tersebut dengan menambahkan beberapa ketentuan tentang tindak pidana asal core crime yang semula bersifat tertutup menjadi terbuka dan menekankan peran PPATK
untuk berkerja secara intensif dalam menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU.
C. Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba Melalui Penegakan Hukum Money Laundering
Upaya negara Indonesia untuk menanggulangi dan keluar dari daftar hitam black list sebagai negara tempat tumbuh dan suburnya kegiatan pencucian uang
pada dekade ini setelah melalui beberapa upaya menampakkan kegembiraan dengan dinyatakan bahwa Indonesia telah keluar dari daftar hitam tersebut.
66
Perubahan di dalam UUTPPU melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 apabila dicermati
maka masih banyak mengandung kelemahan diantaranya kelemahan tersebut terdapat di dalam Pasal 35 UUTPPU tentang pembalikan beban pembuktian shifting of the
burden of ploorf yang tidak secara tegas mengatur bagaimana kalau terdakwa tidak dapat membuktikannya. Dalam pasal tersebut hanya dikatakan bahwa untuk
kepentingan pemeriksaan pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa hartanya bukan hasil kejahatan. Semestinya pasal lainnya menyebutkan apabila tidak dapat
membuktikan hartanya tersebut, maka langsung dapat disita atau langsung dianggap terbukti berasal dari kejahatan.
66
Sutanto, Peran Polri untuk Meningkatkan Efektivitas Penerapan UU TPPU, Keynote Adress Pada Pelatihan Anti Tindak Pidana Pencucian Uang, Medan: Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, tanggal 15 September 2005, hal. 6
Universitas Sumatera Utara
Beberapa alasan mengapa Indonesia masuk black list tersebut antara lain Indonesia pada tahun 1997 telah meratifikasi United Convention Narcotic and
Psychotropic Subsancess 1988, dimana dinyatakan bahwa negara yang telah meratifikasi harus segera melakukan upaya kongkrit berupa pemberantasan pencucian
uang, tetapi Indonesia tidak juga mempunyai ketentuan anti pencucian uang sampai dengan tiba ancaman masuk daftar hitam tersebut.
Munculnya ketentuan Money Laundering berawal dari maraknya tindak pidana narkotik dan psikotropika. Dunia internasional memikirkan cara
menanggulangi kejahatan yang berskala internasional tersebut. Ketika itu muncul ide untuk memberi penghalang atau menghalangi barrier sipelaku dalam menikmati
harta kekayaan hasil tindak pidana yang ia lakukan. Tujuan awalnya adalah agar sipelaku menyadari bahwa harta ekayaan hasil tindak pidana tidak dapat dinikmati.
Namun kemudian disadari bahwa dengan menghalangi si pelaku menikmati harta kekayaan ahsil tindak pidana, maka lahirlah suatu metode untuk menangani Money
Laundering, yaitu dengan cara menelusuri perjalanan harta kekayaan hasil tindak pidana tersebut traced the money.
67
Kemudian ditetapkan ketentuan mengenai Money Laundering yang berasal dari tindak pidana narkotik dan psikotropika.
68
Oleh
67
Ide awalnya memang untuk menghalangi pelaku dalam menikmati harta kekayaan hasil tindak pidana, dengan harapan sipelaku akan berpikir kalaupun dia berhasil melakukan kejahatan yang
menghasilkan harta kekayaan, namun harta kekayaan hasil kejahatan tersebut toh tidak dapat dia nikmati. Dari ide tersebut lahir suatu metode traced the money, yaitu bahwa aparat penegak hukum
dalam menangani adanya dugaan tindak pidana berangkat dari kejanggalan dalam suatu transaksi keuangan metode mundur.
68
Narkotika dan Psikotropika merupakan dua kejahatan pertama yang secara internasional pada tahun 1988 menjadi kejahatan berpredikat Pencucian Uang dalam United Nations Convention
Universitas Sumatera Utara
karena itu tindak pidana narkotik dan psikotropik adapat dikatakan sebagai tindak pidana pertama yang dimaksudkan dalam Predicate Crimes.
United Nations convention Against Illicit Traffic in Narcotic and Psychotropic merupakan konvensi PBB yang mengatur mengenai pemberantasan
peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Melalui konvensi ini, dunia internasional termasuk Indonesia, sepakat menetapkan kegitan Pencucian Uang sebagai suatu
tindak pidana.
69
Bagi negara-negara yang meratifikasi Konvensi Tentang Larangan Perdagangan Obat bius dan Bahan-Bahan Psikotropika, terdapat kewajiban untuk
mengkualifikasi Pencucian Uang sebagai tindak pidana, atau dengan kata lain setiap negara tersebut harus memiliki perangkat hukum anti Money Laundering.
70
Dalam proses pengkualifikasikan Pencucian Uang menjadi tindak pidana, setiap negara tetap
memiliki kedaulatan penuh untuk menentukan pengaturan mengenai Pencucian Uang dan tindak pidana apa saja yang menjadi Predicate Crimes. Namun untuk masalah
penentuan tindak pidana yang masuk dalam Predicate Crimes setiap negara
Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances Artikel 3. Pemerintah Indonesia meratifikasi ketentuan tersebut dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1997 pada tanggal 24 Maret 1997.
69
Yunus Husein, Telaah penyebab Indonesia masuk dalam list Non Cooperative countries and Terrories oleh FATF on Money Luandering, op.cit. hal. 10.
70
Adapun bagi setiap negara yang ikut serta menandatangani konvensi ini diharuskan untuk: 1. menetapkan kegiatan Money Laundering sebagai tindak pidana; 2. mempersiapkan ekstradisi bagi
tersangka pelaku Money Laundering di negara lain; 3. membuat peraturan perundang-undangan serta berbagai tata cara untuk melacak, membekukan dan menyita hasil perdagangan narkotik; 4.
mengizinkan pejabat yang berwenang untuk meminta atau mendapatkan secara paksa berbagai dokumencatatan dari jaminan kepada pengadilan-pengadilan nasional lainnya; 5. memberikan jaminan
kepada pengadilan-pengadilan perkara-perkara Money Laundering; 6. mempersiapkan pengendalian, pengiriman obat bius darimana pun dalam kejahatan tersebut; 7. melakukan kerjasama erat dalam
bidang enforcement hukum, baik secara bilateral maupun multilateral. Lihat N.H.T. Siahaan, op.cit., hal. 122-123.
Universitas Sumatera Utara
setidaknya memiliki kesamaan yaitu dalam hal mentapkan tindak pidana narkotik dan psikotropika sebagai Predicate Crimes. Selain dalam Vienna Convention, kenyataan
bahwa tindak pidana narkotik dan psikotropika merupakan bagian dari Predicate Crimes, dapat dilihat dari ketentuan EC Directive, ketentuan FATF, United Kingdom
Act, Italia, dan masih banyak lagi ketentuan anti-Money Laundering lainnya yang memuat tindak pidana narkotik dan psikotropika sebagai Predicate Crimes.
Amerika yang sebelumnya telah terlebih dahulu memiliki Money Laundering Control Act tahun 1986 memuat kurang lebih 170 tindak pidana sebagai Predicate
Crimes, antara lain tindak pidana:
71
narkotik baik perbuatannya maupun perdagangannya narcotics production and trafficking; pemerasan racketeering;
penyuapan bribery; pemalsuan counterfeiting; penipuan atas surat berharga securities fraud; perbankan bank and customs fraud; penyeludupan smuggling;
spionase espionage; penculikan kidnapping; peniipuan tagihan mail and wire fraud; lingkungan environmental crime; pembunuhan; perampokan; penyiksaan;
pencurian; perdagangan senjata gelap; dan sebagainya. Predicate Crimes merupakan syarat atau unsur yang mutlak ada dalam Tindak
Pidana Pencucian Uang. Permasalahannya adalah apakah semua tindak pidana dapat masuk menjadi Predicate Crimes. Jikalau tidak, tindak pidana apa saja yang dapat
dimasukkan dalam Predicate Crimes. Di Indonesia, perumusan Undang-Undang awal mulanya menentukan sembilan tindak pidana yang termasuk dalam Predicate Crimes
71
Yunus Husein, “Money Laundering,” Bahan Kuliah Kapita Selekta Hukum Perbankan, Nopember 2002. Lihat juga Money Laundering Control Act TitleSection 181956, 181961, 191590,
21848, 331251, 331401, 331901, 426901.
Universitas Sumatera Utara
pada Rancangan Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu: korupsi; penyuapan; penyeludupan; tindak pidana yang berkaitan dengan
perbankan; tindak pidana yang berkaitan dengan narkotika; tindak pidana yang berkaitan dengan psikotropika; perdagangan budak, wanita, atau anak; perjudian; dan
terorisme. Namun pada pembahasan Komisi II DPR pada rapat paripurna DPR-RI dalam rangka pembicaraan tingkat IIPengambilan Keputusan Atas Rancangan
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, akhirnya disepakati penambahan jumlah Predicate Crimes on Money Laundering menjadi lima belas
tindak pidana, yaitu:
72
korupsi; penyuapan; perbankan; penyeludupan barang; narkotika; psikotropika; perdagangan senjata gelap; pencurian; penggelapan;
penipuan; penyeludupan tenaga kerja; penyeludupan imigran; perdagangan budak, wanita dan anak; penculikan; dan terorisme. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 melakukan penambahan, sehingga menjadi dua puluh lima yakni: korupsi; penyuapan; penyeludupan barang; penyeludupan tenaga kerja; penyeludupan
imigran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang asuransi; narkotika; psikotropika; perdagangan manusia; perdagangan senjata gelap; penculikan;
terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang perpajakan; di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang
kelautan; atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau diluar
72
Lihat Pasal 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Dapat disederhanakan menjadi:
2. Tindak pidana yang berkaitan dengan uang:
Korupsi, penyuapan, perbankan. 3.
Tindak pidana yang berkaitan dengan barang: Penyeludupan barang, narkotika, psikotropika, perdagangan senjata gelap,
pencurian, penggelapan, penipuan. 4.
Tindak pidana yang berkaitan dengan manusia: Penyeludupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak,
wanita, dan anak, penculikan. 5.
Lain-lain: terorisme dan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun yang dilakukan dapat diancam dengan hukum pidana
Indonesia. Setelah melihat Predicate Crimes pada Konvensi Tentang Larangan
Perdagangan Obat Bius dan Bahan-Bahan Psikotropika, Money Laundering Control Act, dan RUU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang serta Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2002 dan Undang Nomor 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Tidak semua tindak pidana dapat dimasukkan ke dalam Predicate Crimes.
2. Setiap negara memiliki kedaulatan dalam menentukan tindak pidana apa saja
yang termasuk dalam Predicate Crimes, namun untuk tindak pidana dengan
Universitas Sumatera Utara
lingkup internasional seperti narkotik dan psikotropika wajib dimasukkan dalam Predicate Crimes.
3. Indonesia, melalui Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang memuat lima belas tindak pidana berpredikat Pencucian Uang atau Predicate Crimes. Oleh Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2003 menentukan perluasan cakupan yang semula tertutup menjadi bersifat terbuka, sehingga mempredikat crimes menjadi dua puluh lima
Penentuan masuknya suatu tindak pidana dalam Predicate Crimes, sepenuhnya merupakan kewenangannya, negara mempunyai suatu kriteria, batasan
atau tolak ukur dalam menentukan tindak pidana yang masuk Predicate Crimes. Undang-undang No. 7 Tahun 1997, yang meratifikasi United Nations Convention
Against Illicit traffic in Narcotic Drugs and Psychotroic Subtances 1998, pada konsiderans secara implisit menyatakan bahwa perumusan Predicate Crimes minimal
mencakup tindak pidana narkotik dan psikotropika. Melalui konvensi PBB tersebut, kriteria minimal dalam menentukan tindak pidana yang masuk Predicate Crimes,
adalah tindak pidana narkotik dan psikotoprika. Pada Money Laundering Control Act 1986, Amerika memuat kurang lebih
170 tindak pidana sebagai Predicate Crimes. Adapun tolak ukur yang dipakai negeri ini dalam menentukan tindak pidana yang termasuk Predicate Crimes,selain minimal
tindak pidana narkotik dan psikotoprika seperti yang diamanatkan oleh United Nations Convention Againt Illict Traffict In Narcotic Drug and Psychotropic
Subtances, adalah tindak pidana yang merupakan kejahatan serius dan menghsilkan
Universitas Sumatera Utara
harta kekayaan propertyfinancial. Berkaitan dengan kejahatan serius ini, Commision on Crime Prevention telah merumuskan ada 21 tindak pidana yang
termasuk dalam kategori kejahatan serius.
73
Metode lain yang menjadi tolak ukur penetapan suatu tindak pidana masuk Predicate Crimes pada negeri paman sam adalah suatu tindak pidana lainnya yang
menghasilkan suatu property. Dengan kata lain semua tindak pidana yang seyogyanya mengahsilkan harta kekayaan dimasukkan sebagai Predicate Crimes. Bertolak dari
tiga tolak ukur tersebut di atas dalam merumuskan suatu tindak pidana yang masuk Predicate Crimes, ditentukanlah kurang lebih 170 tindak pidana yang menjadi
Predicate Crimes. Apabila terdapat kejahatan yang belum diakomodir dalam Predicate Crimes, sedangkan tindak pidana tersebut menghasilkan suatu property,
maka mekanisme yang dipakai dalam menambah jumlah Predicate Crimes adalah dengan cara mengamandemen ketentuan tersebut. Tolak ukur yang dipakai oleh
Amerika dalam merumuskan Predicate Crimes pada Money Laundering Control Act 1986, dipakai menjadi model. Adapun alasannya adalah selain karena Amerika
merupakan negara pertama yang mengatur mengenai Money Launddring, Amerika sudah beberapa kali mengamandemen ketentuan Money Launderingnya. Dengan kata
lain Amerika dipercaya dalam pengalamannya menangani Money Laudering. Salah satu bunyi konsideran pada UUTPPU menyatakan: “bahwa perbuatan
Pencucian Uang harus dicegah dan diberantas agar intensitas kejahatan yang
73
Ketentuan secara implicit yang menyatakan bahwa perumusan Predicate Crimes minimal mencakup kejahatan narkotik dan psikotoprika dapat dilihat dalam artikel 3
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan terjaga”.
Bahkan dalam penjelasan umum paragraf ke-4 dan ke-5 dikatakan bahwa : “Perbuatan Pencucian Uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga
sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai
kejahatan. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas praktik Pencucian Uang telah menjadi perhatian internasional.
Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas praktik Pencucian Uang termasuk dengan cara melakukan
kerjasama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral”.
Ada beberapa point penting dari perumusan bunyi konsiderans ini, berkaitan dengan upaya pembuktian Predicate Crimes:
a. Perbuatan Pencucian Uang harus dicegah dan diberantas, dengan alasan: 1 Agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta
kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi. 2 Tercipta stabilitas perekonomian nasional
3 Keamanan terjaga. b. Perbuatan Pencucian Uang sangat merugikan masyarakat dan negara.
c. Perbuatan Pencucian Uang meningkatkan berbagai kejahatan lainnya. d. Perbuatan Pencucian Uang telah menjadi perhatian Internasional.
Dari point-point tersebut konsideran diatas, berkaitan dengan permasalahan pembuktian Predicate Crimes, maka bentuk yang lebih sesuai dengan amanat
konsiderans diatas adalah sudah terdapat bukti permulaan yang cukup. Tujuan utamanya adalah selain untuk menghukum terdakwa, juga membekukan rekening
Universitas Sumatera Utara
terdakwa dengan harapan memutus “aliran darah” dari para pelaku kejahatan tersebut, serta untuk menyelamatkan kerugian negara yang terjadi sebagai akibat tindak pidana
tersebut. Adapun alasan utama digunakannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003, karena kewenangan yang diberikan Undang-Undang Tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang melengkapi dan menambah kewenangan penegak hukum dalam menerobos kerahasiaan bank dan melakukan audit trail
74
. Selanjutnya proses penegakan hukum dalam TPPU adalah terhadap “hasil
harta kekayaan”
75
yang diperoleh dari tindak pidana awal untuk menjerat pelaku kejahatan pencucian uang, harus di dasarkan kepada dua unsur yakni: Pertama,
adanya indikasi tindak pidana pencucian uang berdasarkan hasil pemeriksaan tindak pidana yang dikriminalisasi sebagai predicate crimes atas adanya patut diduga
mengalihkan dan menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan korupsi. Kedua, harta kekayaan tersebut diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan
yang telah dilakukan dan dikriminalisasi dalam UUTPPU
76
. Penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicate
crimes on money laundering bagi proses penegakan hukum pencucian uang di
74
Amin Sunaryadi, Tindak Pidana Pencucian Uang Implikasinya Bagi Profesi Akuntan, Media Akuntansi, Ed. 29Th. IX Oktober-November 2002, hal. 24, bahwa Sistem di Indonesia
sebenarnya mengikuti sistem yang telah diterapkan di negara maju yaitu follow the money, yaitu dengan berusaha menciptakan audit trail secara nasional. Konsep follow the money diharapkan dapat
menghubungkan antara proceeds of crime dengan perbuatan crime asalnya dan pada akhirnya dapat mencapai salah satu tujuannya yaitu meminimalkan perbuatan crime asalnya
75
Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUTPPU bahwa UUTPPU dalam menentukan hasil tindak pidana menganut asas kriminalitas ganda double criminality
76
Lihat, Pasal 2 UUTPPU yang mengkategorikan predicate crimes menjadi 24 jenis, ditambah dengan tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau
lebih, yang dilakukan diwilayah Negara Republik Indonesia atau diluar Wilayah Negara Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia mengalami kesulitan, asas hukum Indonesia menekankan ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap untuk suatu perbuatan yang dituduhkan kepada
tersangka berupa tindak pidana awal core crime, misalnya tindak pidana Narkoba yang diduga adanya indikasi pencucian uang hasil harta kekayaan memproduksi dan
mengedarkan Narkoba yang disidik Polri, tidak dapat dibuktikan sebagai harta kekayaan hasil kejahatan. Jika hasil suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai
perbuatan menyembunyikan dan mengalahihkan harta kekayaan maka unsur “hasil tindak pidana” yang merupakan syarat terjadinya pencucian uang tidak terpenuhi.
Akibat hukum dari tidak dipenuhinya prasyarat terjadinya pencucian uang adalah tidak terbuktinya tindak pidana pencucian uang. Asumsi ini beranjak dari pembuktian
prdicate crime terlebih dahulu. Agar penegakan hukum dengan menggunakan kerangka UUTPPU berdaya
guna untuk menanggulangi tindak pidana Narkoba disamping adanya kesepahaman criminal justice system dalam menerapkan sanksi hukum sebagaimana diintrodusir
oleh Pasal 3 UUTPPU seharusnya terlebih dahulu penyidik sebelum melakukan tugasnya dalam penyidikan terhadap pelaku kejahatan pencucian uang money
laundering dalam kasus menjerat pelaku penyalahgunaan Narkoba yakni produsen dan pengedar maka pihak penyidik seharusnya terlebih dahulu melakukan kerja sama
dengan PPATK secara terpadu dan intensif dengan meminta informasi beserta kemampuan analisisnya atas dugaan terjadinya kegiatan pencucian uang yang
dilakukan oleh pelaku. Informasi tersebut dapat diperoleh dari data Base PPATK atau juga dapat shering imformasi untuk FIU Financial Intelijent Unit dari negara lain
Universitas Sumatera Utara
dengan demikian tugas pokok dari PPATK adalah turut membantu dalam penegakan hukum dalam usaha untuk mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian
Uang Money Landering dengan menyediakan informasi intelijen yang dihasilkan dari analisis terhadap laporan-laporan yang diterima oleh PPATK. Untuk dapat
melakukan tugas pokok tersebut PPATK berkewajiban antara lain dalam rangka pencegahan dengan membuat pedoman bagi Penyedia Jasa Keuangan PJK dalam
rangka untuk dapat melakukan deteksi dini terhadap perilaku Pengguna Jasa Keuangan.
Proses penerapan rezim money laundering yang dipahamkan oleh aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana sampai saat ini untuk membuktikan
“hasil harta kekayaan”
77
yang diperoleh dari tindak pidana awal khusunya tindak pidana Narkoba untuk menjerat pelaku kejahatan pencucian uang harus di dasarkan
kepada dua unsur yakni: Pertama, adanya laporan dari penyidik tindak pidana awal, atas adanya indikasipatut diduga mengalihkan dan menyembunyikan harta kekayaan
hasil kejahatan penyalahgunaan Narkoba. Kedua, harta kekayaan tersebut diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan yang telah dilakukan dan
dikriminalisasi dalam UUTPPU.
78
77
Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUTPPU bahwa UUTPPU dalam menentukan hasil tindak pidana menganut asas kriminalitas ganda double criminality
78
Lihat, Pasal 2 UUTPPU yang mengkategorikan predicate crimes menjadi 24 jenis, ditambah dengan tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau
lebih, yang dilakukan diwilayah Negara Republik Indonesia atau diluar Wilayah Negara Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicate crimes on money laundering khusunya tindak pidana Narkoba bagi proses
penegakan hukum pencucian uang di Indonesia mengalami kesulitan, hal ini terlihat bahwa sistem hukum pidana Indonesia menganut asas bahwa suatu perbuatan dapat
dinyatakan sebagai kejahatan harus melalui mekanisme hukum yakni ditandai dengan adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya selama
belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka suatu perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka berupa tindak pidana awal core crime, misalnya
tindak pidana penyalahgunaan Narkoba yang disidik oleh Polri dan diduga adanya insikasi pencucian uang hasil harta kekayaan peredaran gelap Narkoba tidak dapat
dikategorikan sebagai hasil kejahatan, tidak dibuktikannya predicate crime oleh sistem peradilan pidana terlebih dahulu dahulu tentunya penyidikan TPPU telah
menyimpangi asas presumption of innocence praduga tak bersalah dan asas non self incrimination.
79
Tersangka Terdakwa tindak pidana pencucian uang seolah-olah telah dianggap bersalah melakukan predicate crime tanpa dibuktikan terlebih dahulu
kesalahannya yang ditandai dengan adanya putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehingga berdasarkan asas ini maka pelaku TPPU dapat dijerat dengan
79
Walaupun pada penjelasan Pasal 3 ayat 1 UUTPPU secara implisit menyatakan bahwa terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih
dahulu tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan TPPU. Namun menurut penulis pada tahap pemberantasan TPPU oleh sistem peradilam pidana akan mengalami kesulitan dalam
membuktikan dugaan TPPU tersebut, sehingga dikhawatirkan yang dapat dijerat dan dihukum hanya tindak pidana awalnya saja tanpa menyentuh TPPU.
Universitas Sumatera Utara
penerapan asas perbuatan berlanjut delictum continuatumvoortgezettehandeling,
80
yang menyatakan bahwa ada perbuatan berlanjut apabila seseorang melakukan perbuatan, perbuatan tersebut merupakan kejahatan atau pelanggaran, antara
perbuatan-perbuatan itu ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
81
80
Barda Nawawi Arief, Sari Kuliah Perandingan Hukum Pidana, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002, hal. 14
81
Lihat, Pasal 64 KUH Pidana
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN DAN KENDALA DALAM PEMBUKTIAN PREDICATE CRIME