2.1.2 Kemualan 2.1.3 Takut
2.1.4 Maut 2.1.5 Keterasingan
2.2 Nilai Filsafat Eksistensialisme Dalam Kepundan Karya Syafiril Erman 2.2.1 Kebebasan
2.2.2 Kemualan 2.2.3 Takut
2.2.4 Maut 2.2.5 Keterasingan
BAB III.PERSAMAAN DAN PERBEDAAN NILAI FILSAFAT EKSISTENSIALISME DALAM ZIARAH KARYA IWAN SIMATUPANG DENGAN KEPUNDAN
KARYA SYAFIRIL ERMAN 3.1 Persamaan
3.2 Perbedaan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 34
4.1 Kesimpulan ............................................................................ 34
4.2 Saran ...................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PERBANDINGAN NILAI FILSAFAT EKSISTENSIALISME DALAM NOVEL ZIARAH
KARYA IWAN SIMATUPANG DAN KEPUNDAN KARYA SYAFIRIL ERMAN
Abstrak
Penelitian ini membahas tentang nilai filsafat eksistensialisme yang terdapat dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Kepundan karya Syafiril Erman. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan nilai filsafat eksistensialisme yang terdapat pada kedua novel dan mengkaitkannya ke dalam sebuah penelitian sastra. Penelitian ini diharapkan bermanfaat
memperkaya referensi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sastra tentang nilai-nilai yang terdapat pada aliran filsafat eksistensialisme. Teknik penelitian dilakukan dengan analisis deskriptif data-
data hasil pembacaan secara menyeluruh. Analisis dilakukan dengan mengidentifikasi teori filsafat eksistensialisme pada kedua novel dan membandingkannya untuk mencari persamaan
dan perbedaannya. Penelitian ini mendeskripsikan persamaan dan perbedaan akan penghayatan dan pendirian kedua pengarang tersebut terhadap nilai-nilai filsafat eksistensialisme dan sejauh
mana kemiripan situasi yang digambarkan kedua pengarang dengan situasi manusia dewasa ini.
Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang dan Masalah I.1.1. Latar Belakang
Sastra merupakan hasil proses kreatif. Dalam proses penciptaannnya melibatkan banyak daya, seperti daya imajinasi dan daya kreatifitas dari para pengarangnya. Selain itu, karya sastra
dalam proses penciptaannya juga membutuhkan pengetahuan yang luas dan pengalaman yang kompleks dari para pengarangnya untuk menghasilkan suatu produk seni yang lebih intens dan
bertendens. Tanpa adanya hal tersebut niscaya akan ‘menelurkan’ karya sastra yang bernilai seni rendah.
Luasnya kehidupan manusia yang terekam di dalam sebuah karya sastra, telah pula melibatkan berbagai displin ilmu untuk memberikan beragam kontribusi terhadap proses
penciptaan karya sastra, sampai pada proses pemberian makna atau interpretasi terhadap karya sastra itu sendiri. Ini merupakan suatu fenomena yang wajar, mengingat karya sastra dan ilmu
sastra itu sendiri tidak mengenal kata berhenti dalam proses perkembangannya. Adanya gerak dinamis dalam bidang sastra tersebut telah pula menghasilkan suatu hubungan simbiosis dengan
bidang atau ilmu lain, khususnya ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu bantunya. Hubungan simbiosis tersebut merupakan suatu hubungan yang mengikat dua bidang atau
ilmu yang berbeda namun terlihat sejalan dalam pengkajian obyek dan dalam proses perkembangan dari kedua bidang atau ilmu itu masing-masing. Ada banyak ilmu yang dapat
digunakan sebagai ilmu bantu yang relevan dengan ilmu sastra seperti linguistik, psikologi ,antropologi, ilmu sosialkemasyarakatan, ilmu filsafat dan sebagainya. Berbagai displin ilmu
Universitas Sumatera Utara
tersebut telah ikut meramaikan panggung sastra dunia, baik dalam proses perkembangan ilmu sastra maupun dalam proses pemberian makna dan penghayatan terhadap karya sastra; jauh
sebelum kelahiran Reneisans di Eropa. Sastra dan Filsafat adalah dua bidang ilmu yang bersenyawa. Kedua bidang ilmu ini
sama-sama memfokuskan manusia dan nilai-nilai kemanusiaan menjadi objek kajian. Dalam hal ini penulis mengutip pendapat Tabir Sitepu 1982 : 6 sebagai berikut :
”Filsafat dan Cipta sastra adalah dua bidang ilmu yang masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom. Namun, filsafat salah satu ilmu dari bermacam-macam ilmu kerabat sastra,
kelihatannya bersenyawa dengan cipta sastra. Filsafat mempunyai sikap sistematis terhadap kehidupan manusia. Sedangkan cipta sastra bersikap imajinatif dan orisinil terhadap kehidupan
manusia”.
Hubungan sastra dan filsafat sangat erat, bila dipandang dari sudut intensitasnya. Kedua bidang ini merupakan manisfestasi bentuk pemikiran radikal manusia yang bertujuan untuk
mengungkapkan sebab dan rahasia terdalam kehidupan manusia. Oleh karena itu untuk mengkaji suatu karya sastra seorang peneliti atau penikmat sastra melibatkan ilmu filsafat sebagai ilmu
bantu untuk memahami suatu karya sastra, agar diperoleh pemahaman yang intensif , juga sebaliknya ilmu filsafat kerap mengangkat suatu karya sastra menjadi objek kajian. Tentu dalam
hal ini karya sastra yang banyak memuat nilai-nilai filosofis. Penulis sendiri dalam menyajikan penelitian ini menggunakan dua buah karya sastra
sebagai objek kajian. Sesuai dengan judul penelitian ini yang mengarah pada tinjauan filosofis, tentu dalam hal ini penulis melibatkan ilmu filsafat sebagai ilmu Bantu dalam rangka
pemahaman filosofis. Meskipun, penulis melibatkan ilmu filsafat dalam kajian, tetapi penelitian ini tidaklah semata-mata suatu pembahasan filosofis, melainkan penelitian sastra.
Kedua karya sastra ini yaitu Ziarah karya Iwan Simatupang dan Kepundan karya Syafiril Erman merupakan karya sastra yang beraliran kesadaran atau stream of conciussnes bila kita
Universitas Sumatera Utara
meminjam istilah Jassin 1983 :10. Kedua karya sastra ini memotret perjuangan manusia dalam mencari eksistensinya terhadap sesama manusia, alam semesta dan Tuhan transeden.
Manusia yang dilukiskan Iwan dalam Ziarah tidak hanya beresensi sebagai obyek saja yang penuh dengan sifat kematerian. Tetapi Ia juga harus berfungsi sebagai subjek yang
bertanggung jawab untuk mengatasi semua benda yang bersifat materi. Manusia dalam Ziarah tidak hanya dituntut untuk hidup dan merasa puas bila kebutuhan raganya terpenuhi. Tetapi ia
juga harus ‘mengada’ atau bereksistensi agar kebutuhan rohani dan batin terpenuhi. Senada dengan Iwan, Syafiril Erman juga melakukan pengembaraan melalui imajinasinya
dalam novel yang berjudul Kepundan. Perjuangan manusia dalam mencari eksistensi khususnya dalam gerak vertikal ke atas yang berakhir pada Tuhan transedensi terlihat intens dalam novel
tersebut. Oleh karena itu, mengkaji novel tersebut dari sudut pandang filsafat bukanlah sesuatu yang mustahil.
Di samping itu, novel Kepundan merupakan novel yang baru keberadaannya dalam kesusasteraan Indonesia modern. Oleh karena itu pengkajian novel Kepundan dari sudut pandang
filsafat, serta membandingkannya dengan novel lain secara filosofis, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan oleh ahli sastra maupun kritikus sastra. Berbeda dengan novel Ziarah
karya Iwan Simatupang yang sudah tidak asing lagi eksistensinya dalam kesusateraan Indonesia modern dan sudah pernah diulas oleh Dami N. Toda dari sudut pandang filsafat. Hal inilah yang
membuat penulis tertarik mengkaji dan membandingkan kedua novel tersebut dari sudut pandang filsafat.
1.2. Masalah
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapatlah dikemukakan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana nilai filsafat eksistensialisme dalam novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan
novel Kepundan karya Syafiril Erman? 2.
Apakah ada persamaan dan perbedaan nilai filsafat eksistensialisme antara novel Ziarah karya Iwan Simatupang dengan novel Kepundan Karya Syafiril Erman?
2. Batasan Masalah
Filsafat adalah suatu ilmu yang begitu dalam dan tidak terhingga luasnya. Pendapat filosof pun bersimpang siur terhadap masalah filsafat. Filsafat mempunyai sifat ilmiah yang
dengan sadar mencari kebenaran, metode dan sistem yang berlaku secara umum. Filsafat sebagai suatu ilmu tidak hanya menyelami sesuatu lapangan kenyataan tertentu, tetapi memajukan
pernyataan tentang kenyataan seluruhnya atau tentang hakikat, azas dan prinsip dari kenyataan. Filsafat adalah suatu ikhtiar berpikir radikal dan dengan jalan penjajakannya berusaha sampai
kepada kesimpulan-kesimpulan yang universal. Oleh karena luasnya cakupan ilmu filsafat tentang kehidupan manusia, maka penulis
membatasi pokok masalah dari bidang tersebut. Pembatasan masalah memang sangat perlu, sebab studi terhadap filsafat secara umum sangat sulit dan niscaya akan menghasilkan hasil studi
yang berkadar rendah. Adapun studi pokok dalam runutan selanjutnya ialah nilai-nilai filsafat eksistensialisme
pada novel Ziarah karya Iwan Simatupang dengan novel Kepundan karya Syafiril Erman. Bila ternyata dalam uraian selanjutnya ada terdapat hal-hal di luar pokok masalah yang sudah
ditentukan, bukan berarti penulis berpretensi untuk merunut secara luas, melainkan suatu yang
Universitas Sumatera Utara
tidak dapat dihindari untuk memahami lebih mendalam sebagai rangka pelaksanaan studi filosofis terhadap novel-novel tersebut.
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Menganalisis nilai filsafat eksistensialisme dari novel Ziarah karya Iwan Simatupang dan novel Kepundan karya Syafiril Erman.
2. Mencari persamaan dan perbedaan nilai filsafat eksistensialisme dari novel Ziarah karya
Iwan Simatupang dengan Novel Kepundan karya Syafiril Erman.
3.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Hasil penelitian ini akan dijadikan manuskrip dalam jurusan Sastra Indonesia, sehingga dapat menambah pengalaman para pencinta sastra.
2. Hasil penelitian ini akan menambah pemahaman akan aliran filsafat tersebut.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kehalusan batin para pembacanya, karena
sastra dan filsafat bertujuan menambah pengalaman para pembaca dan pecintanya agar lebih arif dan bijaksana.
4. Metode Penelitian 4.1. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Penelitian yang dilaksanakan penulis disini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini diklarifikasikan sebagai penelitian kualitatif karena bertitik tolak dari paradigma fenomenologis
Universitas Sumatera Utara
yang objektifitasnya dibangun atas rumusan tentang situasi tertentu, sebagaimana yang dihayati oleh individu atau kelompok social tertentu, dan relevan dengan tujuan dari penelitian tersebut.
Mengenai penelitian kualitatif ini Bogdan dan Taylor Moleong, 1983:3 berpendapat : “Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati”
Penelitan pada hakikatnya merupakan wahana untuk menemukan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun oleh para praktisi melalui
model-model tertentu. Model tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proporsi yang
mengarahkan cara berpikir dan penelitian. Moleong, 1983 : 30 Dalam sebuah penelitian dibutuhkan sejumlah data yang dijadikan sebagai obyek untuk
dikaji. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data ini disebut dengan data sekunder karena data ini diperoleh dari buku atau sumber bacaan, sehingga penelitian ini
termasuk ke dalam penelitian kepustakaan librarian riseth. Metode yang digunakan dalam memperoleh data penelitian adalah dengan metode
membaca heuristic dan metode membaca berulang-ulang hermeneutik dan teknik catat pada kartu data. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut :
1.
Membaca novel Ziarah dan Kepundan secara keseluruhan dan membuat sinopsisnya.
2. Mencatat nilai filsafat eksistensialisme yang terdapat pada novel Ziarah dan Kepundan,
serta mencari persamaan dan perbedaannya. 4.2. Metode dan Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul lalu dianalisis degan menempuh langkah-langkah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan data nilai filsafat eksistensialisme dari
kedua novel tersebut. 2.
Membandingkan data nilai filsafat eksistensialisme dari kedua novel tersebut untuk mencari persamaan dan perbedaannya.
3. Menyimpulkan hasil analisis data.
5. Landasan Teori
Dalam melaksanakan penelitian tentu harus memakai landasan teori. Landasan teori inilah yang nanti akan menjadi pedoman bagi peneliti untuk sampai pada kesimpulan. Dalam
ilmu sastra landasan teori yang digunakan dalam menganalisis karya sastra tentunya berbeda dengan bidang ilmu-ilmu lain. Ilmu sastra merupakan suatu cabang dari ilmu-ilmu sosial.
Konsekuensi logis dari pada itu alat atau pisau bedah yang digunakan dalam mengkaji objeknya adalah teori-teori sastra yang sudah mapan dan ilmu bantu yang relevan dengan ilmu sastra.
Filsafat sebagai salah satu ilmu bantu sastra tentu relevan dalam pengkajian suatu karya sastra. Ilmu filsafat dapat digunakan sebagai optik untuk melihat anasir-anasir dari suatu karya
sastra yang menjadi titik temu antara sastra dan filsafat. Hubungan simbiosis antara sastra dengan filsafat bukanlah suatu hal yang asing lagi dalam ilmu sastra maupun dalam ilmu filsafat
sendiri. Bahkan Ulrici peneliti karya-karya Shakespeare dari Jerman menyatakan hubungan sastra dengan filsafat secara gamblang. Ia mengatakan sastra dapat dilihat dalam bentuk filsafat
atau sebagai bentuk pemikiran yang terbungkus. Rene Wellek dan Austin Warren 1980 : 34. Pernyataan Ulrici di atas ada kebenarannya. Apabila kita mensejajarkan antara sejarah
sastra dengan sejarah pemikiran atau filsafat akan terlihat jelas hubungannya. Ini dikarenakan secara langsung atau melalui alusi-alusi dalam karyanya, kadang-kadang pengarang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa ia menganut filsafat tertentu, mempunyai hubungan yang dominant pada zamannya, atau paling tidak mengetahui garis besar ajaran paham-paham tersebut Rene Wellek dan Austin
Warren 1980 : 38. Oleh karena adanya hubungan antara sastra dengan filsafat mendorong penulis untuk mengkaji suatu karya sastra dari sudut pandang filosofis.
Filsafat sendiri dalam perkembangannya memilki banyak aliran. Ini merupakan suatu hal yang wajar dalam perkembangan ilmu pengetahuan yang telah banyak melahirkan spesialisasi
dalam berbagai disiplin ilmu. Adapun aliran filsafat yang digunakan dalam mengkaji kedua novel tersebut adalah aliran filsafat eksistensialisme. Uraian filsafat secara umum dan filsafat
eksistensialisme akan dipaparkan selanjutnya.
5.1. Uraian Singkat Pengertian Filsafat.
Secara etimologis, kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘Philosphia’ yang tersusun atas kata ‘philos’ dan ‘sophia’. ‘Philos’ artinya ’cinta’, dalam arti yang seluas-luasnya.
‘Sophia’ artinya ‘kebijaksanaan’ yang dalam arti pandai atau tahu dengan mendalam. Sehubungan dengan pembagian di atas arti filsafat keseluruhan boleh diartikan cinta
kebijaksanaan. Secara pembatasan isi, filsafat adalah ilmu yang selalu mencari sebab yang sedalam-
dalamnya bagi segala sesuatu yang berdasar pada pikiran. Batasan ini bermakna bahwa filsafat dapat digolongkan ke dalam golongan ilmu, bersifat ilmiah yang secara sadar menuntut
kebenaran. Filsafat harus bersistem, bermetode dan harus pula berlaku umum. Tetapi filsafat berbeda dengan ilmu. Filsafat mengatasi ilmu itu, sebab filsafat mencari keterangan yang
sedalam-dalamnya. Poedjawijatna 1975 : 15 mengatakan : “Filsafat baru mulai renungannya kalau ilmu berhenti. Filsafat tidak merendahkan pengalaman,
malahan mempergunakannya juga, problem-problemnya kerap kali juga timbul dari pengalaman,
Universitas Sumatera Utara
tetapi jalan pikiran tidak hanya berkisar pada fakta saja. Filsafat memang mencari keterangan- keterangan atau sebab tetapi dalam pembuktiannya tidak membatasi dari pada pengalaman.
Filsafat mencari sebab yang sedalam-dalamnya dan kalau ada batas, batas itu hanya daya pikir manusia. Filsafat memang ilmu, harus bersifat ilmiah, jadi kalau dirumuskan maka filsafat itu
ialah ilmu yang mencari keterangan atau sebab yang sedalam-dalamnya. Mencari keterangan yang sedalam-dalamnya inilah yang membedakan filsafat dari ilmu”.
Filsafat didapati di dalam dan diantara manusia yang berpikir. Filsafat dapat dianggap sebagai perbuatan yang paling radikal dalam menggunakan kemampuan berpikir. Berpikir
radikal ini ditujukan pada kedalaman dan bila kedalaman ini ditemukan maka dapat dipastikan apa yang berasal dari kedalaman itu. Berpikir secara radikal mempunyai implikasi yang
universal. Filsafat adalah sebagai suatu yang umum dari berbagai keragaman pendirian, aliran dan sistem. Filsafat dipikirkan oleh manusia dan diterima oleh manusia. Terjadinya suatu filsafat
apabila aktifitas manusia yang bersifat mencipta menghasilkan bentuk-bentuk tertentu. Secara konkret tidak ada filsafat secara umum, ada hanya berbagai-bagai filsafat. Di sini kita bertemu
dengan banyak sistem, pandangan tentang dunia, keterangan-keterangan dunia secara filsafat. R. F. Beerling 1966 : 13 mengatakan :
“Kesatuan filsafat adalah dalam keseragaman bentuknya, tokohnya, pernyataan-pernyataannya. Berpuluh abad manusia mendalami persoalan-persoalan filsafat, tetapi belum juga didapatinya
penyelesaian yang defenitif. Jika sekiranya tentang persoalan-persoalan itu ada didapat penyelesaian yang definitive, maka hal ini berarti matinya filsafat. Akan tak ada satu pun juga
yang mendorong manusia mengadakan persoalan-persoalan lagi. Hal ini akan bertentangan dengan keadaan manusia, situasi manusia. Sifat situasi manusia itu adalah bahwa selalu ada
sesuatu yang ditanyakan”.
Dengan argumentasi di atas jelaslah bahwa keadaan pendirian-pendirian filsafat yang esensial dan prinsipil tidak dapat dijelaskan pendirian mana yang benar dan mana yang salah.
Untuk mengukur kebenaran dan kekekalan filsafat diluar filsafat tidaklah mungkin, sebab filsafat tidak mengakui ukuran demikian. Meskipun umurnya telah berabad-abad tetapi filsafat tidak
mempunyai pengertian yang tetap. Oleh sebab itu banyak orang menganggap filsafat itu sebagai sesuatu yang tidak perlu dan berguna. Karena tidak ada ketegasan mengenai pengertian filsafat
Universitas Sumatera Utara
itu , para filosof pun kadang-kadang merasa gelisah. Pernah filosof mencoba membuat sesuatu ketetapan yang tegas. Hal ini dilakukan dengan maksud agar filsafat dapat mencapai ilmu yang
tegas dan sejati. Namun hal itu hanyalah khayalan belaka Akhirnya timbullah perpecahan menjadi berbagai aliran.
Setelah penulis menguraikan pengertian filsafat secara umum, maka tahapan berikutnya penulis ingin mencoba menguraikan filsafat eksistensialisme secara singkat.
Filsafat eksistensialisme adalah filsafat yang selalu berusaha mencari kebenaran manusia dan selalu mempertanyakan kehadiran manusia di atas dunia ini. Paham eksistensi menganggap
bahwa manusia tidak hanya berada di dunia, tetapi mengahadapi dunia sekaligus. Manusia mengerti akan arti dan guna yang dihadapinya, dan dalam hal ini manusia mengerti bahwa hidup
mempunyai arti. Untuk mendefinisikan eksistensialisme secara khusus merupakan masalah yang sulit
sekali sebab pendapat penganut-penganut atau pun perintisnya berbeda antara yang satu dengan yang lain. Tetapi karena dasar dari paham-paham penganutnya mempunyai titik persamaan maka
dapatlah diberikan pengertian filsafat eksistensialisme itu secara umum. Poedjawijadna 1978 : 137-138 mengatakan :
“Amat sukar mengatakan apa existensialisme itu karena di dalamnya terkandung beberapa aliran yang sungguh tidak sama. Pengaruh yang mengenai aliran ini bermacam-macam juga. Dalam
keterangan yang amat sederhana ini akan kami majukan sifat-sifat umum bagi penganut- penganut yang dinamai orang eksistensialisme itu :
1. Orang menyuguhkan dirinya existere dalam kesungguhan yang tertentu.
2. Orang harus berhubungan dengan dunia.
3. Orang merupakan kesatuan sebelum adanya perpisahan antara jiwa dan badannya.
4. Orang berhubungan dengan ‘ada’
Demikian juga pendapat R.F. Beerling 1966:212, “Jadi apa yang kita cari dalam filsafat eksistensi adalah suatu gambaran tentang manusia dan
suatu gambaran tentang dunia. Lebih tepat : satu melainkan pelbagai gambaran, tetapi segalanya berkisar pada sekitar pengertian ‘eksistensi’”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut asal katanya ‘eks’ berarti ke luar dan ‘sistensi’ berarti menempatkan, berdiri N. Drijarkara S.J. 1978 : 57 menjelaskan,
“Dengan meninggalkan etimologi atau asal kata dulu, dengan langsung saja kami katakana, bahwa yang dimaksud dengan eksistensi ialah ‘cara manusia berada di dunia ini’. Cara itu hanya
khusus bagi manusia. Jadi, yang ber-eksistensi itu hanyalah ‘manusia,. Jadi, ingatlah, eksistensi tidak sama dengan berada, atau lebih baik jika kita katakan : mengada Akan tetapi tidak tiap-
tiap barang itu ber-eksistensi. Batu, pohon, kerbau ‘tidak’ ber-eksistensi. Yang ber-eksistensi itu hanya ‘manusia’. ‘Ada’ dari manusia, atau caranya manusia ‘berada’, itulah yang disebut
eksistensi”.
Pengertian eksistensi adalah arti yang pokok, dasar dari aliran eksistensialisme. Arti eksistensialisme adalah berada dengan cara yang khusus bagi manusia. Walaupun demikian
manusia di dalam eksistensialisme tidak hanya berhubungan dengan dirinya sendiri tetapi berhubungan dengan di luar diri sendiri. Terlibat di dalam diri sendiri dan terlibat di luar diri
sendiri Bertolak dengan pengertian di atas, maka eksistensi merupakan peristiwa dan
pengalaman azasi yang menjiwai seluruh kegiatan manusia. Ber-eksistensi berarti sadar akan diri sendiri dan dapat memberi arti kepada segala yang bersifat materi. Klerkegaard Hasan, 1973:24
menyatakan : “Manusia adalah pengambil keputusan dalam eksistensinya. Apapun keputusan yang diambilnya tak pernah ia mantap dan sempurna”
Pengertian yang telah diuraikan di atas adalah dasar dari paham eksistensi. Dari dasar tersebut berkembanglah berbagai macam aliran eksistensialisme, yaitu dalam melihat arti
eksistensialisme itu sendiri. Dapatlah disebutkan dua aliran yang jelas sekali dalam eksistensialisme. Yang pertama memandang manusia dalam geraknya di dunia ini; dan yang
kedua memandang manusia sebagai gerak vertikal ke atas yang berakhir pada Tuhan. Dalam
Universitas Sumatera Utara
penelitian ini penulis menggunakan kedua macam aliran filsafat eksistensialisme tersebut dalam rangka pengkajiannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II NILAI FILSAFAT EKSISTENSIALISME DALAM
ZIARAH KARYA IWAN SIMATUPANG DAN
KEPUNDAN KARYA SYAFIRIL ERMAN
Untuk memahami nilai filsafat eksistensialisme dalam kedua novel tersebut, penulis mengkaitkannya dengan ide yang disampaikan para pengarangnya. Pada pihak lain para
penganut filsafat eksistensialisme memandang manusia dan kehidupannya sebagai suatu kasus yang berputar-putar dan tidak terselesaikan. Perspektif ini juga identik dengan perspektif para
pengarang karya sastra yang beraliran kesadaran – stream of conciussnes, khususnya pada pengarang novel Ziarah dan pengarang novel Kepundan. Dalam pengungkapan ide dan
pemikiran dalam karyanya, kedua pengarang ini yaitu, Iwan Simatupang dalam Ziarah dan Syafiril Erman dalam Kepundan terbias nilai filsafat eksistensialisme. Proses masuknya
pengaruh filsafat eksistensialisme ke dalam kedua karya ini tidak diketahui dengan pasti. Namun yang jelas kedua karya ini banyak memuat nilai filsafat eksistensialisme yang dianut oleh tokoh
eksistensialis seperti : Nietzche, Sartre Jasper, Berdyaev, Marcel, Heidegger dan Kierkegaard. Nilai filsafat eksistensialisme yang terdapat dalam kedua novel tersebut adalah sebagai berikut :
2.1 Tema Filsafat Eksistensialisme dalam Novel Ziarah Karya Iwan Simatupang
2.1.1 Kebebasan
Kebebasan secara etimologis berasal dari kata bebas yang berarti tidak terkung-kung atau merdeka. Secara keseluruhan kebebasan berarti sesuatu hal yang tidak terkung-kung atau
kemerdekaan Badudu, 1994:140
Universitas Sumatera Utara
Salah satu ciri filsafat eksistensialisme yang terutama dan pertama adalah kebebasan, dalam hal ini termasuk kebebasan berpikir, kebebasan memilih dan kebebasan bertindak.
Sokrates lebih memilih meminum racun untuk mempertahankan pendapat dari kebenaran yang diyakininya. Spinoza menolak diangkat menjadi guru besar dalam bidang filsafat pada
universitas Heidel Berg karena takut kehilangan kebebasan berpikir. Nietzche dalam Hassan 1973:46 mengatakan; “Dengan matinya Tuhan, manusia bebas mencipta…..Mencipta dan
sekali lagi mencipta; karena inilah satu-satunya kebajikan bagi manusia”. Selanjutnya J. P. Sartre Drijarkara, 1978:83 menegaskan; “Kebebasan itu dalam kehidupan manusia adalah mempunyai
kedudukan yang sentral. Tanpa kemerdekaannya, manusia bukan manusia lagi” Secara lebih mendalam, kebebasan sejati bukanlah terdapat pada diri manusia. Kebebasan
ada pada perorangan apabila orang lain mempunyai kebebasan, yaitu pengakuan dan penerimaan orang lain sebagai kebebasan pula. Oleh karena itu kebebasan mutlak tidaklah mungkin,
kebebasan manusia adalah sekaligus keterikatan. Dalam hal ini Jasper Hassan, 1973:95 menyatakan;
“Membayangkan suatu kebebsan yang terlepas sama sekali dari orang lain atau batasan-batasan lainnya tidak mungkin. Kebebasan yang menjadi kondisi untuk suatu eksistensi yang sejati
haruslah dihayati bersama orang lain, oleh karena kesejatian eksistensial hanya terungkap dalam situasi komunikasi eksistensial pula, suatu hubungan intersubyektif dengan orang lain.”
Dalam novel Ziarah kebebasan sebagai hak dasar manusia mengalami pertentangan. Pertentangan tersebut muncul karena adanya penegasan dan pengingkaran akan eksistensi
kebebasan dalam diri para tokoh dalam novel tersebut. Penegasan kebebasan diwakili oleh tokoh opseter muda melalui dialognya dengan tokoh walikota Simatupang,1969:16 yang menyatakan;
“Apa bukan sebaliknya, pak walikota yang terhormat? Apa yang dengan mudahnya kita cap sebagai ‘umum’ itu adalah, dan hanyalah, terdiri dari pribadi-pribadi, yakni manusia-manusia,
warga-warga bebas.”
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengingkaran kebebasan muncul pada diri tokoh walikota melalui jawaban yang ia berikan atas pertanyaan yang diajukan tokoh opseter muda. Ia Simatupang, 1969:16
menjawab; “Bebas? Ha Itulah inti perselisihan paham kita. Hati-hati saudara dengan kata ‘bebas’ itu.
Saudara harus dapat merasakan getaran, irama dari masa. Saudara seperti ketinggalan zaman saja. Ya, saudara telah lama bercokol di pekuburan ini. Di sini memang tempatnya sejarah
berhenti. Dari segi ini saja, saudara seharusnya sudah pergi dari sini. Saudara telah memberikan gambaran tentang diri saudara sebagai manusia prasejarah.”
Manusia adalah mahluk bereksistensi, yang dengan pengertian sadar akan arti keberadannya di dunia. Kesadaran manusia akan keberadaan atau ada-nya di dunia ini dilandasi
dengan ada-nya kebebasan itu sendiri dalam hidup manusia. Bebas dalam arti berpikir dan memilih jalan hidupnya masing-masing. Tanpa adanya kebebasan itu, eksistensi dalam hidupnya
pun tidak akan tercapai dan terujud. Ini dikarenakan kebebasan berpikir bagi manusia merupakan identitas dan sesuatu yang essensial dalam diri manuisa. Sesuai dengan ungkapan klasik ‘coguito
ergusom’ yang berarti ‘aku berpikir karena aku ada’. Dengan perkataan lain pengekangan kebebasan berpikir sama dengan peniadaan manusia itu sendiri. Memilih jalan hidup bagi
manusia sekaligus pula memilih jalan pikirannya sendiri-sendiri. Oleh karena itu pulalah beberapa manusia seringkali memilih kepahitan dalam hidupnya daripada harus mengorbankan
kebebasan berpikirnya. Dalam novel Ziarah tokoh opseter muda lebih memilih melepaskan jabatan sebagai
opseter pekuburan dengan cara bunuh diri daripada harus kehilangan kebebasan berpikir dan bertindak. Pilihan tersebut juga sebelumnya diawali dengan pilihannya untuk menangguhkan
gelar doktor filsafatnya dan lebih memilih hidup terasing di pekuburan sunyi, demi kebenaran yang diyakininya kuat dan subtil ada di balik tembok pekuburan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Tokoh opseter pekuburan yang juga merupakan putra tunggal pengusaha terkaya dikota P dan promovendus brilian dalam bidang filsafat, lebih memilih hidup terasing dan sunyi dari pada
hidup di luar tembok pekuburan yang penuh dengan gemerlap dan glamour dunia. Ini semua dilakukannya hanya untuk mencapai eksistensinya sebagai manusia yang bebas dan berkehendak
kuat dalam mencari kebenaran atau nuans yang diyakininya. Sedangkan pengingkaran kebebasan bagi seseorang dapat terjadi karena seseorang
tersebut terikat dengan kepentingannya sendiri yang terikat pula dengan kepentingan atau sesuatu yang umum. Tokoh walikota pada novel Ziarah menjalani kehidupannya sehari-hari
sebagai manusia yang dapat memendam dengan rapat keinginan pribadinya demi satu tujuan yaitu, tibanya suatu hari yang telah lama dicita-citakannya yang juga merupakan momentum
yang tepat bagi dirinya untuk melampiaskan keinginan pribadinya, sebagai ekspresi kebebasan pribadi yang telah lama dipendamnya. Dalam Ziarah 1969:20 tokoh walikota melukiskan
keinginan pribadinya sebagai berikut; “Begitulah Dia pada akhirnya mencari sekedar hiburan bagi dirinya dalam satu jenis kesibukan yang khas manusia, yaitu mengundurkan ke hari esok
apa yang tidak diperolehnya hari ini. Ternyata…”
Pada kesempatan lain Berdyaev dalam Hassan 1973:68 juga mengutarakan tentang pengingkaran kebebasan pribadi di atas kepentingan yang umum.
Menurut Berdyaev; “Sudah menjadi kodrat revolusi untuk membawa kita kepada teror dan teror adalah hilangnya kebebasan setiap orang, hilangnya kebebasan semua”
2.1.2 Kemualan