27 Daerah  yang  termasuk  kelompok  ini  mempunyai  kewajiban  membayar  upeti  setiap
tahun, sesuai dengan biaya kesalahannya dalam penaklukkan daerah tersebut.
D. Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa
Periode  awal  berdirinya  kerajan  Gowa  sampai  sekarang  belum  diketahui secara pasti. Beberapa sumber yang ada menerangkan masalah ini sangat ringkas dan
sama sekali belum cukup untuk  dapat  dijadikan  sebagai  sumber utama dalam upaya menyimak  sejarah  Kerajaan  Gowa.  Akan  tetapi  nama  Makassar  telah  disebut-sebut
pada  abad  XIV  dalam  kitab  Nagarakertagama
29
yang  ditulis  oleh  Mpu  Prapanca, pada  zaman  keemasan  Kerajaan  Majapahit  di  Jawa  1365.  Isi  dari  kitab  tersebut
yaitu  menceritakan  mengenai  seluruh  wilayah  Sulawesi  menjadi  daerah  Kerajaan Majapahit,  yaitu  Bantayan  Bantaeng,  Luwuk  Luwu  bisa  kemungkinan  Luwuk,
Udamakatraya Talaud, Makasar Makassar, Butun Buton, Banggawai Banggai, Kunir P. Kunyit, Selaya Selayar, Solot Solor, Muar Kep. Kei.
30
Petunjuk yang disajikan  dari  keterangan  kitab  tersebut  adalah  nama  Kerajaan  Gowa  tidak  disebut-
sebut  sebagai  suatu  Kerajaan  orang  Makassar,  yang  mendiami  Jazirah  Sulawesi Selatan.  Ada  kemungkinan  Gowa  hanyalah  merupakan  daerah  kecil  yang  belum
memiliki peranan penting ketika itu. Bila  di  Jawa,  Sumatra,  Bali,  dan  Kalimantan  ditemukan  beberapa  prasasti
batu  atau  logam  tembaga,  namun  di  Sulawesi-Selatan  sampai  sekarang  belum
29
T.  G.  Th.  Pigeaud,  Java  in  The  14  th  Century  A  Study  ini  Cultural  History  the Nagarakertagama  by  Rakawi  Prapanca  of  Majapahit  1365  A.  D.  Leiden:  KITLV-The  Hague
Martinus Nijhoff, 1962. Hal. 34.
30
Mattulada, Menyusuri Jejak Kehadiran Makassar dalam Sejarah, Ujung Pandang: Bhakti Baru-Berita Utama, 1982. Hal. 8.
28 ditemukan  satu  prasasti  tulisan  di  atas  batu  atau  logam.  Keberadaan  prasasti  ini
sangat  penting  sekali  artinya  dalam  pengungkapan  sejarah  suatu  daerah  atau  dinasti pemerintahan,  demikian    pula  stratifikasi  masyarakat.  Dalam  prasasti  itu  sering
tersebut  nama  raja,  atau  tempat,  serta  angka  tahun.  Dengan  demikian  pertumbuhan dan perkembangan suatu kerajaan atau dinasti dapat diketahui, akan tetapi tentu saja
tidak  semua  prasasti  dapat  diterima  begitu  saja  sebab  ada  pula  terdapat  beberapa salinan  yang kadang-kadang terdapat kesalahan dalam menyalin.
31
Berhubung  karena  di  Sulawesi-Selatan  belum  diketemukan  suatu  prasasti yang dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui waktu yang tepat pertumbuhan dan
perkembangan  suatu  kerajaan  atau  dinasti,  maka  sebagai  pegangan  dasar  untuk mengetahui  pertumbuhan  dan  perkembangan  kerajaan-kerajaan  di  Sulawesi-Selatan,
hanyalah berdasarkan cerita-cerita rakyat, benda-benda peninggalan sejarah, sumber- sumber tertulis dari bangsa asing, dan naskah-naskah
lontara’.
32
Menurut Mattulada, sumber-sumber utama dari sejarah kuno Sulawesi-Selatan dapat  diperoleh  dalam  berbagai  macam
lontara’  berupa  peninggalan-peninggalan tertulis  orang  Bugis-Makassar  dari  zaman  dahulu.
33
Di  dalam Lontara’  Gowa
dikemukakan bahwa peletak dasar  adanya raja-raja pemerintahan di Kerajaan  Gowa
31
Hadimuljono dan Abd. Mutallib, Sejarah Kuno Sulawesi Selatan, Ujung Pandang: Kanwil SPSP Prop. Sul-Sel, 1979. Hal. 12-13.
32
Menurut Zainal Abidin Farid Budayawan dan Ahli l ontara’ bahwa yang dimaksud dengan
tulisan lontara’ adalah tiap-tiap tulisan beraksara Bugis-Makassar yang disebut ”urupu’ sulapa’ eppa”’
Bugis, ”urupu’ sulapa’ appa’ka” Makassar = huruf segi empat yang mungkin berasal dari perkataan Makassar
”raung ta” atau ”dautta”. Sebelum orang-orang Sulawesi Selatan mempergunakan kertas, daun  lontarlah  digunakan  dan  kalam  pena  yang  dibuat  dari  lidi  pohon  enau,  serta  air  perasan  daun
”ciping” sejenis kacang-kacangan sebagai tinta. Lihat: Andi Zainal Abidin Farid, Lontara’ sebagai Sumber Sejarah Terpendam masa 1500-1800,  Makassar: Lembaga Penelitian  Hukum  Fak. Hukum
UNHAS, 1970. Hal. 14.
33
Mattulada, Latoa: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press,  1995. Hal. 65.
29 itu  ialah  munculnya  seorang  putri  di  Tamalate  yang  dikenal  dengan  sebutan
Tumanurung  ri  Tamalate  sebagai  raja  Gowa  yang  pertama.  Dan  pada  masanya  lah terbentuk suatu pemerintahan dan konsep kebudayaan yang tercipta di Gowa.
Adalah  jelas  bahwa  konsepsi  Tumanurung  mengandung  unsur  mitologis. Tetapi  disini  pulalah  besarnya  peranan  dalam  sejarah  terbentuknya  kerajaan  pada
banyak  tempat.  Pada  dasarnya  apa  yang  disebut  mitos  adalah  sesuatu  yang sebenarnya tidak pernah terjadi.
Sebenarnya  konsep  Tumanurung  sebagai  peletak  dasar-dasar  pemerintahan bukan  hanya  berlaku  secara  tipikal  di  Gowa  saja,  melainkan  juga  didapati  pada
banyak  kerajaan  kuno  di  Sulawesi  Selatan.  Namun  demikian  illusi  tentang Tumanurung,  oleh  para  sejarawan  Kerajaan  Gowa  yang  disebut
”palontara” senantiasa digambarkan dengan memberikan tekanan pada dimensi manusiawinya.
E.  Islamisasi Kerajaan Gowa