Sabda  Rasulullah  SAW  sehubungan  dengan  akad  nikah  dan  pengumumannya diriwayatkan oleh Aisyah r.a:
3 }
E =
r ;
D .
= 1
ﺽ ?
3 8
4 C1
; I
162
Artinya:  “Umumkanlah  akad  nikah  ini  dan  lakukanlah  pengumuman  itu  melalui mesjid, pukullah di sana rebana
”.
B. Pendapat Mazhab Syafi’i
Imam  Syafi’i  berpendapat  bahwa  kehadiran  saksi  pada  saat  akad pernikahan adalah sebagai syarat sah pernikahan. Dan kehadiran saksi dalam akad
pernikahan adalah wajib, jika pada saat akad pernikahan tidak dihadiri oleh para saksi, maka akad pernikahan yang berlangsung menjadi tidak sah
163
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
• H 7P€ 3 ,3 m H -ﺱ 483 • D-ﺹ • mﺱd m H
D -[X   [ m13 u1 ﺵ
D VHd 1 r d
164
Artinya:  “Dari  Aisyah  Ra  beliau  berkata,  bersabda  Rasulullah  saw  tidak  sah pernikahan  kecuali  dengan  adanya  wali  dan  dua  orang  saksi  yang  adil”
H.R Daruqutni.
162
Ibid., h. 49
163
Abdurrahman al Jaziri, al fiqh al Mazhibil Arba’ati ,  Mesir: Dar al-Haitsamari,t.th, h. 826
164
Ibid., h. 826
Berdasarkan  sabda  Nabi  saw  di    atas,  maka  kehadiran  saksi  dalam  akad pernikahan  merupakan  syarat  sah  pernikahan  dan  hukumnya  adalah  wajib.  Dua
orang saksi dalam akad pernikahan menurut imam Syafi’i adalah
165
: 1.  Islam. Dalam akad pernikahan beliau mengatakan bahwa saksi orang bukan
Islam adalah tidak sah karena akad nikah merupakan urusan agama. 2.  Berakal.  Maka  tidak  sah  jika  mempersaksikan  orang  gila  atas  sebuah  akad
pernikahan. 3.  Lebih  dari  satu.  Tidak  sah  akad  pernikahan  jika  dihadiri  oleh  satu  orang
saksi. 4.  Laki-laki.  Akad  nikah  akan  menjadi  tidak  sah  jika  tidak  dihadiri  oleh  laki-
laki. 5.  Baligh.  Maka  tidak  sah  akad  pernikahan  jika  disaksikan  oleh  kanak-kanak
walaupun sudah mumayyiz. 6.  Merdeka. Orang  yang  menjadi  saksi dalam akad  pernikahan  haruslah orang
yang  merdeka.  Oleh  itu,  tidak  sah  akad  pernikahan  jika  disaksikan  oleh hamba budak.
7.  Adil.  Persaksian  dalam  akad  pernikahan  dari  orang  yang  tidak  berlaku  adil adalah tidak sah.
165
Mustofa  Al-Khin,  dkk,  Kitab  Fikah  Mazhab  Syafi’i  Menguraikan  Bab  Undang-undang Kekeluargaan,
h. 632
8.  Melihat. Akad tidak berlaku jika saksi buta karena perkataan yang dilafazkan tidak boleh diperakui kecuali dengan menentukan orang yang tidak buta.
9.  Mendengar.  Akad  yang  disaksikan  oleh  saksi  pekak  atau tidur  adalah  tidak sah,  karena  tujuan  menjadi  saksi  tidak  tercapai  dan  akad  yang  disaksikan
adalah  perkataan  yang  dilafazkan.  Oleh  itu,  saksi  mesti  mendengar  akad dalam pernikahan
166
. Dari  pengertian  di  atas  dapat  disimpulkan  pendapat  imam  syafi’i  dalam
hukum  kesaksian  dalam  akad  nikah  merupakan  rukun  dan  syarat  yang  wajib dilaksanakan.  Jika  rukun  dan  syarat  tersebut  tidak  terpenuhi  maka  akad  yang
berlaku dalam pernikahan menjadi tidak sah. Pernikahan dalam keadaan tidak sah adalah perkara yang mendapat dosa daripada Allah swt.
167
C. Dalil-dalil Yang Digunakan Serta Pemahamanya