Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah. 2. Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Pasal 120 1. Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 10 sepuluh tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 600.000.000,00 ratus juta rupiah Rp5.000.000.000,00 lima miliar rupiah. 2. Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat 1 beratnya melebihi 5 lima gram maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah 13 sepertiga. Pasal 121 ”Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II tehadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 empat tahun dan paling lama 12 dua belas tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 delapan miliar rupiah”.

2. Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 mengatur mengenai perbuatan menggunakan, memproduksi, mengedarkan, mengimpor, memiliki, menyimpan, membawa, mengangkut, mengekspor, mencantumkan label dan mengiklankan psikotropika yang bertentangan dengan ketentuan UU diancam sanksi pidana pidana paling Universitas Sumatera Utara singkat 4 empat tahun paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 150.000.000,-Seratus lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 750.000.000,- Tujuh ratus juta rupiah. Adapun perbuatan dimaksud secara rinci dapat dideskripsikan sebagai berikut: 43 1. Menggunakan psikotropika golongan I tanpa izin dan pengawasan. 2. Mengedarkan Psikotropika golongan I 3. Mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan 4. Secara tanpa hak memiliki, menyimpan, danatau membawa psikotropika golongan I Apabila tindak pidana psikotropika dilakukan secara terorganisasi, dipidana dengan pidana mati atau pidana seumur hidup atau penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 20 dua puluh tahun dan denda sebesar Rp. 750.000.000,- Tujuh ratus lima puluh juta rupiah dan jika tindak pidana ini dilakukan secara oleh korporasi, maka di samping pidananya pelaku tidak pidana kepada korporasi dikenakan denda sebesar Rp. 5.000.000.000,- Lima milyar rupiah. Sedangkan menyangkut perbuatan menghalangi upaya pengobatanperawatan penderita dan menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp. 20.000.000,- Dua puluh juta rupiah. 44 43 Lihat, Pasal 59 sd Pasal 63 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 44 Lihat, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa: 1 Barang siapa: a. menghalang-halangi penderita sindroma ketergantungan untuk menjalani pengobatan danatau perawatan pada fasilitas rehabilitasi, sebagaimana dimaksud dalam 39 ayat 2, atau Universitas Sumatera Utara Menyangkut perbuatan tidak melaporkan adanya penyalahgunaanpemilikan psikotropika secara tidak sah, sebagaimana dalam Pasal 65 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 sebagai berikut: “Barang siapa tidak melaporkan adanya penyalahgunaan danatau pemilikan psikotropika secara tidak sah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau pidana denda paling banyak Rp. 20.000.000,- Dua puluh juta rupiah.” Terhadap pengungkapan identitas pelapor dalam perkara psikotropika, telah diatur pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 bahwa ”Saksi dan orang lain yang bersangkutan dalam perkara psikotropika yang sedang dalam pemeriksaan di sidang yang menyebut nama, alamat atau hal-hal yang dapat terungkapnya identitas pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat 1, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun”. Penerapan sanksi pidana terhadap perbuatan tanpa hak dan melawan hukum melakukan tindak pidana psikotropika tentunya berbeda dengan perbuatan yang dilakukan berdasarkan permufakatan jahat berupa bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, menyuruh turut melakukan, menganjurkan atau mengorganisasikan suatu tindak pidana maka pelaku tindak pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut. 45 Sedangkan dalam menggunakan anak belum 18 tahun dalam melakukan tindak b. menyelenggarakan fasilitas rehabilitasi yang tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun danatau denda paling banyak Rp. 20.000.000,- Dua puluh juta rupiah. 45 Lihat, Pasal 71 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika Universitas Sumatera Utara pidana psikotropika, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 telah melarangnya, hal ini diatur pada Pasal 72 sebagai berikut: “Jika tindak pidana psikotropika dilakukan dengan menggunakan anak yang belum berumur 18 delapan belas tahun dan belum menikah atau orang dibawah pengampunan atau ketika melakukan tindak pidana belum lewat dua tahun sejak selesai menjalani seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, ancaman pidana ditambah sepertiga pidana yang berlaku untuk tindak pidana tersebut”.

E. Tindak Pidana Narkoba sebagai Predicate Crime on Money Laundering

Penempatan tindak pidana Narkoba sebagai predicate crime dapat dikualifikasi dari tindakan pelaku dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana Narkoba sehingga nampak seolah-olah harta kekayaan hasil tindak pidana Narkoba sebagai hasil kegiatan yang sah. Lebih rinci penentuan tindak pidana Narkoba sebagai predicate crime on money laundering dapat dilihat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU bahwa pencucian uang didefinisikan sebagai perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud Universitas Sumatera Utara untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah. 46 Harta kekayaan yang cukup besar yang didapat dari kejahatan-kejahatan penyalahgunaan Narkoba, biasanya para pelaku yang biasanya organized crime tidak langsung digunakan oleh pelaku karena adanya rasa takut maupun terindikasi sebagai kegiatan pencucian uang. 47 Untuk itu biasanya para pelaku selalu berupaya untuk menyembuyikan asal usul harta kekayaan tersebut dengan berbagai cara yang antara lain berupaya untuk memasukannya kedalam sistem keuangan banking system cara- cara yang ditempuh berupa menyembuyikan atau menyamarkan asal-usul harta 46 Lihat, Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 dan perubahannya dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 maka pengertian tindak pidana pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa keluar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.Dari pengertian yuridis tersebut di atas maka dapat diidentifikasi beberapa elemen substansial dari tindak pidana pencucian uang bahwa tindak pidana pencucian uang adalah pencucian uang hasil tindak pidana. Hasil tindak pidana itu sebelumnya diklasifikasikan dalam kelompok kejahatan predicat crime antara Korupsi; Penyuapan; Penyeludupan barang; Penyeludupan Tenaga Kerja; Penyeludupan imigran; Perbankan; Narkotika; Psikotropika; Perdagangan budak, wanita, atau anak; Perdagangan senjata gelap; Penculikan; Terorisme; Pencurian; Penggelapan; dan Penipuan, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, perdagangan manusia, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan, dan bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih. 47 Lihat, Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering, Bandung: BooksTerranceLibrary, 2005, hal. 1, bahwa pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi Internasional merupakan hal baru dibanyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi Internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang money laundering tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam praktik money laundering ini diketahui bahwa banyak dana-dana potensial yang tidak dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan “steril investment invesatsi yang aman” misalnya dalam bentuk investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih rendah. Universitas Sumatera Utara kekayaan tersebut dengan maksud untuk menghindari upaya pelacakan oleh aparat penegak hukum yang biasanya diistilakan dengan pencucian uang atau yang populer dengan sebutan money laundering terhadap predicate crime yakni penyalahgunaan Narkoba. Menyangkut penetuan predicate crime money laundering terhadap tindak pidana Narkoba dapat dilihat dari karakteristik sebagai berikut: 48

1. Pola tindak pidana pencucian uang dari harta kekayaan hasil tindak