22 dengan melihat sisa-sisa kepercayaan yang kita lihat saat ini, dan melalui
kesusasteraan pra-Islam, khususnya cerita mitos La Galigo.
16
1.2. Pranata Keagamaan Secara historis, pranata keagamaan atau kepercayaan di wilayah Kerajaan
Gowa telah cukup mapan, jauh sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, karena mereka telah menganut ajaran yang lebih menekankan kepada kerohanian-kejiwaan.
Masyarakat Gowa sadar bahwa dunianya terdiri dari dua aspek, yaitu dunia yang nyata dan dunia yang tidak tampak. Dunia yang tidak tampak adalah dunia di luar
jangkauan panca inderanya dan menurut keyakinannya bahwa di dalam dunia itu terdapat berbagai makhluk dan kekuatan alam yang tidak dapat dikuasai oleh manusia
secara biasa, melainkan dengan cara yang luar biasa. Akibat ketidak berdayaan untuk menghadapi kemurkaan makhluk dan kekuatan alam tersebut, timbullah ketakutan
terhadap mereka. Demikianlah asal mula terbentuknya pranata keagamaan menurut kepercayaan animisme, dinamisme dan kepercayaan kepada Dewata. Sangat sulit
menentukan secara pasti kapan kepercayaan itu dimulai, karena sampai sekarang pun kepercayaan tersebut masih ada sebagian masyarakat yang tetap menganutnya.
17
2. Sistem Pemerintahan Pra-Islam
Pada awal pertumbuhan Kerajaan Gowa, sewaktu kerajaan ini masih merupakan suatu federasi kerajaan kecil gallarang kehidupan kenegaraan diatur oleh
16
Periksa: Gilbert Hamonic “Studi Perbandingan Kosmogoni Sulawesi Selatan tentang
Naskah Asal-Usul Dewata- Dewata Bugis yang belum pernah diterbikan”, dalam Citra Masyarakat
Indonesia, Jakarta: PT Sinar Harapan-Archipel, 1983. Hal. 13-40.
17
Mukhlis, Sejarah Kebudayaan Sulawesi, Jakarta: DEPDIKBUD, 1995. Hal. 33-35.
23 seorang ketua umum yang disebut paccalaya. Peranan ini selanjutnya hilang dengan
munculnya tokoh Tumanurung yang selanjutnya akan menjadi tokoh utama dalam pemerintahan Kerajaan Gowa. Ia merupakan simbol persatuan seluruh orang
Makassar, karena dipandang lebih mulia dari orang lain, maka ia digelari sombaya. Untuk lebih rincinya akan diurutkan susunan pemerintahan Kerajaan Gowa seperti
berikut ini: Sombaya adalah gelar raja yang memimpin Kerajaan Gowa. Adapun yang
paling sesuai dan memenuhi syarat untuk menjadi raja di Gowa ialah yang disebut Karaeng ti’no. Karaeng ti’no di Gowa ialah seorang yang baik ayah maupun ibunya
berdarah bangsawan tertinggi, dan masih dianggap keturunan langsung dari raja Gowa pertama. Raja Gowa memiliki kekuasaan mutlak absolut. Dalam bahasa
Makassar diistila hkan: ”makkanama’ numammio” artinya: ”aku berkata dan engkau
mengiyakan”, maksudnya: aku bertitah dan engkau harus mengiyakan”. Ini bermakna bahwa semua titah raja harus di-
”iya” kan dan dituruti. Begitu absolutnya kekuasaan seorang raja Gowa. Dalam menjalankan pemerintahan, raja Gowa didampingi oleh
beberapa orang pembesar atau pejabat Kerajaan
18
, yakni: Pertama, pabbicara butta.
19
Arti sebenarnya juru bicara tanah atau juru bicara negeri. Jabatan ini adalah merupakan jabatan tertinggi setelah raja, yang dapat
disetarakan dengan jabatan perdana menteri, mahapatih atau mangkubumi kerajaan.
18
Abdurrazak Daeng Patunru, Sejarah Gowa, Ujung Pandang: YKSS, 1993. Hal. 127-129; Sagimun M. D., Sultan Hasanuddin Menentang VOC, Jakarta: Depdikbud, 1986. Hal. 5-15.
19
Pabbicara buta adalah juru bicara negeri yang jabatannya hampir setara dengan perdana menteri.
24 Kedua,
tu-mailalang towa
20
towa = tua; tu = orang; ilalang = dalam. Jabatan ini adalah jabatan pembesar kerajaan yang berfungsi menyampaikan dan
meneruskan segala perintah raja Gowa kepada kepala distrik, atau kepala wilayah, dan lain-lain. Selain itu ia bertugas menjaga agar supaya segala perintah raja Gowa
dilaksanakan sungguh-sungguh dan sering pula mendampingi sidang-sidang yang diadakan untuk membahas persoalan yang sifatnya sangat mendesak. Tumailalang
towa-lah yang menyampaikan kepada sidang tersebut segala kehendak dan titah raja Gowa. Segala keputusan, saran-saran atau pesan-pesan raja Gowa, juga disampaikan
oleh tumailalang towa. Ketiga,
tu-mailalang lolo.
21
Pembesar kerajaan ini selalu berada di dekat raja Gowa. Pejabat inilah yang menerima usul-usul dan permohonan untuk diteruskan
kepada raja Gowa. Ia menyampaikan segala perintah raja mengenai persoalan rumah tangga istana. Jabatan tumailalang towa dan tumailalang lolo diangkat dan
diberhentikan oleh raja Gowa. Keempat
,
tu-kajannagang
22
. Jabatan ini Semacam menteri kerajaan yang memegang urusan keamanan dalam negeri. Dia menjadi penuntut umum kerajaan dan
mengatur tata tertib dalam lingkungan pejabat-pejabat istana raja Gowa. Mereka sering membahas dan merencanakan segala persoalan yang bersangkutpaut
20
Tu-mailalang towa. Jabatan ini adalah jabatan pembesar kerajaan yang berfungsi menyampaikan dan juga meneruskan segala perintah raja kepada kepala-kepala perwakilan setiap
wilayah.
21
Tu-mailalang lolo. Merupakan pejabat yang menerima segala usulan-usulan dan juga permohonan dan kemudian diteruskan kepada raja.
22
Tu-kajannagang. Ini merupakan jabatan semacam menteri yang memegang segala urusan keamanan dalam negeri.
25 peperangan. Juga dikenal jabatan pati-matarang
23
; semacam menteri kerajaan yang mengatur urusan pertahanan dan peperangan. Pejabat ini yang memilih dan
menetapkan laskar-laskar Gowa untuk diturunkan ke medan perang. Kelima,
gallarang
24
. Untuk mempermudah pengawasan administrasi dari pusat terhadap daerah-daerah yang tersebar, wilayah kerajaan dibagi jadi distrik-
distrik yang disebut gallarang. Gallarang-gallarang ini memiliki hubungan dan kepentingan timbal balik yang kuat dengan pusat. Dalam sistem pemerintahan
Kerajaan Gowa, gallarang ini mempunyai wakil yang diutus untuk duduk dalam satu lembaga adat yang disebut bate salapanga
25
. bate = panji, bendera; salapang = sembilan. Jadi bate salapanga bermakna pemegang bendera atau pembawa panji
yang sembilan orang. Mula-mula institusi ini disebut kasuwiang salapanga kasuwiang = mengabdi; salapang = sembilan.
Keenam, matowa
26
. Ini merupakan jabatan yang setingkat di bawah gallarang. Pejabat ini dipilih secara langsung oleh rakyat untuk satu jangka waktu masa jabatan
yang tidak ditentukan. Dalam sistem administrasi baru sesudah kemerdekaan Indonesia, jabatan ini disamakan dengan kepala Kampung.
23
Mattulada, Latoa: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press, 1995. Hal.404-405.
24
Gallarang, merupakan suatu jabatan pengawas administrasi kerajaan.
25
Bate Salapanga, yang berarti pemegang bendera atau sembilan orang pembawa panji.
26
Matowa, ini merupakan jabatan yang setingkat di bawah gallarang atau kepala pengawas wilayah adminstrasi.
26 Ketujuh,
sabannara syahbandar.
27
Jabatan tradisional ini sebenarnya sudah hilang sejak aktivitas perdagangan Gowa merosot atau sejak tidak berfungsinya lagi
pelabuhan dagang Kerajaan Gowa di Maccini Sombala, muara Sungai Je’ne’ Berang. Kedelapan,
alakaya
28
. Disebut juga daengta alakaya. Dia adalah seorang laki- laki banci yang bertingkah laku dan berpakaian seperti perempuan. Lebih lazim
dikenal dengan nama bissu. Dalam upacara majelis adat Dewan Kerajaan daengta alakaya duduk berdekatan dengan sombaya, di samping benda-benda pusaka kerajaan
yang disebut dengan kalompoang, dialah yang memberi mantera-mantera pada benda-benda pusaka tersebut, sebab jika kalompoang sakti, maka diharapkan juga
akan menambah kesaktian raja. Adapun daerah yang berada pada wilayah kerajaan, secara garis besar dapat
dibagi atas: Pertama, palili ata’ rikale: daerah ini disebut pula mapatundang ata’
yaitu daerah taklukkan yang menuntut biaya dan korban yang besar ketika terjadi penaklukan atas daerah tersebut. Pada daerah ini ditempatkan seorang wakil dari
pusat sedangkan penguasa daerah bersangkutan dipindah ke pusat untuk suatu jabatan tertentu. Pejabat perwakilan ini disebut jannang.
Kedua, palili ata’ mate’ne. Daerah taklukan yang termasuk dalam kelompok
ini merupakan daerah otonomi, penguasa daerah tersebut tidak ditarik ke pusat. Ia masih memperoleh kesempatan menjalankan pemerintahannya seperti semula.
27
Sabannara, atau yang disebut dengan Syahbandar. Jabatan ini biasanya yang menguasai suatu bandar perniagaan di satu wilayah tertentu.
28
Alakaya, adalah seorang laki-laki yang bertingkah laku dan juga berpakaian seperti perempuan yang mendampingi raja dalam satu upacara pemberian mantera-mantera pada benda-benda
pusaka kerajaan.
27 Daerah yang termasuk kelompok ini mempunyai kewajiban membayar upeti setiap
tahun, sesuai dengan biaya kesalahannya dalam penaklukkan daerah tersebut.
D. Sejarah Berdirinya Kerajaan Gowa