Kemualan Perbandingan Nilai Filsafat Eksistensialisme Antara Ziarah Karya Iwan Simatupang Dengan Kepundan Karya Syafiril Erman

Tokoh opseter pekuburan yang juga merupakan putra tunggal pengusaha terkaya dikota P dan promovendus brilian dalam bidang filsafat, lebih memilih hidup terasing dan sunyi dari pada hidup di luar tembok pekuburan yang penuh dengan gemerlap dan glamour dunia. Ini semua dilakukannya hanya untuk mencapai eksistensinya sebagai manusia yang bebas dan berkehendak kuat dalam mencari kebenaran atau nuans yang diyakininya. Sedangkan pengingkaran kebebasan bagi seseorang dapat terjadi karena seseorang tersebut terikat dengan kepentingannya sendiri yang terikat pula dengan kepentingan atau sesuatu yang umum. Tokoh walikota pada novel Ziarah menjalani kehidupannya sehari-hari sebagai manusia yang dapat memendam dengan rapat keinginan pribadinya demi satu tujuan yaitu, tibanya suatu hari yang telah lama dicita-citakannya yang juga merupakan momentum yang tepat bagi dirinya untuk melampiaskan keinginan pribadinya, sebagai ekspresi kebebasan pribadi yang telah lama dipendamnya. Dalam Ziarah 1969:20 tokoh walikota melukiskan keinginan pribadinya sebagai berikut; “Begitulah Dia pada akhirnya mencari sekedar hiburan bagi dirinya dalam satu jenis kesibukan yang khas manusia, yaitu mengundurkan ke hari esok apa yang tidak diperolehnya hari ini. Ternyata…” Pada kesempatan lain Berdyaev dalam Hassan 1973:68 juga mengutarakan tentang pengingkaran kebebasan pribadi di atas kepentingan yang umum. Menurut Berdyaev; “Sudah menjadi kodrat revolusi untuk membawa kita kepada teror dan teror adalah hilangnya kebebasan setiap orang, hilangnya kebebasan semua”

2.1.2 Kemualan

. Kemualan timbul karena ada rasa mual dalam diri manusia. Rasa mual itu memiliki arti benci akan sesuatu, bosan dan jijik. Sedangkan kemualan berarti hal atau keadaan yang Universitas Sumatera Utara membosankan yang dapat menimbulkan perasaan benci dan jijik akan sesuatu Badudu,1994:910. Rasa kemualan timbul pada diri manusia karena menghadapi hidup dan keadaan di sekelilingnya yang tidak berarti. Manusia berhadapan dengan keadaan yang bercampur baur dan membosankan. Keadaan itu dihadapi manusia dengan seluruh realitas yang membeban berat atau nausse. Dalam hal ini J.P Sartre Drijarkara,1978:75 menyatakan; “Nausse atau rasa mual, karena manusia jika menghadapi keadaan yang sebenarnya itu merasa tak tahan, merasa putus asa, tidak ada harapan” Dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang rasa mual itu muncul pada diri tokoh bekas pelukis. Rasa mual itu timbul dikarenakan dirinya telah menjadi objek bagi orang lain dan Ia tidak berdaya dalam menghadapinya. Selain itu, Ia juga merasakan eksistensi dan segala kemungkinan-kemungkinan yang terbuka bagi dirinya telah dirampas oleh orang lain yang menjadikan dirinya sebagai objek melalui pandangan orang lain terhadap dirinya. Dalam hal ini J. P. Sartre Hassan, 1973: 115 berpendapat; “Pandangan orang lain terhadap diri kita itu seolah- olah memaksakan kita mencari susunan dan pola tingkah laku yang kita dasarkan pada pandangan itu tadi. Dengan kata lain…” Dan selanjutnya Ia Hassan, 1973:119 pun berpendapat; “…Jadi inilah neraka, neraka bagiku adalah orang lain” Kekosongan yang dirasakan tokoh isteri bekas pelukis dalam dirinya, akibat ketidakberdayaannya dalam menghadapi pandangan orang lain terhadap dirinya, dilukiskan oleh Iwan Simatupang sebagai berikut; “Sesuatu yang kecut mengambang di sudut-sudut mulutnya. Sekaligus perasaan mual merebut seluruh dirinya. Perasaan dan pikirannya seperti garis-garis aneka warna yang bertemu dalam satu gumpalan kusut.” Universitas Sumatera Utara Perasaan kosong yang dialami tokoh isteri bekas pelukis sekaligus menimbulkan perasaan mual dalam dirinya. Rasa mual itu timbul karena ketidakberdayaannya menghadapi keadaan sekelilingnya.

2.1.3 Takut