Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

(1)

SIKAP PENGADILAN TERHADAP PENYELESAIAN

SENGKETA ATAS MEREK DAGANG TERKENAL

(STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN)

TESIS

OLEH :

D. SHAHREIZA

097005092 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

SIKAP PENGADILAN TERHADAP PENYELESAIAN

SENGKETA ATAS MEREK DAGANG TERKENAL

(STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Magister Hukum (M.H)

Dalam Program Magister Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH :

D. SHAHREIZA

097005092 / HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : SIKAP PENGADILAN TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA ATAS MEREK DAGANG TERKENAL (STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN)

Nama : D. Shahreiza NIM : 097005092

Program Studi : Magister Ilmu Hukum

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS.) Ketua

(Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.) (Prof. Sanwani Nasution, SH.) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Ilmu Hukum Dekan

(Prof. Dr. Suhaidi, SH., MH) (Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.)


(4)

Telah Diuji Pada Tanggal 29 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS. Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum.

2. Prof. Sanwani Nasution, SH.

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M.Hum. 4. Syafruddin Hasibuan, SH., MH, DFm.


(5)

SIKAP PENGADILAN TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA ATAS MEREK DAGANG TERKENAL (STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN)

D. Shahreiza1 Tan Kamello2 Runtung Sitepu3 Sanwani Nasution4

Intisari

Merek sebagai salah satu wujud dari Hak Kekayaan Intelektual memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa bagi perkembangan ekonomi secara global. Selain itu merek juga berperan penting dalam mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dalam hal melindungi kepentingan produsen, pedagang dan konsumen. Begitu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar seringkali merek dijadikan komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan yang tidak sehat, didasari oleh itikad yang tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak kerugian bagi para produsen, pedagang maupun konsumen itu sendiri.

Terjadinya sengketa atas merek dagang terkenal dengan cara melakukan peniruan atau penjiplakan terhadap merek, baik terhadap merek yang sudah terdaftar maupun merek yang belum terdaftar. Sengketa atas merek yang sudah terdaftar terjadi akibat kesalahan oleh pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dimana pihak Ditjen HKI tidak atau kurang teliti dalam memproses permohonan merek yang diajukan oleh pihak lain, padahal merek tersebut sudah terdaftar oleh pihak sebelumnya. Sedangkan sengketa terhadap merek yang belum terdaftar terjadi akibat kesalahan dari pemilik merek sebelumnya dikarenakan tidak mendaftarkan mereknya tersebut ke Ditjen HKI. Tujuan dari peniruan, pemalsuan atau penjiplakan merek terkenal adalah dengan memanfaatkan ketenaran, nama baik jaminan mutu tentang sifat, proses pembuatan keistimewaan, kegunaan atau jumlah dari barang-barang produksi lain. Adapun motif dan alasannya adalah memperoleh keuntungan secara cepat, tidak mau menanggung rugi dalam hal membuat suatu merek yang baru menjadi tekenal, karena selain biaya iklan dan promosi yang sangat besar juga membutuhkan proses waktu yang lama untuk menjadi terkenal, juga tidak perlu membayar biaya riset dan pengembangan.

Pengertian yang baku mengenai merek terkenal hingga sekarang belum dapat di definisikan secara jelas sehingga pelanggaran terhadap merek terkenal yang terjadi

1

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

2

Dosen Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

3

Dosen Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

4


(6)

di Indonesia masih sering terjadi. Dari penjelasan diatas terdapat tiga hal yang mendasari tesis ini, yakni apakah yang menjadi ruang lingkup kualifikasi tentang merek terkenal, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya sengketa merek dagang terkenal, dan upaya-upaya hukum saja dalam melindungi merek dagang terkenal dan cara penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal.

Dalam UUM No.15/2001 terdapat perubahan-perubahan dari UUM sebelumnya, diantaranya memuat ketentuan mengenai penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yaitu melalui Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa maupun melalui Jalur Arbitrase.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui library research yang meliputi sumber hukum primer, skunder dan tersier. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif-induktif.

Berdasarkan penelitian untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap merek, khususnya merek terkenal disarankan agar di dalam UUM No.15/2001 mencantumkan kriteria merek terkenal secara terperinci sebagai acuan untuk menentukan mana yang dapat disebut sebagai merek terkenal sekaligus mempermudah penerapan dalam segala prosedur terhadap merek terkenal. Selain itu bagi pemegang merek disarankan untuk mendaftarkan mereknya sehingga perlindungan hukum yang diberikan akan lebih maksimal dan menghindari terjadinya peniruan atau penjiplakan oleh pihak lain. Diharapkan kepada World Trade Organization (WTO) untuk menyediakan kamar khusus yang diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi merek agar penerapan penentuan merek itu menjadi suatu merek dagang terkenal atau bukan tidak hanya berdasarkan atas putusan pengadilan semata. Peningkatan peranan aparatur hukum yang optimal dan profesional dalam mendalami tentang merek terkenal dan agar lebih tegas dan lebih berani dalam memberikan sanksi yang berat terhadap pihak yang melakukan kecurangan agar dapat memberikan efek jera. Dan kepada aparatur Ditjen HKI agar lebih meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek agar dapat meminimalisir atau menghindari terjadinya pelanggaran terhadap hak merek yang berakibat timbulnya suatu sengketa atas merek dagang terkenal.

Kata kunci : Sikap Pengadilan Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Terkenal


(7)

JUDICIAL ATTITUDE TOWARDS THE SETTLEMENT OF DISPUTE OVER THE FAMOUS TRADEMARK (STUDIES ON THE COMMERCIAL COURT DECISION)

D. Shahreiza5 Tan Kamello6 Runtung Sitepu7 Sanwani Nasution8

Abstract

Brand as one form of intellectual property rights play a very important for smooth operation and increased trade in goods and services for the development of global economy. Besides the brand also plays an important role in preventing unhealthy business competition in terms of protecting the interests of producers, traders and consumers. So the importance of the role of brands in the market life of a brand is often used as a very salable commodity to be traded to bring the practice of forgery and impersonation unhealthy, based on bad faith that will ultimately affect losses for producers, traders and consumers themselves.

The occurrence of a dispute over the well known trademarks by way of imitation or plagiarism to the brand, both of which are registered brands or brands that have not been registered. The dispute over the brand that has been registered due to errors by the Directorate General of Intellectual Property Rights, where the DG is not IPR or less rigorous in processing the petition filed by a party brand that others, when the trademark was registered by the previous. The purpose of impersonation, falsification or plagiarism is a famous brand by leveraging the fame, the good name of quality assurance concerning the nature, manufacturing process privilege, the usefulness or the amount of goods produced in another. As for the motive and the reason is to gain quick profits, do not want to bear the loss in terms of making a new brand into famous, because in addition to advertising and promotion costs are very large also takes a long time process to be famous, nor do they have to pay the costs of research and development.

Understanding the standard of well-known brands up to now cannot be defined clearly so that violations of well-known brand that occurred in Indonesia are still common. From the above explanation, there are three things that underlie this thesis, namely what is the scope of the qualifications of the famous brand, what are the factors that lead to well-known trademark dispute, and the efforts of law alone to

5

Student-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

6

Lecturer-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

7

Lecturer-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

8


(8)

protect famous trademarks and the way the settlement of the well-known trademark dispute.

In UUM No.15/2001 contained changes from the previous UUM, among others contains provisions regarding the settlement of disputes outside the courts, through points or through the Alternative Dispute Resolution Arbitration Path.

Methods of research conducted to examine and answer the above problems is to use a method that is descriptive analytical research, while the method of approach to research carried out using a normative juridical approach through library research including sources of primary law, secondary and tertiary. Then these data are analyzed with qualitative methods that can be drawn conclusions are deductive-inductive.

Based on research to provide maximum protection for the brand, particularly well-known brand is suggested that in UUM No.15/2001 include detailed criteria of known brand as a benchmark to determine which ones may be cited as the well-known brands as well as facilitate the implementation of all procedures of the famous brands. In addition to the brand holders are advised to register a trademark so that legal protection would be given more leverage and to avoid the occurrence of imitation or plagiarism by others. It is expected the World Trade Organization (WTO) to provide special rooms given the authority to certify the application of branding to the determination of the brand into a well-known trademark or not is not only based on court decisions alone. Increasing the role of optimal legal apparatus and deepen professional in about a famous brand and to be more assertive and more willing to give severe sanctions against those who commit fraud in order to provide a deterrent effect. And the Directorate General of IPR officials in order to further improve the quality of the brand inspection system in order to minimize or avoid the violation of the right brand that result in the emergence of a dispute over the well-known trademarks.

Key Words : Attitude Court Dispute Resolution Famous Trademarks


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, Assalamualaikum Wr. Wb...

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, serta Shalawat dan salam atas junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para sahabat dan umatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul “Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi bagi penulis untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H) Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU)-Medan.

Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh sebab itu kepada seluruh pembaca, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sehingga terjadi suatu sinergi yang pada akhirnya akan membuat penelitian ini lebih baik serta memiliki nilai yang lebih di masa mendatang.

Dengan penuh rasa hormat dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada para pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan tesis ini, diantaranya kepada Dosen Pembimbing I, Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., Dosen Pembimbing II, Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., dan Dosen Pembimbing III, Bapak Prof. Sanwani Nasution, S.H., atas segala pengorbanan waktu, tenaga dan pemikiran untuk memberikan bimbingan dan masukan serta arahan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Penguji, Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., dan Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., D.FM., yang telah memberikan masukan berupa saran, petunjuk serta arahan yang sistematis


(10)

dan konstruktif terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini mulai dari tahap awal hingga akhir.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTMH (CTM), Sp.Ak., selaku Rektor beserta

para Pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur dan Asisten Direktur beserta seluruh Staff Program Studi Magister Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum beserta para Pembantu Dekan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Magister Pascasarjana Ilmu Hukum Sumatera Utara beserta seluruh Staff di Program Studi Magister Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Guru Besar serta para Dosen/Staff Pengajar Program Studi Magister Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Ketua Pengadilan Negeri Medan-Sumatera Utara, yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan riset dan studi pada putusan Pengadilan Niaga Medan. 7. Kepada seluruh teman-teman dan rekan-rekan sejawat Angkatan 2009 di Sekolah

Program Studi Magister Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama membantu, memberikan dukungan dan semangat, serta kepada seluruh pegawai dan karyawan Program Studi Magister Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis selama masa perkuliahan dari awal hingga akhir.

Tesis ini penulis persembahkan dengan setulus hati kepada kedua Orangtua tersayang dan tercinta, Ayahanda (Almarhum) H. Dt. Usman, S.H., Ibunda Hj. Wan Nurhaida. Tidak lupa penulis haturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Abangnda D. Shafaril Achyar, S.H., Kakanda Dra. W. Zulfah Rita, Abangnda


(11)

D. Shafrizal, S.E., keponakan-keponakan tersayang, saudara-saudara dan seluruh keluarga besar, Fanny Affan Daulay, serta seluruh teman-teman/rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang tak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil dan semangat yang tak terhingga kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu melindungi dan melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin YRA.

Medan, Agustus 2011 Penulis


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : D. Shahreiza.

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 06 Juni 1981.

Alamat : Jl. Dr. Hamzah No. 3 Medan-Sumut. Jenis Kelamin : Laki-laki.

Agama : Islam.

Status : Belum Menikah.

Pekerjaan : Mahasiswa.

Anak Ke : 4 (empat) dari 4 (empat) Bersaudara.

II. Orang Tua

Nama Ayah Kandung : (Alm.) H. Dt. Usman, S.H. Nama Ibu Kandung : Hj. Wan Nurhaida.

III. Pendidikan Formal

1987 - 1993 SD Swasta Harapan I Medan. 1993 - 1996 SMP Swasta Harapan I Medan. 1996 - 1999 SMA Swasta Harapan Medan.

1999 - 2005 S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2009 - 2011 S-2 Magister Ilmu Hukum/Pascasarjana


(13)

DAFTAR ISI

INTISARI ...i

ABSTRACT ...iii

KATA PENGANTAR ...v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...viii

DAFTAR ISI ...ix

BAB I : PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ………...1

B. Perumusan Masalah ………...15

C. Tujuan Penelitian ………...16

D. Manfaat Penelitian ……….16

E. Keaslian Penelitian ………17

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ………18

1. Kerangka Teori ………....18

2. Landasan Konsepsional ………...30

G. Metode Penelitian ………..33

1. Objek Penelitian ...………...…...33

2. Spesifikasi Penelitian ...………....34

3. Sumber Data Penelitian ...………..35

4. Teknik Pengumpulan Data ………...………...35

5. Analisa Data Penelitian ...36

BAB II : RUANG LINGKUP KUALIFIKASI PENGERTIAN MEREK DAGANG TERKENAL MENURUT UNDANG-UNDANG INDONESIA, PENDAPAT PARA SARJANA DAN KONVENSI INTERNASIONAL ...38

A. Sejarah Tentang Perkembangan Undang-Undang Merek Di Indonesia ...38

B. Pengertian Merek Dagang Terkenal Menurut Undang-Undang Dan Hukum Di Indonesia ...48


(14)

C. Pengertian Merek Dagang Terkenal Menurut Pendapat Para

Sarjana Dan Konvensi Internasional ...51

D. Merek Dagang Terkenal Mencakup Barang Sejenis Dan Tidak Sejenis ...59

BAB III : FAKTOR-FAKTOR YANG MENJADI PENYEBAB BANYAKNYA TERJADI SENGKETA MEREK DAGANG TERKENAL ...61

A. Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Dagang Terkenal ...61

B. Beberapa Masalah Yang Berhubungan Dengan Merek Dagang Terkenal ...67

1. Hukum Merek Masih Kurang Memasyarakat ...67

2. Masih Banyaknya Merek Yang Belum Terdaftar ...68

3. Perjanjian Lisensi Merek Belum Dapat Didaftarkan ...70

4. Logo Perusahaan Sekaligus Sebagai Merek ...72

a. Logo dan Nama Perusahaan ...72

b. Hubungan Dengan Merek ...73

5. Penggantian Undang-Undang Merek Tidak Banyak Mempengaruhi Pelanggaran Merek ...75

BAB IV : UPAYA-UPAYA HUKUM DALAM MELINDUNGI MEREK DAGANG TERKENAL DAN CARA PENYELESAIAN ATAS SENGKETA MEREK DAGANG TERKENAL ...77

A. Perlindungan Merek Dagang Terkenal ...77

1. Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang Di Indonesia ...77

1.1. Perlindungan Hukum Preventif ...80

1.2. Perlindungan Hukum Represif ...84

1.3. Penetapan Sementara Pengadilan Niaga ...87

2. Berdasarkan Konvensi-Konvensi Internasional ...88


(15)

B. Penyelesaian Atas Sengketa Merek Dagang Terkenal ...97

1. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) ...98

2. Lembaga Arbitrase ...103

3. Pengadilan (litigasi) ...106

C. Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan) ....120

1. Putusan Perkara Nomor: 02/Merek/2004/PN.Niaga/Medan. (Tentang Merek Dagang SP-36) ...121

2. Putusan Perkara Nomor: 03/Merek/2004/PN.Niaga/Medan. (Tentang Merek Dagang HOCK) ...125

3. Putusan Perkara Nomor: 02/Merek/2008/PN.Niaga/Medan. (Tentang Merek Dagang YASUKA+LOGO YSK) ...130

4. Putusan Perkara Nomor: 01/Merek/2010/PN.Niaga/Medan. (Tentang Merek Dagang POLO) ...136

5. Putusan Perkara Nomor: 06/Merek/2010/PN.Niaga/Medan. (Tentang Merek Dagang Dong Feng) ...141

D. Analisis Terhadap Pertimbangan-Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Medan Dalam Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal ...147

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...150

A. Kesimpulan ...150

B. Saran ...158


(16)

SIKAP PENGADILAN TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA ATAS MEREK DAGANG TERKENAL (STUDI PADA PUTUSAN PENGADILAN NIAGA MEDAN)

D. Shahreiza1 Tan Kamello2 Runtung Sitepu3 Sanwani Nasution4

Intisari

Merek sebagai salah satu wujud dari Hak Kekayaan Intelektual memegang peranan yang sangat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa bagi perkembangan ekonomi secara global. Selain itu merek juga berperan penting dalam mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dalam hal melindungi kepentingan produsen, pedagang dan konsumen. Begitu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar seringkali merek dijadikan komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan yang tidak sehat, didasari oleh itikad yang tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak kerugian bagi para produsen, pedagang maupun konsumen itu sendiri.

Terjadinya sengketa atas merek dagang terkenal dengan cara melakukan peniruan atau penjiplakan terhadap merek, baik terhadap merek yang sudah terdaftar maupun merek yang belum terdaftar. Sengketa atas merek yang sudah terdaftar terjadi akibat kesalahan oleh pihak Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, dimana pihak Ditjen HKI tidak atau kurang teliti dalam memproses permohonan merek yang diajukan oleh pihak lain, padahal merek tersebut sudah terdaftar oleh pihak sebelumnya. Sedangkan sengketa terhadap merek yang belum terdaftar terjadi akibat kesalahan dari pemilik merek sebelumnya dikarenakan tidak mendaftarkan mereknya tersebut ke Ditjen HKI. Tujuan dari peniruan, pemalsuan atau penjiplakan merek terkenal adalah dengan memanfaatkan ketenaran, nama baik jaminan mutu tentang sifat, proses pembuatan keistimewaan, kegunaan atau jumlah dari barang-barang produksi lain. Adapun motif dan alasannya adalah memperoleh keuntungan secara cepat, tidak mau menanggung rugi dalam hal membuat suatu merek yang baru menjadi tekenal, karena selain biaya iklan dan promosi yang sangat besar juga membutuhkan proses waktu yang lama untuk menjadi terkenal, juga tidak perlu membayar biaya riset dan pengembangan.

Pengertian yang baku mengenai merek terkenal hingga sekarang belum dapat di definisikan secara jelas sehingga pelanggaran terhadap merek terkenal yang terjadi

1

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

2

Dosen Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

3

Dosen Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Ilmu Hukum.

4


(17)

di Indonesia masih sering terjadi. Dari penjelasan diatas terdapat tiga hal yang mendasari tesis ini, yakni apakah yang menjadi ruang lingkup kualifikasi tentang merek terkenal, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya sengketa merek dagang terkenal, dan upaya-upaya hukum saja dalam melindungi merek dagang terkenal dan cara penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal.

Dalam UUM No.15/2001 terdapat perubahan-perubahan dari UUM sebelumnya, diantaranya memuat ketentuan mengenai penyelesaian sengketa di luar Pengadilan, yaitu melalui Jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa maupun melalui Jalur Arbitrase.

Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui library research yang meliputi sumber hukum primer, skunder dan tersier. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif-induktif.

Berdasarkan penelitian untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap merek, khususnya merek terkenal disarankan agar di dalam UUM No.15/2001 mencantumkan kriteria merek terkenal secara terperinci sebagai acuan untuk menentukan mana yang dapat disebut sebagai merek terkenal sekaligus mempermudah penerapan dalam segala prosedur terhadap merek terkenal. Selain itu bagi pemegang merek disarankan untuk mendaftarkan mereknya sehingga perlindungan hukum yang diberikan akan lebih maksimal dan menghindari terjadinya peniruan atau penjiplakan oleh pihak lain. Diharapkan kepada World Trade Organization (WTO) untuk menyediakan kamar khusus yang diberikan kewenangan untuk melakukan sertifikasi merek agar penerapan penentuan merek itu menjadi suatu merek dagang terkenal atau bukan tidak hanya berdasarkan atas putusan pengadilan semata. Peningkatan peranan aparatur hukum yang optimal dan profesional dalam mendalami tentang merek terkenal dan agar lebih tegas dan lebih berani dalam memberikan sanksi yang berat terhadap pihak yang melakukan kecurangan agar dapat memberikan efek jera. Dan kepada aparatur Ditjen HKI agar lebih meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek agar dapat meminimalisir atau menghindari terjadinya pelanggaran terhadap hak merek yang berakibat timbulnya suatu sengketa atas merek dagang terkenal.

Kata kunci : Sikap Pengadilan Penyelesaian Sengketa Merek Dagang Terkenal


(18)

JUDICIAL ATTITUDE TOWARDS THE SETTLEMENT OF DISPUTE OVER THE FAMOUS TRADEMARK (STUDIES ON THE COMMERCIAL COURT DECISION)

D. Shahreiza5 Tan Kamello6 Runtung Sitepu7 Sanwani Nasution8

Abstract

Brand as one form of intellectual property rights play a very important for smooth operation and increased trade in goods and services for the development of global economy. Besides the brand also plays an important role in preventing unhealthy business competition in terms of protecting the interests of producers, traders and consumers. So the importance of the role of brands in the market life of a brand is often used as a very salable commodity to be traded to bring the practice of forgery and impersonation unhealthy, based on bad faith that will ultimately affect losses for producers, traders and consumers themselves.

The occurrence of a dispute over the well known trademarks by way of imitation or plagiarism to the brand, both of which are registered brands or brands that have not been registered. The dispute over the brand that has been registered due to errors by the Directorate General of Intellectual Property Rights, where the DG is not IPR or less rigorous in processing the petition filed by a party brand that others, when the trademark was registered by the previous. The purpose of impersonation, falsification or plagiarism is a famous brand by leveraging the fame, the good name of quality assurance concerning the nature, manufacturing process privilege, the usefulness or the amount of goods produced in another. As for the motive and the reason is to gain quick profits, do not want to bear the loss in terms of making a new brand into famous, because in addition to advertising and promotion costs are very large also takes a long time process to be famous, nor do they have to pay the costs of research and development.

Understanding the standard of well-known brands up to now cannot be defined clearly so that violations of well-known brand that occurred in Indonesia are still common. From the above explanation, there are three things that underlie this thesis, namely what is the scope of the qualifications of the famous brand, what are the factors that lead to well-known trademark dispute, and the efforts of law alone to

5

Student-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

6

Lecturer-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

7

Lecturer-Medan USU Graduate School, Master of Legal Studies.

8


(19)

protect famous trademarks and the way the settlement of the well-known trademark dispute.

In UUM No.15/2001 contained changes from the previous UUM, among others contains provisions regarding the settlement of disputes outside the courts, through points or through the Alternative Dispute Resolution Arbitration Path.

Methods of research conducted to examine and answer the above problems is to use a method that is descriptive analytical research, while the method of approach to research carried out using a normative juridical approach through library research including sources of primary law, secondary and tertiary. Then these data are analyzed with qualitative methods that can be drawn conclusions are deductive-inductive.

Based on research to provide maximum protection for the brand, particularly well-known brand is suggested that in UUM No.15/2001 include detailed criteria of known brand as a benchmark to determine which ones may be cited as the well-known brands as well as facilitate the implementation of all procedures of the famous brands. In addition to the brand holders are advised to register a trademark so that legal protection would be given more leverage and to avoid the occurrence of imitation or plagiarism by others. It is expected the World Trade Organization (WTO) to provide special rooms given the authority to certify the application of branding to the determination of the brand into a well-known trademark or not is not only based on court decisions alone. Increasing the role of optimal legal apparatus and deepen professional in about a famous brand and to be more assertive and more willing to give severe sanctions against those who commit fraud in order to provide a deterrent effect. And the Directorate General of IPR officials in order to further improve the quality of the brand inspection system in order to minimize or avoid the violation of the right brand that result in the emergence of a dispute over the well-known trademarks.

Key Words : Attitude Court Dispute Resolution Famous Trademarks


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan semakin tumbuh pesatnya era perdagangan global dan perkembangan industri pada saat ini merupakan salah satu perkembangan yang sangat aktual serta memperoleh perhatian yang seksama. Dilihat dari kecenderungannya di masa mendatang adalah semakin meluasnya arus globalisasi, baik di bidang sosial, ekonomi, budaya, hukum, maupun di bidang-bidang kehidupan lainnya. Dalam perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih dan pesat telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara drastis dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama. Hal tersebut secara tidak langsung menyebabkan dunia usaha dan perdagangan menjadi arena persaingan bisnis yang ketat dan selektif. Apabila diperhatikan era perdagangan global tersebut hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang dilindungi hukum, yang menjamin bagi para pelaku usaha maupun pihak-pihak yang berkaitan antara satu dengan lainnya. Namun sangat disayangkan dalam dunia industri dan perdagangan Nasional dan Internasional sendiri saat ini menunjukkan berbagai gejala persaingan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak simpatik serta tidak mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Hal tersebut tidak hanya merugikan produsen, akan tetapi juga merugikan masyarakat luas, khususnya konsumen. Disinilah merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memegang


(21)

peranan yang amat penting dalam mencegah terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Begitu pentingnya peran suatu merek dapat dilihat dari pernyataan berikut:

“Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original/asli. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materinya-lah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril”.9

Karena demikian pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar, seringkali merek menjadi komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan atau peniruan merek atas suatu produk yang laris dan berkualitas di pasar dewasa ini, yang jelas merek memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi sekali, oleh sebab itu maka merek perlu dilindungi oleh Hukum, baik oleh Hukum Nasional maupun Hukum Internasional.10

Lebih lanjut bila berbicara mengenai merek maka dapat dipahami bahwa persoalan merek tidak dapat terlepas dari Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI), yang merupakan hak yang timbul atas hasil olah pikir otak manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia. Pada intinya Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu

9

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm 329-330.

10

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual, UIR Press, Pekanbaru, 2001, hlm. 54.


(22)

kreativitas intelektual, sedangkan objek yang diatur didalamnya adalah karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia.11

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual tersebut, manusia pada akhirnya menimbulkan kebutuhan untuk melindungi atau mempertahankan kekayaan tersebut yang melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan intelektual (Intellectual Property), termasuk didalamnya pengakuan hak terhadapnya. Sesuai dengan hakikatnya Hak Kekayaan Intelektual dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak berwujud (Intangible).

Indonesia sebagai Negara yang berdasarkan hukum (Rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat),12 telah berupaya memberikan perlindungan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual, khususnya pada bidang merek sebagai bagian dari lingkup Hak Kekayaan Intelektual tersebut, perlindungan hukum terhadap merek diberikan dikarenakan merek memegang peranan yang amat penting, yang oleh karenanya memerlukan suatu sistem pengaturan yang lebih memadai dan lebih baik agar dapat memberikan perlindungan, keadilan dan kepastian hukum.

Paham mengenai hak milik Indonesia yang dikenal dalam Hukum Perdata yang berlaku hingga pada saat ini pada dasarnya tergantung pada konsep kebendaan. Lebih dari itu konsep ini tergantung pada asumsi fisik, yaitu tanah atau alam dan

11

Rizki Ismanto, M. Ali Aranoval, Kewenangan Pengadilan Negeri Dalam Memeriksa

Kasus Tindak Pidana Paten Berdasarkan Kasus No.38/PID/204/PN. Jakarta Timur. Divisi Advokasi


(23)

benda lain yang terkandung atau tumbuh di atasnya. Kalaupun berkembang pada asumsi non fisik atau benda tidak berwujud, hak-hak seperti itu masih bersifat derivatif dari hak-hak yang berpangkal dari konsep kebendaan tadi.13

Dari sudut pandang Hak Kekayaan Intelektual, berkembangnya aturan tersebut diperlukan karena adanya sikap penghargaan, penghormatan dan perlindungan yang tidak saja memberikan rasa aman, tetapi juga akan mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat untuk menghasilkan karya-karya yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak.

Jika dilihat dari sisi Nasional bahwa manusia Indonesia berperan sebagai pelaku atau pelaksana dan meningkatnya profesionalitas dan produktivitas merupakan sesuatu yang benar-benar ingin diwujudkan, maka perkembangan Hak Kekayaan Intelektual dalam sistem Hukum Indonesia sangat penting, konkretnya seperti pada bidang Merek. Perkembangan industri dan perdagangan saat ini berkembang dengan sangat pesat sehingga dunia usaha menjadi arena kompetisi bisnis yang ketat dan selektif. Dalam dunia industri dan era perdangangan bebas ini, merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa, yakni merupakan alat untuk membedakan

12

Terdapat dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 1 ayat (3), menegaskan bahwa: “Negara Indonesia Adalah Negara Hukum”.

13

Suyud Margono, Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual, Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2002, hlm. 4-5.


(24)

barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal usul barang tersebut (Indication Of Origin).14

Pemberian merek ini menunjukkan kualitas (mutu) barang dan jasa tersebut dan juga untuk mencegah terjadinya peniruan. Dalam hal ini merek memberikan jaminan nilai atau kualitas barang dan jasa suatu produk, dengan perkataan lain merek tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang dan jasa kepada konsumen. Selanjutnya merek juga berfungsi sebagai promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. Dikutip dari pernyataan berikut:

“Pemakaian suatu merek dalam praktek juga membawa pengaruh terhadap sikap dan penerimaan masyarakat tentang keberadaan merek itu, jika suatu merek cukup dikenal dalam masyarakat, maka merek tersebut dianggap telah mempunyai daya pembeda yang cukup hingga dapat diterima sebagai merek”.15

Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia semula diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Mengingat Undang ini dianggap kurang memadai lagi, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Undang-Undang-Undang-Undang ini pun diubah

14

Muhammad Djumahana, R, Djubaedilah, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan

Prakteknya Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm. 149.

15

Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995, hlm. 276.


(25)

menjadi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 dan terakhir diubah menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

Berdasarkan reputasi (reputation) dan kemashuran (renown) suatu merek, merek dibedakan dalam 3 (tiga) jenis, yakni:

1. Merek Biasa (normal marks),

2. Merek Terkenal (well-known marks), dan 3. Merek Aristokrat/Mashur (aristocrat marks).

Merek biasa adalah merek merek yang tergolong tidak memiliki reputasi tinggi. Merek yang berderajat biasa ini dianggap kurang memberikan pancaran simbolis gaya hidup, baik dari segi pemakaian dan teknologi, masyarakat konsumen melihat merek tersebut kualitasnya rendah. Merek biasa juga dianggap tidak memiliki kekuatan menggambarkan (drawing power) yang mampu memberikan sentuhan keakraban dan kekuatan mitos (mythical power) yang sugestif kepada masyarakat konsumen, dan tidak mampu membentuk lapisan pasar dan pemakai.16 Di atas merek biasa terdapat merek terkenal, yakni merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada dibawah merek tersebut langsung menimbulkan sentuhan keakraban (familiar attachement) dan ikatan mitos (mythical context) kepada segala lapisan konsumen. Tingkat derajat tertinggi adalah merek termashur. Sedemikian rupa mashurnya di seluruh dunia mengakibatkan reputasinya

6

M. Yahya Harahap, 1996, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 80-81.


(26)

digolongkan sebagai merek aristokrat dunia. Dalam kenyataannya sangatlah sulit membedakan antara merek terkenal dengan merek termashur. Kesulitan dalam penafsiran mengakibatkan kesulitan menentukan batas dan ukuran di antara keduanya. Jika merek termashur didasarkan pada ukuran yang sangat terkenal dan sangat tinggi reputasinya, pada dasarnya ukuran seperti itu juga dimiliki oleh merek terkenal.

Undang-Undang Merek sebenarnya telah diberlakukan di Indonesia sejak awal abad kedua puluh ketika Pemerintah Kolonial Belanda menetapkan Reglement Industrieele Eigendom pada tahun 1912, yang memberikan perlindungan terhadap hak milik industrial, tidak hanya terhadap merek tetapi juga terhadap paten dan desain. Sistem hukum yang dianut pada saat itu adalah “Sistem Pemakaian Pertama” (first to use principle) dan sistem itu masih tetap dilaksanakan Indonesia meskipun telah mencapai kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus Tahun 1945. Undang-Undang Merek yang ditetapkan Belanda itu kemudian diubah dengan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 yang juga menerapkan sistem merek yang sama. Hal ini terjadi karena Undang Merek itu dianggap merupakan terjemahan Undang-Undang Merek yang dibuat oleh Belanda. Sistem merek “Pemakai Pertama” tetap digunakan hingga Indonesia mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992. Peraturan ini sangat berbeda dengan peraturan sebelumnya karena sistem merek yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 itu menerapkan “Sistem Pendaftaran Pertama”, sistem ini juga digunakan dalam Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 yang mulai disahkan pada tanggal 07


(27)

Mei Tahun 1997 setelah Indonesia menandatangani perjanjian TRIP’s (Trade Related Intellectual Property Rights) dan mengesahkan Undang-Undang Merek Nomor 7 Tahun 1994 sebagai pengesahan persetujuan perjanjian TRIPs.

Peraturan Perundang-undangan Tentang Merek di Indonesia telah berkembang pesat. Perkembangannya dapat kita lihat dengan telah terjadinya beberapa perubahan dan pembaharuan atas Undang-Undang Merek. Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 199217 yang menggantikan Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961, Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 ini juga disempurnakan dengan keluarnya Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997, penyempurnaan yang dilakukan dapat dilihat pada mekanisme pendaftaran dan perlindungan merek, sejalan dengan diratifikasinya kesepakatan akhir GATT (General Agreement Tariff and Trade) putaran Uruguay dan bergabungnya Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade Organization) pada tahun 1994 di Maroko. Kemudian Undang-Undang Merek Nomor 14 Tahun 1997 ini telah diperbaharui dengan keluarnya Undang-Undang Merek terbaru yaitu Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, dimana salah satu perubahannya adalah perlindungan terhadap merek terkenal.18 Undang Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini diharapkan dapat mengurangi pelanggaran-pelanggaran terhadap Merek, khususnya Merek Dagang, dengan melihat sanksi hukuman yang akan dijatuhkan semakin berat.

17

Dalam Undang-Undang ini sebenarnya telah tercantum definisi dan ruang lingkup perlindungan merek terkenal, namun hal ini tidak merangkum semua kebutuhan terhadap merek terkenal, karena terdapat pokok permasalahannya untuk menilai dan menyimpulkan bagaimana merek tersebut dikatakan sebagai merek terkenal.


(28)

Dilihat dalam prakteknya, walaupun telah dikeluarkannya Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini pelanggaran terhadap merek relatif masih cukup besar dengan banyaknya perkara-perkara sengketa merek di Indonesia sehingga dapat dilihat bahwa secara teoritis hak atas merek bagi pemegang merek telah dilindungi, akan tetapi dalam prakteknya tidak berlaku efektif. Dapat kita lihat dari banyaknya beredar barang-barang yang ber-merek terkenal di pasar-pasar dengan harga yang jauh sangat murah dibandingkan dengan harga barang yang sebenarnya.

Sebenarnya apa arti merek itu? Merek merupakan nama, istilah, tanda, simbol/logo, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi yang membedakannya dengan produk pesaing. Pada dasarnya merek juga merupakan janji produsen untuk secara konsisten menyampaikan serangkaian ciri atau fitur, manfaat, dan layanan tertentu kepada para konsumen. Merek yang baik juga menyampaikan jaminan tambahan berupa jaminan kualitas. Penggunaan merek memiliki beberapa tujuan, antara lain:

1. Sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaingnya yang memudahkan bagi pelanggan mengenali dan melakukan pembelian.

2. Sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk.

3. Untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan, jaminan kualitas serta citra prestise tertentu kepada para konsumen.

4. Mengendalikan dan mendominasi pasar, dengan membangun merek yang terkenal dan bercitra baik dan dilindungi hak ekslusif berdasarkan hak cipta atau paten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas konsumen.

18


(29)

Menurut Kotler (et al., 1996; kotler, 2000), dalam suatu merek terkandung 6 (enam) macam makna merek, yaitu:

1. Atribut. Merek menyampaikan atribut-atribut tertentu, misalnya “Mercedes Benz”, yang mengisyaratkan tahan lama, mahal, desain berkualitas, presitius, cepat dan nilai jual kembali yang tinggi.

2. Manfaat. Merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, sebab yang dibeli oleh konsumen adalah manfaat.

3. Nilai-nilai. Contoh “Mercedez Benz”-Jerman, yang mencerminkan kinerja tinggi, keamanan, kenyamanan dan prestise.

4. Budaya. Merek juga terkandung budaya didalamnya. 5. Kepribadian.

6. Pemakai.

Masalah pembajakan merek khususnya terhadap merek terkenal mulai berkembang sejak Indonesia menerapkan sistem ekonomi terbuka melalui Undang-Undang Penanaman Modal Asing Tahun 1967 dan Penanaman Modal Dalam Negeri Tahun 1968 hingga Undang-Undang Penanaman Modal yang terbaru sekarang yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007. Dan kasus-kasus gugatan pembatalan atas merek-merek terkenal yang telah didaftar oleh pihak yang tidak berhak atas merek tersebut semakin bertambah sejak dekade 1980-an dan mencapai klimaksnya pertama kali pada tahun 1992, terutama sejak Indonesia mengesahkan Keputusan Menteri Tahun 1987 dan Keputusan Menteri Tahun 1991 yang memberikan perlindungan terhadap merek terkenal, walaupun Indonesia sebenarnya telah meratifikasi Konvensi Paris (versi stockholm) melalui Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979, namun karena mengesampingkan beberapa pasal khususnya pasal-pasal yang memberikan perlindungan terhadap merek terkenal, maka interpretasi akan perlunya perlindungan terhadap merek terkenal dan disisi lain adanya penafsiran legalistis terhadap


(30)

pasal-pasal dalam Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961, terutama jangka waktu pengajuan gugatan pembatalan yang dalam realisasinya sering melewati batas yang telah ditentukan, telah berakibat terjadinya bermacam-macam interpretasi. Hal tersebut dapat dilihat dari kasus-kasus merek yang telah terjadi dalam beberapa keputusan peradilan, baik tingkat pertama maupun Mahkamah Agung (MA) yang memberikan perlindungan terhadap pendaftaran merek yang tidak beritikad baik. Kemudian dalam Konvensi Paris dimana Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1997 dan Trademark Law Treaty melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 1997, yang diratifikasi pada tanggal yang sama dengan pengesahan Undang-Undang Merek dan menerima seluruh pasal-pasal dalam konvensi tersebut maka diharapkan perlindungan terhadap merek-merek terkenal akan semakin membaik, akan tetapi yang menjadi kendalanya adalah mengapa kriteria merek terkenal itu perlu dibagi 2 (dua) macam, yaitu: pertama, perlindungan merek dagang/barang terkenal atau jasa sejenis; kedua, perlindungan merek dagang/barang terkenal atau jasa yang tidak sekelas atau tidak sejenis. Selain itu jika memperhatikan sarana pendukung di Kantor Merek dengan infrastruktur dan sumber daya manusia dengan adanya ketentuan mengatur tentang merek terkenal, Indonesia telah selangkah lebih maju dalam mengatasi masalah pembajakan-pembajakan merek terkenal. Akan tetapi dalam realitanya pelaksanaan perlindungan merek terkenal masih menghadapi kendala, misalnya pengetahuan dan pemahaman para penegak hukum terhadap merek terkenal yang masih harus ditingkatkan, termasuk infrastruktur untuk menentukan kriteria dan daftar merek-merek terkenal. Sengketa


(31)

merek terkenal tidak hanya terjadi di dalam Negeri (Indonesia) saja bahkan juga terjadi Diluar Negeri. Hal tersebut dilihat dari banyaknya sengketa yang berkaitan dengan merek terkenal yang diajukan ke Pengadilan.

Tujuan dari pemalsuan merek terkenal adalah untuk menjual barang-barang atau jasa hasil suatu produksi dengan memanfaatkan ketenaran, nama baik jaminan mutu tentang sifat, proses pembuatan keistimewaan, kegunaan atau jumlah dari barang-barang produksi lain. Peniruan merek dapat digolongkan pada bentuk persaingan curang. Praktek pemalsuan merek ini dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan motif dan alasan memperoleh keuntungan secara cepat dengan cara meniru merek-merek terkenal yang laris di pasaran, tidak mau menanggung resiko rugi dalam hal membuat suatu merek yang baru menjadi terkenal karena selain biaya iklan dan promosi yang sangat besar juga membutuhkan proses waktu yang lama untuk menjadi terkenal, juga tidak perlu membayar biaya riset dan pengembangan.

Kekosongan hukum Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, khususnya merek dagang terkenal, merupakan ketentuan yang rentan menimbulkan masalah sehingga harus segera ditetapkan oleh pemerintah. Munculnya berbagai masalah pemboncengan merek asing terkenal jauh sebelum undang-undang ini berlaku juga disebabkan oleh kekosongan hukum Pasal 6 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek karena Pasal tersebut mengamanatkan lahirnya sebuah Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang perlindungan merek terkenal terhadap barang dan


(32)

atau jasa yang tidak sejenis. Akibatnya, pengertian dan kriteria merek terkenal serta pengertian dan penjelasan lebih lanjut mengenai barang dan jasa tidak sejenis apakah mencakup barang-barang yang berbeda kelas barang belum dapat diketahui secara pasti dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Alasannya karena untuk menentukan keterkenalan suatu merek sangat tergantung pada penilaian Hakim yang memeriksa sengketa tersebut. Padahal Sistem Peradilan di Indonesia tidak menganut Azas Precedent dimana Hakim tidak diharuskan untuk mengikuti putusan-putusan hakim sebelumnya bahkan untuk sengketa yang sama atau mirip. Walaupun bangsa Indonesia tunduk kepada instrumen Internasional seperti The Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris) dan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs), akan tetapi semua ketentuan yang terdapat didalamnya juga tidak memberikan pengertian yang jelas dan lengkap mengenai perlindungan terhadap barang yang tidak sejenis. Ketentuan ini juga memberikan kebebasan kepada setiap negara anggota untuk menetapkan dan mengatur keterkenalan suatu merek di negaranya masing-masing. Oleh sebab itu, penentuan keterkenalan suatu merek pada akhirnya tetap diserahkan kepada Majelis Hakim.19 Pada dasarnya perlindungan terhadap merek terkenal bisa menerapkan “Azas Itikad Tidak Baik” kepada Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara tidak jujur karena membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran suatu merek sehingga merugikan pihak lain atau menimbulkan

19

Rando Purba, Analisa Yuridis Terhadap Pemboncengan Ketenaran Merek


(33)

kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Namun, pembuktian adanya itikad tidak baik juga merupakan pekerjaan yang sangat sulit karena harus dikaitkan dengan pembuktian adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya yang dalam undang-undang tentang merek juga belum diatur secara lengkap dan jelas. Selanjutnya pembuktian adanya azas itikad tidak baik ini juga harus didahului dengan pembuktian keterkenalan merek tersebut. Pada akhirnya semua pihak hanya berharap agar Peraturan Pemerintah yang sudah diamanatkan oleh Undang-Undang dapat segera disahkan sehingga sengketa yang berkaitan dengan pemboncengan merek terkenal dapat diselesaikan atau sedapat mungkin dapat dihindari. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek tidak memuat secara rinci mengenai hal ini. Kriteria suatu merek itu terkenal dalam penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, hanya didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat mengenai merek atau nama tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Dalam praktiknya, untuk membuktikan bahwa suatu merek itu terkenal, sering diikuti dengan adanya promosi yang cukup sering dan digunakan secara efektif. Bahkan kadang-kadang diikuti dengan persyaratan bahwa merek itu telah didaftar di berbagai Negara, misalnya minimal 3 (tiga) Negara. Seharusnya penentuan mengenai merek terkenal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah yang sayangnya sampai saat ini belum ada. Hal ini sangat menyulitkan para Hakim dan


(34)

aparat penegak hukum lainnya dalam menyelesaikan sengketa atau pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.20

Didasari kesimpulan di atas sehingga penulis menyatakan dalam pengaturan Undang-Undang Merek di Indonesia sebaiknya dibentuk peraturan khusus terhadap kriteria atau tolok ukur merek terkenal untuk kepastian hukum, tentu saja dengan tujuan akhirnya sesuai dengan tujuan utama undang-undang ini, yaitu untuk tercapainya nilai keadilan bagi semua pihak, baik bagi para pelaku usaha maupun bagi kepentingan umum.

Berdasarkan dari uraian diatas maka penulis berminat untuk melakukan penelitian dalam Tesis ini mengenai “Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Berdasarkan Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari Latar Belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa pokok permasalahan yang akan coba penulis bahas dalam tesis ini, antara lain:

1. Bagaimana ruang lingkup kualifikasi merek dagang terkenal menurut hukum di Indonesia, pendapat para sarjana dan konvensi Internasional? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya sengketa merek

dagang terkenal di Indonesia?

20


(35)

-and-3. Bagaimana upaya upaya hukum dalam melindungi merek dagang terkenal dan cara penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal serta bagaimana analisis hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Medan terhadap pertimbangan pertimbangan hukum dalam penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan Permasalahan diatas maka yang menjadi Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana ruang lingkup kualifikasi merek dagang terkenal menurut hukum di Indonesia, pendapat para sarjana dan konvensi Internasional?

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya sengketa merek dagang terkenal di Indonesia?

3. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya hukum dalam melindungi merek dagang terkenal dan cara penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal serta bagaimana analisis hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga Medan terhadap pertimbangan-pertimbangan hukum dalam penyelesaian atas sengketa merek dagang terkenal?

D. Manfaat Penelitian


(36)

Manfaat penelitian ini secara teoritis adalah dapat menambah pengetahuan dalam bidang Hukum Kekayaan Intelektual (HKI) pada umumnya, dan khususnya pada Merek Terkenal yang merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual, sehingga diharapkan bertambahnya pemahaman tentang Merek, khususnya Merek Dagang Terkenal. Manfaat lainnya adalah dari segi praktis yang berhubungan erat dengan Hak Kekayaan Intelektual, terutama bagi produsen dan perangkat hukum, dimana peranan perangkat hukum sangat besar untuk melindungi produsen dari pemegang Hak Kekayaan Intelektual agar tidak terjadinya tindakan atau perbuatan melawan hukum serta penyelesaian terhadap kasus-kasus terhadap Merek, khususnya Merek Dagang Terkenal sesuai dengan adanya Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Terkenal.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran dari berbagai informasi dan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis terhadap hasil–hasil penelitian yang pernah dilakukan dan diketahui di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai permasalahan merek pernah diangkat oleh beberapa narasumber dan peneliti lain, diantaranya adalah:

1. Natalia S.M. Pasaribu, dengan judul tesis Wanprestasi Dalam Perjanjian

Lisensi Merek. (Magister Kenotariatan, 2002).

2. Onggara Sambihuji, dengan judul tesis Penegakan Hukum Atas Tindak


(37)

3. Dina Yenny M. Sitepu, dengan judul tesis Tindakan Hukum Atas

Pelanggaran Merek Terdaftar (Suatu Studi di Kota Medan). (Magister

Kenotariatan, 2003).

4. Feri Susanto Limbong, dengan judul tesis Perlindungan Hukum Terhadap

Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia Di Kota Medan. (Magister Ilmu Hukum, 1999).

5. Juli Agung P, dengan judul tesis Pertanggungjawaban Direksi Perusahaan

Terbatas Dalam Kaitannya Dengan Pelanggaran Merek. (Magister Ilmu

Hukum, 2007).

6. Bindu Tagor Naibaho, dengan judul tesis Pemakaian Merek Tidak Sesuai

Dengan Sebenarnya Pada Kemasan Produk Barang. (Magister Ilmu

Hukum, 2003).

7. Rahmad Parulian, dengan judul tesis Penetapan Sementara Pengadilan

Dalam Rangka Penegakan Hukum Merek Di Indonesia. (Magister Ilmu

Hukum, 2004).

Namun dengan demikian penulis tidak menemukan adanya persamaan terhadap judul penelitian satu dengan lainnya yang sama persis dengan judul proposal tesis ini. Dengan demikian penelitian ini asli sepanjang mengenai judul permasalahan yang diuraikan diatas, baik dari segi materi dan objek penelitian sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan dan asli.


(38)

1. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya yang tertinggi.21 Teori hukum sendiri tidak boleh disebut sebagai kelanjutan dari mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah direkonstruksi kehadiran teori hukum secara jelas.22

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui,23 yang merupakan masukan bersifat eksternal dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, paling tidak terdapat 5 (lima) kegunaan kerangka teoritis bagi suatu penelitian, yakni sebagai berikut:

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan defenisi-defenisi. 3. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

4. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 5. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh

karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.24

21

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 254. 22 Ibid, hlm. 253.

23 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, C.V. Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80. 24 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, 1986, Jakarta, hlm. 121.


(39)

Salah satu kajian dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang cukup berperan dalam bisnis dewasa ini adalah Merek (Trademark). Oleh karena itu merek erat sekali kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik berupa barang maupun jasa.

Dalam hal ini Teori yang digunakan penulis adalah “Azas Keadilan dan Kepastian Hukum” yang mendasari dalam suatu penyelesaian hukum terhadap sengketa merek. Kepastian hukum maksudnya adalah hukum dijalankan sesuai das sollen atau keinginan dan tujuan bersama. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan legal order sebagai:

“The existence of a legal orders is more important than it’s justice and expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certaintly, that is order or peace” (Eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban atau ketentraman).25

Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa:

“Legal certaintly not only requires the validity of legal rules laid down by power, it also makes demands on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certaintly, that it be practicable” (Kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat di administrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan).26

25

Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk, Kurt, The Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin, Harvard University Press, USA, 1950-dikutip dalam Endang Purwaningsih,

Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten. Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm 206.

26


(40)

Kepastian hukum memerlukan hukum positif yang ditetapkan melalui kekuasaan Pemerintah dan aparatnya, untuk selanjutnya dilaksanakan sesuai isinya. Keadilan dan kepastian hukum menjadi dasar dan tujuan akhir bagi Pengadilan dalam memutus suatu perkara Hak Kekayaan Intelektual, khususnya atas merek dagang terkenal. Pengadilan merupakan instansi terakhir bagi para pihak yang bersengketa untuk memecahkan masalah hukum yang mereka hadapi, kecuali bagi para pihak yang menyerahkan sengketa/konflik mereka kepada badan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) ataupun melalui Lembaga Arbitrase.

Keadilan dan kepastian hukum menjadi recht idee dalam penyelesaian hukum terhadap sengketa merek. Keseimbangan kepentingan antara para pihak dapat dicapai melalui penentuan scope of claims (ruang lingkup pengadilan) secara seimbang pula, yang dilalukan oleh Hakim dalam Pengadilan. Radbruch menilai sebagai:

“By justice we would test whether a precept is cast in the form of law at all, whether it may at all be brought within the concept of law; by expediency we would determine whether it’s contents are rights; and by legal certainty it affords we would judge whether to ascribe to it validity” (Dengan keadilan kita bisa menguji apakah suatu ajaran ataupun aturan adalah masuk kedalam bentuk hukum seluruhnya, apakah mungkin keseluruhannya tercakup dalam concept of laws; dengan kelayakan kita dapat menentukan apakah keseluruhan isinya adalah benar dan dengan kepastian hukum membuka kita untuk menilai dan menganggap ke absahannya)27

Dengan kata lain berdasarkan keputusan pengadilan serta pendapat ataupun ajaran hukum, maka azas keadilan dan kepastian hukum harus mendasari setiap penyelesaian hukum sengketa merek.

27


(41)

Selanjutnya bila dilihat keberadaan merek sebagai bagian dari Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu bagian dari suatu sistem hukum dalam kerangka hukum Indonesia. Seperti yang ditegaskan Ranggalawe S, yang menyebutkan bahwa: “Hukum HaKI merupakan salah satu bagian sistem hukum yang merupakan salah satu bagian tatanan nilai dalam masyarakat. Norma-norma perlindungan HaKI dicoba dilihat dari berbagai sudut kepentingan di luar dari hukum HaKI itu sendiri, sehingga HaKI tidak bisa tidak merupakan sistem yang dipengaruhi masyarakat dan mempengaruhi masyarakat baik di tatanan masyarakat moderen maupun masyarakat tradisional di negara berkembang. Dalam kancah Internasional sistem HaKI juga dapat dilihat sebagai suatu sistem hukum yang dijadikan piranti perlindungan kepentingan dua pihak yang saling berhadapan, yaitu: negara maju (developed countries) dan negara berkembang (developing countries)”.28

Menurut Award, sistem29 diartikan sebagai:

“Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur (system is an organized, functioning relationship among units or components)”.30

Selanjutnya Mariam Darus menegaskan bahwa:

“Suatu sistem adalah kumpulan azas-azas yang terpadu, yang merupakan landasan diatas mana dibangun tertib hukum”.31

Sedangkan hukum sebagai sistem menurut Lawrence M. Friedmann, terdiri dari 3 (tiga) unsur, yaitu: struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).32

28

Ranggalawe S, Masalah Perlindungan HaKI Bagi Traditional Knowledge. http://www.ikht.net/artikel_pertopik.php?subtema=Intellectual Property. Akses tanggal 18 Mei 2011.

29

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang mempunyai pengertian “Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts), lihat William A. Shrode and Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, Irwin Book Co.,Malaysia, 1974, hlm. 115, dikutip dalam Otje Salman S., Anthon F. Susanto, Teori Hukum

Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, hlm. 87.

30


(42)

Ketiga unsur hukum tersebut dijelaskan oleh Satjipto Rahardjo bahwa:

“Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan hukum. Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya, yaitu memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan. Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Di belakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum. Kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum”.33 Hal senada juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa:

“Sistem adalah sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas”34.

Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.35

31

Mariam Darus Badrulzaman, dikutip dalam Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu

Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hlm. 19.

32

Ibid, hlm. 21.

33

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1996, hlm 166-167

34

C.F. G. Sunaryati Hartono, dikutip dalam S. Mantayborbir, op.cit., hlm 15.

35

Menurut Fatmawati, Heru Susetyo dan Yetty Komalasari Dewi menegaskan bahwa “Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum konkrit. Selanjutnya asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma) merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum)”, Lihat dalam Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), tim pengajar FH UI-Depok, http://www.group-google:file:///c/group/myQuran-KomunitasMuslimIndonesia?hl=id, Akses tanggal 18 Mei 2011.


(43)

Selanjutnya asas-asas dari hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) tersebut harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai Asas Konstitusional (struktural).36 Bila berbicara mengenai merek yang merupakan bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual, maka tidak ada salahnya terlebih dahulu mengemukakan apa yang dimaksud dengan hak. Hak menurut Sanusi Bintang adalah:

“Kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara bebas”.37

Sedangkan menurut Satjipto Raharjo, menegaskan bahwa:

“Hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut”38

Dan diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global adalah Intelectual Property Rights, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya atau pikiran manusia. Secara definitif, Intellectual Property Rights dapat diartikan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).39 Beberapa penulis hukum adapula yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual.40 Hak Milik Intelektual tersebut meliputi:

a. Hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan eksklusif;

36

Bila dikaitkan antara UUD 1945 dengan Hak Milik Intelektual (HAMI) jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3., lihat Syafrinaldi, Op.Cit., hlm. 24.

37

Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998, hlm. 1.

38

Satjipto Rahardjo, Op.Cit., hlm. 54.

39

Kata “Intelektual” tercermin bahwa objek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creation of the human mind).

40

Intellectual Property Rights diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan Hak Milik Intelektual dan Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI, HaKI) dan secara formal dalam perundang-undangan digunakan istilah Hak Atas Kekayaan Intelektual, Runtung Sitepu, Diktat Kuliah HaKI – 1,


(44)

b. Hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.41 Bila dilihat, hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan atau hak milik , yaitu:

1. Benda bergerak,

2. Benda tidak bergerak, dan 3. Benda tidak berwujud.

Dalam Hak Kekayaan Intelektual, salah satunya terdapat merek dagang/barang dan jasa. Merek tersebut harus memiliki daya pembeda yang cukup, artinya memiliki kekuatan untuk membedakan barang atau jasa produk suatu perusahaan dari perusahaan lainnya. Agar memiliki daya pembeda, merek itu harus dapat memberikan ciri pembeda pada barang atau jasa yang bersangkutan yang pada umumnya dilekatkan pada barang atau pada bungkusan barang, atau dicantumkan secara tertentu pada hal-hal yang bersangkutan dengan jasa. Ciri pembeda demikian diharapkan dapat memberikan citra sekaligus menunjukkan goodwill (itikad baik) perusahaan tersebut. Demikian pentingnya peranan Merek sehingga terhadapnya terkait hak-hak perseorangan atau badan hukum, sehingga pada dasarnya Merek dimata hukum adalah benda tidak berwujud.

Pengertian Merek yang diberikan oleh Undang-Undang Merek pun tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Black Law Dictionary, yang pada prinsipnya terkandung penegasan bahwa:

41

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, hlm. 1.


(45)

1. Merek setiap tanda barang dagang atau jasa.

2. Untuk membedakan barang atau jasa dari barang atau jasa orang lain.42 Merek yang telah terdaftar di Departemen Kehakiman Bidang Hak Kekayaan Intelektual selanjutnya akan mendapatkan Hak Atas Merek. Pada Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 disebutkan bahwa:

“Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.43

Hak Atas Merek yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 ini sudah memakai “Sistem Konstitutif”, dimana dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 menggunakan “Sistem Deklaratif”, yaitu memberikan Hak Atas Merek kepada pemakai pertama di Indonesia walaupun tidak didaftarkan, dengan didaftarkan maka pemiliknya dianggap sebagai pemakai pertama kecuali terbukti sebaliknya, maka dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 10, jadi dalam Sistem Deklaratif Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 ini tidak ada keharusan dan sanksi pidana bagi pemilik merek untuk mendaftarkan atau tidak mereknya.44 Sistem Konstitutif ini memberikan Hak Atas Merek yang terdaftar, dengan demikian pihak yang mereknya terdaftar dalam Daftar Umum Kantor Merek sajalah yang berhak terhadap merek tersebut. Sistem ini lebih menjamin adanya kepastian hukum, yaitu kepada pihak yang mempunyai bukti pendaftaran dan diterima sebagai merek

42

M. Yahya Harahap, Op.Cit, hlm. 181.

43

Lihat Pasal 3 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Tentang Merek.

44

Erma Wahyuni, T. Syamsul Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen


(1)

Harahap, M. Yahya, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.19 Tahun 1992, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

Ichromi, T.O., Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa Pertanahan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993.

Indonesia Legal Center Publishing for law and justice reform, Undang-Undang Hak Atas Kekayaan Intelektual, Indonesia Legal Center Publishing, CV. Karya Gemilang, Jakarta, 2010.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004.

Khairandy, Ridwan, Perlindungan Hukum Merek Dan Problematika Pendekatan Hukumnya, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII dan Yayasan Klinik HaKI, Yogyakarta, 2000. Koesewo, Bambang, 1998, Pidato sambutan arahan pada Seminar Nasional

Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia. Fakultas Hukum Universitas Parahyangan-Perhimpunan Masyarakat HAKI Indonesia-United States Information Service, Bandung, 26 September 1998. Lindsey Tim, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan

Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd dan PT Alumni, Bandung, 2002.

Mantayborbir, S., Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004.

Margono, Suyud, Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual, Aspek Hukum Bisnis, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2000.

Marpaung, Leden, Tindak Pidana Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta 1995.

Maulana, Insan Budi, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten dan Hak Cipta, PT. Aditya Bakti, Bandung 1997, halaman 53.

---, Perlindungan Merek Terkenal Di Indonesia Dari Masa Ke Masa, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999.


(2)

Maulana, Insan Budi, Ridwan Khairandy, Nurjihad, Kapita Selekta Kekayaan Hak Intelektual, Pustaka Pelajar, 2001.

Miru, Ahmadi, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

Muhammad, Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.

Muis, Muhammad Abdul, Bunga Rampai Hukum Dagang, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 1990.

Mustafa Marny Emmy, Hukum Acara Dan Putusan Perkara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-Operation Programme (ECAP II).

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan penelitian hukum pada majalah akreditasi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tanggal 18 Februari 2003.

Nasution, Bismar dan Sunarmi, Modul Hukum Kepailitan dan Reorganisasi Perusahaan, Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.

Poerwadarminta, W. J. S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1982.

Purba, A. Zen Umar, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, disampaikan pada acara Orientasi Kepailitan bagi Para Hakim Agung, diselenggarakan oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI, tanggal 29 Januari 2002, Makalah Dirjen HaKI, Departemen Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia.

Purwaningsih, Endang, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.


(3)

Riswandi, Budi Agus dan M.Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

S., Otje Salman, Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika, Aditama, Bandung, 2004.

Saidin, OK, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995.

Sembiring, Sentosa, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta, Paten, Merek, Yrama Widya, Bandung, Cetakan I 2002.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta, 1989.

Sirait, Ningrum Natasya, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan Atau Non Litigasi (Alternative Dispute Resolution), Diktat Kuliah Hukum Perikatan Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, 2003.

Sitepu, Runtung, Diktat Perkuliahan Metodologi Penelitian Hukum, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, 2004.

---, Diktat Kuliah HAKI, Hak Cipta, Paten, Merek, Universitas Sumatera Utara, Fakultas Hukum, Medan, 2003.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, UI Press, Jakarta, 1986.

Soekanto, Soerjono, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Gradindo Persada, Jakarta, 2004.

Soenandar, Taryana, Perlindungan Hak Milik Intektual di Negara-Negara Asean, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

Soetijarto, N.A., Seri Hukum Dagang, Hak Milik Perusahaan, Jakarta, 1998. Sudarto dan Zaini Asyhadie, Mengenanal Arbitrase Salah Satu Alternatif

Penyelesaian Sengketa Bisnis, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Sudaryat, Sudjana, Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, Oase Media, Bandung, 2010.


(4)

Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001.

Supramono, Gatot, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Sutrisno, Nanang, Dasar-Dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif, Makalah disampaikan pada Pelatihan Alternatif Dispute Resolution (ADR), diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII, kerjasama dengan The Asia Foundation, Yogyakarta, tanggal 19-22 Agustus, 1999.

Syahputra, Iman, et.al. 1997, Hukum Merek Baru Merek Indonesia Seluk Beluk Tanya Jawab, Jakarta, Harvarindo.

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual, UIR Press, Pekanbaru, 2001.

Wahyuni, Erma, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.

Jurnal dan Harian

Jurnal Hukum, Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perkembangannya, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1999.

Harian Umum Media Indonesia, Edisi 25 Juni 1997.

Internet dan Website

Direktorat Hukum dan Hak Azasi Manusia (Ditkumham), Jakarta. http://www.bappenas.go.id/.../&view=85/pengadilanniaga.acc.pdf.,

Diakses tanggal 26 Mei 2011.

Fatmawati, Heru Susetyo dan Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), tim pengajar FH UI-Depok.


(5)

http://www.groupgoogle:file:///c/group/myQurankomunitasMuslimIndonesia?hl=id Diakses tanggal 18 Mei 2011.

Komisi Hukum Nasional, Jakarta.

http:///www.komisihukum.go.id.

Diakses tanggal 25 Mei 2011.

Rando Purba, Analisa Yuridis Terhadap Pemboncengan Ketenaran Merek Asing Terkenal Untuk Barang Yang Tidak Sejenis (Kasus Merek Intel Corporation Lawan Intel Jeans)

URL:http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail...

Diakses tanggal 11 Mei 2011.

Ranggalawe S, Masalah Perlindungan HaKI Bagi Traditional Knowledge.

http://www.ikht.net/artikelpertopik.php?subtema=intellectualproperty

Diakses tanggal 18 Mei 2011.

Rizki Ismanto, M. Ali Aranoval, Kewenangan Pengadilan Negeri Dalam Memeriksa Kasus Tindak Pidana Paten Berdasarkan Kasus No.38/PID/204/PN. Jakarta Timur. Divisi Advokasi MaPPI FHUI.

http://www.pemantauperadilan.com/analisa/php.

Diakses tanggal Mei 2011.

Tolok Ukur Merek Terkenal Di Indonesia. URL:

http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/1829835- tolokukurmerek-terkenal-di/...

Diakses tanggal 11 Mei 2011.

Peraturan Perundang-undangan

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP).

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 1999. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Trade Related Aspect Intellectual Property Rights (TRIP’s). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.


(6)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Merek. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1961 Tentang Merek. Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.

Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan Nomor 02/Merek/2004/PN.Niaga/Mdn. Putusan Pengadilan Nomor 03/Merek/2004/PN.Niaga/Mdn. Putusan Pengadilan Nomor 02/Merek/2008/PN.Niaga/Mdn. Putusan Pengadilan Nomor 01/Merek/2010/PN.Niaga/Mdn. Putusan Pengadilan Nomor 06/Merek/2010/PN.Niaga/Mdn.


Dokumen yang terkait

Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Agama Medan

17 361 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

1 41 156

Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan)

0 32 136

Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)

5 99 90

PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA KEUANGAN MELALUI PENGADILAN Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 2 17

SKRIPSI PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI DI LEMBAGA Penyelesaian Sengketa Wanprestasi di Lembaga Keuangan Melalui Pengadilan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta).

0 1 13

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 2 12

PENDAHULUAN Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 15

TINJAUAN PEMBATALAN MEREK DAGANG (STUDI DI PENGADILAN NIAGA SEMARANG) Tinjauan Pembatalan Merek Dagang (Studi Di Pengadilan Niaga Semarang).

0 1 19

ANALISIS PRINSIP FIRST TO FILE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MEREK DAGANG ASING DI PENGADILAN : STUDI TENTANG GUGATAN PENCABUTAN HAK MEREK

1 1 13