Teori Kepemimpinan Politik TEORI DEMOKRASI DAN TEORI KEPEMIMPINAN

24 negara. Contoh sederhananya adalah porblem Jerman dengan ideologi Nazi pada masanya. 19 d. Otoritarianisme Demokrasi; adalah faham demokrasi yang di dalamnya dipimpin oleh penguasa otoriter, fungsi parlemen hanya syarat berdemokrasi, kerjanya hanya berbasa-basi bermusayawarah untuk mufakat, padahal bentuk final suatu keputusan tetap berada pada tangan penguasa yang otoriter. Rakyat berada pada jalur terlemah, rakyat tidak diberikan ruang untuk menuntaskan keinginannya apabila bertentangan dengan pengusa. Ciri-ciri sistem politik model demikian biasanya didukung oleh kekuatan bersenjata dari pihak militer. Praktik demokrasi yang otoriter banyak diterapkan di negara-negara Afrika, pada masyarakat internasional mengatakan negaranya menjunjung demokratisasi, namun dipraktikkan dengan cara otoritarianisme. 20

B. Teori Kepemimpinan Politik

1. Defenisi Kepemimpinan Pemimpin, kepemimpinan, dan kekuasaan adalah tiga hal yang memiliki defenisi masing-masing, tapi ketiganya berhubungan erat. Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya bertujuan mengarahkan orang 19 Miriam Budiarjo, ed. Masalah Kenegaraan Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 1982, 92. 20 Sorensen, Demokrasi dan Demokratisasi: Proses dan Prospek Dunia yang Sedang Berubah, 91. 25 lain yang memiliki posisi di bawahnya, baik tingkatan posisi yang disepakati dalam struktural ataupun proses pengakuan pemimpin tanpa kesepakatan proses alami. 21 Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang kelompok untuk mempengaruhi orang kelompok lain sesuai kehendak dan tujuan yang disepakati bersama, wujudnya bisa motivasi dan menginspirasi. 22 Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi memerintah lebih memaksa orang lain dalam menjalankan hal yang dikehendaki pihak lain pemilik kekuasaan. 23 Karenanya kekuasaan memiliki beberapa karakteristik, pertama kekuasaan meruapakan sesuatu yang abstrak, kedua kekuasaan milik interaksi sosial, ketiga pemegang kekuasaan yang egois cenderung menyalahgunkan kekuasaan. 24 Sedangkan arti sebutan ketua atau raja yang dapat ditemukan dalam beberapa bahasa hanyalah untuk menunjukan adanya pembedaan anatara pemimpin dan yang dipimpin. 2. Konsep Dasar Teori Kepemimpinan Manusia sebagai makhluk sosial tidak ada bedanya dengan makhluk yang lain, semua saling terikat dan membutuhkan, dari faktor saling ketergantungan tersebut menjadikan manusia hidup secara kelompok, baik dalam suku, ras, agama, ataupun dalam kelompok-kelompok lebih kecil. Dalam komunitas 21 Selengkapnya bisa dibaca pada M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik; Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan Jakarta: Gramedia, 2007, 18. Sebagai tambahan tentang perbedaan antara pemimpin, kepemimpinan dan kekuasaan bisa dibaca pada Veithzal Rivai dan Dedy Mulyadi, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi Jakarta: Rajawali Pers, 2011, 341. 22 Eko Maulana Ali, Kepemimpinan Transformasional; Dalam Birokrasi Pemerintahan. Nugraha, ed. Jakarta: Multi Cerdas Publishing, 2012, 67. 23 Mulyadi, Kepemimpinan dan Prilaku Organisasi, 342. 24 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik; Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, 230. 26 tersebut, pasti memunculkan individu-individu unggulan yang melebihi mayoritas lainnya dan cenderung berpengaruh terhadap lingkungannya, sehingga berpotensi sebagai pemimpin sebuah kelompok. Peradaban manusia yang sering berubah merupakan salah satu faktor alamiah munculnya pemimpin-pemimpin dalam kelompok manusia, baik politik maupun keagamaan, tidak hanya berlandaskan kekuatan seperti hukum rimba, melainkan seleksi seorang pemimpin dalam kehidupan manusia terjadi karena banyak faktor, hasilnya teori terjadinya kepemimpinan sangat beragam. Para ahli sejarah dan filsafat sejak masa lalu telah menawarkan kurang lebih tiga ratus lima puluh definisi tentang kepemimpinan, di antaranya: 25 Teori Greath Man dari 1869-1930: Kepemimpinan terbentuk karena pengakuan masyarakat sekelilingnya. Teori Trait sekitar tahun 1940: Pembedaan antara pemimpin dengan pengikutnya, sebab pemimpin memiliki kualitas tinggi daripada pengikutnya. Kualitas ini bisa berupa kecerdasan, kekuatan, dan ketangkasan di atas mayoritas. Teori Charismatic sekitar tahun 1950: Penekanan perilaku pemimpin dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, dalam teori ini didukung oleh dua pendekatan: 1. Koneiderasi; kecenderungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahannya, seperti kedekatan emosional dan 25 Ali, Kepemimpinan Transformasional; Dalam Birokrasi Pemerintahan. 59. 27 sering memberikan masukan terhadap bawahan, serta selalu terbuka berkonsultasi dengan bawahan. 2. Struktur Inisiasi; pemimpin yang memberikan batasan terhadap bawahannya, dan cenderung memberikan instruksi terhadap bawahan dengan target, waktu, dan cara pelaksanaanya. Sehingga dalam teori ini pemimpin baik adalah yang memiliki loyalitas terhadap bawahan dan memiliki target terhadap suatu pekerjaan. 26 3. Model Kepemimpinan Demokrasi Banyak tokoh yang mencetuskan tentang model-model kepemimpinan, baik kepemimpinan yang bersifat politik ataupun administratif, di antaranya model kepemimpinan demokrasi: kepemimpinan model ini mau mendengarkan dan menerima masukan dari pengikut, karena penekanan model demokrasi ada pada mutu yang dihasilkan sesuai kesepakatan bersama. Berikut ciri dari gaya kepemimpinan demokrasi: 27 a. Memiliki pandangan, betapapun besarnya sumber daya dan dana yang tersedia bagi organisasi, kesemuanya itu pada dirinya tidak berarti apa-apa kecuali digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam organisasi demi kepentingan pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi. 26 Ali, Kepemimpinan Transformasional; Dalam Birokrasi Pemerintahan, 60. 27 Alfian, Menjadi Pemimpin Politik; Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, 205. 28 b. Dalam kehidupan organisasi tidak mungkin, tidak perlu, bahkan tidak boleh semua kegiatan dilakukan sendiri oleh pemimpin, oleh karena itu selalu mengusahakan adanya pendelegasian wewenang yang praktis dan realistis tanpa kehilangan kendali organisasi nasional. c. Para bawahan dilibatkan secara aktif dalam menentukan nasib sendiri melalui peran sertanya dalam proses pengambilan keputusan. d. Kesungguhan yang nyata dalam memperlakukan bawahan sebagai makhluk politik, makhluk ekonomi dan makhluk sosial sebagai individu dengan karakteristik dan jati diri yang khas mempunyai kebutuhan kompleks. Seperti kebutuhan sandang, pangan, dan papan, namun yang lebih penting adalah pengakuan setatus sebagai anggota sebuah organisasi. 29

BAB III DINAMIKA DEMOKRASI DI INDONESIA