Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

(1)

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY

LAUNDERING DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

TESIS

OLEH:

KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU 127005052 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY


(2)

TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum

Dalam Program Studi Magister Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU 127005052 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL TESIS :PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP

PELAKU MONEY LAUNDERING DENGAN

KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329K/PID/2012.)

NAMA : KONDIOS MEI DARLIN PASARIBU NIM : 127005052

PROGRAM STUDI : MAGISTER ILMU HUKUM

MENYETUJUI KOMISI PEMBIMBING

Ketua

Dr. Madiasa Ablisar, SH, M.S

Dr. Mahmud Mulyadi, SH, MHum Dr. Edy Iksan, SH, M.A Anggota Anggota

Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum Dekan Fakultas Hukum


(4)

Telah Lulus Diuji Pada

Tanggal 23 Juli 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua

: 1. Dr. Madiasa Ablisar, S.H., M.S.

Anggota

: 2. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum.

3. Dr. Edy Iksan, SH, M.A.

4. Dr. M. Hamdan, S.H., M.H.


(5)

ABSTRAK

Dalam Hasil Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN. Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum. Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah, bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010, bagaimana penegakan hukum pidana oleh hakim terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal penipuan dalam Putusan pengadilan Negeri Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif (Yuridis Normatif). Sifat penelitian ini adalah analisis preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical approach) yaitu dengan menganalisa kasus (case study ).

Hasil penelitian dapat diketahui, Pengaturan tentang tindak pidana penipuan diatur pada pasal 378 -379 KUHP dan pasal 2 ayat (1) huruf “r” dan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) ” Penipuan yang dilakukan secara berlanjut dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. Jo Pasal 64 ayat (1). Penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Reg. Nomor: 1286/Pid.B/2011/PN-LP, tanggal 19 Desember 2011 dan putusannya menyatakan bahwa terdakwa “Lepas dari segala tuntutan hukum, dalam perkara ini dengan alasan hakim telah keliru dan salah menerapkan hukum. Pada tingkat Kasasi Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/PID/2012/PT.MDN, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pd.B/2011/PN.LP, harus dibatalkan dan Mahakamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dan memutuskan Menyatakan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan dan Pencucian Uang yang dilakukan secara Berlanjut.

Disarankan, pada masyarakat supaya memahami pengaturan tindak pidana penipuan yang sebagaimana diatur dalam 378 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang Nomor 8 TAhun 2010. Peningkatan kualitas manusia sangat penting, terutama pada lembaga-lembaga para penegak hukum.


(6)

ABSTRACT

In the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP on behalf of the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu who who was charged with a criminal offense and punishable as regulated in Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, Article 372 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, and Article 3 of Law No. 8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code. The decision of Medan High Court No: 50/PID/2012/PT.MDN assigned to release the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu of all legal charges. The decision of the Supreme Court No: 1329 K/Pid/2012 stated that the defendant was guilty which in this case upheld the decision of Lubuk Pakam State Court. The problems answered in this study were how the law of fraud criminal act as predicate offense according to Law No.8/2010 was regulated, how the judges enforced criminal law against the case of money laundering criminal act with fraud as predicate offense in the decision of State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP.

This prescriptive analytical juridical normative case study with statute and analytical approaches.

The result of this study showed that regulation on fraud criminal act was regulated in Article 378-379 of the Indonesian Criminal Code and Article 2 paragraph (1) letter “r” and Article 3 of Law No.8/2010. Stating that the defendant had been proven to have done criminal act was based on Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph (1). “Fraud done continuously was based on Article 3 of Law No.8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph (1). Law enforcement carried out by Sumatera Utara High Court by canceling the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP dated December 19, 2011 and its decision said that the defendant was released of all legal charges in this case with the reason that the judge made a mistake and misapplied the law. At the cassasition level, based on the consideration, Supreme Court, argued that the decision of Medan High Court No. 50/PID/2012/PT.MDN revoking the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP must be canceled and the Supreme Court will presecute the case by itself and decided to sate that the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu had been legally proven and convincingly guilty of committing fraud and money laundering criminal act contonuously.

The community members are suggested to understand the regulation of fraud criminal act as regulated in Article 37 of the Indonesian Criminal Codes and Article 2 paragraph (1) letter “r” of Law No.8/2010. The improvement of human quality is very important especially for the law enforcement institutions. Keywords: Legal Application, Fraud Criminal Act, Money Laundering


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya dengan berkat dan anugerahnyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Hukum.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan, oleh karenanya Penulis sangat berterima kasih. Rasa terima kasih tersebut penulis sampaikan kepada para dosen pembimbing yaitu: Bapak Dr. Madiasa Ablisar, S.H.,M.S, Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum, dan Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A, atas segala bimbingan/arahan, koreksi dan perbaikan yangg diberikan guna penyempurnaan penulisan Tesis ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada para dosen penguji yaitu: Bapak Dr. M. Hamdan, S.H., M.H dan Ibu Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum, yang walaupun dalam kapasitasnya sebagai penguji, namum telah banyak memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada penulis.

Kemudian semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan kontruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup yang kesemuanya itu untuk kesempurnaan tesis ini. Demikian juga rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan dengan hormat kepada:


(8)

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H. Sp. A

(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan sarana yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Magister ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Hukum di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segara menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Magister Ilmu Hukum yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermamfaat bagi penulis selama berada dibangku kuliah.

4. Rekan-rekan mahasiswa di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya seangkatan penulis, yang telah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini

5. Seluruh staf/pegawai di Sekolah Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Tercinta dan tersayang Istri saya Dyna Grace Romatua Aruan S.ST., M.Pd, beserta anak-anak Dyaz Pasaribu dan Eunike Pasaribu yang selalu mendoakan dan memotivasi untuk menuntut ilmu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi demi kesuksesan.


(9)

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda St. Jaisman Pasaribu dan Ibunda Sarmaria Br Manalu serta mertua Sarma Br Hutauruk, yang selalu memberikan doa dan kasih sayangnya, serta memberikan dorongan dan semangat untuk terus menuntut ilmu.

8. Saudara-saudari saya, kakak/abang/adek Resni Pasaribu, Arjen Pasaribu, Sirianty Pasaribu, Ardoyo Pasaribu dan Arpenas Pasaribu, serta lae saya Dedy Aruan dan Andreas Aruan yang selalu memdoakan untuk menyelesaikan perkuliahan di Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis mendoakan semoga semua bantuan, kebaikan dan motivasi yang telah diberikan untuk penulis mendapat balasan dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan/ jauh dari sempurna, namun tidak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermamfaat bukan hanya kepada penulis, tetapi juga kepada masyarakat, khususnya masyarakat dilingkungan pendidikan ilmu hukum. Semoga penelitian ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bagi rekan-rekan dosen, praktisi hukum, penegak hukum demi tegaknya supremasi hukum di negeri ini.

Amien,,,,,,

Medan, Juli 2014 Penulis,


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Kondios Meidarlin Pasaribu, S.Pd.,SH.,MH. Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat tanggal lahir : Tornaginjang/ 26 Juni 1982

Alamat : Jl. Enggang V No 472 Perumnas Mandala/ Jl. Binjai KM 10, Komp Abdul Hamid Nasution, Blok X

1.

SD Negeri 153021 Tornaginjang (Tahun 1989-1995)

Pendidikan Formal

2.

SMP Negeri 1Sorkam (Tahun 1995-1998)

3.

SMA Negeri 1 Sorkam (Tahun 1998-2001)

4.

Universitas Darma Agung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)(Tahun 2001-2005)

5.

Universitas Darma Agung Fakultas Hukum (FH) (Tahun 2009-2011)

6.

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Ilmu Hukum (Tahun 2012-2014)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... ... i

KATA PENGANTAR ... ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 19

1. Kerangka Teori... 19

2. Kerangka Konsep ... 32

G. Metode Penelitian... 34

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 35

2. Sumber Badan Hukum ... 35

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 37

4. Analisis Data ... 37

BAB II : PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SEBAGAI KEJAHATAN ASAL MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ... 41


(12)

a. Pengertian dan unsur-unsur tindak pidana ... 41

b. Pengertian Penipuan dalam KUHP ... ... 47

c. Jenis-jenis tindak pidana penipuan ... 63

B. Penipuan Sebagai Kejahatan Asal Dalam Money Launderig. ... 64

a. Pengertian money laundering ... ... 65

b. Penyebab marak dan dampak pencucian uang ... 68

c. Unsur-unsur Tindak Pidana Money Laundering ... 69

d. Tahap-tahap Pencucian Uang ... 74

e. Pencegahan tindak pidana pencucian uang ... 76

C. Hubungan Penipuan Dalam KUHP Dengan Money Laundering ... 78

a. Dalam penjelasan Pasal ... 78

b. Dalam alat pembuktian ... 81

BAB III : PROSES PENEGAKAN HUKUM PIDANA OLEH HAKIM TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN PENGADILAN NEGERI NOMOR. 1286/PID.B/2011/PN-LP ... ... 83

A. Duduk Perkara dan Kasus Posisi ... 87

1. Kronologis ... ... 87

2. Dakwaan ... 91

3. Fakta-fakta Hukum ... 94

a. Keterangan saksi ... 95


(13)

c. Keterangan terdakwa ... 112

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 114

5. Pembelaan ... 118

6. Putusan Pengadilan ... 119

B. Analisis Kasus ... 133

1. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Register Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP. ... 133

2. Analisis Hukum Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Medan Regiter Nomor: 50/PID/2012/PT.MDN. ... 143

3. Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor. 1329 K/Pid/2012 ... 151

BAB IV : PENUTUP ... 164

A. Kesimpulan ... 164

B. Saran ... 166 DAFTAR PUSTAKA


(14)

ABSTRAK

Dalam Hasil Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP. Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN. Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum. Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam. Dalam penelitian ini masalah yang akan diteliti adalah, bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010, bagaimana penegakan hukum pidana oleh hakim terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal penipuan dalam Putusan pengadilan Negeri Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN-LP.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian hukum normatif (Yuridis Normatif). Sifat penelitian ini adalah analisis preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan analitis (analytical approach) yaitu dengan menganalisa kasus (case study ).

Hasil penelitian dapat diketahui, Pengaturan tentang tindak pidana penipuan diatur pada pasal 378 -379 KUHP dan pasal 2 ayat (1) huruf “r” dan pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Menyatakan terdakwa telah terbukti melakukan tindak pidana Pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) ” Penipuan yang dilakukan secara berlanjut dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. Jo Pasal 64 ayat (1). Penegakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Reg. Nomor: 1286/Pid.B/2011/PN-LP, tanggal 19 Desember 2011 dan putusannya menyatakan bahwa terdakwa “Lepas dari segala tuntutan hukum, dalam perkara ini dengan alasan hakim telah keliru dan salah menerapkan hukum. Pada tingkat Kasasi Berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung berpendapat bahwa putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 50/PID/2012/PT.MDN, membatalkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 1286/Pd.B/2011/PN.LP, harus dibatalkan dan Mahakamah Agung akan mengadili sendiri perkara tersebut dan memutuskan Menyatakan terdakwa Lenny Damayanti Br Manalu telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penipuan dan Pencucian Uang yang dilakukan secara Berlanjut.

Disarankan, pada masyarakat supaya memahami pengaturan tindak pidana penipuan yang sebagaimana diatur dalam 378 KUHP dan Pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang Nomor 8 TAhun 2010. Peningkatan kualitas manusia sangat penting, terutama pada lembaga-lembaga para penegak hukum.


(15)

ABSTRACT

In the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP on behalf of the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu who who was charged with a criminal offense and punishable as regulated in Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, Article 372 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code, and Article 3 of Law No. 8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph 1 of the Indonesian Criminal Code. The decision of Medan High Court No: 50/PID/2012/PT.MDN assigned to release the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu of all legal charges. The decision of the Supreme Court No: 1329 K/Pid/2012 stated that the defendant was guilty which in this case upheld the decision of Lubuk Pakam State Court. The problems answered in this study were how the law of fraud criminal act as predicate offense according to Law No.8/2010 was regulated, how the judges enforced criminal law against the case of money laundering criminal act with fraud as predicate offense in the decision of State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP.

This prescriptive analytical juridical normative case study with statute and analytical approaches.

The result of this study showed that regulation on fraud criminal act was regulated in Article 378-379 of the Indonesian Criminal Code and Article 2 paragraph (1) letter “r” and Article 3 of Law No.8/2010. Stating that the defendant had been proven to have done criminal act was based on Article 378 of the Indonesian Criminal Code in conjunction with Article 64 paragraph (1). “Fraud done continuously was based on Article 3 of Law No.8/2010 in conjunction with Article 64 paragraph (1). Law enforcement carried out by Sumatera Utara High Court by canceling the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP dated December 19, 2011 and its decision said that the defendant was released of all legal charges in this case with the reason that the judge made a mistake and misapplied the law. At the cassasition level, based on the consideration, Supreme Court, argued that the decision of Medan High Court No. 50/PID/2012/PT.MDN revoking the decision of Lubuk Pakam State Court No: 1286/Pid.B/2011/PN.LP must be canceled and the Supreme Court will presecute the case by itself and decided to sate that the defendant named Lenni Damayanti Br. Manalu had been legally proven and convincingly guilty of committing fraud and money laundering criminal act contonuously.

The community members are suggested to understand the regulation of fraud criminal act as regulated in Article 37 of the Indonesian Criminal Codes and Article 2 paragraph (1) letter “r” of Law No.8/2010. The improvement of human quality is very important especially for the law enforcement institutions. Keywords: Legal Application, Fraud Criminal Act, Money Laundering


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Hakekatnya manusia hidup untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya masing-masing, sedangkan hukum adalah suatu gejala sosial budaya yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola-pola perikelakuan tertentu terhadap individu-individu dalam masyarakat. Apabila hukum yang berlaku di dalam masyarakat tidak sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan serta kepentingan-kepentingannya, maka ia akan mencari jalan keluar serta mencoba untuk menyimpang dari aturan-aturan yang ada. Segala bentuk tingkah laku yang menyimpang yang mengganggu serta merugikan dalam kehidupan bermasyarakat tersebut diartikan oleh masyarakat sebagai sikap dan perilaku jahat. Misalnya tindak pidana penipuan.

Pada umumnya tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya.1

Kejahatan yang terjadi tentu saja menimbulkan kerugian-kerugian baik kerugian yang bersifat ekonomi materiil maupun yang bersifat immateriil yang

1


(17)

menyangkut rasa aman dan tenteram dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi kejahatan, namun kejahatan tidak pernah sirna dari muka bumi, bahkan semakin meningkat seiring dengan cara hidup manusia dan perkembangan tekhnologi yang semakin canggih sehingga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya pola dan ragam kejahatan yang muncul. Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya.

Harta kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan, terutama ke dalam sistem perbankan. Apalagi didukung oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan dengan menawarkan mekanisme lalu lintas dana dalam skala nasional maupun internasional dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat.

Keadaan demikian dapat dengan mudah dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana yang diperoleh dari hasil illegal yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Pada umumnya perbuatan demikian merupakan dana dari hasil tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang beberapa dekade ini mendapatkan perhatian ekstra


(18)

dari dunia internasional, karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas Negara.2

Dampak yang dapat disebabkan oleh kedua tindak pidana tersebut di atas pun sangat besar bagi kelangsungan perekonomian, sosial dan budaya suatu bangsa. Sehingga tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang oleh banyak kalangan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) sehingga keduanya mempunyai pengaturan khusus dalam sistem perundang-undangan. Bagaimanapun bentuknya, perbuatan-perbuatan pidana itu bersifat merugikan masyarakat dan anti sosial.3

Pencucian uang (Money Laundering) adalah suatu upaya perbuatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana at Kekayaan tersebut tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah/legal. Pendapat lain yang berkembang menyatakan bahwa money laundering adalah suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal (haram) sehingga menjadi halal. Dalam Undang –undang Republik Indonesia Nomor. 8 tahun 2010 disebutkan bahwa Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur –unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang–undang ini, dengan hasil tindakk pidana berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1) yaitu:

2

Adrian Sutedi. Tindak Pidana Pencucian Uang, ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 1.

3


(19)

Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

Pada umumnya pelaku tindak pidana berusaha menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil dari tindak pidana dengan berbagai cara agar harta kekayaan hasil kejahatannya sulit ditelusuri oleh aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan tersebut baik untuk kegiatan yang sah maupun tidak sah. Oleh karena itu, tindak pidana perekonomian dan sistem keuangan, melainkan juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.4

Pencucian Uang umumnya dilakukan melalui tiga langkah tahapan: langkah pertama yakni uang/dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana/kejahatan diubah ke dalam bentuk yang kurang atau tidak menimbulkan kecurigaan melalui penempatan kepada sistem keuangan dengan berbagai cara (tahap penempatan/placement); langkah kedua adalah melakukan transaksi keuangan yang kompleks, berlapis dan anonim dengan tujuan memisahkan hasil

4

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang diakses pada hari sabtu, jam. 5:32, tanggal 8 Maret 2014.


(20)

tindak pidana dari sumbernya ke berbagai rekening sehingga sulit untuk dilacak asal muasal dana tersebut yang dengan kata lain menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut (tahap pelapisan/layering); langkah ketiga (final) merupakan tahapan di mana pelaku memasukkan kembali dana yang sudah kabur asal usulnya ke dalam harta kekayaan yang telah tampak sah baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan material maupun keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegaiatan bisnis yang sah ataupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana (tahap integrasi).5

Di

Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

6

1. Tindak pidana pencucian uang

menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uang uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tinda dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau

5

5:32, tanggal 8 Maret 2014.

6

Pasal 4 dan 5 Undang –undang nomor 8 tahun 2010, “tentang tindak pidana pencucian uang “.


(21)

menyamarkan asal usul harta kekayaan. (Pasal 3 UU RI No. 8 Tahun 2010).

2. Tindak pidana pencucian uang

Orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Namun, dikecualikan bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. (Pasal 5 UU RI No. 8 Tahun 2010).

3. Dalam Pasal 4 UU RI No. 8/2010, dikenakan pula bagi mereka yang setiap Orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Hal ini pun dianggap sama dengan melakukan pencucian uang.

Undang–undang Pencegahan dan pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur 25 (dua puluh lima) tindak pidana asal (predicate crime) tindak pidana pencucian uang. Hasil Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diatur


(22)

dalam Pasal 2 ayat (1 dan 2) Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 yaitu sebagai berikut:7

(1) Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.

Indonesian

Financial Transaction Reports and Analysis Center/INTRAC) sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut:8

1. pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; 2. pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;

3. pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan

4. analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).

7

Undang –Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 2

8

H. Juni Syafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan Membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta Selatan Transmedia, 2012.) Hal. 15-16


(23)

Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.9

Dalam perkembangannya, tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, dan menggunakan modus yang semakin variatif, memanfaatkan lembaga di luar sistem keuangan, bahkan telah merambah ke berbagai sektor. Untuk mengantisipasi hal itu, Financial Action Task Force (FATF) on Money Laundering telah mengeluarkan standar internasional yang menjadi ukuran bagi setiap negara/jurisdiksi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme yang dikenal dengan Revised 40 Recommendations dan 9 Special Recommendations (Revised 40+9) FATF, antara lain mengenai perluasan Pihak Pelapor (Reporting Parties) yang mencakup pedagang permata dan perhiasan/logam mulia dan pedagang kendaraan bermotor.10

9

Dalam mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang perlu dilakukan kerja sama regional dan internasional melalui forum bilateral atau multilateral agar intensitas tindak pidana yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar

Juni 2014.

10

Juni 2014.


(24)

dapat diminimalisasi. Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia yang dimulai sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu, tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.11

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini. Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, perlu disusun Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

11

diakses pada hari selasa, tanggal 25 Maret 2014, jam 16.30wib


(25)

Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Materi muatan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, antara lain:12

1. redefinisi pengertian hal yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang;

2. penyempurnaan kriminalisasi tindak pidana pencucian uang;

3. pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;

4. pengukuhan penerapan prinsip mengenali Pengguna Jasa; 5. perluasan Pihak Pelapor;

6. penetapan mengenai jenis pelaporan oleh penyedia barang dan/atau jasa lainnya;

7. penataan mengenai Pengawasan Kepatuhan;

8. pemberian kewenangan kepada Pihak Pelapor untuk menunda transaksi;

9. perluasan kewenangan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terhadap pembawaan uang tunai dan instrumen pembayaran lain ke dalam atau ke luar daerah pabean;

10.pemberian kewenangan kepada penyidik tindak pidana asal untuk menyidik dugaan tindak pidana pencucian uang;

11.perluasan instansi yang berhak menerima hasil analisis atau pemeriksaan PPATK;

12.penataan kembali kelembagaan PPATK;

13.penambahan kewenangan PPATK, termasuk kewenangan untuk menghentikan sementara Transaksi;

14.penataan kembali hukum acara pemeriksaan tindak pidana pencucian uang; dan

15.pengaturan mengenai penyitaan Harta Kekayaan yang berasal dari tindak pidana.

Lahirnya Undang–undang Tindak Pidana Pencucian Uang memberi peluang bagi penegakan hukum terhadap aktor–aktor intelektual dengan

2014, jam 16.30 wib


(26)

menekankan penyelidikan pada aliran uang yang dihasilkan melalui praktik pencucian uang, dan juga memberikan landasan berpijak yang kokoh bagi aparat penegak hukum dalam upaya menjerat aktor-aktor intelektual yang mendanai dan merencanakan kejahatan seperti predicat crimes dengan melakukan penyelidikan dan penyelidikan terhadap aliran uang yang mendanai suatu tindak kejahatan.

Kejahatan pencucian uang (money laundering) belakangan ini semakin memdapat perhatian khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanggulangannya dilakukan secara nasional, regional dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan maraknya pencucian uang, padahal belum banyak negara yang belum menyusun sistem untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.13

Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil kejahatan denga bisnis yang sehingga uang tersebut bersih atau tampak sebagai uang halal. Dengan demikian asal-usul uang itupun tertutupi. Pencucian uang secara umum dapat diartikan sebagaii suatu tindakan atau perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh organisasi kejahatan (crime organization),

14

13

Philiprs Darwin, Money Laundering, cara Memahami dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang (Sinar Ilmu, tahun 2012) hal. 9

maupun individu yang melakukan tindakan korupsi, perdagangan narkotika dan tindakan pidana lainnya sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pembrantasan tindak pidana pencucian uang. Dimana tindakan tersebut bertujuan

14


(27)

menyembunyikan atau mengaburkan asal-usul uang haram tersebut sehingga dapat digunakan seolah-olah sebagai uang sah.

Kepala Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein mengatakan per 30 November tercatat sekitar 44.708 laporan transaksi keuangan mencurigakan (LKTM) dan diantara adalah tindak pidana penipuan. Menurut dia, sebagai unit intelijen keuangan, PPATK sudah menerima laporan dan meneruskan laporan itu kepada penegak hukum. Menurut Yunus, pantauan itu berasal dari sekitar 8 juta transaksi yang diawasi. "Lintas negara yang diterima dari Bea dan Cukai ada 4000-an dan kasus yang sudah dilaporkan ada 1000," kata Yunus dalam penandatanganan nota kesepahaman Departemen Keuangan dengan KPK, PPATK, dan Komisi Yusdisial, di Jakarta, Kamis 3 Desember 2009. 15

Tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam pasal 378 Kitap Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal juga diatur dalam pasal 2 ayat (1) huruf “r” Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang atau harta kekayaannya.16

Tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok (oplichting) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP, yaitu:

16


(28)

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk seseorang supaya memberikan sesuatu barang, membuat hutang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.”

Tindak pidana dengan menggunakan nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal maupun tipu muslihat merupakan suatu nama yang bukan nama pelaku yang digunakan si pelaku dan bila ditanyakan kepada orang-orang yang secara nyata kenal dengan pelaku, maka orang-orang tidak mengenal nama tersebut.17 Pemakaian nama palsu terjadi apabila seseorang menyebut nama yang bukan namanya dan dengan demikian menerima barang yang harus diserahkan kepada orang yang namanya disebutkan tadi.18

Menurut HAK. Moch. Anwar, pada rangkaian kata-kata bohong disyaratkan harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan. Satu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak atau pembujuk. Rangkaian kata bohong yang diucapkan ini tersusun secara baik membentuk suatu cerita yang dapat diterima secara logis dan benar. Jadi kata-kata itu tersusun Tindak pidana dengan menggunakan tipu muslihat adalah suatu tindakan, baik melalui serangkaian kata-kata, maupun melalui suatu perbuatan sedemikian rupa, sehingga tindakan tersebut menimbulkan kepercayaan terhadap orang lain (korban). Sedangkan rangkaian kebohongan adalah rangkaian kata-kata dusta atau kata-kata yang bertentangan dengan kebenaran. Kata-kata ini memberikan kesan seolah-olah apa yang dikatakan itu adalah benar adanya.

17 Ibid., Hal. 633

18 Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung:


(29)

sehingga kata yang satu menguatkan kata-kata yang lainnya.19

Dalam percakapan dihandphone berikutnya bahwa bila mana saksi ingin mengetahui wajah terdakwa, ianya ada menitipkan fotonya pada seorang prempuan pegawai Joglo yang ciri–cirinya berbadan paling gemuk (gendut), mendengar demikian maka saksi menemui seorang prempuan penjaga joglo di Jl. H.M. Joni Medan yang sesuai dengan ciri–ciri badan yang diterangkan oleh terdakwa, setelah bertemu maka saksi berkenalan dengannya yang ternyata orang tersebut adalah mengaku bernama Lenni Damayanti br. Manalu (terdakwa). Saksi langsung menanyakan foto yang telah dititipkan terdakwa dan selanjutnya menyerahkan satu foto kepada saksi dan memberikan imbalan kepada terdakwa sebesar Rp.10.000,-(sepuluh ribu rupiah), setelah foto dengan gambar seorang prempuan berada dalam penguasaannya maka saksi membawanya dan menyimpannya serta meninggalkan terdakwa dan menuju rumahnya yang tidak jauh dari tempat tersebut.

Peristiwa dengan menggunakan kata-kata bohong telah terjadi pada tahun 2005 yaitu, tindak pidana penipuan dengan rangkaian kata-kata kebohongan melalui percakapan dihandphone antara Henry Dumanter Tampubolon (saksi) dengan Dokter Silvi Lorenza (terdakwa), dan dalam percakapan tersebut antara terdakwa dan saksi sepakat hendak berkenalan langsung dan bertemu disebuah Joglo (warung makan) yang terletak di jalan H.M. Joni Medan, namun saat waktu yang dijanjikan ternyata pertemuan tersebut tidak terlaksana karena masing –masing punya kesibukan.


(30)

Sekitar pukul 8.00 WIB tahun 2005 pada hari selasa tanggal 26 Juni terdakwa yang mengaku dirinya bernama Dokter Silvi Lorenza menghubungi saksi melalui handphone dan berpura-pura terdengar suara dalam keadaan menangis dan menerangkan bahwa ianya telah dijambret di Bandara Polonia Medan dan meminta kepada saksi untuk dipinjamkan uang sebesar Rp. 600.000,- (enam ratus ribu rupiah) dan uang tersebut supaya dititipkan saja pada terdakwa Lenni Damayanti, mendengar demikian saksi merasa iba dan akhirnya menyerahkan uang tersebut.

Sejak saat itu antara saksi dengan terdakwa tersebut terus berkomunikasi dan terus melakukan penipuan dengan berbagai alasan yang bisa menarik perhatian saksi supaya mengirimkan uang kepada terdakwa. Hingga sampai 14 April 2011 dan telah mengirimkan uang kepada terdakwa sebesar Rp.7.000.000.000,- (tujuh miliyar rupiah). Permasalah tersebut diataslah yang membawa terdakwa kepengadilan Negeri Lubuk Pakam.

Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor. 1286/Pid.B/2011/PN.LP .Atas nama terdakwa Lenni Damayanti Br. Manalu didakwa melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 378 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Pasal 372 KUHP jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP, pasal 3 Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Unang jo. Pasal 64 ayat 1 KUHP. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Lenni Damayanti br Manalu dengan pidana sebelas (11) tahun penjara dikurangi dengan masa tahanan yang dijalaninya, dan denda sebesar Rp.5.000.000.000,- (lima miliyar rupiah) subsider selama 6 (enam) bulan


(31)

kurungan. Memerintahkan supaya baramg bukti berupa: 1 (satu) kalung dan mainan salib mata putih yang ditaksir emas (17) seberat 13,48 gram, 1 (satu) kalung plitir ditaksir emas (15) seberat 5,42 gram, 1 (satu( cincin ukir mata putih ditaksir emas (15) seberat 4,84 gram, 1 (satu) cincin mata putih yang ditaksir emas (14) seberat 4,32 gram, 1 (satu) gelang rantai kosong ditaksir emas (17) seberat 15,50 gram, 1 (satu) gelang roll setengah ukir mata putih yang ditaksir emas (15) seberat 14,48 gram, 1 (satu) unit handpone merk Nokia, tambahan untuk membeli 1 (satu) unit mobil merk Daihatsu Xenia batu dari perusahaan PT. Astra Daihatsu Motor, warna silver metalik tahun pembuatan 2007 dengan Nomor Polisi BK-1651-HP atas nama Drs. Edison Manalu (orangtua kandung terdakwa) sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda Supra Fit baru dari perusahaan PT. Astra Honda Motor, warna hitam tahun pembuatan 2007 dengan Nomor Polisi BK-2940-UW atas nama Lenni Damayanti Manalu, sebesar Rp.6.800.000,- (enam juta delapan ratus ribu rupiah), 1 (satu) bidang tanah yang terletak di Jalan Menteng VII Gang Sepakat Nomor 02 Kelurahan Medan tenggara Kecamatan Medan Denai Kotamadya Medan seluas 377 M2, sesuai dengan Akta Pelepasan Hak Atas Tanah Dengan Ganti Rugi Nomor 02 tanggal 16 Juli 2010 yang dibuat oleh Notaris Ida Mariani, SH. dan bangunan rumah mewah dua lantai yang berdiri diatasnya yang ditaksir seharga ± Rp.1.300.000.000,- (satu milyar tiga ratus juta rupiah) atas nama Drs. Edison Manalu (orangtua kandung terdakwa).

Hasil yang telah diperoleh terdakwa berhubungan dengan perbuatan pidananya tersebut, telah dipergunakan untuk dibelanjakan beberapa barang atau


(32)

benda-benda kebutuhan saksi Henry Dumanter Tampubolon, dan juga telah dibelanjakan terdakwa untuk membeli benda-benda yang telah ditempatkan terdakwa di Hotel Deli Indah antara lain adalah sebagai berikut: 1 (satu) buah gelang, 1 (satu) buah cincin, 1 (satu) buah kalung, 1 (satu) pasang sepatu, 2 (dua) pasang sendal, beberapa buah kemeja dan kaos oblong, 1 (satu) unit handphone merk Blackberry type Torch, 2 (dua) buah bed cover, 1 (satu) pasang bantal guling, 1 (satu) buah gelas ukuran besar, 1 (satu) botol farfum merk Etinekner, 1 (satu) unit sepeda gunung merk Wim Cycle, 1 (satu) unit Televisi Flat merk LG 32 inchi, 1 (satu) unit Dispenser merk Sanken, 1 (satu) unit Dispenser merk Miyako ditambah dengan 1 (satu) buah galon, 1 (satu) unit Kulkas merk Uchida, 1 (satu) unit Kulkas box merk Sharp, 1 (satu) unit Magic Com merk Young Ma. Keselurahannya dirampas untuk diserahkan kepada sdr. Henri Dumanter Tampubolon.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan No.50/PID/2012/PT.MDN menyatakan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu tesebut diatas telah terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana; Menetapkan melepaskan Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dari segala tuntutan hukum ONTSLAG VAN RECHTSVERVOLGING; Memerintahkan agar Terdakwa Lenni Damayanti br. Manalu dibebaskan seketika dari Tahanan; Menetapkan “Memulihkan hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukkan, dan harkat serta martabatnya”; dan mengembalikan seluruh barang bukti yang telah dirampas dari Lenni Damayanti br. Manalu.


(33)

Dalam permasalahan kasus ini, dimana pengadilan Lubuk Pakam memutus terdakwa dengan pasal 3 Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Unang. Putusan Pengadilan Lubuk Pakam tersebut membuat terdakwa tidak merasa puas dan melakukan upaya hukum banding .20

Berdasarkan uraian yang telah dikemukan di atas, penulis tertarik dan terdorong untuk membahas persoalan ini menjadi sebuah penelitian tesis yang berjudul “Penerapan hukum pidana terhadap pelaku Money Laundering

dengan kejahatan asal penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012.)”

Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 50/PID/2012/PT.MDN menyatakan terdakwa bebas dari tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtsvervolging), karena hakim salah menerapkan hukum dan memerintahkan terdakwa dibebaskan seketika dari tahanan. Putusan pengadilan Tinggi Medan tersebut telah disampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Lubuk Pakam sehingga Jaksa Penuntut Umum melakukan permohonan Kasasi yang akhirnya permohonan kasasi tersebut telah diterima. Putusan Mahkamah Agung Nomor. 1329 K/Pid/2012 menyatakan terdakwa bersalah yang dalam hal ini menguatkan putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam.

20

Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang dapat berupa banding dan kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap putusan pengadilan dalam hal-hal serta menurut cara – cara yang diatur dalam undang –undang. Lihat redaksi Asa Mandiri, Pedoman Pelaksanaan KUHAP, (Jakarta: Penerbit Asa Mandiri, 2007), hal. 17


(34)

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian tesis ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal

menurut Undang–Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang?

2. Bagaimana penegakan hukum pidana oleh hakim terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal penipuan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012.)?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tindak pidana penipuan sebagai kejahatan asal menurut Undang –Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pidana Pencucian Uang.

2. Untuk mengetahui penegakan hukum pidana oleh hakim judex factie

terhadap kasus tindak pidana pencucian uang dengan kejahatan asal penipuan dalam Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan beberapa manfaat yang berguna baik manfaat secara teoritis dan juga manfaat secara praktis anatara lain:

1. Manfaat secara teoritis

Penelitian ini dapat menambah, memberikan dan menyumbang bagi para pembentuk undang –undang (legislatif), pemerintah (eksekutif) dan bagi akademis untuk pengembangan teori ilmu hukum khususnya hukum pidana dan peraturan


(35)

perundang–undangan dalam hal tindak pidana pencucian uang, demi mencapai perlindungan dan kesejahteraan rakyat.

2. Manfaat secara praktis

Secara praktis tulisan ini dapat refrensi pemikiran kepada aparat penegak hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim dan advokat21

E.Keaslian Penelitian

sebagai aparat yang secara langsung potensial berhadapan dengan kasus–kasus serupa, tetapi tanpa mengurangi nilai mamfaatnya bagi pemangku/pemerhati kepentingan.

Berdasarkan pengamatan dan penelusuran yang dilakukan di Kepustakaan Universitas Sumatera Utara dan Kepustakaan Sekolah Pasca Sarjana, bahwa penelitian yang berjudul “Penegakan hukum pidana pencucian uang dengan kejahatan asal tindak pidana penipuan (analisis terhadap putusan Putusan

Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012, tidak menemukan judul tesis yang

sama atau kemiripan judul dan permasalahan yang sama sebagaimana penelitian ini. Beberapa judul tesis terdahulu yang membahas seputar tindak pidana pencucian uang yaitu:

1. Andry Mahyar, dengan judul “ Tinjauan Yuridis Peran Pusat Pelaporan dan analsis Transaksi keuangan (PPATK) dalam mencegah dan membrantas tindak pidana pencucian uang”

2. Yovita Morina dengan judul “penerapan sanksi pidana terhadap pelaku pasif dalam tindak pidana pencucian uang”

21

Berdasarkan pasal 5 ayat (1) Undang –undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyatakan: 1) Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas dan mandiri yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang –undangan.


(36)

3. Daniel Simamora “analsis yuridis Kejahatan Perbankan Sebagai Predicat Crime dalam tindak pidana pencucian uang”

4. Robinson Smatupang “Efektifitas Pembuktian terbalik Tindak Pidana Pencucian Uang”

Meskipun demikian, substansi permasalahan dan penyajian dari penelitian ini memiliki perbedaan dengan tesis –tesis tersebut diatas. Hal ini sangat logis mengingat objek penelitian tesis ini adalah spesifik Putusan Pengadilan Putusan Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012, Oleh karena itu, judul dan substansi pembahasan permasalahan penelitian ini, otentiknya tergaransi dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir–butir pendapat, teori mengenai suatu kasus atau permasalahan (problema) yang menjadi bahan pertimbangan, pegangan teoritis.22 Kerangka teori merupakan landasan berpikir yang digunakan untuk mencari pemecahan suatu masalah. Setiap penelitian membutuhkan titik tolak atau landasan untuk memecahkan dan membahas masalahnya, untuk itu perlu disusun kerangka teori yang memuat pokok–pokok pikiran yang menggambarkan dari mana masalah tersebut di amati.23

Selain itu, teori bisa dipergunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Oleh karena itu, kegunaan teori hukum dalam penelitian

22

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung, Mandar Maju,1994), hal. 80

23

Hadari Nawawi, “ Metode penelitian Bidang Sosial” (yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003), hal. 39-40


(37)

sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.24

Tujuan hukum adalah tata tertib masyarakat yang damai dan adil.25 Hukum dapat terdiri dari hukum tertulis26 dan tidak tertulis27. Proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi suatu kenyataan disebut sebagai penegakkan hukum.28 Penegakkan hukum adalah suatu proses dilakukannya upaya penerapan norma-norma hukum secara nyata agar hukum dapat berfungsi dan ditegakkan sebagai pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum dalam hidup bermasyarakat dan bernegara, baik oleh masing-masing warga negara maupun aparat penegak hukum yang mempunyai tugas dan wewenang berdasarkan undang-undang29

Penelitian ini berkaitan dengan proses penegakkan hukum pidana terhadap pelanggaran norma-norma hukum pidana khususnya tindak pidana penipuan dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU). Tidak ada hukuman tanpa kesalahan

24

Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Emperis”, (Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004), hal. 16

25

L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2001), hal.16

26

Umumnya hukum tertulis itu tertuang dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Undang –undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang –undang pada pasal 1 angka (2) disebutkan bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk dan ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapakan dalam peratuan undang. Sedangkan pasal 7 ayat (1) disebutkan: jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan terdiri atas: a. UUD RI 1945, b. TAP MPR, c. UU/Perpu, d. Peraturan pemerintah, e. Peraturan presiden, f. PERDA, g. Peraturan daerah Kabupaten/kota.

27

Hukum tidak tertulis (unstatutery law) yaitu hukum yang dalam kenyataan masih hidup dalam keyakinan dan pergaulan masyarakat tetapi tidak tertulis namun berlakunya ditaati (living law). Lihat C.S.T.Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), hlm. 70. Bandingkan dengan Hasim Purba, Suatu Pedoman Memahami Ilmu Hukum, (Medan:CV. Cahaya Ilmu, 2006), hal. 127.

28

Satjipto Rahardjo, Penegakkan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, (Yogyakarta: Genta Publishing, 2009), hlm. 24.

29

Frans. H. Winarta, Evaluasi Peranan Profesi Advokat Dalam Pemberantasan Korupsi,


(38)

merupakan asas penting dalam hukum pidana untuk sampai kepada penjatuhan hukuman bagi seorang yang didakwa melakukan tindak pidana. Kesalahan tidaklah otomatis selalu harus dianggap ada dalam setiap terjadinya suatu tindak pidana, tetapi haruslah dibuktikan terlebih dahulu, karena itu untuk sampai kepada pemidanaan maka pembuktian terhadap kesalahan itu haruslah terlebih dahulu dilakukan. Mengingat itu maka teori pembuktian beserta teori kesalahan dan teori kesalahan dan teori kesalahan korban memiliki relevansi yang urgen dengan penelitian ini.

M. Yahya Harahap30 menulis bahwa “pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan dalam proses pemeriksaan sidang pengadilan. Melalui pembuktian ditentukan nasib terdakwa”. Secara lebih umum, tulis R. Subekti,31

Pembuktian (proof) dapat diartikan sebagai penetapan kesalahan terdakwa berdasarkan alat bukti, baik yang ditentukan oleh undang-undang, maupun diluar undang-undang sedangkan bukti (bewijs: evidence) yaitu hal yang menunjukkan kebenaran, yang diajukan oleh penuntut umum, atau terdakwa, untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan.

fungsi pembuktian memiliki arti penting atau hanya diperlukan jika terjadi persengketaan atau perkara di pengadilan.

32

30

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar-Grafika, 2006), (selanjutnya disingkat M.Yahya Harahap I), hal. 273.

31

R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), hal.7

32

Andi Hamzah, Terminologi Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), (selanjutnya disingkat Andi Hamzah I), hal.27.


(39)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,33

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan dan merupakan ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa dan juga ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan.

Pembuktian diartikan sebagai: 1) proses, cara, perbuatan atau cara membuktikan; 2) usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam sidang pengadilan, sedangkan membuktikan

diartikan sebagai: 1) memperlihatkan bukti, meyakinkan dengan bukti; 2) menyatakan kebenaran sesuatu dengan bukti; 3) menyaksikan dan bukti adalah sesuatu yang menyatakan kebenaran kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata. Arti alat bukti dengan demikian adalah alat yang berguna untuk menyatakan kebenaran suatu peristiwa.

34

Pembuktian merupakan perbuatan membuktikan. Membuktikan berarti memberi atau memperlihatkan bukti, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan, dan meyakinkan.35

Pengertian pembuktian dalam ilmu hukum36 secara lebih luas sebagaimana yang dinyatakan oleh Munir Fuady37

33

Departemen Pendidikan Nasional, Op.Cit,hal.217-218.

adalah:

34

M.Yahya Harahap I, Loc.Cit.

35

Soedirjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, (Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1985), hal. 47.

36

Ilmu hukum atau disebut juga ajaran hukum (rechtsleer) atau disebut juga dogmatic hukum yaitu mempelajari hukum positif (jus constitutum) atau hukum yang berlaku disuatu tempat dan pada wkatu sekarang, Ilmu hukum adalah teorinya hukum positif atau teorinya praktik hukum. Ilmu hukum bersifat normatif dan mengandung nilai serta bersifat praktis-konkrit. Sedangkan


(40)

Suatu proses, baik dalam acara perdata, acara pidana, maupun acara-acara lainnya, dimana dengan menggunakan alat-alat bukti yang sah, dilakukan tindakan dengan prosedur khusus, untuk mengetahui apakah suatu fakta atau pernyataan yang dipersengketakan di pengadilan yang diajukan dan dinyatakan oleh salah satu pihak dalam proses pengadilan itu benar atau tidak seperti yang dinyatakan itu.

Merujuk uraian diatas dapat diketahui bahwa ada perbedaan prinsipil antara bukti, membuktikan dan pembuktian yaitu bahwa bukti merujuk pada alat bukti termasuk barang bukti38 yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa sementara pembuktian dan membuktikan merujuk pada suatu proses atau cara untuk mengumpulkan bukti, memperlihatkan bukti sampai pada penyampaian bukti tersebut di sidang pengadilan.39

Hukum yang mengatur perihal alat bukti, pembuktian dan membuktikan disebut sebagai hukum pembuktian. Hukum pembuktian merupakan terminologi universal sehingga merupakan pengertian dan penggunaannya sifatnya umum dalam seluruh lapangan hukum baik hukum pidana, hukum perdata maupun hukum administrasi. Menurut Munir Fuady40

Teori Hukum adalah teorinya ilmu Hukum, atau dengan kata lain Ilmu Hukum adalah objek Teori Hukum. Lihat Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hal. 3.

, hukum pembuktian merupakan salah satu bidang hukum yang cukup tua umurnya, dan karena alasan rasa

37

Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian (Pidana dan Perdata), (Bandung PT. Citra Aditya Bakti,2006), hal. 1-2.

38

Pengertian barang bukti dalam praktek berbeda dengan pengertian alat bukti. Alat bukti adalah alat yang secara tegas diatur dalam undang-undang sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk menyatakan keterbuktian suatu perbuatan yang dituduhkan atau sebagai penyangkalan sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang terdiri dari keterangan saksi, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Sedangkan barang bukti adalah barang-barang apapun jenisnya yang umumnya dijadikan oleh seseorang sebagai alat/sarana melakukan kejahatan misalnya pisau atau senjata api yang dipergunakan untuk melakukan pembunuhan atau kenderaan untuk mengangkut ganja, atau sesuatu sebagai hasil kejahatan, maka pisau, senjata api, kenderaan dan ganja kesemuanya merupakan barang bukti.

39

Eddy O.S, Hariej, Teori & Hukum Pembuktian, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2012), hal.4.

40


(41)

keadilan serta motivasi mencari kebenaran yang dimiliki manusia betapapun primitifnya kemudian menimbulkan hukum pembuktian guna menghindari putusan yang keliru dan atau tidak adil. Hukum pembuktian sebagaimana hukum pada umumnya tidak kedap terhadap segala dinaminasi (perobahan, pergerakkan dan perkembangan) kehidupan manusia, maka itulah sebabnya salah satu karakter hukum pembuktian adalah bahwa hukum pembuktian merupakan suatu cabang ilmu hukum yang sangat technology oriented sehingga perkembangan tehnologi memberikan dampak langsung terhadap perkembangan pembuktian di pengadilan.41 Pembuktian saintifik dengan mempergunakan tes DNA, mesin polygraph (lie detector), mikroskop, sidik jari dan data optic misalnya merupakan bagian tehnologi yang sekarang diterima dalam pembuktian di pengadilan. Munir Fuady,42 menulis bahwa hukum pembuktian adalah seperangkat kaidah hukum yang mengatur tentang pembuktian. Eddy O.S. Hariej43

41

Ibid, hal.8.

mendefenisikan hukum pembuktian sebagai “ketentuan-ketentuan mengenai pembuktian yang meliputi alat bukti, barang bukti, cara mengumpulkan dan memperoleh bukti sampai pada penyampaian bukti di pengadilan serta kekuatan pembuktian dan beban pembuktian”. Bambang Purnomo sebagaimana dikutip oleh Eddy O.S. Hiarej mendefenisikan hukum pembuktian sebagai keseluruhan aturan hukum atau peraturan undang-undang mengenai kegiatan untuk rekonstruksi suatu kenyataan yang benar pada setiap kejadian masa lalu yang relevan dengan persangkaan terhadap orang yang diduga melakukan perbuatan pidana dan pengesahan setiap barang bukti menurut ketentuan hukum yang berlaku untuk kepentingan peradilan

42

Ibid, hal.1.

43


(42)

dalam perkara pidana.44 R.Wiyono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hukum pembuktian adalah hukum yang mengatur tentang tata cara untuk menetapkan terbuktinya fakta yang menjadi dasar dari pertimbangan dalam menjatuhkan suatu putusan.45

Menurut teori hukum pembuktian agar suatu alat bukti dapat dipakai sebagai alat bukti di persidangan harus dipenuhi beberapa syarat yaitu:46

1. Diperkenankan oleh undang-undang untuk dipakai sebagai alat bukti.

2. Reliability, yakni alat bukti tersebut dapat dipercaya keabsahannya (misalnya tidak palsu)

3. Necessity, yakni alat bukti tersebut memang diperlukan untuk membuktikan suatu fakta.

4. Relevance, yakni alat bukti tersebut mempunyai relevansi dengan fakta yang akan dibuktikan.

Hukum pembuktian bergerak untuk membuktikan kebenaran sesuatu yang dalam bidang hukum pidana berarti untuk membuktikan kebenaran sesuatu atau menyangkal peristiwa yang didakwakan. Ketika kebenaran yang ingin dicari telah ditemukan berdasarkan alat bukti dan pembuktian (misalnya peristiwa pidana yang didakwakan terbutk telah terjadi dan terdakwalah sebagai pelakunya) maka tahapan selanjutnya yang harus dipertimbangkan adalah perihal pertanggungjawaban pidana.

Kesalahan diperlukan sebagai indikator guna menentukan dapat tidaknya seseorang pelaku tindak pidana dijatuhi pidana sehingga kesalahan itu akan selalu terkait dengan pertanggungjawaban pidana. Chairul Huda menyatakan bahwa pertanggungjawaban pidana terutama dipandang sebagai bagian pelaksanaan tugas

44

Ibid

45

R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal.148.

46


(43)

hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara.47

Setelah suatu tindak pidana terbukti telah terjadi dan terdakwalah pelakunya kemudian ternyata terbukti pula bahwa pelaku dapat dipersalahkan atas perbuatannya maka pemidanaan dapat dijatuhkan. Pemidanaan sebagaimana ditulis oleh Wiyanto, adalah pemberian sanksi yang berupa suatu penderitaan yang istimewa kepada seseorang yang nyata–nyata telah melakukan suatu perbuatan yang secara tegas dirumuskan dan diancam pidana oleh undang– undang.

Pertanggungjawaban pidana dipandang ada, kecuali ada alasan–alasan penghapusan pidana. Perumusan pertanggungjawaban pidana secara negatif dapat terlihat dari ketentuan pasal 44 KUHP.

48

Berdasarkan uraian diatas maka teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Pembuktian

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa pembuktian termasuk salah satu pokok bahasan penting dalam hukum apapun termasuk hukum pidana. Perihal pembuktian dalam bidang hukum pidana Indonesia secara khusus diatur dalam Undang–undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana atau lebih dikenal dengan sebutan Kitan Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP).

47

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan: Tinjauan Kritis terhadap Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011), hal. 7

48

Roni Wiyanto, Asas –Asas Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 110


(44)

Andi Hamzah menyatakan bahwa tujuan hukum acara Pidana adalah menemukan kebenaran materil.49 M. Yahya harahap menyatakan bahwa kebenaran yang hendak dicari dan ditemukan dalam pemeriksaan perkara pidana adalah kebenaran sejati atau materil waarheid atau disebut juga dengan absulute truth.50

Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menetapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menentukan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahakan.

Secara lebih tegas dan lengkap formulasi tujuan hukum acara pidana dinyatakan dalam keputusan Menteri kehakiman Republik Indonesia: M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang pedoman pelaksanaan KUHAP ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Pebruari 1982, pada bidang umum Bab I Pendahuluan yang berbunyi:

Beberapa ajaran teori penting terkait dengan pembuktian51 1. Conviction in Time

adalah sebagai berikut:

Teori ini mengajarkan bahwa suatu hal dapat dinyatakan terbukti hanya atas dasar keyakinan hakim semata timbul dari hati nurani dan sifat bijaksananya tanpa terikat dengan alat-alat bukti. Keyakinan hakim dalam teori ini sangat absolut dan independen sehingga sangat sulit untuk diprediksi dan diawasi.

49

Andi Hamzah, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), (selanjutnya disingkat Andi Hamzah II) hal. 228

50

M. Yahya Harahap I, Op. Cit, hal. 275

51

Beberapa literatur/ buku saling mempertukarkan istialh teori pembuktian atau sistem pembuktian. Andi Hamzah misalnya dalam bukunya Pengantar Acara hukum pidana Indonesia


(45)

Sistem pembuktian conviction in time adalah suatu sistem yang untuk menentukan salah tidaknya seseorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh penilaian “kayakinan hakim”.52

2. Conviction Raisonnee

Berbeda dengan sistem conviction in time yang mengandalkan keyakinan hakim semata, absolut dan independen tanpa terikat oleh alat–alat bukti atau alasan apapun, dalam conviction raisonnee keyakinan hakim dalam memberikan putusan tatap dominan tetapi harus dilandasi oleh alasan–alasan yang logis atau diterima akal kenapa hakim sampai pada pengambilan putusan dimaksud. Jadi tetap memprioritaskan keyakinan tetapi terbatas oleh alasan– alasan logis.

3. Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif (Positief Wettelijke Bewijs Theori)

Teori ini mengajarkan bahwa membuktikan sesuatu didasarkan semata– mata alat-alat pembuktian yang telah ditentukan oleh undang-undang tanpa membuka ruang pada keyakinan hakim. Alat bukti yangg telah ditentukan olehh undang–undang dalam teori ini bersifat mengikat dan menentukan secara absolut serta independen dalam membuktikan kebenaran sesuatu.

4. Pembuktian menurut Undang-undang secara negatif (negatif Wettelijke Bewijs theori)

Sistem pembuktian undang–undang secara negatif ini adalah sebuah sistem pembuktian yang mengajarkan bahwa pembuktian harus didasarkan atas

52


(46)

alat–alat bukti yang telah ditentukan dalam undang–undang diikuti oleh keyakinan hakim. Jadi alat buktilah yang harus terlebih dahulu ada (didepan) baru memunculkan keyakinan hakim bukan sebaliknya (dibelakang). Keyakinan hakim yang dimaksud disini adalah kayakinan yang timbul berdasarkan alat –alat bukti yang ada, jadi keyakinan itu haruslah berkorelasi dengan alat –alat bukti. Sistem pembuktian ini dengan demikian merupakan gabungan antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif dengan sistem pembuktian keyakinan hakim (conviction in time).

Sistem pembuktian yang dianut dalam hukum acara pidana indonesia berdasarkan ketentuan KUHAP adalah sistem pembuktian berdasarkan undang-undang negatif, hal ini dapat diketahui dari rumusan Pasal 183 KUHAP yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terhadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Senada dengan itu Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman pada pasal 6 ayat (2) dinyatakan:”Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggung jawab, telah bersalah atas perbuatan yang didakwakan atas dirinya.”

b. Teori kesalahan

Salah satu pokok persoalan yang sangat penting tetapi sangat rumit dalam mempelajari hukum pidana adalah tentang pengertian kesalahan. Simon


(47)

berpendapat bahwa untuk mengatakan adanya kesalahan pada pelaku harus tercapai beberapa hal yaitu: ada kemampuan bertanggungjawab, ada hubungan kejiwaan antara pelaku, kelakuannya dan akibat yang ditimbulkan serta ada kesengajaan atau kelalaian.53

1. adanya kemampuan bertanggungjawab pada si pembuat.

Kesalahan dianggap ada jika terbukti beberapa unsur yaitu:

2. Hubungan batin antara si pembuat dan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa).

3. Tidak adanya alasan penghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf.

Dikatakan seseorang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar) menurut E.Y.Kanter dan S.R.Sianturi, bila mana pada umumnya:

a. Keadaan jiwanya:

1. Tidak terganggu oleh penyakit terus- menerus atau sementara (temporair);

2. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gagu, idiot, imbecile, dan sebagainya);

3. Tidak terganggu karena terkejut, hypnotisme, amarah yang meluap, pengaruh bawah sadar/reflece beweging, melindur, slat wandel, mengigau karena demam/koorts dan sebagainya;

b. Kemampuan jiwanya:

1. Dapat menginsyafi hakekat dari tindakannya;

2. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah akan dilaksanakan atau tidak;

3. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut. Lilik Mulyadi54

53

E.Y.Kanter & S.R. Sianturi, Op.Cit, hal.162

menyebutkan bahwa tipologi korban kejahatan dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu, pertama: ditinjau dari perspektif keterlibatan

54


(48)

korban dalam terjadinya kejahatan; dan kedua: ditinjau dari perspektif tanggung jawab korban itu sendiri. Stephen Scafer55

2. Kerangka Konsep

mengemukakan salah satu tipologi korban adalah provocative victims yaitu korban yang disebabkan peranan korban untuk memicu terjadinya kejahatan, karena itu aspek tanggung jawab terletak pada diri korban dan pelaku secara bersama-sama.

Kerangka konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain , seperti asas dan standart. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu kontruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.56 kerangka konsepsional mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.57

Konsep merupakan salah satu bagian penting dari sebuah teori dalam suatu penelitian. Konsepsi dapat sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkret, yang disebut sebagai defenisi operasional. Defenisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Bertitik tolak dari kerangka teori sebagaimana disebut diatas, berikut disusun kerangka konsep yang dapat dijadikan sebagai defenisi operasional, yaitu antara lain:

55

Stephen Schafer, The Victim and His Criminal, (New York: Random Hause, 1968), hal.159, dalam Lilik Mulyadi, Loc.Cit

56

Satjipto Raharjo, Konsep Ilmu Hukum, (Bandung; Citra Adithya Bakti), 1996, hal. 397

57

Soerjono Soekanto dan Sri mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 7


(49)

a. Penerapan hukum pidana adalah suatu proses atau cara untuk mewujudkan keinginan–keinginan hukum pidana menjadi kenyataan.

b. Pelaku adalah seseorang yang melakukan tindak pidana (dader strafecht) c. Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu,

yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, bersifat melawan hukum serta dengan kesalahan yang bertanggungjawab atau perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan dimana disretai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut.58

d. Tindak pidana pencucian uang adalah setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang, atau surat berharga,atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000.00,-(sepuluh miliyar rupiah).59

e. Judex factie adalah pengadilan yang berwenang untuk menilai fakta–fakta yaitu pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tingkat tinggi.

f. Kejahatan asal adalah suatu perbuatan tingkah laku yang bertentangan dengan undang–undang secara awal atau semula.

58

Adami Chazawi, Pengantar Hukum Pidana Bag 1,(Grafindo, Jakarta ,2002,) hal 69

59

Undang –Undang No. 8 Tahun 2010, Tentang Pencegahan dan pembrantasan Tindak Pidana pencucian Uang, hal. 4


(50)

G.Metode Penelitian

1.Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normative. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum darii sisi normatifnya.60 Penelitian hukum normatifn adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan system norma mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).61

Adapun sifat penelitian ini adalah analisis preskriptif62 dengan pendekatan perundang–undangan (statute approach)63 dan pendekatan analitis (analytical okasus tertentu dari berbagai aspek hukum 64

2. Sumber Bahan Hukum

, dengan demikian sifat penelitian dalam penulisan ini adalah case study.

Sebagaimana penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, didasarkan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yang dilakukan dengan menghimpun data sekunder, yaitu:

60

Jhonny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif , (Malang: Bayumedia Publissing, 2011), hal. 57

61

Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010), hal. 34

62

Preskriptif bertujuan untuk memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan atau memberikan penelaian mengenai benar atau salah atau apa yang seyogyanya menurut hukum terhadap fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian. Lihat Ibid, hal. 184

63

Suatu penelitian normatif tentu harus menggunakan pendekatan perundang –undangan, karena yang diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menajdi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian atau menggunakan undang –undang sebagai dasar awal melakukan analisis. Penelitian dala level dogmatik hukum atau untuk kepentingan praktik hukum tidak dapat melepaskan diri dari pendekatan perundang -undangan

64

Piter Mahmud Marjuki, Penelitian Hukum ( Edisi Revisi), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013),hal. 134


(1)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Apeldoorn L.J. Van, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2001.

Achmad Yulianto Mukti Fajar ND , Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2010.

Azman H. Nur Kamus lengkap Bahasa Indonesia, Bandung: Penabur Ilmu, 2001. Darwin Philips, Money Laundering Cara Memahami dengan Tepat dan Benar

Soal Pencucian Uang, Sinar Ilmu tahun 2012.

Dewata Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, “Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Emperis”, Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2004.

Fuady Munir, Teori Hukum PembuktianPidana dan Perdata, Bandung PT. Citra Aditya Bakti,2006.

Fajar Mukti ND dan Yulianto Achmad, Daulisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Hamdan M, Alasan Penghapusan Pidana Teori dan Praktek, Bandung, PT.Rafika Aditama, 2012.

Hamzah Andi, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.

---, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, selanjutnya disingkat Andi Hamzah II.

Hanintijo Soemitro Ronny, Metode Penelitian Hukum dan Juru Materi, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.

Harahap M. Yahya, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP ,

Jakarta; Pustaka Kartini, 1985.

---, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP:

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding Kasasi dan Peninjauan Kembali, Jakarta: Sinar-Grafika, 2006, selanjutnya disingkat M.Yahya Harahap I.


(2)

Hartono Sunaryati , Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20

Bandung: Alumni, 1994.

Henry Campbell Black, M.A, Black,s Law Dictionary, St. Paul, Minn, West Publishing Co. Sixth Edition.

Huda Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan: Tinjauan Kritis terhadap Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta: Kencana Predana Media Group, 2011.

Ibrahim Jhoni, Teori dan Metodologi Penelitian hukum Normatif, Surabaya Jawa Timur. 2005

Kalo Syafruddin, Makalah hukum Acara Pidana Teori dan Praktek. Disampaikan pada program pendidikan khusus profesi advokat, yang diselenggarakan oleh asosiasi advokat indonesia cabang Medan kerja sama denga Universitas Darma Agung Medan, 2007.

Kartanegara Satochid, Hukum Pidana, Bagian satu. Balai Lektur mahasiswa. ---, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, Balai Lektur Mahasiswa:

Bagian satu, tanpa tahun.

Kelsen Hans, alih bahasa oleh B. Arief Sidharta, Hukum dan Logika, Bandung: Alumni, 2006.

Lamintang dan Simorangkir ” Delik –delik khusus Kejahatan yang ditujukan terhadap Hak Milik dan lain-lain yang timbul dari hak milik Tahun. 1979. Lamintang P.A.F, Dasar-Dasar Hukum Pidana Di Indonesia. Jakarta; Sinar

grafika, 2010.

---, Pembahasan KUHP Menurut Ilmu Hukum Pidana dan Yurispundensi, Jakarta; Sinar grafika, 2010.

Lamintang, Dasar –dasarHukum Pidana Indonesia” (Bandung : Sinar Baru, Tahun 1984.

Lubis M. Solly , Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju,1994. Moeljatno, S.H, Asas-asas Hukum Pidana, ctk. Kedelapan, Rineka Cipta, Jakarta,


(3)

Mulyadi Lilik , Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan, Eksepsi dan Putusan Peradilan, Bandung; PT Citra Adytia Bakti,1996.

Nasution Bismar, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia BooksTerrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008.

Nawawi Hadari , “ Metode penelitian Bidang Sosial” yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press, 2003.

Prodjodikoro Wiryono, Tindak- Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Aditama, Jakarta, tahun 1967.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka, Jakarta, 2003, Edisi Ke III.

Pusat bahasa departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia

Balai Pustaka,Jakarta, Tahun, 2003, edisi II.

Rahardjo Satjipto, Penegakkan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, Yogyakarta: Genta Publishing, 2009.

---, Konsep Ilmu Hukum, Bandung; Citra Adithya Bakti, 1996. Remy Sjahdeini Sutan, Seluk beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan

Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafitri, Jakarta, mei 2004.

Rusli Muhammad, Potret Lemabaga Pengadilan Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2006.

Salim H., Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,2010. Satochid Kartanegara, Hukum pidana: Kumpulan Kuliah, Balai Lektur

Mahasiswa: bagian satu, tanpa tahun.

Siahaan N.T.H. Money Laundering; Pencucian Uang dengan Kejahatan Perba nkan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002.

Sianturi, S.R, Asas-asas Pidana Indonesia dan Penerapannya, Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1996.

Sjafrien jahja Juni, Melawan Money Laundering, mencegah dan membrantasan tindak Pidana pencucian Uang. jakarta visimedia, tahun 2012.

Soedirjo, Jaksa dan Hakim dalam Proses Pidana, Jakarta: CV. Akademika Pressindo, 1985.


(4)

Seokanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia) UI Press), tahun 1986.

---, Penegakan Hukum, Jakarta: Binacipta, 1983.

Soesilo R, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta komentar-komentarnya, Politeia Bogor, Tahun. 1995.

---, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004.

Subekt .R., Hukum Pembuktian, Jakarta: Pradnya Paramita, 2008. Sudarto, Hukum Pidana I, Jakarta: Rineka Cipta.

---, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991.

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Yogyakarta: Liberty Tahun.1999.

Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum Nomor SE-004/J.A/11/1993 tentang Pembuatan Surat Dakwaan, tertanggal 22 November 1993.

Sutedi Adrian , Tindak Pidana Pencucian Uang, ctk. Pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Syarifin Pipin, Hukum Pidana di Indonesia. Bandung, Pustaka Setia, 2000, hal. 16

Tongat, Hukum Pidana Materiil. Penerbit: UMM Press, tahun 2003. Utrecht E, Hukum Pidana II, Jakarta: Penerbit Universita, 1960. --- Hukum Pidana I. Pusaka Tirta Mas. Surabaya. Tahun 1987.

Waluyo, Bambang, Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, 2010.

Winarta Frans. H., Evaluasi Peranan Profesi Advokat Dalam Pemberantasan Korupsi, dimuat dalam Majalah Desain Hukum, Vol. 11 No.10, Edisi November-Desember, 2011.

Wiyanto Roni, Asas –Asas Hukum Pidana Indonesia, Bandung: Mandar Maju, 2012.

Wiyono R. , Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.


(5)

---, Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, Sinar Grafika, Jakarta, 2014.

B. Undang _Undang

Undang–Undang Dasar 1945

Kitab Undang–Undang Hukum Pidana

Undang–Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Undang–undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat

UU RI No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Ikhtisar ketentuan pencegahan dan pembrantasan Tindak pidana pencucian Uang dan pendanaan terorisme yang diterbitkan oleh PPATK, april 2010,hal Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, Edisi Ke III, hal. 1217. 12

Lihat pasal 5 Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Lihat Pasal 7 undang-undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Bunyi Surat Dakwaan dalam tulisan banyak yang dirubah oleh peneliti dari format aslinya sebagaimana aslinya dituliskan dalam Putusan No. 1286/Pid.B/2011/PN-LP.

Pasal 67 KUHAP berbunyi: Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk meminta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

C. Artikel dalam format elektronik

http://id.wikipedia.org/wiki/Pencucian_uang diakses pada hari sabtu, jam. 5:32, tanggal 8 Maret 2014.

jam. 5:32, tanggal 8 Maret 2014.


(6)

april 2014


Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING).

0 1 6

A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana - Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 40

Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering dengan Kejahatan Asal Penipuan (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1329K/PID/2012)

0 0 38

PENERAPAN HUKUM PIDANA TERHADAP PELAKU MONEY LAUNDERING DENGAN KEJAHATAN ASAL PENIPUAN (ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 1329KPID2012.)

0 0 13