BAB III BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS MEREK TERDAFTAR
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
Pengertian sengketa seperti telah diuraikan di atas, dapat diartikan dengan pertikaian, perselisihan dispute, konflik conflict. Sedangkan penyelesain sengketa
adalah suatu proses yang ditempuh didalam menyelesaikan pertikaian, perselisihan atau konflik baik melalui jalur peradilan litigasi maupun melalui jalur Alternatif
Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute ResolutionADR atau arbitrase non litigasi. Adapun penyelesaian sengketa merek adalah suatu proses yang ditempuh didalam
menyelesaikan pertikaian, perselisihan atau konflik kepemilikan hak atas merek terdaftar baik melalui jalur peradilan litigasi dengan mengajukan gugatan perdata berupa ganti
rugi baik materiil maupun immateriil kepada Pengadilan jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa hak dan izin darinya, maupun melalui jalur Alternatif Penyelesaian
Sengketa Alternative Dispute ResolutionADR atau arbitrase non litigasi, hal tersebut juga diatur oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, khususnya pada
Bab XI secara garis mengatur mengenai penyelesain sengketa merek, yang bila dilihat ada dua bentuk di dalam penyelesaian suatu sengketa merek, yakni melalui jalur
peradilan litigasi, dan melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternative Dispute ResolutionADR atau arbitrase non litigasi.
A. Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Gugatan Pada Pengadilan Niaga
1.
Eksistensi Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Sebagai Bagian Dari Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Bila dilihat era globalisasi ditandai dengan berakhirnya perang dingin, peningkatan perdagangan internasional, revolusi teknologi komunikasi, kemajuan bidang
transportasi, dan meningkatnya kreativitas perekonomian dengan menggunakan komputer dan internet.
110
Lebih dari itu sistem yang berlaku akan berubah lebih efisien dan produktif. Peradilan juga akan terkena dampak globalisasi. Hal ini seperti yang
diungkapkan Hilario G. Davide Jr. Chief Justices of the Court of the Republic of the Philipines, yang menegaskan bahwa : “Globalisasi adalah pergerakan ekonomi dari masa
depan. Dunia Global menyodorkan banyak kesempatan untuk mencapai peradilan yang independen. Dalam kalimat yang senapas, hal itu juga mengandung jebakan riil yang
akan mengikis independensi peradilan itu sendiri”.
111
Dampak dari globalisasi menyebabkan banyak negara khususnya negara berkembang, harus menyesuaikan diri dan memperbaharui sistem peradilan mereka,
karena desakan kebutuhan internasional, yakni masuknya perusahaan-perusahaan asing multinasional. Kondisi ini ditenggarai sebagai salah satu faktor pendorong perbaikan
instrumen badan peradilan di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Gejolak moneter pada pertengahan tahun 1997 menimbulkan kesulitan besar bagi perekonomian
nasional, terlebih lagi muncul kondisi sebagian pelaku usahadebitor tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang kepada para lembaga pembiayaankreditor.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, pada 22 dua puluh dua April 1998 pemerintah
110
Robert Gilpin, Global Political Economy, dikutip dalam Nicholas A. Rahallus, Globalisasi atau Hegemoni Intelektual Global?, Analisis CSIS No. 4, 2003, hal 498-515.
111
Hilario G. Davide, Jr., Comments on the Paper of Hon. Andrew Kwok Nang Li, Chief justice of the Court of Final Appeal of the Hongkong Special Administrative Region of the People’s Republic of
China, makalah pada Conference of Chief Justices of Asia and Pacific, 18
th
Law Asia Conference, Seoul, 8 September 1999, dikutip dalam Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era
Globalisasi, Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, www.bappenas.go.id...view=85pndilan_niaga_acc.pdf., diakses tanggal 9 Juni 2007.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Kepailitan yang kemudian disahkan
menjadi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan pada 24 dua puluh empat Juli1998.
112
Bila dilihat Undang-Undang Kepailitan sebenarnya merupakan penyempurnaan dari Failissement Verordening Staatsblad tahun 1905 Nomor 217 jo.
Staatsblad tahun 1906 Nomor 384. Undang-Undang ini diharapkan menjadi sarana efektif yang dapat digunakan
secara cepat sebagai landasan penyelesaian utang-piutang. Salah satu soal penting setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai
pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum.
113
Jadi dapat dipahami bahwa pembentukan Pengadilan Niaga di Indonesia didasarkan kepada Undang-Undang Nomor
4 tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Pengganti Undang -Undang Nomor 1 tahun 1998, dalam Undang-undang ini disebutkan hanya Pengadilan Niaga sebagai pemeriksa dan
pemutus permohonan pailit, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan sengketa niaga lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
114
112
Berdasarkan sejarah pembentukan UU No. 4 Tahun 1998, seharusnya paling lambat tanggal 9 September 1999, pemerintah sudah harus menyampaikan Rancangan Undang-Undang RUU tentang
Kepailitan sebagai pengganti UU No. 4 Tahun 1998. Namun demikian, si satu sisi karena luas dan kompleksnya materi yang diatur maka baru pada tanggal 18 Nopember 2004 lahir UU No. 37 Tahun 2004
yang menyempurnakan UU No. 4 Tahun 1998 dan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan, lihat Bismar Nasution dan Sunarmi, Modul Hukum Kepailitan Dan Reorganisasi Perusahaan, Magister Kenotariatan
Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006, hal 14
113
Bila dilihat saat ini, Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, lihat Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, UU No.
5 Tahun 2004 jo UU No. 14 Tahun 1985,kemudian lingkup peradilan umum tersebut saat ini telah mengalami beberapa pengkhususan yaitu dalam hal Peradilan Hak Asasi Manusia, Peradilan Anak,
Peradilan Niaga, Peradilan Korupsi, Peradilan Hubungan Industrial, Peradilan Perikanan, lihat UU No. 8 Tahun 2004 jo UU No. 2 Tahun 1986.
114
Akan tetapi kemudian penetapan penyelesaian sengketa tentang Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI yang juga diselesaikan pada Pengadilan Niaga, ditetapkan dengan Undang-Undang, yaitu Undang-
Undang No. 14 tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek, dan Undang- Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Hal ini dapat dipandang sebagai penyimpangan atau adanya
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden Keppres Nomor 97 tahun 1999, 18
Agustus 1998, didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang.
115
Seperti yang telah diuraikan bahwa bila dilihat Pengadilan Niaga sangat diperlukan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa niaga secara cepat, juga
menyelesaikan aneka masalah kepailitan, seperti masalah pembuktian, verifikasi utang, actio pauliana, dan lain sebagainya, maka sebenarnya sejak awal Pengadilan Niaga
dirancang untuk diperluas kompetensinya, yang saat ini perluasan kompetensi itu mencakup kewenangan untuk memeriksa masalah-masalah yang terkait dengan Hak atas
Kekayaan Intelektual HaKI, yang meliputi kewenangan memeriksa sengketa merek, paten, desain industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu.
Selanjutnya bila dilihat Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dikatakan bahwa mengingat merek merupakan bagian dari kegiatan
perekonomiandunia usaha, maka penyelesaian sengketa merek memerlukan badan peradilan khusus, yaitu Pengadilan Niaga, sehingga diharapkan sengketa merek dapat
diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat.
116
Namun pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam masing-masing Undang-Undang tersebut masih belum bersifat integratif dan koordinatif.
Hal ini antara lain terlihat dari pengaturan prosedur beracara, atau hukum acara perkara niaga. Hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara-perkara niaga
inkonsistensi dengan Undang-Undang No. 4 tahun 1998 jo Perpu No. 1 tahun 1998, lihat Komisi Hukum Nasional, Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Niaga, http:www.komisihukum.go.id., hal 1, diakses
tanggal 25 April 2007.
115
Lihat Keputusan Presiden Keppres Republik Indonesia No. 97 Tahun 1999.
116
Lihat Penjelasan Umum Atas UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
pada Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement Rechtsreglement Buitengewesten HIRR.BG.
117
Memang apabila dilihat dalam hal-hal tertentu digunakan hukum acara khusus, sepeti dalam masalah sengketa Hak atas
Kekayaan Intelektual HaKI berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata
Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta.
118
Untuk kedepan sebaiknya penyelesaian suatu perkara di Pengadilan seyogyanya harus mengkombinasikan tiga hal secara simultan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan
hukum, dan keadilan hukum. Untuk itu, perluasan pengembangan Pengadilan Niaga akan mendasarkan pada ketiga point tersebut dengan melihat dari eksistensi Pengadilan Niaga
saat ini dalam kaitannya sebagai pengadilan yang memutus perkara-perkara kepailitanPenundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU dan HaKI.
119
2. Hukum Acara Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Pada Pengadilan Niaga
Sebagai Bagian Dari Lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI
Sejauh ini perluasan kewenangan Pengadilan Niaga baru menyentuh masalah Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI. Menyangkut masalah HaKI memang sangat
117
Hukum Acara yang digunakan oleh Pengadilan Niaga selain hukum acara perdata HIRR.Bg., dalam hal tertentu digunakan hukum acara khusus berdasarkan aturan UU No. 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri, UU No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,
dengan demikian merupakan lex specialis dari HIRR.Bg dan hukum acara perdata lainnya, lihat Marny Emmy Mustafa, Hukum Acara Dan Putusan Perkara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, EC-ASEAN
Intellectual Property Rights Co-Operation Programme ECAP II.
118
demikian pula halnya di dalam hal pengaturan prosedur beracara, atau hukum acara pemeriksaan perkara kepailitan diluar masalah kepailitan, yang juga menggunakan ketentuan Herziene
Indonesisch Reglement Rechtsreglement Buitengewesten HIRR.BG.
119
Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, www.bappenas.go.id...view=85pndilan_niaga_acc.pdf., op.cit., hal 2.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
diperhatikan pemerintah dan pihak asingluar negeri. HaKI merupakan hak yang dihasilkan dari kegiatan pikiran manusia di bidang industri, ilmu pengetahuan,
kesusasteraan atau seni. Beberapa Undang-undang mengenai HaKI telah dibuat. Tahun 2000 diundangkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 mengenai Desain Industri, dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 mengenai Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, yang
mengalokasikan sebagian proses beracara kepada Pengadilan Niaga. Sebelumnya, masalah paten, merek dan hak cipta diurus Pengadilan Negeri. Namun setelah keluarnya
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 mengenai Paten dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 mengenai Merek, serta Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 mengenai
Hak Cipta yang dengan tegas menyatakan bahwa penyelesaian Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI dilakukan oleh Pengadilan Niaga, maka penyelesaian sengketa-
sengketa Hak atas Kekayaan Intelelektual tersebut menjadi kompetensi Pengadilan Niaga. Hukum acara dalam perkara gugatan Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI di
Pengadilan Niaga secara umum dan garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Gugatan pembatalan pendaftaran HaKI diajukan kepada Ketua Pengadilan
Niaga dalam wilayah hukum tempat tinggal tergugat; 2. Dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, gugatan
diajukan kepada Pengadilan NegeriNiaga Jakarta Pusat; 3.
Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis
yang ditandatangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan;
4. Panitera menyampaikan gugatan pembatalan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam jangka waktu paling lama dua hari sejak gugatan didaftarkan;
5. Dalam waktu paling lama tiga hari terhitung mulai tanggal gugatan
pembatalan didaftarkan, Pengadilan Niaga mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidang; sedangkan untuk perkara paten, Pengadilan Niaga
menetapkan hari sidang paling lama 14 hari setelah pendaftaran gugatan;
6. Pemanggilan para pihak yang bersengketa dilakukan juru sita paling lama tujuh hari setelah gugatan didaftarkan;
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
7. Sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari setelah gugatan didaftarkan;
8. Putusan atas gugatan pembatalan harus diucapkan paling lama 90 hari setelah gugatan pendaftaran dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari atas
persetujuan Ketua Mahkamah Agung. Sedang gugatan di bidang paten harus diucapkan paling lama 180 hari terhitung setelah tanggal gugatan didaftarkan;
9. Putusan atas gugatan pembatalan harus memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut dan harus diucapkan pada sidang
terbuka untuk umum. Putusan dapat dijalankan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum, kecuali dalam
sengketa paten;
10. Putusan Pengadilan Niaga wajib disampaikan oleh juru sita kepada para pihak paling lama 14 hari setelah gugatan pembatalan diucapkan;
11. Terhadap putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi; dan 12. Khusus mengenai paten, kewajiban pembuktian terhadap pelanggaran atas
paten proses sebagaimana dimaksud dibebankan kepada tergugat.
120
Sedangkan hukum acara dalam hal tata cara gugatan pembatalan merek terdaftar
pada Pengadilan Niaga, pengaturannya dapat ditemui pada Pasal 80 sampai dengan Pasal 81 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pada Pasal 80 Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menegaskan bahwa gugatan pembatalan merek terdaftar diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat
tinggal atau domisili tergugat, kecuali bila tergugatnya bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia, maka gugatan pembatalannya diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat.
121
Panitera mendaftarkan gugatan pembatalan pada tanggal gugatan yang bersangkutan diajukan, dan kepada penggugat diberikan tanda terima tertulis yang
ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran gugatan, selanjutnya dalam jangka waktu paling lama 2 dua hari terhitung sejak gugatan
didaftarkan panitera berkewajiban menyampaikannya kepada Ketua Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga diberikan waktu selama 3 tiga hari terhitung sejak tanggal gugatan
120
Ibid, hal 8-9.
121
Lihat Pasal 80 ayat 1 dan 2 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
pembatalan didaftarkan untuk mempelajari gugatan dan menetapkan hari sidangnya. Kemudian dalam jangka waktu paling lama 60 enam puluh hari setelah gugatan
didaftarkan, sidang pemeriksaan atas gugatan pembatalan diselenggarakan. Pemanggilan para pihak dilakukan oleh juru sita paling lama 7 tujuh hari setelah gugatan pendaftaran
didaftarkan.
122
Putusan atas gugatan pembatalan ini harus diucapkan paling lama 90 sembilan puluh hari setelah gugatan didaftarkan, dan dapat diperpanjang paling lama 30 tiga
puluh hari atas persetujuan Ketua Mahkamah Agung, dengan memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut, serta harus diucapkan dalam
sidang terbuka untuk umum dan dapat dijalankan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum. Juru sita yang akan menyampaikan isi
putusan Pengadilan Niaga kepada para pihak paling lama 14 empat belas hari setelah putusan atas gugatan pembatalan diucapkan.
123
Kemudian selanjutnya menurut Pasal 81 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, tata cara gugatan atas pelanggaran merek terdaftar berlaku secara mutatis
mutandis terhadap gugatan atas pelanggaran merek sebagaimana diatur dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
124
Putusan Pengadilan Niaga tidak dapat diajukan banding, melainkan hanya dapat diajukan kasasi. Ketentuan ini dicantumkan dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek, yang menegaskan bahwa terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat 8 hanya dapat diajukan kasasi.
125
122
Lihat Pasal 80 ayat 3, 4, 5, 6 dan 7 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
123
Lihat Pasal 80 ayat 8, 9 dan 10 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
124
Lihat Pasal 81 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
125
Lihat Pasal 82 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Selanjutnya mengenai tatacara kasasi terhadap putusan Pengadilan Niaga diatur dalam Pasal 83 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang mengaskan
bahwa permohonan kasasi harus diajukan paling lambat 14 empat belas hari setelah tanggal putusan yang dimohonkan kasasi diucapkan atau diberitahukan kepada para pihak
dengan mendaftarkan kepada panitera yang telah memutus gugatan tersebut. Panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga akan mendaftarkan permohonan kasasi tersebut
pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon kasasi diberikan tanda terima tertulis yang ditandatangani oleh panitera dengan tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran.
126
Kemudian dalam waktu 7 tujuh hari sejak tanggal permohonan kasasi dadaftarkan, pemohon kasasi sudah harus menyampaikan memori kasasinya kepada
Panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga. Permohonan kasasi dan memori kasasinya wajib dikirimkan panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga kepada pihak termohon
kasasi paling lama 2 dua hari setelah permohonan kasasi didaftarkan. Paling lama 7 tujuh hari setelah tanggal termohon kasasi menerima memori kasasi, termohon kasasi
dapat mengajukan kontra memori kasasinya kepada Panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga dan Panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga berkewajiban
menyampaikan kontra memori kasasi kepada pemohon kasasi paling lama 2 dua hari setelah kontra memori kasasi diterima oleh panitera Pengadilan NegeriPengadilan
Niaga.
127
Berikutnya dalam jangka waktu paling lama 7 tujuh hari setelah lewat jangka waktu penyampaian kontra memori kasasi, panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga
126
Lihat Pasal 83 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
127
Lihat Pasal 83 ayat 3, 4 dan 5 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
berkewajiban menyampaikan berkas perkara kasasi kepada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung wajib mempelajari berkas perkara kasasi dan menetapkan hari sidang
paling lama 2 dua hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Selanjutnya sidang pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan paling lama
60 enam puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung.
128
Putusan atas permohonan kasasi harus diucapkan paling lama 90 sembilan puluh hari setelah tanggal permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung, dan memuat
secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut, serta harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Panitera Mahkamah Agung
berkewajiban menyampaikan isi putusan kasasi kepada Panitera Pengadilan NegeriPengadilan Niaga paling lama 3 tiga hari setelah tanggal putusan atas
permohonan kasasi diucapkan. Kemudian juru sita Pengadilan NegeriPengadilan Niaga berkewajiban menyampaikan isi putusan kepada pemohon kasasi dan termohon kasasi
paling lama 2 dua hari setelah putusan kasasi diterima.
129
Apabila dilihat dalam paket Undang-Undang Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI ini terutama pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka
dapat terlihat perubahan hukum acara yang digunakan menjadi prosedur yang sederhana, sehingga tidak memakan waktu yang lama dibanding proses pengadilan umum.
Kemudian juga dapat dilihat prosedur banding dihilangkan, sehingga upaya hukum yang diperbolehkan hanya kasasi, dan ada kerangka waktu time frame terhadap prosedur
putusan perkara.
128
Lihat Pasal 83 ayat 6, 7dan 8 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
129
Lihat Pasal 83 ayat 9, 10, 11 dan 12 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Satu yang menarik mengenai perubahan ini, yaitu perubahan ini juga dibarengi pembentukan suatu prosedur yang bersifat lex spesialis dari prosedur perdata biasa,
maupun prosedur Pengadilan Niaga pada proses kepailitan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Undang-Undang Hak atas Kekayaan
Intelektual HaKI terutama Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, mempreskripsikan suatu prosedur beracara sendiri, tanpa mengatur prosedur untuk
merujuk kembali pada Hukum Acara Perdata biasa. Namun hal ini tentu saja dapat menimbulkan kesulitan nantinya, terutama apabila ternyata Undang-Undang tersebut
tidak mengatur hal-hal yang mungkin saja terjadi dalam praktik persidangan. Salah satu yang dapat dijadikan sebagai contoh adalah masalah pembuktian untuk
perkara-perkara Hak atas Kekayaan Intelektual pada Pengadilan Niaga, dari lima Undang-Undang yang mengatur masalah Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI
mengenai prosedur gugatan pembatalan pendaftaran, tidak ada satu pasalpun yang mengatur pembuktian seperti yang terdapat pada HIR dan RBg. Dalam suatu hukum
acara tertulis, setelah replik dan duplik diterima, hendaknya majelis hakim mempertimbangkan untuk menerima atau tidak gugatan tersebut, kemudian
mengeluarkan putusan akhir. Namun apabila masih belum jelas dan perlu ada pembuktian, maka para pihak yang bersengketa diberi kesempatan untuk mengajukan alat bukti.
Dalam penyelesaian perkara HaKI di Pengadilan Niaga, pengaturan mengenai peraturan- peraturan masalah pembuktian itu belum ada diatur dalam lima Undang-Undang yang
mengatur masalah Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI. Hal ini mengakibatkan timbulnya ketidakjelasan, ditambah lagi saat ini dengan adanya berbagai alat-alat bukti
yang bias berbentuk faksimile, mikro film, internet, multi media lain dan sebagainya.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sehingga dengan demikian Hukum Acara yang digunakan oleh Pengadilan Niaga khususnya dalam perkara-perkara Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI mau tidak mau
masih mengacu pada ketentuan hukum acara perdata HIRR.Bg., memang di dalam hal- hal tertentu digunakan hukum acara khusus berdasarkan aturan Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yang dengan demikian merupakan suatu lex
specialis dari HIRR.Bg dan hukum acara perdata lainnya.
3 Penetapan Sementara Pengadilan
Dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada pemilik merek terdaftar, Hakim Pengadilan Niaga dapat menetapkan penetapan sementara pengadilan. Bila dilihat
pada Pasal 85 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menegaskan bahwa : Berdasarkan bukti yang cukup pihak yang haknya dirugikan dapat meminta
hakim Pengadilan Niaga untuk menerbitkan surat penetapan sementara tentang : a. Pencegahan masuknya barang yang berkaitan dengan pelanggaran hak merek;
130
b. Penyimpanan alat bukti yang berkaitan dengan pelanggaran merek tersebut.
131
Permohonan penetapan sementara ini diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga, dengan persyaratan sebagai berikut :
130
Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar sehingga Pengadilan Niaga diberi kewenangan untuk menerbitkan penetapan sementara guna
mencegah berlanjutnya pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar hak atas merek ke jalur perdagangan termasuk tindakan importasi, lihat dalam Penjelasan Pasal 85 Huruf a UU No. 15 Tahun 2001
tentang Merek.
131
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah pihak pelanggar menghilangkan barang bukti, lihat dalam Penjelasan Pasal 85 Huruf b UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
a. Melampirkan bukti kepemilikan merek yaitu sertifikat merek atau surat pencatatan
perjanjian lisensi bila pemohon penetapan adalah penerima lisensinya; b.
Melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran merek;
c. Keterangan yang jelas mengenai jenis barang danatau dokumen yang diminta, dicari,
dikumpulkan dan diamankan untuk keperluan pembuktian; d.
Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan pelanggaran merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti;
e. Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank, yang besarnya harus
sebanding dengan nilai barang atau nilai jasa yang dikenai penetapan sementara.
132
Pengadilan Niaga akan segera memberitahukan kepada pihak yang dikenai tindakan dan memberikan kesempatan kepadanya untuk didengar keterangannya bila
penetapan sementara pengadilan telah dilaksanakan.
133
Kemudian selanjutnya apabila hakim Pengadilan Niaga telah menerbitkan surat penetapan sementara dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari sejak dikeluarkannya
penetapan sementara, hakim Pengadilan Niaga yang memeriksa sengketa tersebut harus memutuskan untuk mengubah, membatalkan, atau menguatkan penetapan sementara
pengadilan tersebut, bila penetapan sementara pengadilan dikuatkan, uang jaminan yang telah dibayarkan harus dikembalikan kepada pemohon penetapan, dan pemohon
penetapan dapat mengajukan gugatan. Sedangkan bila penetapan sementara dibatalkan,
132
Lihat Pasal 86 ayat 1 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
133
Lihat Pasal 86 ayat 2 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikenai tindakan sebagai ganti kerugian akibat adanya penetapan sementara tersebut.
134
Penetapan sementara ini merupakan mekanisme baru dalam paket Undang- Undang Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI, sebagai pelaksanaan dari Article 50
Trade Related Aspectof Intellectual Property Rights TRIPs, yang dikenal dengan istilah “Provisional Measures
”
135
dan juga “
injunction”.
136
Sebagai contoh, jika ada pihak yang merasa Hak Mereknya dilanggar, maka sebelum perkaranya disidangkan di pengadilan, yang bersangkutan dapat meminta hakim
melarang barang yang dianggap mengandung unsur pelanggaran tersebut memasuki pasar. Dalam hal ini, hakim dalam waktu 30 hari harus mengambil keputusan, apakah telah
terjadi pelanggaran hak atau tidak. Kalau hakim berpendapat telah terjadi pelanggaran hak, maka hakim menetapkan larangan terhadap barang tersebut untuk memasuki pasar.
Sebaliknya, atas permintaan penetapan sementara yang ternyata tidak terbukti terjadi pelanggaran hak, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Namun
ketentuan tentang penetapan sementara ini tidak mengatur upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang terkena tindakan penetapan sementara.
134
Lihat Pasal 87 dan Pasal 88UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
135
Provisional Measures atau penetapan sementara pengadilan, bertujuan untuk mencegah masuknya barang-barang yang diduga hasil pemalsuan merek dan untuk menjaga bukti yang relevan
sehubungan dengan pelanggararan yang digugat. Selain itu pemilik merek diberi kesempatan untuk menyelesaikan sengketanya melalui badan selain badan peradilan, yaitu arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Provisional Measures ini umum dikenal dalam peraturan arbitrase, maupun konvensi tentang penyelesaian sengketa penanaman modal, diatur pada Article 50
TRIP’s, lihat Sudargo Gautama dan Rizwanto Winata, op.cit., hal 189
136
Injuction diatur dalam article 44 persetujuan TRIP’s, yang merupakan suatu kewenangan pengadilan untuk memerintahkan kepada si pemalsu barang untuk menghentikan perbuatan pelanggaran
tersebut, dan mencegah penetrasi barang-barang yang diduga melanggar merek orang lain, di dalam negaranya sendiri, dlam article 44 TRIP’s ini menginginkan penegasan lebih kuat, bahwa perintah untuk
menghentikan produksi barang yang menggunakan merek palsu tersebut disertai penyitaan dan pemusnahan barang, sehingga upaya mencegah penetrasi barang ke dalam pasar dapat tercapai, lihat
Wahdini Syafrina S. Tala, hal 90.
Miftahul Haq : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan…, 2007 USU e-Repository © 2008
Sebenarnya keterangan yang diberikan oleh pihak yang terkena tindakan penetapan sementara sebagaimana tersebut di atas dapat diartikan pula bahwa pihak
tersebut diberi kesempatan untuk mengajukan bantahan verzet terhadap penetapan sementara dimaksud. Berkenaan dengan ketentuan tersebut, maka dalam hal penetapan
sementara dibatalkan, termohon dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang meminta penetapan sementara tersebut. Dengan mengacu pada ketentuan tersebut, maka
menunjukkan bahwa proses bantahan atau perlawanan verzet secara implisit diatur pula di dalam ketentuan Undang-undang Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI khususnya
pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
B. Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Arbitrase Alternatif Penyelesaian