semua penguasa Makassar Somba Opu dan rakyatnya. Kunci bagi keberhasilan jaringan ini lebih banyak terletak pada kebijakan-kebijakan penguasanya yang telah berhasil membentuk satu komunitas internasional di mana para pedagang mendapatkan fasilitas-fasilitas yang menguntungkan daripada fakta yang ada, jelas bahwa tempat itu merupakan satu pelabuhan yang baik. Fasilitas yang tersedia di bandar Somba Opu memungkinkan para pedagang untuk mengembangkan kegiatan mereka, dan menambah hampir semua sektor kehidupan. Somba Opu dapat diposisikan menjalankan fungsinya yaitu, pusat pengumpul collecting centres, tempat-tempat pengumpan feeder points, dan bandar transito atau bandar niaga entreport. diartikan sebagai kota-kota pelabuhan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang memudahkan para pelaut untuk memperbaiki kapal-kapalnya serta mendukung terselenggaranya aktifitas perdagangan. 62 Sebagai collecting centres 9 , Somba Opu memiliki karakteristik alamiah yang menguntungkan, antara lain; berada pada titik sentral pelayaran menuju pulau rempah yang menghubungkan jalur navigasi timur-barat; dan mampu mengambil keuntungan penuh dari perdagangan jarak jauh long distance trade serta didukung oleh wilayah pedalaman hinterland yang kaya dengan hasil-hasil bumi. Dengan demikian Somba Opu berfungsi sebagai jalan keluar dari sejumlah produk lokal dari pedalaman ke luar. Tempat-tempat ini kemungkinan sudah sejak lama menjadi rute strategis bagi perdagangan menengah. Lokasinya sangat berdekatan dengan jalur-jalur perekonomian yang penting dari mana produk lokal diperoleh. Somba Opu juga menjadi tempat perakitan barang-barang yang dipasok dari pengumpan feeder points. Meskipun pusat-pusat ini jauh lebih besar daripada pelabuhan-pelabuhan lokal yang kecil, tetapi barang-barang produksi setempat menjadi komoditi dalam jaringan perdagangan internasional. Sebaliknya pusat-pusat ini juga mengimport barang-barang luar, khususnya barang yang tidak dapat diproduksi di feeder points 10 seperti keramik dan tekstil untuk konsumsi lokal dan diteruskan ke pedagang lebih kecil dan dikirim ke feeder points, di pedalaman. Kategori selanjutnya mengenai pusat-pusat pertumbuhan, adalah entreport yang jangkauannya lebih luas dan besar dalam melayani perdagangan laut. Secara umum entreport mudah dikenali dengan peninggalan-peninggalan arkeologisnya. Data aktifitas perdagangan dalam skala besar pada suatu waktu tertentu dapat 9 Collecting Centres, merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan barang dari kapal- kapal pedagang. 10 feeder points merupakan tempat untuk mengumpan barang-barang yang tidak ada di collecting centres. 63 ditunjukkan dengan keragaman artefak pada lokasi bekas entreport. Yang sering dijumpai adalah jenis-jenis keramik Cina, termasuk produk dari Asia Tenggara, Jepang dan Eropa bahkan dari Timur-Tengah. Keragaman temuan ini juga dapat menggambarkan karakteristik kosmopolitan penduduk pelabuhan yang ikut berperan memajukan entreport. 11 Dalam konteks ini Somba Opu dapat juga dikatagorikan sebagai entreport dan pelabuhan transito karena memiliki ciri-ciri; berada dalam sumbu jalur pelayaran timur-barat, memiliki fasilitas pergudangan dan dermaga, pasar, penginapan, alat tukar perdagangan dan sistem perpajakan yang mengatur arus lalu lintas barang sebagaimana tercermin dalam kitab Hukum Pelayaran dan Perdagangan Amanna Gappa. 12 Penelitian di Somba Opu membuktikan bahwa keramik Cina, Thailand dan Vietnam memiliki pola distribusi yang hampir sama dengan situs-situs yang berada di daerah pesisir. Di Takalar, Gowa, Pangkep, dan juga di beberapa tempat di pedalaman, keramik-keramik tersebut umumnya berasal dari daerah produksi yang sama, dan jenis yang serupa. Namun dari segi kronologi, seperti di Takbuncini Takalar, nampaknya keramik-keramik itu didistribusikan dari Collecting centres Makassar, terutama keramik dari masa Qing akhir, dan beberapa diantaranya memperlihatkan masa yang hampir sama dengan temuan dari Somba Opu. Sebaran keramik pada tempat-tempat tersebut sangat mungkin terjadi sebab wilayah teritori ini berada dibawah kontrol Gowa, dan menjadi basis 11 Leong Sau Heng, ”Collecting Centres, Feeders Points and Entrpots in the Malay Peninsula 1000 AD- 1400 M”, J. Kathirithamby-Wells dan John Villiers, ED., The Southeast Asian Port and Polity: Rise and Demise. Singapore: National University of Singapore Press, 1990. Hal. 23-26. 12 DEPDIKNAS, Makassar Sebagai Kota Maritim, Jakarta: DEPDIKNAS, 2000. Hal. 70. 64 pertahanan terakhir Makassar sesaat sebelum dikalahkan Belanda pada tahun 1669. Pedagang-pedagang Melayu, Cina, Gujarat, Jawa dan Bugis-Makassar, berperan penting dalam lalu lintas perdagangan. Tetapi peran penting pedagang Cina berlangsung ketika VOC belum menjadi pemain tuinggal dalam long distance trade perdagangan jarak jauh, mereka menguasai beberapa pasar potensial di lautan nan yang. Hal tersebut berkaitan dengan kebijakan Kaisar Muzong yang pada tahun 1567 mencabut larangan berdagang dengan selatan. Pencabutan larangan tersebut segera mengundang pihak swasta untuk melakukanpelayaran yang lebih intens hampir ke seluruh negeri di kawasan Asia Tenggara. C.1. Pedagang Pribumi Perdagangan keramik yang berskala internasional telah melahirkan begitu banyak dampaknya bagi masyarakat pribumi, terutama dalam hal modal, administrasi perdagangan, dan juga etos kerja. Pedagang pribumi dibedakan atas dua kelompok, yaitu pedagang yang berasal dari kalangan penguasa yang terdiri dari para bangsawan dan kerabatnya, dan pedagang dari golongan masyarakat biasa, yang karena profesinya itu dapat ditempatkan pada posisi yang sejajar dengan kelas menengah. Raja dan kerabatnya adalah pedagang, dan mempunyai saham dalam ekspedisi-ekspedisi perdagangan di laut, dan bagian terbesar dari pendapatan negara berasal dari pabean dan aneka pajak perdagangan. 13 13 Denys Lombard, Nusa Jawa: Silang Budaya. Jilid I, Jakarta: Gramedia, 1996, hal. 6- 7. Diterjemahkan oleh Winarsih Arifin, Rahayu S. Hidayat, dan Jean Couteau dari Le Carrefour Javanais: Essai d’histoire globale EHESS, Paris 1990. 65 Pola perdagangan seperti ini tidak terlepas dari sistem commenda. Sistem ini telah melibatkan raja, kaum bangsawan dan orang kaya yang ikut dalam berbagai usaha pelayaran dan perdagangan. Tetapi mereka bukanlah pedagang yang sebenarnya, sebab mereka hanyalah berfungsi sebagai pemegang saham, sedangkan pelaksana langsung adalah para pedagang atas nama raja ataupun bangsawan. Mereka sebagai pemegang saham berhaka meperoleh keuntungan yang pembagiannya diatur dalam suatu perjanjian bagi hasil yang telah ditetapkan. Dan tiap-tiap kerajaan memiliki sistem tersendiri dalam hal bagi hasil tersebut. 14 Selain pedagang Bugis-Makassar yang ikut berkecimpung dalam perdagangan keramik terdapat pula pedagang-pedagang Jawa. Mereka umumnya berasal dari Gresik, Giri, Jaratan, Sedayu, Surabaya dan berasal dari berbagai tempat lainnya yang telah lama menetap di Malaka untuk tujuan berdagang. Kepindahan mereka bersama orang-orang Melayu ke Makassar disebabkan oleh kebijakan Portugis yang tidak menguntungkan bagi pedagng-pedagang setempat, baik dari segi etika maupun moral keagamaan. Pedagang Jawa ini tidak saja mereka yang pernah tinggal di Malaka, tetapi sebagiannya berasal dari tempat- tempat di Jawa yang telah lam menjalin hubungan dagang dengan Makassar, abik sebelum maupun sesudah kejatuhan Malaka. Pedagang Jawa dari Malaka, dalam batas tertentu sudah ”menjadi orang Melayu”, perilaku dan etos kerjamereka sudah diwarnai oleh unsur Melayu dan nuansa Islam yang kental. Tetapi argumen ini tidak bisa digeneralisir, sebab tampaknya mereka juga tetap mempertahankan unsur kejawaannya. 15 14 Effendy A.R. Muslimin, Perdagangan Keramik di Nusantara Makassar: Indobis, 2002. Hal. 106. 15 Ibid….. hal. 109. 66 Pedagang pribumi menjual keramik yang dibelinya dari pedagang asing di Makassar atau yang diperoleh selama kunjungannya ke Barat, ke Malaka, Jawa bahkan ke Cina dan negara-negara penghasil keramik lainnya dikawasan Asia Tenggara. Ini tentu saja bukan hal yang aneh karena pada masa itu telah terbuka jaringan pelayaran antar bangsa yang sudah dirintis oleh pedagang-pedagang setempat maupun oleh pedagang asing. Pedagang Makassar pun memperoleh keramik dari pusat-pusat produksi di Thailand sudah sejak awal abad ke-XVII, yakni ketika orang-orang Makassar berpetualang ke Ayuthia sekitar tahun 1664. 16 Pelayaran pedagang-pedagang Makassar ke Barat ini, terutama dilakukan dengan memanfaatkan pengaruh Angin Timur yang berhembus pada bulan Mei hingga September, sementara pedagang-pedagang Jawa dan Makassar setelah kembali dari daerah seberang berlayar keTimur, ke Makassar, dengan mengikuti angain Barat yang berhembus antara bulan November hingga Maret. Dalam pelayarn ke Timur para pedagang membawa keramik juga untuk diperdagangkan di sana. Dan mereka baru meninggalkan Makassar pada bulan April atau sesudahnya pada waktu angin musim berhembus dari Timur. Dalam perlawatannya itu pedagang pribumi mengangkut hasil-hasil bumi yang diperolehnya baik di Makassar maupun di Maluku untuk kemudian dijual di pelabuhan-pelabuhan persinggahannya. Rempah-rempah dan beras mereka bawa ke pelabuhan-pelabuhan Jawa dan Malaka di mana harga komoditas tersebut sangat mahal di tempat-tempat itu. Dari sinilah terbentuk akulturasi budaya yang terbentuk antara pedagang Makassar sendiri maupun pedagang dari Jawa, Malaka dan lainnya. 16 Christian Pelras, “Petualangan Orang Makassar di Ayuthia Muang Thai Pada Abad ke- XVII”, Jurnal Masyarakat Indonesia. Th. Ke-IX, No.2 1982, hal. 209. 67 Dan transaksi perdagangan yang dilakukan ketika itu pun pada umumnya secara barter. Keramik ditukar dengan produk-produk setempat baik berupa rempah-rempah, beras, kain atau kayu cendana yang kemudian mereka jual kembali kepada pedagang asing dengan harga yang jauh lebih mahal. Penukaran secara barter juga didasarkan pada perbandingan kesatuan yang telah ditetapkan antara kedua belah pihak. C.2. Pedagang Cina Pedagang Cina merupakan sebuah komunitas yang dapat membangkitkan semangat kerja bagi pertumbuhan kota-kota dagang Nusantara. Banten atau Batavia, contoh dua kota yang semasa dengan kebangkitan Makassar, adalah kota- kota dagang yang perkembangannya termotivasi oleh kehadiran pedagang- pedagang Cina. Pertumbuhan kota-kota dagang yang kelihatannya sangat fenomenal itu, memberikan rangsangan alamiah bagi penguasa-penguasa lokal lain di Nusantara untuk tidak mengeluarkan kebijakan terlalu protektif bagi pedagang asing. Prinsip perdagang bebas yang berlaku hampir diseluruh kerajaan- kerajaan Nusantara sebelum kedatangan bangsa Eropa, adalah aspek penting yang mempercepat proses perkembangan tersebut. Dan, pedagang Cina memanfaatkan suasana kebebasan itu dengan penuh semangat, jiwa kapitalisme yang sudah terpatri dalam sanubari mereka mendapat tempat yang nyata. Orang-orang Cina yang telah membangun jaringan perdagangan ketika ekspedisi-ekspedisi itu dilangsungkan, memanfaatkan koneksitas yang sudah terbentuk sebelumnya dengan pedagang-pedagang pribumi. Poros hubungan yang sudah terbangun ini memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi usaha 68 dengan mendatangkan berbagai komoditas sesuai permintaan pasar. Di sinilah keramik-keramik itu mulai dibawa berlayar hingga pada suatu masa tertentu, pedagang-pedagang pribumi juga mencoba menerobos rintangan ketergantungan terhadap pedagang Cina untuk mendatangkan keramik-keramik tersebut. Sejak permulaan abad ke-XVII orang-orang Cina merupakan kelompok yang mulai memainkan peranan penting dan menjadi kukuh ketika di tahun 1618, mereka secara resmi membuka kantor perwakilan dagangannya di Somba Opu. Namun menjelang dekade kedua dalam abad ke-XVII, orang-orang Belanda, Inggris, Spanyol dan Denmark yang juga telah membuka kantor dagangnya di Somba Opu muali berhasil menjalin kerjasama dengan penduduk Cina yang menetap, yang memungkinkan mereka berpartisipasi dalam perdagangan melalui pengumpulan barang-barang lokal yang ditukarkan dengan tekstil. 17 Pedagang Cina datang dengan memanfaatkan pengaruh angin musim utara pada bulan Januari dan tiba pada bulan Februari. Jung yang digunakan biasanya bertipe besar yaitu yang- ch’uan untuk pelayaran samudera, yang dapat membawa lebih dari 100 orang, baik awak kapal maupun penumpang, yang bermuatan sekitar 400 last atau sekitar 800 ton. 18 Kapal-kapal dagang ini pun dilengkapi dengan persenjataan terbatas berupa meriam, senjata ringan, pedang, mata panah serta mesiu. Ada kemungkinan kenapa kapal ini dipersenjatai karena adalah untuk menjaga serangan bajak-bajak laut yang beroprasi disepanjang perairan Laut Cina Selatan, dan juga adanya kekhawatiran adanya awak kapal akan melakukan 17 Effendy A.R. Muslimin, Perdagangan Keramik Di Nusantara Makassar: Indobis, 2002. Hal. 114. 18 Ada empat jenis jung Cina dengan berbagai ukuran dan fungsinya. Chan- ch’uan Jung untuk kepentingan perang, shang ch’uan Jung untuk kepentingan pelayaran perdagangan pantai, yu- ch’uan perahu nelayan, dan yang ch’uan Kapal bertipe besar yang dipergunakan untuk kepentingan pelayaran samudera dengan bobot mati 200 sampai 800 ton. 69 perompakkan terhadap kapal-kapal mereka sendiri. Perdagangan yang dilakukan dengan kapal-kapal yang dipersenjatai ini armed trade sesungguhnya merupakan ciri sistem perdagangn di Lautan Hindia, termasuk Nusantara pada masa itu. Keramik yang diangkut dalam jung-jung tersebut dikemas dalam sebuah kotak persegi yang diatur susunannya berdasarkan harga masing-masing barang. Sedangkan keramik berukuran besar seperti tempayan, dibungkus terpisah dengan keramik lain. Di wilayah teritori Makassar, para pedagang Cina ini tidak diperkenankan melakukan pelayaran ke kepulauan di bagian selatan atau timur sehingga harus menunggu di bandar Somba Opu antara Februari-Juni sambil menanti pedagang dan pelaut yang membawa produksi permintaan mereka. C.3. Pedagang Melayu Selain pedagang Cina, pedagang asing lain yang juga membangun jaringan kerjasama perdagangan di wilayah ini adalah orang-orang Melayu. 19 Kepastian mengenai permulaan orang-orang Melayu mulai mengambil bagian dalam perdagangan Makassar masih samar-samar, dan banyak pihak memperkirakannya sekitar pertengahan abad ke-XVI. Perdagangan orang Melayu yang meningkat sejak dasawarsa pertama abad ke-XVII, dimulai ketika mereka mengekspor komoditas dari wilayah itu dengan menggunakan sebuah kapal ke Cina untuk diperdagangkan di sana. Tidak banyak referensi mengenai pedagang-pedagang Melayu yang melakukan perdagangan di Makassar tetapi apabila kita flashback kita mengetahui bahwa orang-orang 19 Orang-orang Melayu yang dimaksud di sini adalah suku bangsa yang berbahas Melayu, beradat istiadat Melayu, dan beragama Islam yang berasal dari Pahang, Patani, Cmpa, Minangkabau, dan Johor yang pola kehidupannya berorientasi pada kelautan. 70 Melayulah yang pertama kali menyebarkan agama Islam di kepulauan Sulawesi ini khususnya Kerajaan Gowa, dan raja yang pertama kali memeluk agama Islam di sana adalah I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alauddin, peristiwa pengislaman itu berlangsung pada tanggal 22 september 1603 9 Jumadilawal 1015 H. Tidak lepas dari pemberitaan ini dapat disimpulkan oleh penulis bahwa sebenarnya sejak sebelum kerajaan Gowa memeluk agama Islam, disana telah terdapat orang-orang Melayu yang datang untuk berdagang dan juga berdakwah ketika itu bahkan mungkin sebelum bangsa Cina, dan Eropa datang ke Makassar, mereka orang Melayu telah tinggal dan menetap di Makassar. Dan salah satu sumbangan terpenting orang-orang Melayu dalam dinamika sejarah Makassar, selain dalam bidang perdagangan dan agama, adalah di bidang politik dan kebudayaan.

C. 4. Pedagang Belanda-Inggris dan Eropa