Kerangka Teori dan Konsepsi

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 18 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 19 Menurut Soerjono Soekanto bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”. 20 Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan “Serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep”. 21 Menurut Snelbecker yang mendefenisikan teori sebagai “Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”. 22 Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara- cara untuk bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu. 23 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami Hak Merek 18 J.J.J. M. Wuisman, dikutip dalam S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 13. 19 Ibid. 20 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia UI Press, Jakarta, 1986, hal 6. 21 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 19. 22 Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, hal 34. 23 Burhan Ashshofa, Loc.cit., hal 19. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 sebagai bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI secara yuridis dan melihat sejauh mana Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek di dalam penyelesaian suatu sengketa gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diperiksa pada Pengadilan Niaga. Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah asas keadilan dan kepastian hukum yang mendasari dalam suatu penyelesaian hukum terhadap sengketa merek Kepastian hukum maksudnya yakni hukum dijalankan sesuai das sollen. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan legal order sebagai : “the existence of a legal orders is more important than its justice and expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainty, that is order or peace eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban atau ketenteraman”. 24 Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa : “legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by power, it also makes demands on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable” kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan”. 25 Kepastian hukum memerlukan hukum positif yang ditetapkan melalui kekuasaan pemerintah dan aparatnya, untuk selanjutnya dilaksanakan sesuai isinya. Keadilan dan kepastian hukum menjadi dasar dan tujuan akhir bagi pengadilan dalam memutus suatu 24 Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk, Kurt, The Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin, Harvard University Press, USA, 1950 dikutip dalam Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal 206. 25 Ibid. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 perkara Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI khususnya disini merek. Pengadilan merupakan instansi terakhir bagi para pihak untuk memecahkan masalah hukum yang mereka hadapi, kecuali bagi para pihak yang menyerahkan konflik mereka kepada badan alternatif penyelesaian sengketa. Keadilan dan kepastian hukum menjadi rechts idee dalam penyelesaian hukum terhadap sengketa merek. Keseimbangan kepentingan antara para pihak dapat dicapai melalui penentuan scope of claims secara seimbang pula, yang dilakukan oleh hakim dalam pengadilan. Radbruch menilai sebagai : “by justice we would test whether a precept is cast in the form of law at all, whether it may at all be brought within the concept of laws; by expediency we would determine whether its contents are right; and by legal certainty it affords we would judge whether to ascribe to it validity dengan keadilan kita bisa menguji apakah suatu ajaran ataupun aturan adalah masuk ke dalam bentuk hukum seluruhnya, apakah mungkin keseluruhannya tercakup dalam concept of laws; dengan kelayakan kita dapat menentukan apakah keseluruhan isinya adalah benar dan dengan kepastian hukum membuka kita untuk menilai dan menganggap keabsahannya”. 26 Dengan kata lain berdasarkan putusan pengadilan serta pendapat ataupun ajaran hukum, maka asas keadilan dan kepastian hukum harus mendasari setiap penyelesaian hukum sengketa merek. Selanjutnya bila dilihat keberadaan merek sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI merupakan salah satu bagian dari suatu sistem hukum dalam kerangka hukum Indonesia. Seperti yang ditegaskan Ranggalawe S. yang menyebutkan bahwa : “...Hukum HaKI merupakan salah satu bagian sistem hukum yang merupakan salah satu bagian tatanan nilai dalam masyarakat. Norma-norma perlindungan HaKI dicoba dilihat dari berbagai sudut kepentingan di luar dari hukum HaKI itu sendiri. Sehingga HaKI tidak bisa tidak merupakan sistem yang dipengaruhi masyarakat dan mempengaruh masyarakat baik di tatanan masyarakat modern maupun masyarakat tradisional di negara berkembang. Dalam kancah Internasional sistem HaKI juga dapat dilihat sebagai suatu sistem 26 Ibid, hal 206-207. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 hukum yang dijadikan piranti perlindungan kepentingan dua pihak yang saling berhadapan, yaitu: negara maju developed countriesdan negara berkembang developing countries”. 27 Menurut Award, sistem 28 diartikan sebagai “hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur an organized, functioning relationship among units or components”. 29 Selanjutnya Mariam Darus menegaskan bahwa : “Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum”. 30 Sedangkan hukum sebagai sistem menurut Lawrence M. Friedmann, terdiri dari 3 unsur yaitu struktur structure, substansi substance dan budaya hukum legal culture. 31 Ketiga unsur hukum tersebut oleh Satjipto Rahardjo dijelaskan sebagai berikut yakni : “Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan hukum Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yaitu memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Di belakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor- faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum. Kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum”. 32 27 Ranggalawe S., Masalah Perlindungan HAKI Bagi Traditional Knowledge, http:www.ikht.netartikel_pertopik.php?subtema=Intellectual Property., diakses tanggal 5 Juni 2007. 28 Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang mempunyai pengertian “Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian whole compound of several parts, lihat William A. Shrode and Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, Irwin Book Co., Malaysia, 1974, hal 115, dikutip dalam Otje Salman S., Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, Hal 87. 29 Award, Elis M, dikutip dalam OK. Saidin, op.cit., hal 19. 30 Mariam Darus Badrulzaman, dikutip dalam Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal 19. 31 Ibid, hal 21. 32 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1996, hal 166-167. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Hal senada juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah “sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas”. 33 Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan. 34 Selanjutnya asas-asas dari hukum Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil filosofis, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai asas konstitusional struktural. 35 Bila berbicara mengenai merek yang merupakan bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI, maka tidak ada salahnya terlebih dahulu mengemukakan apa yang dimaksud dengan hak. Hak menurut Sanusi Bintang adalah “kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara bebas”. 36 Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, menegaskan bahwa “hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut”. 37 Dan diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global adalah Intelectual 33 C.F.G. Sunaryati Hartono, dikutip dalam S. Mantayborbir,op.cit., hal 15. 34 Menurut Fatmawati, Heru Susetyo, dan Yetty Komalasari Dewi menegaskan bahwa “Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum dalam arti luas. Kaedah hukum dalam arti luas lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita suatu masyarakat berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum dalam arti luas meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai norma, dan peraturan hukum konkrit. Selanjutnya asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai norma merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum”. Lihat dalam Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi RUU APP, tim pengajar FH UI-Depok, http:www.Group-Google: file:cgroupmyQuran-komunitas Muslim Indonesia?hl=id. diakses tanggal 16 Maret 2007 35 Bila dikaitkan antara UUD 1945 dengan Hak Milik Intelektual HAMI jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal dalam UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3., lihat Syafrinaldi, op.cit., hal 24. 36 Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998, hal 1. 37 Satjipto Rahardjo,op.cit., hal 54. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Property Rights, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya akal atau pikiran manusia. Secara definitif, Intelectual Property Rights dapat diartikan sebagai Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI. 38 Beberapa penulis hukum adapula yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual. 39 Persisnya, hak ini mulai diintrodusir pertama kali sejak Revolusi Inggris ketika banyak penemuan baru dalam bidang industri. Hak Milik Intelektual tersebut meliputi : a. hak milik hasil pemikiran intelektual, melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan ekslusif; dan b. hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara. 40 Bila dilihat hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum. Secara garis besar terdapat tiga 3 jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan, atau hak milik yaitu : 1. benda bergerak; 2. benda tidak bergerak; 3. benda tidak berwujud. Dalam pembagiannya Hak atas Kekayaan Inteletual HaKI dikelompokkan atau termasuk hak milik perorangan bagian dari hak atas benda tidak berwujud intangible, namun yang membedakannya dengan hak-hak pada benda bergerak dan benda tidak bergerak yang sifatnya berwujud adalah bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI 38 Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia the creations of the human mind 39 Intellectual Property Right diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan Hak Milik Intelektual, dan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI, HaKI, dan secara formal dalam perundang- undangan digunakan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual, Runtung Sitepu, Diktat Kuliah HaKI – 1, Hak Cipta, Paten, Merek, Fakultas Hukum USU, Medan, hal 1. 40 Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, hal 1. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 sifatnya berwujud yang berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra keterampilan dan sebagainya, namun tidak mempunyai bentuk tertentu. 41 Menurut Ranggalawe S. yang menegaskan bahwa : “Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI sebagai terjemahan harfiah dari Intellectual Property Right merupakan “..body of law concerned with protecting both cretive effort and economic investment in creative effort. HaKI biasanya di pilah kedalam dua kelas yaitu : Hak Cipta serta hak yang bersangkutan dengan Hak Cipta Neighboring Right dan Hak Milik Industri yang mencakup : Hak Paten, Merek, dan sebagainya. Pasca GATT WTO yang menelurkan gagasan dalam TRIPS Agreement banyak yuris yang tidak terlalu mengkotak-kotakan HaKI sedemikian. Terutama di Indonesia sistem hukum HaKI telah berkembang menjadi 7 bentuk perlindungan yaitu : Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas Tanaman”. 42 Hak atas Kekayaan Intelektual itu sendiri merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada seseorang atau kelompok orang, dan merupakan perlindungan atas penemuan ciptaan di bidang seni dan sastra, ilmu pengetahuan, teknologi dan pemakain simbol atau lambang dagang. Lebih lanjut bila dilihat di lapangan, sangat dimungkinkan terjadi perbedaan dalam melihat apa yang dimaksud dengan merek atas suatu barang atau jasa, namun definisi ataupun terminologi mengenai Merek yang banyak dikemukakan para ahli terminologi dan para sarjana dalam literatur Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI mempunyai esensi sama, yaitu suatu tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. 43 Sedangkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, memberikan suatu defenisi tentang merek yaitu : “tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan, warna atau kombinasi dari unsur-unsur 41 http:www.asiamaya.comkonsultasi_hukumhakilingkup_haki.htm., diakses tanggal 13 Februari 2007. 42 Ranggalawe S., op.cit. 43 Sentosa Sembiring, op.cit., hal 32 Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. 44 Bila dilihat dari batasan yuridis yang telah diberikan oleh Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut, dapat diambil unsur- unsur merek sebagai berikut : a. Adanya tanda berupa gambar atau nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari semuanya; b. Adanya daya pembeda atau ciri khas tertentu; c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Seperti yang juga ditegaskan oleh Erma Wahyuni, T. Saiful Bahri dan Hessel Nogi S. Tangkilisan bahwa : “merek pada hakekatnya adalah suatu tanda. Akan tetapi agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek, harus memiliki daya pembeda. Yang dimaksud dengan memiliki daya pembeda adalah memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain”. 45 Dalam Black’s Law Dictionary juga ada disebutkan istilah merek trade mark sebagai berikut : “Generally speking, a distinctive mark of authenticity, throught which the products of particular manufacturers of the vendible commodities of particular merchants maybe distinguished from those of others. It may consist in any symbol or in any forms of words, but, as its office is to point out distinctively the origin or ownership of the articles to which it is affixed, it follows that no sign or form of words can be appropriated as a valid trade-mark which, from the nature of the fact conveyed by its primary meaning, others may employ with equal truth and with equal right for the same purpose”. 46 44 Lihat pada Pasal 1 butir 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek 45 Erma Wahyuni, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia YPAPI, Yogyakarta, hal 133. 46 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, fifth edition America: ST. Paul, Minn. West Publishing Co. 1983, hal 776. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Bila dilihat suatu merek memiliki fungsi yang sangat penting dalam dunia usaha khususnya dalam hal periklanan dan pemasaran, karena publik atau masyarakat selaku konsumen sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sehingga hal tersebut menyebabkan sebuah merek perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan asset riil dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu maka suatu merek mempunyai fungsi yaitu : 1. Sebagai tanda pengenal untuk membedakan barang atau jasa produk dari suatu perusahaan dengan barang atau jasa produk perusahaan lain; 2. Sebagai sarana promosi dari suatu produk; 3. Sebagai jaminan mutu dari suatu produk; 4. Sebagai penunjuk asal dari suatu produk. 47 Seperti yang juga ditegaskan oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah bahwa fungsi dari suatu merek adalah sebagai berikut : a. Sebagai tanda pengenal barang atau jasa dan penghubung barang atau jasa yang bersangkutan kepada produsen. Menggambarkan jaminan kepribadianindividual dan reputasi barang atau jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan; b. Memberi jaminan nilai atau kualitas dari barang atau jasa yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberi perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen; c. Merek sebagai sarana promosi dan iklan bagi produsen atau pengusaha- pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan; d. Merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak. 48 Pemberian suatu merek bagi suatu barang dan jasa bila diperhatikan lebih lanjut tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi pemilik merek atau produsen, tetapi juga bagi konsumen sebagai pemakai dari barang atau jasa tersebut. Pemberian dari suatu merek bertujuan yaitu untuk : a. Menjamin kepada konsumen bahwa barang yang dibelinya itu dari perusahaan; 47 Runtung Sitepu, op.cit., hal 57 48 Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, op.cit., hal 125 Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 b. Untuk menjamin mutu barang; c. Untuk memberi nama misalnya, rinsodaia dan sebagainya maka yang dimaksud adalah sabun deterjen; d. Memberi perlindungan kepada pemilik merek yang sah yang ditiru orang lain untuk barang yang bermutu rendah. 49 Selanjutnya apabila suatu merek digunakan secara sah, maksudnya disini didaftarkan maka kepada pemilik merek tersebut diberi hak atas merek. Hak atas merek tersebut penegasannya dapat ditemui pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menegaskan bahwa : “Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”. 50 Bila dilihat penegasan dari Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut, mengatakan bahwa hak merek tersebut dinyatakan sebagai hak eksklusif, hal ini dikarenakan hak tersebut merupakan hak yang sangat pribadi bagi pemiliknya dan diberi hak untuk menggunakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan sebagaimana ia sendiri menggunakan. Jadi dapat dimengerti bahwa hak eksklusif ini adalah hak pemegang merek yang telah terdaftar dan si pemegang merek yang terdaftarlah satu-satunya yang dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya di dalam wilayah Republik Indonesia. Sedangkan perlindungan yang diberikan secara eksklusif artinya disini perlindungan tersebut diberikan selama mereknya tedaftar dalam daftar umum, untuk jangka waktu 10 49 N. A. Soetijarto, Seri Hukum Dagang, Hak Milik Perusahaan, Jakarta, 1998, hal 22. 50 Lihat pada Pasal 3 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 sepuluh tahun, dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang jika memenuhi syarat perpanjangannya. 51 Selanjutnya di dalam pendaftaran merek dikenal dua sistem yang dianut, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif atributif. Seperti juga Undang-undang merek sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif, yang merupakan kebalikan dan perubahan yang mendasar dari prinsip yang dianut sebelumnya pada Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 yang menganut sistem deklaratif. Sistem konstitutif maksudnya disini bahwa hanya merek-merek yang terdaftar saja yang dilindungi oleh hukum, dan juga pada sistem konstitutif ini baru akan menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karenanya dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan suatu keharusan. Sedangkan pada sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama, siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang dianggap yang berhak menurut hukum atas merek bersangkutan. Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak atas merek, bukan pendaftaran. Menurut Taryana Soenandar yang menegaskan bahwa : “Perubahan prinsip pendaftaran ini akan mempengaruhi pada mekanisme pendaftaran yang membutuhkan peran aktif dari pihak kantor merek bahwa selain harus diteliti kebenaran substantif dari merek yang dimohonkan, juga harus benar- benar diteliti bahwa merek yang akan didaftarkan tersebut tidak melanggar merek orang lain baik di dalam negeri maupun pemegang hak prioritas. Lain halnya dengan prinsip yang dianut pada masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961 yang menentukan bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat untuk membuktikan kepemilikan hak merek, tetapi yang menentukan adalah pemakai terdahulu”. 52 51 Lihat pada Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek 52 Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara Asean, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal 69. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Salah satu yang perlu dicatat di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan penegasan bahwa tidak semua merek dapat didaftarkan. Undang-undang merek ini memberikan penegasan ada beberapa hal yang menyebabkan suatu merek tidak dapat didaftarkan dan juga yang ditolak pendaftarannya sebagai merek, seperti yang ditegaskan pada Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa : “Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”. 53 Selanjutnya pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menegaskan bahwa : “Merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini : a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum; 54 b. tidak memiliki daya pembeda; 55 c. telah menjadi milik umum; 56 atau d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya. 57 53 Pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran meerek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Contohnya Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam hal itu sudah terjadi itikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut, lihat penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 54 Disini juga termasuk didalamnya apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 55 Dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf b UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 56 Seperti tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang sebagai tanda bahaya, timbangan sebagai lambang keadilan, dan lain-lain, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf c UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek. 57 Hal ini seperti : Merek Kopi atau gambar Kopi untuk jenis barang atau produk Kopi, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf d UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Kemudian bila dilihat pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini menegaskan tentang suatu merek permohonannya dapat ditolak apabila : 1 Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang danatau jasa yang sejenis; 58 b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis; c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal. 1 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang danatau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 3 Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut : a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak; b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang; c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. 59 Kemudian agar permintaan pendaftaran Merek dapat berlangsung tertib, maka pemeriksaannya tidak hanya dilakukan sebatas kelengkapan persyaratan formal saja, namun juga dilakukan pemeriksaan substanstif. Selain itu, dalam sistem yang baru ini diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek, hal ini bertujuan 58 Persamaan pada pokoknya disini adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek tersebut, lihat dalam Penjelasan Pasal 6 Ayat 1 Huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 59 Lihat Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 untuk memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Sehingga dengan mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga akan menumbuhkan keikutsertaan masyarakat. 60 Merek yang telah terdaftar juga dapat berakhir yang disebabkan oleh berakhirnya jangka waktu dari merek tersebut dan tidak diperpanjang lagi, penghapusan pendaftaran merek, serta pembatalan pendaftaran merek. Mengenai penghapusan merek yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal HaKI dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : 1. Atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI; 2. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan. Hal ini seperti yang tercantum pada Pasal 61 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menegaskan bahwa : “Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan”. 61 Penghapusan merek yang dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI dilakukan apabila : 1. Tidak digunakan selama 3 tiga tahun berturut-turut, kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh Dirjen HaKI, yaitu : a. Larangan Impor b. Larangan berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek tersebut atau keputusan pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau c. Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. Merek digunakan untuk jenis barang danatau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar. 60 Runtung Sitepu, op.cit, hal 66 61 Lihat Pasal 61 ayat 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 3. Terhadap Merek Kolektif, atas dasar : a. Tidak digunakan selama 3 tiga tahun berturut-turut, kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh Dirjen HaKI. b. Merek digunakan untuk jenis barang danatau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar. c. Adanya bukti cukup bahwa Merek Kolektif tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan Merek Kolektif Pasal 66 huruf b, c, dan d. 62 Sedangkan penghapusan merek yang dilakukan atas prakarsa sendiri, yaitu berdasarkan permintaan atau atas permohonan pemilik merek yang bersangkutan dilakukan dengan cara : 1. diajukan kepada Dirjen HaKI secara tertulis Pasal 62 ayat 1 2. kalau terikat perjanjian Lisensi, atas persetujuan tertulis dari penerima Lisensi, kecuali dalam perjanjian Lisensi ditentukan lain secara tegas Pasal 62 ayat 2, 3. 3. atas Merek Kolektif semua pemilik Merek ikut menyetujui secara tertulis permohonan penghapusan tersebut Pasal 66 huruf a 4. dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. 63 Selanjutnya mengenai pembatalan suatu merek terdaftar yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, bila dilihat sangat berbeda dengan penghapusan, pembatalan merek terdaftar ini hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek terdaftar, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HaKI maupun gugatan kepada Pengadilan Niaga. Pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Gugatan pembatalan Merek terdaftar diajukan ke Pengadilan Niaga, dengan alasan-alasan : a. Merek didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh permohonan beritikad tidak baik Pasal 68 ayat 1 Jo Pasal 4. b. Merek yang didaftarkan mengandung salah satu unsur : 62 Runtung Sitepu, op.cit., hal 78-79. 63 Ibid. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 1. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum. 2. tidak memiliki daya pembeda. 3. telah menjadi milik umum. 4. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya Pasal 68 ayat 2 Jo Pasal 5. c. Merek yang didaftarkan tersebut : 1. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang danatau jasa yang sejenis. 2. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis. 3. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal. d. Merek didaftarkan tanpa ada persetujuan dari yang berhak Pasal 68 ayat 1 Jo Pasal 6. 2. Gugatan dimajukan dalam jangka waktu 5 tahun sejak tanggal pendaftaran Merek, kecuali karena alasan-alasan bertentangan moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak ada pembatasan jangka waktu Pasal 69. 3. Terhadap putusan Pengadilan Niaga, dapat dimajukan upaya hukum Kasasi Pasal 70 ayat 1. 64 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek apabila diperhatikan terdapat satu hal yang sangat baru, yaitu menyangkut mengenai pemeriksaan tiap sengketa merek, seperti dalam hal pembatalan merek dilakukan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini menegaskan Pengadilan Niaga sebagai institusi peradilan formal yang menangani sengketa perdata tentang merek, hal ini dinyatakan dalam penjelasan umum dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, bahwa merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian dunia usaha, maka untuk penyelesaian suatu sengketa mengenai merek diperlukan badan peradilan merek yang lebih cocok dengan dunia usaha, sehingga penyelesaian dapat diselesaikan dalam waktu 64 Ibid., hal 79-80 Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 yang relatif cepat. 65 Seperti yang ditegaskan lebih lanjut Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata bahwa : “Inilah yang dikemukakan waktu diintrodusir Pengadilan Niaga di negara kita, yakni dalam rangka setelah krisis ekonomi dipandang perlu adanya perombakan mengenai hukum palisemen dan tata cara melaksanakan proses kepalitan. Kita saksikan bahwa pada waktu itu diharapkan ada juga “commercial activities” lain yang dapat juga diserahkan penyelesaian sengketanya kepada Commercial Courts. Dan di sini kita saksikan sekarang salah satu bidang yang ditambahkan sebagai termasuk bidang Commercial Courts, Pengadilan Niaga ini, yaitu supaya juga ada hukum acara khusus untuk penyelesaian masalah sengketa merek ini. Seperti halnya dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya yang kita saksikan dalam Undang-Undang Baru tentang Desain Industri dan kemudian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu untuk komputer maka penyelesaian sengketa merek akan, dilakukan melalui Pengadilan Niaga. Masalah-masalah Hak atas Kekayaan Intelektual ini juga di negara lain seperti Thailand diselesaikan melalui Commercial Courts”. 66 Dimungkinkannya pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata di dalam penyelesaian suatu sengketa merek pada Pengadilan Niaga, merupakan suatu konsekuensi dari perlindungan hukum hak atas merek yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata baik berupa ganti rugi jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa hak dan izin darinya, juga penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Hal ini sepeti yang ditegaskan oleh Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu sebagai berikut : 1 Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa : a. gugatan ganti rugi; 67 danatau 65 Lihat Penjelasan Atas UU No. 14 Tahun 2001 tentang Merek 66 Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 11. 67 Menurut OK. Saidin ganti rugi itu dapat pula berupa ganti rugi materiil dan ganti rugi immateril. Ganti rugi materil yaitu berupa kerugian yang nyata dan dapat dinilai dengan uang. Misalnya akibat pemakaian merek oleh pihak yang tidak berhak tersebut menyebabkan produk barangnya menjadi sedikit terjual oleh karena konsumen membeli produk barang yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi secara kuantitas barang-barang dengan merek yang sama Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut. 2 Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan kepada Pengadilan Niaga. 68 Selain penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi pada Pengadilan, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini juga mengatur penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi. Seperti yang ditegaskan oleh Pasal 84 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek bahwa : “Selain penyelesaian gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bagian Pertama Bab ini, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa”. 69 Selanjutnya mengenai Alternatif Penyelesaian sengketa apabila mengacu pada ketentuan yang terdapat pada Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah : “lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, 70 konsiliasi, 71 atau penilaian ahli”. 72 menjadi banyak beredar di pasaran. Sedangkan ganti rugi immateril yaitu berupa tuntutan ganti rugi yang disebabkan oleh pemakaian merek dengan tanpa hak, sehingga pihak yang berhak menderita kerugian secara moril, OK. Saidin, op.cit., hal 401 68 Lihat Pasal 76 UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. 69 Lihat Pasal 84 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. 70 mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak Impartial dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan dengan memutuskan. Pihak ketiga yang disebut sebagai mediator berfungsi untuk membantu para pihak yang berselisih untuk menyediakan fasilitas bagi pihak-pihak di dalam negosiasi untuk mencapai kesepakatan. Sudarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 16 71 konsiliasi adalah suatu penyelesian dimana para pihak berupaya aktif mencari penyelesaian dengan bantuan pihak ketiga. Konsiliasi diperlukan apabila para pihak yang bersengketa tidak mampu menyelesaikan sendiri perselisihannya. Hal ini menyebabkan istilah konsiliasi kerap kali diartikan sama dengan mediasi, padahal penyelesaian sengketa dengan konsiliasi lebih mengacu kepada cara penyelesaian sengketa melalui konsensus para pihak, sedangkan pihak ketiga hanya bertindak netral, berperan secara aktif maupun tidak aktif, Ibid, hal 11 72 Lihat Pada Pasal 1 angka 10 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Sedangkan Arbitrase menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah : “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. 73 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas. 74 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan “abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu”. 75 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, 76 yang disebut dengan defenisi operasional. Defenisi operasional berguna untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional sebagai berikut : Merek adalah : “Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Merek dagang adalah : “merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya”. 73 Lihat Pada Pasal 1 angka 1 UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 74 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 34. 75 Burhan Ashshofa, Loc.cit., hal 19. 76 Sumadi Suryabrata, dikutip dalam Tan Kamelo, op.cit., hal 30. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Merek Jasa adalah : “Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya”. Merek Kolektif adalah : “Merek yang digunakan pada barang danatau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang danatau jasa sejenis lainnya”. Hak atas Merek adalah : “hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah Departemen yang dipimpin oleh Menteri, dalam hal ini yaitu Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia HAM. Kelas barang atau Jasa adalah : “kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai persamaan dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan penggunaannya, dan dalam satu kelas terdapat satu atau lebih jenis barang atau jasa”. Sengketa dapat diartikan dengan pertikaian, perselisihan dispute, konflik conflict dan lainnya. Penyelesain sengketa adalah suatu proses yang ditempuh didalam menyelesaikan pertikaian, perselisihan atau konflik baik melalui jalur peradilan litigasi maupun melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute ResolutionADR atau arbitrase non litigasi. Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008 Penyelesaian sengketa merek adalah suatu proses yang ditempuh didalam menyelesaikan pertikaian, perselisihan atau konflik kepemilikan hak atas merek terdaftar baik melalui jalur peradilan litigasi dengan mengajukan gugatan perdata berupa ganti rugi baik materiil maupun immateriil kepada Pengadilan jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa hak dan izin darinya, maupun melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute ResolutionADR atau arbitrase non litigasi Pengadilan Niaga adalah badan peradilan khusus dalam lingkungan peradilan umum, yang salah satu kewenangannya untuk memeriksa masalah-masalah Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI seperti sengketa merek, paten, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu. 77 Alternatif Penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Putusan Pengadilan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara baik pada tingkat Pengadilan Negeri, maupun kasasi yang sedang atau telah diputuskan oleh Mahkamah Agung.

G. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Penyelesaian sengketa merek menurut undang undang nomor 15 tahun 2001 Tentang merek (studi kasus sengketa antara honda karisma dan tossa krisma)

0 2 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Pendaftaran Merek Terkenal Berdasarkan Hukum International dan Undang-Undang no. 15 Tahun 2001.

0 1 8

IMPLIKASI GLOBAL PENDAFTARAN INTERNASIONAL MEREK BERDASARKAN PROTOKOL MADRID 1989 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 2

ANAISIS PUTUSAN MA NOMOR 445K/PDT.SUS/2012 TENTANG HAK PRIORITAS PADA PENDAFTARAN MEREK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG MEREK NOMOR 15 TAHUN 2001.

0 0 1

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT PERKARA NO. 02/PDT.SUS/MEREK/2014/PN.NIAGA.JKT.PST MENGENAI PEMBATALAN MEREK VAIO BERDASARKAN UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 3 2

LEGAL MEMORANDUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA SEMARANG NOMOR 04/HAKI/M/2011/PN.NIAGA.SMG MENGENAI SENGKETA MEREK KI-KO DENGAN KEIKO DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 890K/PDT.SUS/2012 TAHUN 2013 MENGENAI PEMBATALAN MEREK WHITE HORSE DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENDAFTARAN MEREK DAGANG YANG BERSIFAT KETERANGAN BARANG (DESCRIPTIVE TRADEMARK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 2 11

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Merek Terkenal Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dalam Sengketa Merek (Studi Putusan Nomor 45/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst) - Ubharajaya Repository

0 0 15