Kepemimpinan Politik Kaum Muda

73 efektifan idenya menyeleseikan krisis di Indonesia, kenapa IMF yang seharusnya memberikan dana talangan di Indonesia justru ide-idenya malah menghancurkan Indonesia?, pertanyaan tersebut merupakan jawaban atas bukti keterlibatan IMF masa Reformasi. Proyek terbesar IMF saat semua lini ekonomi Indonesia lemah, IMF meminta Indonesia untuk melepas aset-aset setrategis dalam ekonomi dan menjual pada pihak asing, padahal pihak pembeli merupakan kroni dan telah dipersiapkan oleh IMF, 37 dan ini awal masuknya neo liberalisme di Indonesia. 38

B. Kepemimpinan Politik Kaum Muda

1. Gerakan Kepemudaan dan Investasi Kepemimpinan Politik Ada pernyataan menarik, pemimpin masa depan ditentukan kualitas pendidikan saat ini, dan pemimpin saat ini ditentukan kualitas pendidikan masa kemarin. Begitupula dalam munculnya tokoh-tokoh politik, mereka tidak tumbuh secara instan tanpa ada persiapan dan sejarah yang memotifasi mereka untuk muncul. Karena saat ini berbicara tentang pemuda sebagai pendobrak gerakan politik, maka akan kita diskusikan awal mula gerakan-gerakan kepemudaan yang menjadi investasi gerakan politik kaum muda di masa berikutnya. Gerakan kepemudaan sangat banyak di Indonesia, tapi yang tercatat sebagai gerakan pembaharu dan berdirinya mampu menunjang semangat nasionalisme 37 Fadli Zon, Politik Huru-Hara Mei 1998 Jakarta: Institude for Policy Study, 2004, 14. 38 IMF tergiur menikmati keberhasilan era Soeharto, Indonesia dulu dalam sektor energi anggota OPEC, dalam pangan Indonesia raja beras se-Asia. Tapi pasca Reformasi ekonomi kita hancur, Indonesia didepak dari keanggotaannya OPEC, Indonesia tidak berdaulat dalam pangan, segala sesuatu harus ekspor dari luar, sampai saat ini bawang, garam, dan sapi didatangkan dari asing. Wawancara dengan Fadli Zon. 74 pemuda adalah berdirinya gerakan Budi Utomo 1908, 39 gerakan tersebut berdiri sebagai akomodasi para pemuda dalam politik untuk menentukan sikap terhadap para penjajah. Sehingga gerakan Budi Utomo dilambangkan sebagai gerakan kebangkitan nasional. 40 Gerakan kebangsaan berafiliasi pemuda kemudian dipertegas dengan gerakan Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, di situ terdapat kesepakatan dari para pemuda dengan pengakuan: bertumpah darah satu Indonesia, berbangsa satu Indonesia, dan berbahasa satu Indonesia. 41 Dalam sekala mikro gerakan kepemudaan pasca kemerdekaan cenderung dilakukan oleh para mahasiswa, terhitung lebih dari dua kali gerakan mahasiswa menjadi peristiwa terbesar sepanjang sejarah gerakan kemahasiswaan, dimulai dari tahun 1966 sampai terakhir peristiwa 1998, saat penurunan rezim pemerintahan Soeharto dengan berbagai kejahatan yang telah dibahas pada bab sebelumnya. 42 Gerakan tersebut di atas adalah rangkaian yang secara terus menerus muncul dengan adanya ketidak beresan situasi bernegara di Indonesia, dipelopori oleh mereka yang muda dan dari situ pula adalah investasi pemuda dalam politik. Keberadaan pemuda dalam mengawal proses berdemokrasi berbangsa dan berkehidupan tidak sebatas keikutsertaannya turun ke jalan dan melakukan 39 Henny Warsilah dkk., Kesiapan Generasi Muda Indonesia Menyongsong Perubahan Kepemimpinan di Tahun 2015 Mendatang, Henny Warsilah, ed., Jakarta: LIPI, 2010, 1. 40 Abdul Syukur, Perekat Bangsa: Pengakuan Sejarah Kepemudaan Indonesia, Zusiyansah Samosir, ed., Tangerang: PT. Nusantaralestari Ceriapratama, 2008, 3. 41 Yuddy Chrisnandi, “Kebangkitan Nasional dan Masadepan Demokrasi Indonesia”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 9. 42 Gerakan Mahasiswa dengan agenda penurunan Soeharto telah dilakukan dari berbagai periode, 1974, 1978, 1989, dan puncaknya tahun 1998, lihat pada M. Fadjroel Rachman, “Gerakan Mahasiswa Gerakan Politik Nilai”, dalam M. Fadjroel Rachman dan Taufiqurrahman, ed., Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat: Tentang Kebebasan, Demokrasi, dan Negara Kesejahteraan Depok: Koekoesan, 2007, 218. 75 demonstrasi, melainkan tidak sedikit dari mereka yang pada akhirnya lolos dari seleksi dan muncul sebagai tokoh-tokoh politik baru di Indonesia, dengan semangat kepemudaan. Berbicara kepemudaan dalam konteks biologis dibatasi oleh umur, dari 13 sampai 40 tahun, ada pula yang menyatakan konteks kepemudaan adalah antara umur 20 sampai 40 tahun. 43 Menurut Yuddy Latif, pemuda lebih dari sekedar kriteria usia, kaum muda merefleksikan sikap kejiwaan, suatu kebaruan cara pandang yang memutus hubungan dengan tradisi, dengan keberanian memperjuangkan visi perubahan yang menjanjikan pencerahan masa depan. Pendapat lain dari sosiolog terkemuka Talcott Parsons, bahwa pemuda tidak bisa ditafsirkan sebagai kategori biologis dengan memeberikan batasan umur, melainkan suatu konstruksi sosial yang muncul dalam kurun periode tertentu. 44 Dalam politik apakah konsep pemuda juga akan disamakan dan dibatasi dalam konteks usia?, 45 atau dalam politik konteks pemuda akan disamakan dengan sekema sosiologis bahwa tidak ada batas umur dalam kepemudaan? 46 Berbicara 43 Aziz Syamsuddin, Kaum Muda Menatap Masadepan Indonesia Jakarta: PT. Wahana Semesta Intermedia, 2008, 8. 44 Chris Barker, Cultural Studies: Teori dan Praktik, tanpa penerjemah Yogyakarta: Kreasi Wacana, 334. 45 Menurut Anies Baswedan pemimpin muda dalam konteks politik berdasarkan umur sangat rasional, cita-cita bangsa Indonesia adalah memperjuangkan demokrasi, demokrasi adalah proyek jangka panjang, memerlukan stamina lintas generasi untuk membuat cita-cita demokrasi berbangsa dan bernegara. Meskipun harus diakui tidak ada rumusan tentang umur dalam sosio- politik, tapi upaya tersebut sangat rasional. Warsilah dkk., Kesiapan Generasi Muda Indonesia Menyongsong Perubahan Kepemimpinan di Tahun 2015 Mendatang, 2. 46 Apabila dipandang secara umur, Indonesia telah banyak melahirkan para pemimpin politik dari kaum muda, kita bisa baca masa awal kemerdekaan berderet pemuda yang secara umur dibawah 45 tahun menjadi tokoh-tokoh politik, jangkauannyapun tidak sekedar tingkat nasional, bahkan sampai Internasional seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir dan lain sebagainya. Pasca Reformasi kita juga menjumpai para pemimpin dalam politik berusia muda, meskipun hanya dalam regional daerah, tapi perjuangan dan persaingan mereka dengan pemimpin berumur tua 76 kepemudaan dalam sosio-politik tidak berbicara klasifikasi umur, pemuda merupakan keperkasaan, kekuasaan, vitalitas, enerjik, progresif, dan pendobrak. 47 Indra J. Piliang memaparkan empat tipe kaum muda pasca Reformasi: Pertama, pemuda yang bergabung dalam partai politik, banyak pemuda yang menempati posisi struktural partai dan tergolong posisi setrategis. Kedua, mereka yang masih konsisten dalam agenda Reformasi lalu memilih bergabung dalam lapisan masyarakat sipil, mereka berpolitik tanpa partai namun tetap mengakomodasi pemikiran rakyat. Tidak jarang dari mereka justru memperoleh pendidikan tinggi dari luar negeri. Ketiga, mereka para pemuda yang lebih memilih memperjuangkan Reformasi melalui jalur profesional, namun kedudukannya berbeda dengan kaum profesional biasa yang cenderung tunduk dalam peraturan pemerintah, profesional dalam katetgori ini satu tingkat di atas level kaum profesional biasa, mereka tidak sekedar tunduk dalam peraturan pemerintah, melainkan ikut mengkritisi sertiap kebijkan pemerintah. Orang-orang semacam ini nantinya disebut sebagai kelompok menengah kritis yang bisa mengimbangi kepentingan negara dan pasar. tidak mudah, karena masyarakat opininya terbentuk bahwa orang tua dianggap lebih bisa mengayomi. Di antara pemimpin daerah berusia dibawah 35 tahun adalah Airin Rachmy Diany walikota Tangerang Selatan, Mardani H. Maming Bupati Tanah Bambu, Yopi Arianto Bupati Indragiri Hulu, Neneng Bupati Bekasi. Dalam tingkat Provinsi M. Zainul Majdi Gubernur Nusa Tenggara Barat dan Joko Widodo sebagai Gubernur DKI Jakarta yang keduanya masih berumur 40-an tahun. 47 Miftahuddin, Radikalisasi Pemuda: PRD Melawan Tirani Depok: Desantara, 2004, 4. 77 Keempat, adalah golongan pemuda pragmatis, mereka pernah hidup dan berjuang di masa Reformasi, tetapi karena kekurangan ide dan tidak tau apa tindakan selanjutnya, mereka hanya singgah dari kelompok satu ke kelompok lain dengan memanfaatkan identitasnya sebagai alumni penggerak Reformasi untuk membangun pengaruh di masyarakat, tipe ini jelas bertujuan uang. Dari sekian yang telah dibahas tentang teori kepemudaan baik secara biologis dan sosio-politik, empat politisi muda Yuddy Chrisnandi, M. Fadjroel Rachman, Budiman Sudjatmiko, dan Fadli Zon memiliki pandangan berbeda- beda. Fadli Zon sepakat pada teori sosio-politik, berbicara politik tidak berbicara umur, tidak berbicara tua ataupun muda. Ada pepatah mengatakan, “bukan berapa lama umur kita, melainkan apa yang sudah kita perbuat dalam umur kita”. Dalam kehidupan kita temui orang berumur seratus tahun tanpa hasil dan tanpa peninggalan sejarah, tapi ada yang umurnya dua puluh tahun sudah berbuat banyak dan tertulis dalam sejarah. Berbicara politik berbicara kualitas, bukan kuantitas. Masyarakat kita cenderung membalik hal itu, politik berbicara sistem, bukan berbicara pelaku. Pemimpin politik katakan dipimpin oleh orang muda secara umur, tetapi sistem yang dipergunakan adalah sistem lama, dalam konteks ini tidak akan ada perubahan, akan berbeda apabila muda secara sistem, silahkan Indonesia dipimpin oleh mereka yang tergolong tua, akan tetapi sistem bernegaranya muda – original dan pembaharu – maka akan terdapat perubahan. 78 Meskipun harus diakui bahwa pemuda lebih bersemangat, lebih dinamis, dan mudah mengambil keputusan, karena pemuda tidak takut dengan resiko. 48 M. Fadjroel Rachman pernah membuat tulisan berjudul, “Republik Muda: Republik Harapan”, di dalamnya Fadjroel menyebutkan bahwa Megawati Soekarno Putri 65 tahun, Susilo Bambang Yudhoyono 63 tahun, Jusuf Kalla 70 tahun, Wiranto 65 tahun, Sutiyoso 67 tahun, Sultan Hamengku Buwono X 66 tahun, kampanye kepemimpinan tersebut terdapat penekanan dan menyoroti “usia” bagi mereka yang sekarang masih agresif mencalonkan diri sebagai bagian dari kepemimpinan politik di Indonesia. 49 Bagi Fadjroel menyatakan dan menggaris bawahi tentang masalah usia hanyalah manufer politik, ia sepakat seperti pernyataan Fadli Zon, bahwa berbicara sosio-politik tidak berbicara usia, melainkan kualitas kepemimpinan. 50 Kampanye kepemimpinan politik pemuda saat itu sebenarnya dilaksanakan hanya merujuk pada regenerasi dan normalisasi kepemimpinan politik seperti negara berkembang di Eropa, 51 sederhananya contoh di Eropa ada Tony Blair, ia berada di parlemen pada usia 43 tahun, selama sepuluh tahun di parlemen dan menjadi Perdana Menteri Inggris, kemudian berhenti pada usia 53 tahun, setelah 48 Wawancara dengan Fadli Zon. 49 M. Fadjroel Rachman, “Republik Muda: Republik Harapan,” [berita online]; tersedi di http:www.mail-archive.comforum-pembaca-kompasyahoogroups.commsg34376.html; internet; diunduh pada 19 Februari 2013. 50 Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. Jakarta 10 Mei 2013. 51 Kita tidak boleh lupa dengan mereka yang mati diusia muda karena perjuangan Reformasi, para pemuda menjadi garda depan perjuangan bangsa, jadi sangat layak apabila pemuda lebih diberikan ruang dalam meneruskan perjuangan Reformasi. Lihat pada M. Fadjroel Rachman, “Empat Tahun Reformasi: Kepemimpinan Politik Kaum Muda”, dalam M. Fadjroel Rachman dan Taufiqurrahman, ed., Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat: Tentang Kebebasan, Demokrasi, dan Negara Kesejahteraan Depok: Koekoesan, 2007, 185. 79 itu ia menjadi negarawan karena dianggap sudah tua. Obama juga demikian, ia menjadi Presiden Amerika usia 47 tahun, menjabat kepemimpinan politik selama delapan tahun, hitungannya 47 tahun ditambah delapan tahun memimpin, berarti berhenti diusia 55 tahun, setelah itu ia akan menjadi negarawan karena dianggap sudah tua. Bagi Fadjroel secara normatif kepemimpinan politik dimulai umur 40- an dan berhenti diusia 55 tahun, ini sebenarnya keidealan menjadi pemimpin nasional. 52 Karena normalisasi kepemimpinan terlalu sulit dicerna oleh masyarakat, makanya Fadjroel melakukan manufer opini politik tentang kepemimpinan berdasarkan usia melalui media, antara pemimpin tua dan pemimpin muda. Metro TV sempat termakan oleh manufer opini Fadjroel, di dalam forum diskusi yang diselenggarakan Metro TV tahun 2009 dikumpulkan mereka dari golongan tua seperti Jusuf Kalla dan orang segenerasi dengannya, dalam diskusi tersebut Fadjroel dikritik habis-habisan karena kampanye politik antara pemimpin tua dan pemimpin muda ditafsirkan dari segi usia. 53 Kampanye regenerasi politik dan normalisasi kepemimpinan ternyata tidak berhasil, sampai pada akhirnya Fadjroel memilih alternatif lain melalui konstitusional dengan deklarasi kepemimpinan independen, dan ini berhasil, bahkan sudah banyak Pemilukada dengan tokoh-tokoh independen. Keberhasilan calon independen diteruskan pada tingkat nasional dengan mengangkat capres independen, tetapi gagasan tersebut ditolak oleh Mahkamah Konstitusi dan gagal 52 Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. 53 Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. 80 hingga sekarang. Tujuan terbesar memilih jalur secara konstitusi untuk memberikan pembelajaran dan pemahaman kepada semua masyarakat bahwa semua orang bisa menjadi Presiden tanpa melalui partai politik. Diakui ataupun tidak partai politik selama ini cenderung oligarki, siapa yang ditunjuk sebagai calon Presiden pasti adalah orang-orang yang memiliki hubungan kuat dengan pemilik dan figur dalam partai. 54 Yuddy Chrisnandi memiliki pandangan lain atas kepemimpinan politik kaum muda, Yuddy sepakat bahwa kepemimpinan politik harus dilihat secara biologisusia, apabila kita disodorkan contoh Soekarno dan Hatta menjadi pemimpin politik dibawah umur 45 tahun, di luar negeri ada Bill Clinton dan Obama yang menempati posisi sebagai pemimpin politik kurang dari 45 tahun. Indikasinya adalah; kepemudaan secara usia akan lebih berani memberi trobosan- trobosan ide segar dan tanpa ada kompromi, seperti tipikal pemuda yang tidak terlalu berfikir panjang dalam membuat keputusan. Munculnya kaum muda pasti akan memunculkan sistem baru dan pendobrak, karena isu kebangsaan yang timbul sekarang adalah permasalahan politik kontemporer, yang membutuhkan rekonstruksi sesuai pelaku dan tantangan zaman. 55 Sejarah Indonesia membuktikan, bahwa prestasi mereka yang muda secara umur dalam kepemimpinan politik lebih unggul daripada mereka yang sudah tua, 54 Sampai saat ini Fadjroel belum menyadari dan tidak menyangka, bahwa apa yang diperjuangkan tentang pemimpin politik dari jalur independen benar-benar telah berhasil dan ada orang yang mampu menang melalui jalur independen, meskipun tingkatannya baru di daerah. Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. 55 Yuddy Chrisnandi, “Rekonstruksi Nasionalisme Kaum Muda”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 108. 81 bandingkan saja masa kepemimpinan Orde Lama, Orde Baru dan mereka pemimpin tua pasca Reformasi. Harus diakui masa Orde Lama dan Orde Baru memiliki sisi negatif, tapi di lain sektor dia memiliki keunggulan luar biasa, sedangkan pasca Reformasi apa yang diunggulkan?. Jumlah korupsi justru lebih besar saat ini dibanding rezim Soeharto dan rezim Soekarno, pelanggaran HAM saat ini bukan lagi kejahatan kelompok, melainkan problem setiap individu. 56 Jadi kepemimpinan kaum tua dianggap gagal dan tidak sukses mengelola berbagai sumber daya politik, bahkan mereka yang tua pura-pura tuli dengan agenda Reformasi seperti: pemberantasan korupsi, penindasan, diskriminasi, kemiskinan, dan pengangguran. 57 Perbedaan terbesar antara kaum muda dan kaum tua sangat fundamental, kaum muda selalu melawan, dan kaum tua cenderung berkompromi, 58 penempatan kepemimpinan kaum muda tidak selalu pada sektor pemimpin negara, tetapi lebih ada ruang untuk pemuda memimpin dalam bidang politik, tempat setrategis selama ini disinggasanahi mereka yang tua harus mulai direlakan ditempati yang muda, termasuk pos setrategis dalam partai politik yang cenderung oligarki. 59 56 Yuddy Chrisnandi, “Menggagas Kepemimpinan Kaum Muda”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 102. 57 Chrisnandi, “Menggagas Kepemimpinan Kaum Muda”, 101. 58 Seperti peristiwa pendudukan Jepang di Indonesia, masa itu Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia setelah situasi politik di Jepang setabil – pasca bom Hirosima dan Nagasaki –, tapi para pemuda menolak, kemudian memaksa Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Chrisnandi, “Rekonstruksi Nasionalisme Kaum Muda”, 106. 59 Yuddy Chrisnandi, “Konsolidasi Demokrasi dan Peran Mahasiswa Indonesia”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 36. 82 Siapakah sebenarnya anak muda bangsa Indonesia? Pertanyaan tersebut diungkapkan oleh Budiman Sudjatmiko. Mereka adalah “anda” sendiri –semangat kepemudaan meskipun tergolong usia tua–, sedangkan dalam kepemimpinan politik siapakah anak muda bangsa Indonesia? Mereka adalah pemuda secara usia dan pemilik masadepan yang menolak dijadikan sandera oleh masa lalu, baik itu asumsi-asumsi kadaluwarsa maupun labirin konflik masa lalu yang menciutkan cakrawala dan semangat untuk membuat perubahan. Tapi bukan berarti anak-anak muda semacam ini meninggalkan sejarah dan keberakarannya yang menggagas realita hari ini, justru mereka adalah anak-anak muda yang sadar akan jalannya sejarah dari realita yang mereka jadikan zaman untuk hidup sekarang. 60 Dari pernyataan Budiman di atas dapat ditarik kesimpulan, pertama mengangkat isu kepemimpinan politik pemuda memang sudah saatnya terdapat regenerasi kepemimpinan politik dan pasti berbicara usia, kedua secara sistem harus ada dan mampu memunculkan kebijakan-kebijakan alternatif dan inofatif. Kedua hal tersebut harus berjalan bersamaan, tidak bisa hanya kebijakan yang inofatif dan kreatif tetapi pelakunya generasi tua, karena tujuannya adalah regenerasi, dan tidak bisa pula dilakukan dan dipimpin golongan muda tetapi secara sistem Orde Baru, karena sangat tidak pro kerakyatan dan tidak sesui dengan cita-cita awal, bahwa munculnya figur pemuda diharapkan melahirkan kebijakan alternatif dan inofatif. 61 60 Budiman Sudjatmiko, “Kepemimpinan Baru Indonesia Melintasi -New Frontier- ”[website resmi]; tersedia di http:budimansudjatmiko.netnode90; internet; diunduh pada 19 Februari 2013. 61 Wawancara dengan Budiman Sudjatmiko. Jakarta 17 Mei 2013. 83 Dalam masa regenerasi kepemimpinan politik Indonesia akan dihadapkan dua hal, pertama Indonesia harus mengambil pola kepemimpinan lain yang kuat untuk menyingkirkan warisan dari pemimpin lama, inilah yang terjadi pada kepemimpinan Presiden Soeharto sejak 1966-1998, secara berdarah-darah membersihkan warisan politik Orde Lama. Kedua, melahirkan transisi berlarut- larut ketika sistem terbuka, seperti saat sekarang banyaknya transisi kepemimpinan tetapi isinya hanya orang-orang Orde Baru. Permasalahan dan konsekuensi atas masalah tersebut adalah generasi kepemimpinan kaum muda saat ini harus menanggung beban kesalahan pemimpin tua masa kini, mereka pemimpin tua sekarang dieranya tidak berani menggugat secara serius kekuasaan otoriter Soeharto yang berlangsung lama, sehingga hak-hak pemuda saat ini direbut golongan tua. 62 2. Program Kepemimpinan Politik Kaum Muda Bagi Fadli Zon, tujuan hidup itu sama dengan tujuan berpolitik, konteks bahagia dalam politik sama dengan konteks bahagia dalam hidup. Falsafah demokrasi bangsa Indonesia tidak sekedar dalam politik, tetapi juga dalam berkehidupan. Tujuan berpolitik bagi Fadli Zon sama seperti tujuan politik Hatta dalam sektor ekonomi, dalam demokrasi ekonomi terdapat kekuatan rakyat, ini membedakan dengan ekonomi liberal, pasca Reformasi ekonomi Indonesia sedikit demi sedikit digiring ke arah ekonomi neo liberalisme dengan ikut campurnya IMF – seperti dibahas di muka “negara kaya, tapi rakyat miskin” – 62 Wawancara dengan Budiman Sudjatmiko. Bisa dibaca pada Budiman Sudjatmiko, “Mengusir Macan Tua” [berita online]; tersedi di http:www.rumahpemilu.orgread 1508Mengusir-Macan-Tua-oleh-Budiman-Sudjatmiko; internet; diunduh pada 19 Februari 2013. 84 dalam aturan ekonomi di Indonesia. Pertanyaannya, negara Indonesia mencita- citakan demokrasi di segala bidang, apakah mungkin berpolitik secara demokrasi tetapi secara ekonomi neo liberalisme?. Praktik dalam pemikiran Hatta jelas dengan ekonomi koprasinya, terdapat semangat dan cita-cita gotong royong sesuai jati diri bangsa Indonesia. Hasil dalam demokrasi ekonomi adalah kesejahteraan dan kebahagiaan, bahagia karena sektor primer; sandang, pangan, papan dan sektor kesehatan terpenuhi, dari situ akan timbul kesejahteraan. 63 Ekonomi menjadi faktor terpenting dibenahi bukan tanpa alasan, bangsa Indonesia hanya berdaulat secara konstitusi, tetapi secara kebutuhan hidup terlebih pangan, Indonesia belum berdaulat, contoh: beras, daging sapi, 64 dan terakhir bawang semua harus impor dari luar negeri. 65 Sependapat dengan Fadli Zon, program kepemimpinan ideal menurut Fadjroel sama seperti gagasan Hatta tentang negara ekonomi demokrasi, tapi Fadjroel menambahkan tentang negara sosialis demokrasi atau negara kesejahteraan seperti gagasan Sutan Sjahrir 66 – Pendiri Partai Sosialis Indonesia – yang telah direalisasikan di negara Skandinavia, karena rasa sosial dan rasa 63 Wawancara dengan Fadli Zon. 64 Sastra Wijaya “Menteri Australia ke Jakarta Bicarakan Impor Daging Sapi” [berita online]; tersedia di http:internasional.kompas.comread2013051211422657Menteri.Australia .ke.Jakarta.Bicarakan.Impor.Sapi; internet; diunduh pada 23 Maret 2013. 65 Wawancara dengan Fadli Zon. 66 Partai Sosialis Indonesia dilarang oleh Presiden Soekarno, karena saat itu Soekarno sedang berbulan madu dengan Komunis. Lihat pada M. Fadjroel Rachman, “The Thrid Way “Giddens” dan Indonesia”, dalam M. Fadjroel Rachman dan Taufiqurrahman, ed., Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat: Tentang Kebebasan, Demokrasi, dan Negara Kesejahteraan Depok: Koekoesan, 2007, 254. 85 kebersamaan sangat cocok dengan kepribadian bangsa yang saat ini benih-benih keindividuan mulai muncul, dan sindrom ketidak percayaan terhadap orang lain. 67 Sosisalisme tanpa demokrasi adalah kediktatoran, demokrasi tanpa sosialisme adalah ketidakadilan. Keadilan, kebebasan, kemanusiaan, kerakyatan, kesetaraan, kesejahteraan, dan solidaritas adalah nilai fundamental kaum sosialis. Kaum sosialis meyakini bahwa sosialisme hanya bisa diwujudkan melalui jalan demokrasi, dan demokrasi hanya bisa disempurnakan melalui sosialisme, jadi Fadjroel sangat sependapat dengan hal ini. 68 Yuddy Chrisnandi memiliki pandangan keterlibatan konflik antar elit politik di Indonesia dengan dampak dan problem di Indonesia saat ini. Konflik antara elit politik di sektor eksekutif maupun yudikatif menyeret kehidupan bangsa dalam kekalutan, ketegangan, dan krisis berkepanjangan, hasilnya dari semua itu bagi Yuddy ada tiga hal, pertama modal berpolitik hancur akibat konflik, kedua modal ekonomi berantakan dari sedikitnya waktu untuk berfirkir jernih akibat kecenderungan berlama-lama dalam konflik, ketiga modal sosial habis akibat krisis kepercayaan dari kepemimpinan politik yang ada. 69 Konsekuensi atas tiga hal di atas adalah terjadinya lima “K” dalam berbangsa di Indoensia, yaitu; kemiskinan, kebodohan, korupsi, ketidak adilan, dan ketergantungan pada asing, lima “K” tersebut harus diprioritaskan sebagai 67 Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. 68 M. Fadjroel Rachman, “Merintis Jalan Demokrasi Ke Sosialisme Partisipatif”, dalam M. Fadjroel Rachman dan Taufiqurrahman, ed., Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat: Tentang Kebebasan, Demokrasi, dan Negara Kesejahteraan Depok: Koekoesan, 2007, 257. 69 Chrisnandi, “Kebangkitan Nasional dan Masadepan Demokrasi Indonesia”, 15. 86 gerakan kebangkitan nasional oleh para pemimpin, dengan tujuan Indonesia lebih baik. 70 Bagaimana lima “K” itu bisa direalisasikan?, pemimpin harus mulai percaya dengan hasil bumi Indonesia, sesuai amanah demokrasi tentang ekonomi kerakyatan, membanggakan barang dalam negeri pada pasar-pasar internasional, bukan malah sebaliknya masyarakat Indonesia membanggakan produk luar negeri. 71 Bangsa Indonesia kaya dari segi apapun, tambang, pangan, hasil laut, dan energi, pemimpin Indonesia harus berani bersaing dengan masyarakat Internasional, karena dengan menciptakan iklim keunggulan produksi bangsa Indonesia atas masyarakat Internasional, maka kepercayaan masyarakat bertambah tinggi, tujuannya kompetisi yang ada tidak lagi sesama masyarakat Indonesia, melainkan sudah naik satu level bersaing dengan dunia Internasional. Dari situ akan terpupuk rasa kebersamaan antara masyarakat yang saling memiliki tanpa melihat suku, agama, dan latar belakang politik, hasilnya lima “K” yang saat ini menghantui Indonesia bisa diatasi, jadi kesejahteraan rakyat terletak dari kebijaksanaan dan keberanian kepemimpinan politik, dan agresifitas pendobrak hanya milik kaum muda. 72 Bagi Budiman Sudjatmiko, siapapun pemuda yang menjadi pemimpin Indonesia, dia harus menuntaskan tiga hal permasalahan bangsa, pertama harus berani memberikan ide dan trobosan alternativ ekonomi kerakyatan, sebab 70 Chrisnandi, “Kebangkitan Nasional dan Masadepan Demokrasi Indonesia”, 16. 71 Yuddy Chrisnandi, “Kehendak Pemuda Menuntaskan Krisis Kepemimpinan Bangsa”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 127. 72 Yuddy Chrisnandi, “Pengantar: Untukmu Tumpah Darahku Indonesia”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, vii. 87 permasalahan ekonomi sangat kompleks, seperti ketidakmampuan untuk merumuskan setrategi dan meyakinkan rakyat atas pembangunan ekonomi berorientasi rakyat dalam persaingan global. Kedua harus mampu menggagas kedaulatan secara politik dan melemahkan campur tangan kepentingan asing, karena selama ini sikap non-progresif pemerintah tercermin dari masih banyaknya wajah-wajah lama peninggalan Orde Baru cukup berpengaruh dalam pemerintahan, serta sikap “tebang pilih” dalam penanggulangan KKN, termasuk kepada Soeharto dan para kroninya pelan-pelan hilang. Konsekuensinya rakyat harus bertanggung jawab atas beban korupsi Soeharto, serta kondisi ini diperparah ikut campurnya politik asing dalam konstitusi Indonesia untuk menghabisi kebijakan-kebijakan penting, terlebih sektor ekonomi. Ketiga berkepribadian secara budaya dan bangga menjadi Indonesia. Pemerintahan sekarang tidak memiliki visi yang jelas untuk melindungi dan menghasilkan sinergi dari keragaman budaya nusantara, khususnya dalam pengimplementasiannya pada program-program pendidikan, ekonomi, dan kesehatan. Pemerintah sering bersikap “cari aman” di hadapan kelompok mayoritas, dari segi implementasi pemerintah tidak tegas menghadapi sikap vandalisme kelompok-kelompok yang anti pada kebhinekaan dan menciderai hak berdemokrasi bagi golongan lain. 73 73 Wawancara dengan Budiman Sudjatmiko. Bisa dibaca pada Budiman Sudjatmiko, “Agenda Perubahan Nasional Berdasarkan MATRIX TRISAKTI” [website resmi]; tersedi di http:budimansudjatmiko.netnode93; internet; diunduh pada 19 Februari 2013. 88 3. Problem Kepemimpinan Politik Kaum Muda. Fadli Zon seperti gagasannya, bahwa berbicara kepemudaan dalam politik tidak bisa berbicara umur, namun berbicara sistem. Kolerasinya bahwa saat ini tidak sedang ada hambatan untuk memunculkan dan meremajakan ide-ide kepemimpinan kaum muda. Demokrasi kita sedang mengalami masa transisi hebat dan mencari format idealnya, rangkaian ini sedang berjalan meskipun harus diakui apabila IMF masih ikut campur dalam urusan di Indonesia, ekonomi dan cita-cita politik masih susah. Kita diperbudak di rumah sendiri, sedangkan hasil dari jerih payah bangsa harus direlakan untuk menggaji bangsa lain. Kesimpulan sederhananya, memang harus dibutuhkan pemimpin yang revolusioner dan bertanggung jawab atas keadaan bangsa, sehingga hutang dan sistem neo- liberlisme pasca Reformasi benar-benar bisa ditangani melalui sistem-sistem yang baru. 74 Bagi M. Fadjroel Rachman normalisasi dan regenerasi dalam politik tidak berjalan akibat hebatnya kekuatan dalam partai politik yang belum siap dan belum mau menghendaki munculnya tokoh dari golongan pemuda, selain faktor oligarki dan feodalistik dalam tubuh partai politik dari masa Orde Baru sampai sekarang masih terjadi, apabila itu masih tetap ada sampai kapanpun akan susah melakukan normalisasi dalam kepemimpinan politik, buktinya apa?, kecenderungan mengambil sikap tidak bisa secara independen, melainkan harus ijin dengan sesepuh atau figur partai, apalagi kalau kita lihat yang jadi Presiden pasti masih 74 Wawancara dengan Fadli Zon. 89 ada embel-embel Wahid, Yudhoyono, Soeharto, dan Soekarno, itu baru contoh kecil, belum lagi apabila kita menyebutkan problem semacam ini di daerah. 75 Bagi Yuddy Chrisnandi problem terbesar penghambat munculnya generasi muda ke puncak kepemimpinan tertingga adalah sikap kepribadian pemuda dan sistem feodalistik dalam partai politik. Argumentasi pertama adalah teori yang dibangun atas dasar bahwa kepemimpinan pemuda berhubungan dengan usia, usia muda dianggap sebagai periode pencarian jati diri, sehingga belum adanya kemantapan untuk fokus pada titik politik tertentu, seperti contoh kongkrit “pemenang pertama”, mereka aktifis 98 yang muda secara umur, namun di era Reformasi banyak yang melakukan manufer politik dan masuk dalam golongan- golongan yang dahulu pernah dianggap musuh Reformasi. 76 Kendala kedua terdapat pada sistem pada partai politik, oligarki adalah ajaran Orde Baru, tapi dinikmati hingga sekarang. Sistem oligarki menjadi penghambat munculnya kaum muda karena di situ pemuda tidak diberikan ruang untuk menyalurkan aspirasi politiknya, pemuda cenderung sebagai pendukung, bukan sebagi aktor utama, terlebih apabila tidak memiliki darah dengan pendiri ataupun figur partai politik. 77 Demokrasi tidak akan berjalan jika partisipasi dibatasi, sedangkan fungsi partai politik hanya cenderung sebagai calo kepemimpinan nasional. Partai politik mengabaikan aspirasi dan figur dari luar, partai politik tidak benar-benar menjaring aspirasi yang diinginkan rakyat, 75 Wawancara dengan M. Fadjroel Rachman. 76 Chrisnandi, “Konsolidasi Demokrasi dan Peran Mahasiswa Indonesia”, 35. 77 Chrisnandi, “Menggagas Kepemimpinan Kaum Muda”, 103. 90 melainkan hanya bertujuan menguntungkan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dalam partai politik. 78 Yuddy sepakat dengan argumentasi Sukardi Rinakit dalam memposisikan kaum muda, pertama pasangan Presiden dan Wakil Presiden dipimpin oleh golongan tua, sedangkan kabinet diisi oleh kaum muda, kedua Presiden diisi oleh golongan tua, dan Wakil Presiden diisi oleh golongan muda, dan kabinet diisi oleh golongan muda, ketiga baik Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri diisi oleh kaum muda. Pilihan pertama dan kedua adalah yang paling relevan untuk saat ini, sebab dengan itu paling sedikit terjadinya konflik antara kaum muda dan golongan tua. Konsekuensi dari konflik apabila kaum tua sama-sekali dihilangkan dari panggung politik, justru akan menjadi penghambat kepemimpinan kaum muda karena merasa disingkirkan. 79 Budiman memiliki gagasan bahwa eksistensi politisi tua yang dulu pernah menikmati kejayaan Soeharto adalah penghambat nyata munculnya regenerasi kepemimpinan nasional, pemilu yang akan datang masih diisi oleh barisan yang sama seperti pemilu 2009, peran pemuda sebagai regenerasi dan kaderisasi hanya paling jauh sampai tingkat pimpinan partai politik. Pemuda tidak diperkenankan keluar dari ruang lingkup organisasi partai politik dan diberi kesempatan mencalonkan diri sebagai Presiden, selain pertimbangan lain warisan Orde Baru 78 Yuddy Chrisnandi, “Oligarki Parpol dan Orang Muda”, dalam Yuddy Chrisnandi dan Amir, ed., Beyond Parlemen; Dari Politik Kampus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional Jakarta: Transwacana, 2007, 114. 79 Chrisnandi, “Oligarki Parpol dan Orang Muda”, 116. 91 berpartai secara oligarki lebih membunuh pemuda dalam karir kepemimpinan nasional. 80 Dari uraian dan dekripsi di atas sangat jelas, bahwa demokrasi dan eksistensi kepemimpinan politik di Indonesia saat ini masih jauh dari kata ideal. Tambal sulam sistem politik masih harus dilakukan untuk menempatkan ide-ide demokrasi dalam kehidupan dan melahirkan kepemimpinan politik yang pro rakyat, sehingga tujuan didirikannya Indonesia bisa terealisasikan sebagai bangsa yang berdaulat secara sandang, pangan, papan, dan politik. 80 Wawancara dengan Budiman Sudjatmiko. TABEL PERBEDAAN PROBLEM DEMOKRASI DAN KEPEMIMPINAN POLITIK 92 1 Aspirasi rakyat dibuat secara terlembaga, seperti HKTI untuk petani. KORPRI untuk PNS, apabila menyalurkan aspirasi tidak sesuai itu, maka akan diabaikan. 2 Apa-apa harus berpusat dari Soeharto, rakyat tidak boleh melakukan hal yang bertentangan dengan Soeharto. 3 Sama seperti ungkapan Fadjroel, otoritarianisme adalah penyakit utama ORBA, karena cara ini yang mengakibatkan banyaknya KKN dan pelanggaran HAM. 4 Kesalahan ORBA tidak bisa dilihat Soeharto semata, melainkan juga salah orang-orang di sekelilingnya, mereka juga harus bertanggung jawab karena menikmati kekuasaan dengan menggunakan nama Soeharto sebagai figur kejam dan ditakuti. 5 Sistem politik hanya bersentral di elite politik, sedangkan perwakilan di daerah bukan untuk mempermudah menangkap aspirasi rakyat, melainkan hanya mengguritakan kekuasaannya sampai ke daerah. 6 Mereka ini adalah masyarakat desa yang tergiur untuk berjuang di kota-kota besar, tetapi karena tidak siap berkompetisi dan lemahnya SDM, maka mereka tidak menemukan harapannya untuk kaya, jadinya mereka seperti tokoh sipil yang terpenjara kota, orang-orang miskin yang terjebak di kota besar dan tidak bisa berbuat apa-apa.

M. Fadjroel Rachman Budiman Sudjatmiko