Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA

PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

T E S I S

OLEH :

MIFTAHUL HAQ

057011057/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA

PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

T E S I S

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan (M.Kn)

Dalam Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

MIFTAHUL HAQ

057011057/M.Kn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN

SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK (Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)

Nama Mahasiswa : Miftahul Haq

Nomor Pokok : 057011057

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum. ( Ketua )

Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum ( Anggota ) ( Anggota )

Ketua Program Direktris Sekolah Pascasarjana

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S., C.N. Prof. Dr. Ir.T.Chairun Nisa B, M.Sc.

NIP. 131 661 440 NIP. 130 535 852 Tanggal Lulus : 28 Agustus 2007


(4)

Telah Diuji Pada :

Tanggal 28 Agustus 2007

Panitia Penguji Tesis :

Ketua : Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum

Anggota : Chairani

Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn

Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N

Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H


(5)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

(Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat) Miftahul Haq2

T. Keizerina Devi Azwar3 Chairani Bustami2

Syafruddin Kalo2 Intisari

Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Merek juga memegang peranan yang amat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa. Karena demikian pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar, seringkali merek menjadi komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan. Salah satu permasalahan yang sering menimbulkan sengketa antara pemegang merek adalah menyangkut mengenai adanya persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya antara merek yang satu dengan merek yang lain yang telah sama-sama terdaftar, sehingga mengakibatkan harus adanya suatu pembatalan terhadap salah satu merek yang dipersengketakan tersebut. Hal tersebut menimbulkan beberapa permasalahan yang akan diangkat dalam penulisan tesis ini yaitu : Apa latar belakang yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan pembatalan atas pendaftaran merek pada Pengadilan Niaga ? Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa dari suatu hak atas merek terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ? Apakah pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga di dalam pemyelesaian sengketa gugatan pembatalan merek telah berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ?

Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan mempergunakan pendekatan yuridis normatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pada dasarnya latar belakang yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan atas pembatalan merek pada Pengadilan Niaga dikarenakan terdapatnya suatu merek yang didaftarkan pada Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Bentuk penyelesaian sengketa dari suatu hak atas merek terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek terdiri atas dua bentuk, yaitu melalu jalur peradilan (litigasi) dan melalui jalur Alternatif Penyelesaian Sengketa (Alternatif Dispute

2

Mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU-Medan, Program Studi Magister Kenotariatan

3


(6)

Resolution) atau Arbitrase. Sedangkan mengenai pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga di dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek, bila dilihat dari beberapa perkara gugatan pembatalan atas pendaftaran merek yang terjadi pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat secara garis besarnya telah memenuhi dan sesuai dengan apa-apa yang telah ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Namun terdapat beberapa hal yang menurut penulis tidak sesuai atau tidak tepat untuk diterapkan, diantaranya mengenai tidak wajibnya lagi Direktorat Merek Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) diikutsertakan sebagai pihak yang tergugat, dikarenakan menurut pertimbangan hukum Majelis Hakim Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) akan melaksanakan isi putusan badan peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 70 dan 71 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Disarankan kepada Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (Dirjen HaKI) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), untuk lebih meningkatkan kualitas serta profesionalisme dari Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (Dirjen HaKI) tersebut, lebih meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek serta sarana yang digunakan di dalam melakukan proses pendaftaran merek. Disarankan kepada pihak legislatif supaya segera dibuat aturan pelaksanaan yang berupa Peraturan Pemerintah (PP) dari Pasal 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang menegaskan bahwa penyelesaian sengketa merek juga dapat dilakukan melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa, hal ini diharapkan untuk mengatur lebih lanjut mengenai penyelesaian sengketa Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) pada umumnya dan merek pada khususnya melalui Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Disarankan untuk segara melakukan pembenahan institusi Pengadilan Niaga, khususnya kepada aparatur Penegak Hukum dalam hal ini Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang mempunyai kompetensi penyelesaian sengketa-sengketa Hak atas Kekayaan Intelektual. Kemudian juga disarankan kepada para masyarakat khususnya lagi disini para pelaku usaha atau produsen di dalam mendaftarkan suatu merek dagangnya agar memiliki suatu itikad yang baik maksudnya disini agar jangan melakukan serta menghindari praktek peniruan ataupun menjiplak merek milik pelaku usaha atau produsen lain, baik itu berupa persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya

________________________

Kata kunci : Penyelesaian Sengketa


(7)

JURIDICAL REVIEW ON DISPUTE SETTLEMENT OF ANNULMENT BRAND REGISTRATION BASED ON

UNDANG-UNDANG NO. 15 TAHUN 2001 ABOUT BRAND/TRADEMARK

(A Research on Commerce Court Decision in Central Jakarta) Miftahul Haq1

T. Keizerina Devi Azwar2 Chairani Bustami2

Syafruddin Kalo2 ABSTRACT

Brand as a form of intellectual creation has important rule in order to prevent unhealthy business competition. Brand also has important rule for the smoothness and the development of material trade and service. Based on the importance brand role in market life, often brand become a demanded commodity to trade, with the result of counterfeiting practice and imitation. One problem that often emerge dispute among branding owner is about the equal principle or part of it between one brand to another registered brand, therefore always an annulment on one brand. Those matters emerge some problems that will perform in this thesis, which is : What is the background on annulment brand registration dispute on brand in Commerce Court? How the settlement from one brand based on Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 about Branding/Trademark? What are the considerations from Court Committee of Commerce Court in settlement the annulment brand registration based on Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 about Branding/Trademark?

The research method to analyze and answer those problems above is through a descriptive analytic method, meanwhile, the research approached methods done by juridical normative.

The result of this research found that basically the background of the dispute is due to a registered brand in General Department of Right on Intellectual Property (HaKI) of Law and Human Right Department which has equality in principal or totality with another brand for the same thing/service. The dispute settlement on branding right based on Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 about brand/Trademark consist of two kinds, which are through litigation and through Alternative Dispute Resolution or Arbitrase. Meanwhile about those consideration in Commerce Committee, may consider the similar case in Commerce Court in Central Jakarta which has fulfilled by Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 about Brand/Trademark. But there are also some terms according to writers are not appropriate, such as no obligation of General Brand Department on Right of Intellectual Property (HaKI) of Law and Human Right Department is participated as an accused, due to law consideration of General Brand Department on Right of Intellectual

1

Student of School Post Graduate Studies, Notary Master’s Degree Program (M.Kn), University of North Sumatera, Medan.

2

Lecture of School Post Graduate Studies, Notary Master’s Degree Program (M.Kn), University of North Sumatera, Medan.


(8)

Property (HaKI) will perform the decision from court as managed in Section 70 and 71 of Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 about Brand/Trademark.

Suggested to Government, particularly The General Department of Right on Intellectual Property (Dirjen HaKI) of Law and Human Right Department, to develop their qualities and improve professionalism of human resource (SDM) of General Department of Right on Intellectual Property (Dirjen HaKI) official, improve checking system quality also medium that use in brand registration. Suggested to legislative committee to make rules in the form of Government Rule (Peraturan Pemerintah/PP) from Section 84 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 about Brand/Trademark, which state that the dispute settlement also can be done through Arbitrase or Alternative Dispute Resolution on Right of Intellectual Property (HaKI) generally and branding particularly through Arbitrase and Alternative Dispute Resolution. Suggested to improve the commerce court institution, particularly law upholder official as a court which has competency to settle those disputes. Then also suggested to people particularly businessman or producer not to do imitation or plagiarized other brand or other producer, whether principally or totally.

________________________

Keywords : Dispute settlement


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur serta dengan diiringi ucapan Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis yang berjudul “Tinjauan Yuridis

Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat)”. Penulisan tesis ini merupakan

salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini telah banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, pengarahan, masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih diucapkan khusus kepada yang terhormat Ibu Pembimbing Dr. T.

Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., Ibu Chairani Bustami, S.H., Sp.N., M.Kn., Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, S.H., M.Hum., atas kesediaannya

memberikan bimbingan dan masukan serta arahan kepada penulis demi kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Penguji di luar komisi pembimbing yakni yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S.,

C.N., dan Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., yang telah memberikan masukan

dan arahan terhadap penyempurnaan penulisan tesis ini sehingga tesis ini lebih sempurna. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SP. A(K), selaku Rektor Universitas


(10)

mengikuti dan menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan pada Asisten Direktur beserta seluruh Staf atas kesempatan, bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan beserta Stafnya atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara.

4. Para Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Sekolah Pascasarjana khususnya pada Ibu dan Bapak Dosen di lingkungan Magister Kenotariatan yang membimbing dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi pada sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara.

5. Teman-teman di Sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, Bedul, Bun Hai, Rico, Nanda, Ridho, Kiky, Togi, Nining, Hadi dan Tia, Ijal dan Santi, Ulie, Nisa, juga buat teman-teman yang lain khususnya Group C Angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dorongan dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini

6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, sahabat penulis Irawan Harahap, S.H., M.Kn., yang telah memberikan dorongan moril kepada penulis agar melanjutkan studi pada Program Magister Kenotariatan, juga buat teman-teman nongkrong jaman kuliah S1 dulu Vandi, A/rif, Doni, Shidiq, Robbie, Dolli, Imas,


(11)

Bembenk, Deni Kuruy, Parlind, Beth, Yanti, Umar, Evin, tak lupa juga buat the Dayaxs Andri Vedder, Ijal Balai, Ari, Yunus, Aji, Agus Ceper, Mr. Hun, Fadhlee, dan teman-teman yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Ucapan terima kasih yang sangat tulus juga penulis sampaikan kepada Pak Odang H. Dawair dan Odang Hj. Jusni, Da Bram dan Kak Ayu, Uni Ol dan Uni Leni, juga buat Torik yang amat penulis sayangi. Juga tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan buat keluarga besar Mamak H. Nasir Samin, B.A., di Pekanbaru.

Akhirnya ucapan terima kasih yang tulus dan tak terhingga, penulis sampaikan kepada kedua Orang Tua, Ayahanda H. Noerman Dt. Majoindo dan Ibunda Hj. Elidesni, saudara-saudara penulis yang tercinta Da Nov dan Kak Eva, Da Ed, Uni Sri dan Bang Ales, Uda Dian, yang dengan penuh kesabaran dan kasih sayangnya kepada penulis, terutama bantuan moril maupun materiil serta doa dan perhatian kepada penulis agar dapat menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, juga tak lupa buat keponakan tercinta dan sangat, sangat kusayangi Muhammad Adib Rifky. Akhir kata penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kebaikan dan kemurah-hatian dari semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tesis ini, serta memohon kepada Allah SWT semoga bantuan yang diberikan memperoleh balasan dari-Nya. Amien Yarabbal Alamin.

Medan, Agustus 2007 Penulis


(12)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Miftahul Haq

Tempat/Tanggal Lahir : Pekanbaru / 16 September 1980 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

Anak Ke : 5 (lima) dari 5 (lima) Bersaudara

II. Orang Tua

Nama Ayah Kandung : H. Noerman Dt. Majoindo Nama Ibu Kandung : Hj. Elidesni

III.Pendidikan

SD Negeri 007 Pekanbaru 1987 - 1993

SLTP Negeri 01Pekanbaru 1993 - 1996

SMU Negeri 02 Pekanbaru 1996 - 1999

S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Riau - Pekanbaru 1999 - 2004 S-2 Program Studi Kenotariatan Pada Sekolah


(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……….……... HALAMAN PENGESAHAN ….……….……... PENGUJI TESIS ……..……….……...

INTISARI ...……….……... i

ABSTRACT ………..……….. iii

KATA PENGANTAR ……….. v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ……….. ix

DAFTAR ISI ………... x

BAB I PENDAHULUAN ….……….……… 1

A. Latar Belakang ……….……….……. 1

B. Permasalahan ………. 9

C. Tujuan Penelitan ……….… 9

D. Manfaat Penelitian ……….……….………… 10

E. Keaslian Penelitian .………. 10

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi ……… 12

G. Metode Penelitian ………. 37

BAB II LATAR BELAKANG TERJADINYA SENGKETA GUGATAN PEMBATALAN ATAS PENDAFTARAN MEREK PADA PENGADILAN NIAGA………. 44

A. Gambaran Umum Mengenai Sengketa Merek………...…….……. 44

B. Latar Belakang Terjadinya Sengketa Gugatan Pembatalan Atas Pendaftaran Merek Pada Pengadilan Niaga……… 52

BAB III BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA HAK ATAS MEREK TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK……… 65

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Gugatan Pada Pengadilan Niaga………66 1. Eksistensi Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Sengketa Merek


(14)

Intelektual (HaKI)……….... 66 2. Hukum Acara Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Pada

Pengadilan Niaga Sebagai Bagian Dari Lingkup

Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)……… 71 3. Penetapan Sementara Pengadilan……… 78 B. Penyelesaian Sengketa Merek Melalui Arbitrase

(Alternatif Penyelesaian Sengketa)………..82 1. Gambaran Umum Mengenai Lembaga Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa……… 87 2. Tinjauan Terhadap Lembaga Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Penyelesaian Sengketa Merek Sebagai Bagian Dari Lingkup Hak atas

Kekayaan Intelektual (HaKI)……….. 97

BAB IV PERTIMBANGAN- PERTIMBANGAN HUKUM MAJELIS HAKIM

PENGADILAN NIAGA DI DALAM

PENYELESAIAN SENGKETA GUGATAN

MEREK……… 101

A. Gambaran Umum Posisi Perkara Gugatan Atas Pendaftaran Merek

Pada Putusan- Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat……….. 101

1. Perkara Nomor 01/Merek/2001/ PN. Niaga JKT. PST.

(Perkara Merek SUNSEA BRAND)……….... 101 2. Perkara Nomor 06/Merek/2001/ PN. Niaga JKT. PST.

(Perkara Merek AUDEMARS PIGUET dan AP)……… 109 3. Perkara Nomor 04/Merek/2002/PN. NIAGA JKT. PST.

(Perkara Merek POLO)……… 117 4. Perkara Nomor 08/Merek/2002/PN. NIAGA JKT. PST.

(Perkara Merek GLORIA)………... 130 5. Perkara Nomor 10/Merek/2002/PN. NIAGA JKT. PST.

(Perkara Merek KRESNATEL)……….. 140 B. Analisis Terhadap Pertimbangan-Pertimbangan Hukum Majelis Hakim


(15)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………152

A. Kesimpulan ……..…….……….………152

B. Saran ………..……….………. 156


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era perdagangan global dan perkembangan industri pada saat ini merupakan salah satu perkembangan yang sangat aktual serta memperoleh perhatian yang seksama dalam masa sepuluh tahun terakhir ini, dan apabila dilihat kecenderungannya di masa yang akan datang adalah semakin meluasnya arus globalisasi baik di bidang sosial, ekonomi, budaya maupun di bidang-bidang kehidupan lainnya. Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia sebagai pasar tunggal bersama.4 Perkembangan industri dan perdagangan tersebut secara tidak langsung menyebabkan dunia usaha menjadi arena persaingan bisnis yang ketat dan selektif. Keberadaan teknologi modern yang mampu mempersingkat jarak, waktu, membuat negara-negara di dunia seakan menjadi satu, dan di bidang perdagangan menyebabkan saling ketergantungan serta saling mempengaruhi. Apabila diperhatikan, era perdagangan global tersebut hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat. Namun amat disayangkan dunia industri dan perdagangan nasional sendiri dewasa ini menunjukkan berbagai gejala persaingan perebutan pasar yang tidak sehat, tidak simpatik, serta tidak mengindahkan nilai-nilai etis dalam perdagangan. Keadaan ini sering kali bukan hanya merugikan produsen, tetapi juga merugikan masyarakat luas khususnya konsumen. Disinilah merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memegang peranan yang amat penting di dalam mencegah

4


(17)

terjadinya persaingan usaha tidak sehat, begitu pentingnya peran suatu merek dapat dilihat seperti yang ditegaskan OK. Saidin bahwa :

“Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli, mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda materiilnyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata hanya benda immateril yang tak dapat memberikan apa pun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immateril”.5 Selanjutnya merek juga memegang peranan yang amat penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa, merek berfungsi sebagai tanda yang digunakan untuk membedakan produk (barang dan atau jasa) tertentu dengan yang lainnya dalam rangka memperlancar perdagangan, menjaga kualitas, dan melindungi produsen dan konsumen.6 Hal senada juga ditegaskan oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah bahwa “suatu merek merupakan alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan dengan maksud untuk menunjukkan ciri dan asal usul barang (indication of origin)”. 7 Sedangkan menurut Insan Budi Maulana menegaskan bahwa “merek dapat dianggap sebagai roh bagi suatu produk barang atau jasa”.8 Merek sebagai tanda pengenal akan dapat menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang dan jasa hasil usahanya sewaktu diperdagangkan.9

5

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hal 329-330.

6

http://www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm, diakses tanggal 13 Februari 2007.

7

Muhammad Djumhana, R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal 149.

8

Insan Budi Maulana dikutip dalam Ridwan Khairandy, Perlindungan Hukum Merek Dan Problematika Penegakan Hukumnya, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII dan Yayasan Klinik HAKI, Yogyakarta, 2000, hal 114.

9


(18)

Lebih lanjut bila berbicara mengenai merek maka dapat dipahami bahwa persoalan merek tidak terlepas dari Hak Kekayaan Inteletual (HaKI), yang merupakan hak yang timbul atas hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia, pada intinya Hak Kekayaan Intelektual adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual, sedangkan objek yang diatur di dalamnya adalah karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia.10 Sedangkan menurut A. Zen Umar Purba yang mengatakan bahwa :

“Hak Kekayaan Intelektual (“HKI” atau “HaKI”) adalah konsep yang sederhana dan logis. Sebab pada intinya ia mengatur tentang penghargaan atas karya orang lain, yang berguna bagi masyarakat banyak. Ini merupakan titik awal dari pengembangan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan invensi, kreasi, desain dan lain-lain bentuk karya intelektual. Hak kekayaan intelektual bersifat privat. Namun hak kekayaan intelektual hanya akan bermakna jika diwujudkan dalam bentuk produk di pasaran, digunakan dalam siklus permintaan, dan penawaran, dan karena itu memainkan suatu peranan dalam bidang ekonomi”.11 Dengan demikian dapat dipahami bahwa merek merupakan salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya dalam bidang perdagangan, karena pemberian suatu merek terhadap barang atau jasa dapat menunjukkan kualitas atau mutu suatu barang atau jasa tersebut, serta juga dapat mencegah terjadinya peniruan, seperti yang diungkapkan oleh Sentosa Sembiring bahwa :

“Salah satu bidang kajian dalam HKI yang cukup berperan dalam bisnis pedagangan dewasa ini adalah merek (Trademark), mengapa? Karena masalah merek erat sekali kaitannya dengan produk yang ditawarkan oleh produsen baik berupa barang maupun jasa. Bagi konsumen timbul suatu prestise tersendiri bila ia menggunakan merek tertentu. Jadi dalam masyarakat ada semacam anggapan,

10

Rizki Ismanto, M. Ali Aranoval, Kewenangan Pengadilan Negeri Dalam Memeriksa Kasus Tindak Pidana Paten Berdasarkan Kasus No. 38/PID/204/PN. Jakarta Timur, Divisi Advokasi MaPPI FH UI, http://www.pemantauperadilan.com/Analisa/php, diakses tanggal 12 Februari 2007.

11

A. Zen Umar Purba, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, disampaikan pada acara Orientasi Kepailitan bagi Para Hakim Agung, diselenggarakan oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI, tanggal 29 Januari 2002, Makalah Dirjen HaKI, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, hal 1.


(19)

bahwa merek yang digunakan dapat menunjukkan status sosial sang pemakai merek....”.12

Seperti yang telah dijelaskan bahwa suatu merek baik itu yang berbentuk merek dagang/merek barang dan merek perniagaan serta merek yang menunjukkan asal usul barang, merupakan hal yang penting dalam kehidupan masyarakat selaku konsumen, terutama dalam lalu lintas perdagangan. Seiring dengan perkembangan dan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, baik langsung maupun tidak langsung, telah membawa dampak yang cukup besar terhadap suatu produk yang diperdagangkan, karena hal itu berkaitan dengan kualitas dan jaminan atas barang/produk yang ditawarkan kepada konsumen, dan dengan merek tersebut konsumen dapat membedakan antara produk yang satu dengan produk yang lainnya, antara produk yang berkualitas dengan produk yang tidak berkualitas.

Karena demikian pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar, seringkali merek menjadi komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan atau peniruan merek atas suatu produk yang laris dan berkualitas di pasar dewasa ini, yang jelas merek mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi sekali, oleh sebab itulah maka merek perlu dilindunggi oleh hukum, baik oleh hukum nasional maupun hukum internasional.13

Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasan belaka (machtsstaat),14 telah pula berupaya memberikan perlindungan hukum di bidang Hak atas Kakayaan Intelektual (HaKI), khususnya pada

12

Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Yrama Widya, Bandung, 2002, hal 31.

13

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intetektual, UIR Press, Pekanbaru, 2001, hal 54.

14

Secara tegas di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pada Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa : “Negara Indonesia adalah negara hukum”.


(20)

bidang merek sebagai bagian dari lingkup Hak atas Kakayaan Inteletual (HaKI), perlindungan hukum terhadap merek diberikan dikarenakan merek memegang peranan yang amat penting yang oleh karenanya memerlukan suatu sistem pengaturan yang lebih memadai dan baik agar dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itulah dan juga sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang telah diratifikasi Indonesia,15 serta pengalaman melaksanakan administrasi merek, maka diperlukan penyempurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek-merek Perniagaan, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 31) selanjutnya disebut Undang-Undang merek lama, dengan satu Undang-Undang tentang merek yang baru.16 Adapun Undang-Undang yang mengatur tentang merek yang baru adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek apabila diperhatikan telah berupaya memberikan perlindungan kepada pemegang hak atas merek terdaftar semaksimal mungkin, seperti adanya keharusan pemilik merek untuk mendaftarkan mereknya sebelum memakai merek, agar terciptanya kepastian hukum kepemilikan merek, juga mengenai sanksi yang akan dijatuhkan semakin diperberat, ini semua

15

Sebagai peserta Agreement, Establishing the World Trade Organization (dan dengan sendirinya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights/Persetujuan TRIPs), maka Indonesia telah memiliki dan melaksanakan sistem hak kekayaan intelektual. Selain itu konvensi-konvensi internasional yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual yang telah diratifikasi Indonesia, yaitu Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization, Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulations under the PCT, Trademark Law Treaty, Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works, WIPO Copyright Treaty, A. Zen Umar Purba, op.cit., hal 5.

16

Ahmadi Miru, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal 1-2.


(21)

bertujuan agar dapat mengurangi pelanggaran-pelanggaran hak atas merek terdaftar, sehingga apabila dilihat secara teori hak atas merek bagi pemegang merek telah dilindungi, namun amat disayangkan bila dilihat dalam prakteknya dilapangan masih cukup banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya perkara-perkara yang terjadi berkaitan dengan pemalsuan maupun peniruan baik pada pokoknya maupun secara keseluruhan terhadap suatu merek terdaftar.

Dalam kehidupan dunia usaha sehari-hari dalam rangka mencapai pasaran bagi produk usaha, tidak jarang terjadi perbuatan melanggar hukum dan persaingan tidak sehat seperti peniruan, pemalsuan atau pemakaian merek tanpa hak terhadap merek-merek tertentu, dan juga perbuatan-pebuatan tidak jujur lainnya.

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan terhadap merek terdaftar sebagai bentuk usaha persaingan yang tidak jujur (unfair competition) itu antara lain berupa praktek peniruan merek dagang, serta tindakan-tindakan atau indikasi-indikasi yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan asal usul dari suatu merek.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek yang merupakan penyempurnaan dari undang-undang merek yang telah ada sebelumnya diharapkan mampu memberikan jaminan hukum seluas-luasnya, sehingga dapat melindunggi dari segala bentuk perbuatan-perbuatan melawan hukum tersebut.

Lebih lanjut apabila dilihat di lapangan selain daripada begitu banyaknya perbuatan melawan hukum atau pelanggaran yang dilakukan terhadap merek terdaftar seperti praktek peniruan merek dagang, dan lain sebagainya, salah satu permasalahan yang sering menimbulkan sengketa antara pemegang merek yang satu dengan yang lain adalah menyangkut mengenai adanya persamaan pada pokoknya antara merek yang satu


(22)

dengan merek yang lain yang telah sama-sama terdaftar, sehingga mengakibatkan harus adanya suatu pembatalan terhadap salah satu merek yang dipersengketakan tersebut.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang merupakan penyempurnaan dari undang-undang merek yang telah ada sebelumnya, memberikan penegasan bahwa apabila terjadi suatu sengketa terhadap suatu merek terdaftar, maka gugatan pembatalan pendaftaran merek tersebut dapat diajukan pada Pengadilan Niaga17, sedangkan untuk melaksanakan pembatalan suatu merek kewenangannya berada pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

Berdasarkan dari uraian di atas, maka penulis berminat untuk melakukan penelitian dalam tesis ini mengenai Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Pembatalan Pendaftaran Merek Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi Kasus Pada Putusan-Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat).

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapatlah dikemukakan permasalaan yang terkandung di dalamnya untuk dikaji selanjutnya adalah :

1. Apa latar belakang yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan pembatalan atas pendaftaran merek pada Pengadilan Niaga?

2. Bagaimanakah bentuk penyelesaian sengketa dari suatu hak atas merek terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek?

17


(23)

3. Apakah pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga di dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek telah berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang yang menyebabkan terjadinya sengketa gugatan pembatalan atas pendaftaran merek pada Pengadilan Niaga;

2. Untuk mengetahui bentuk penyelesaian sengketa dari suatu hak atas merek terdaftar berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek;

3. Untuk mengetahui apakah pertimbangan-pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Niaga di dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan atas pendaftaran merek pada telah berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat dari dua sisi baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut untuk berbagai konsep ilmiah yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (HaKI), khususnya di dalam penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek pada Pengadilan Niaga yang kemudian dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam kaitannya terhadap penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek;


(24)

2. Secara praktis, penulis juga berharap bahwa tulisan ini akan bermanfaat untuk memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat tentang upaya hukum yang dapat dilakukan apabila terjadi sengketa terhadap suatu hak merek yang telah terdaftar dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan dan dari hasil-hasil penelitian yang sudah ada atau sedang dilakukan dilingkungan akademis Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan khususnya pada Program Magister Kenotariatan, penelitian tentang

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PEMBATALAN PENDAFTARAN MEREK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK (STUDI KASUS PADA PUTUSAN-PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT)”, belum pernah

diteliti oleh peneliti lain. Akan tetapi penelitian tentang permasalahan HaKI, khususnya di bidang merek telah pernah ada dilakukan oleh :

1. Onggara Sambiuji (2002) pada Program Magister Kenotariatan, dengan judul penelitian “Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Merek”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat permasalahan dan pembahasannya adalah mengenai perlindungan merek dari sudut hukum pidana.

2. Natali S. M. Pasaribu (2002) pada Program Magister Kenotariatan, dengan judul penelitian “Wanprestasi Dalam Perjanjian Lisensi Merek”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat permasalahan dan pembahasannya adalah mengenai perjanjian lisensi merek, baik dari ruang lingkup pengaturan hak dan kewajiban para pihak


(25)

dalam perjanjian lisensi merek, serta faktor penyebab terjadinya wanprestasi pada perjanjian lisensi merek.

3. Maylani Simuria (2003) pada Program Magister Kenotariatan, dengan judul penelitian “Problema Yuridis Perlindungan Hukum Kepemilikan Merek Terdaftar Menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi di Kota Medan)”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat permasalahan dan pembahasannya adalah mengenai perlindungan hukum merek terdaftar berserta prosedur hukum yang harus ditempuh untuk memberi perlindungan hukum terhadap pemilik merek terdaftar. 4. Wahdini Syafrina S. Tala (2004) pada Program Magister Kenotariatan, dengan judul

tesis “Identifikasi Faktor-faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan)”, dimana dalam penelitian tersebut titik berat permasalahan dan pembahasannya adalah mengenai faktor-faktor penyebab banyaknya terjadi sengketa merek terkenal.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipertegas bahwa atas permasalahan yang diajukan untuk diteliti benar belum pernah dilaksanakan. Khususnya pada fokus permasalahan mengenai penyelesaian sengketa gugatan pembatalan pendaftaran merek pada Pengadilan Niaga, yang kemudian dihubungkan dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan belum pernah dipublikasikan sepanjang mengenai judul dan permasalahan yang diuraikan di atas, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.


(26)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,18 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.19 Menurut Soerjono Soekanto bahwa “Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.20 Menurut Burhan Ashshofa suatu teori merupakan “Serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep”.21 Menurut Snelbecker yang mendefenisikan teori sebagai “Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan data dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati”.22 Sedangkan suatu kerangka teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasi dan menginterpretasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.23

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami Hak Merek

18

J.J.J. M. Wuisman, dikutip dalam S. Mantayborbir, Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hal 13.

19

Ibid.

20

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta, 1986, hal 6.

21

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 19.

22

Snelbecker, dikutip dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990, hal 34.

23


(27)

sebagai bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) secara yuridis dan melihat sejauh mana Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek di dalam penyelesaian suatu sengketa gugatan pembatalan pendaftaran Merek yang diperiksa pada Pengadilan Niaga.

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah asas keadilan dan kepastian hukum yang mendasari dalam suatu penyelesaian hukum terhadap sengketa merek Kepastian hukum maksudnya yakni hukum dijalankan sesuai das sollen. Radbruch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan legal order sebagai :

“the existence of a legal orders is more important than its justice and expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainty, that is order or peace (eksistensi suatu legal order adalah lebih penting daripada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban atau ketenteraman)”.24

Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa :

“legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by power, it also makes demands on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable” (kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan)”.25

Kepastian hukum memerlukan hukum positif yang ditetapkan melalui kekuasaan pemerintah dan aparatnya, untuk selanjutnya dilaksanakan sesuai isinya. Keadilan dan kepastian hukum menjadi dasar dan tujuan akhir bagi pengadilan dalam memutus suatu

24

Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk, Kurt, The Legal Philosophies of Lask, Radbruch and Dabin, Harvard University Press, USA, 1950 dikutip dalam Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hal 206.

25


(28)

perkara Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) khususnya disini merek. Pengadilan merupakan instansi terakhir bagi para pihak untuk memecahkan masalah hukum yang mereka hadapi, kecuali bagi para pihak yang menyerahkan konflik mereka kepada badan alternatif penyelesaian sengketa.

Keadilan dan kepastian hukum menjadi rechts idee dalam penyelesaian hukum terhadap sengketa merek. Keseimbangan kepentingan antara para pihak dapat dicapai melalui penentuan scope of claims secara seimbang pula, yang dilakukan oleh hakim dalam pengadilan. Radbruch menilai sebagai :

“by justice we would test whether a precept is cast in the form of law at all, whether it may at all be brought within the concept of laws; by expediency we would determine whether its contents are right; and by legal certainty it affords we would judge whether to ascribe to it validity (dengan keadilan kita bisa menguji apakah suatu ajaran (ataupun aturan) adalah masuk ke dalam bentuk hukum seluruhnya, apakah mungkin keseluruhannya tercakup dalam concept of laws; dengan kelayakan kita dapat menentukan apakah keseluruhan isinya adalah benar dan dengan kepastian hukum membuka kita untuk menilai dan menganggap keabsahannya)”.26

Dengan kata lain berdasarkan putusan pengadilan serta pendapat ataupun ajaran hukum, maka asas keadilan dan kepastian hukum harus mendasari setiap penyelesaian hukum sengketa merek.

Selanjutnya bila dilihat keberadaan merek sebagai bagian dari Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) merupakan salah satu bagian dari suatu sistem hukum dalam kerangka hukum Indonesia. Seperti yang ditegaskan Ranggalawe S. yang menyebutkan bahwa :

“...Hukum HaKI merupakan salah satu bagian sistem hukum yang merupakan salah satu bagian tatanan nilai dalam masyarakat. Norma-norma perlindungan HaKI dicoba dilihat dari berbagai sudut kepentingan di luar dari hukum HaKI itu sendiri. Sehingga HaKI tidak bisa tidak merupakan sistem yang dipengaruhi masyarakat dan mempengaruh masyarakat baik di tatanan masyarakat modern maupun masyarakat tradisional di negara berkembang. Dalam kancah Internasional sistem HaKI juga dapat dilihat sebagai suatu sistem

26


(29)

hukum yang dijadikan piranti perlindungan kepentingan dua pihak yang saling berhadapan, yaitu: negara maju (developed countries)dan negara berkembang (developing countries)”.27

Menurut Award, sistem28 diartikan sebagai “hubungan yang berlangsung di antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (an organized, functioning relationship among units or components)”.29 Selanjutnya Mariam Darus menegaskan bahwa : “Suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum”.30 Sedangkan hukum sebagai sistem menurut Lawrence M. Friedmann, terdiri dari 3 unsur yaitu struktur (structure), substansi (substance) dan budaya hukum (legal culture).31

Ketiga unsur hukum tersebut oleh Satjipto Rahardjo dijelaskan sebagai berikut yakni :

“Substansi hukum adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melakukan perbuatan serta hubungan hukum

Struktur hukum adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan formalnya yaitu memperlihatkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.

Kultur hukum adalah unsur yang terpenting dalam sistem hukum yakni tuntutan dan permintaan. Tuntutan datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum. Di belakang tuntutan itu, kecuali didorong oleh kepentingan, terlihat juga faktor-faktor seperti ide, sikap, keyakinan, harapan dan pendapat mengenai hukum. Kultur hukum mengandung potensi untuk dipakai sebagai sumber informasi guna menjelaskan sistem hukum”. 32

27

Ranggalawe S., Masalah Perlindungan HAKI Bagi Traditional Knowledge,

http://www.ikht.net/artikel_pertopik.php?subtema=Intellectual Property., diakses tanggal 5 Juni 2007.

28

Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani “systema” yang mempunyai pengertian “Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole compound of several parts), lihat William A. Shrode and Dan Voich, Organization and Management; Basic System Concepts, Irwin Book Co., Malaysia, 1974, hal 115, dikutip dalam Otje Salman S., Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004, Hal 87.

29

Award, Elis M, dikutip dalam OK. Saidin, op.cit., hal 19.

30

Mariam Darus Badrulzaman, dikutip dalam Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004, hal 19.

31

Ibid, hal 21.

32


(30)

Hal senada juga dikatakan oleh Sunaryati Hartono bahwa sistem adalah “sesuatu yang terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang selalu pengaruh mempengaruhi dan terkait satu sama lain oleh satu atau beberapa asas”.33 Jadi dalam sistem hukum terdapat sejumlah asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam pembentukan norma hukum dalam suatu perundang-undangan.34

Selanjutnya asas-asas dari hukum Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut harus bersumber dari Pancasila sebagai asas idiil (filosofis), dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai asas konstitusional (struktural).35

Bila berbicara mengenai merek yang merupakan bagian dari lingkup Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI), maka tidak ada salahnya terlebih dahulu mengemukakan apa yang dimaksud dengan hak. Hak menurut Sanusi Bintang adalah “kewenangan yang diberikan kepada seseorang untuk dipergunakan secara bebas”.36 Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo, menegaskan bahwa “hak tidak saja berarti kewenangan yang dilindungi oleh hukum namun juga menekankan pada pengakuan atas wewenang dari hak tersebut”. 37 Dan diantara hak-hak yang diakui oleh masyarakat global adalah Intelectual

33

C.F.G. Sunaryati Hartono, dikutip dalam S. Mantayborbir,op.cit., hal 15.

34

Menurut Fatmawati, Heru Susetyo, dan Yetty Komalasari Dewi menegaskan bahwa “Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum konkrit. Selanjutnya asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma) merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih konkrit dari asas hukum)”. Lihat dalam Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), tim pengajar FH UI-Depok, http://www.Group-Google: file:///c/group/myQuran-komunitas Muslim Indonesia?hl=id. diakses tanggal 16 Maret 2007

35

Bila dikaitkan antara UUD 1945 dengan Hak Milik Intelektual (HAMI) jelas mempunyai hubungan yang erat sekali. Beberapa Pasal dalam UUD 1945 memperlihatkan kepada kita tentang pertalian tersebut, yakni Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 dan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3., lihat Syafrinaldi, op.cit., hal 24.

36

Sanusi Bintang, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998, hal 1.

37


(31)

Property Rights, hak yang secara khusus diperuntukkan bagi perlindungan hasil karya akal atau pikiran manusia.

Secara definitif, Intelectual Property Rights dapat diartikan sebagai Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI).38 Beberapa penulis hukum adapula yang menggunakan istilah Hak Milik Intelektual.39 Persisnya, hak ini mulai diintrodusir pertama kali sejak Revolusi Inggris ketika banyak penemuan baru dalam bidang industri. Hak Milik Intelektual tersebut meliputi :

a. hak milik hasil pemikiran (intelektual), melekat pada pemiliknya, bersifat tetap dan ekslusif; dan

b. hak yang diperoleh pihak lain atas izin dari pemilik, bersifat sementara.40

Bila dilihat hukum mengatur beberapa macam kekayaan yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan hukum. Secara garis besar terdapat tiga (3) jenis benda yang dapat dijadikan kekayaan, atau hak milik yaitu :

1. benda bergerak; 2. benda tidak bergerak; 3. benda tidak berwujud.

Dalam pembagiannya Hak atas Kekayaan Inteletual (HaKI) dikelompokkan atau termasuk hak milik perorangan bagian dari hak atas benda tidak berwujud (intangible), namun yang membedakannya dengan hak-hak pada benda bergerak dan benda tidak bergerak yang sifatnya berwujud adalah bahwa Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI)

38

Kata “intelektual” tercermin bahwa obyek kekayaan intelektual tersebut adalah kecerdasan, daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind)

39

Intellectual Property Right diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dengan Hak Milik Intelektual, dan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI, HaKI), dan secara formal dalam perundang-undangan digunakan istilah Hak atas Kekayaan Intelektual, Runtung Sitepu, Diktat Kuliah HaKI – 1, Hak Cipta, Paten, Merek, Fakultas Hukum USU, Medan, hal 1.

40

Abdulkadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung, hal 1.


(32)

sifatnya berwujud yang berupa informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, sastra keterampilan dan sebagainya, namun tidak mempunyai bentuk tertentu.41 Menurut Ranggalawe S. yang menegaskan bahwa :

“Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) sebagai terjemahan harfiah dari Intellectual Property Right merupakan “..body of law concerned with protecting both cretive effort and economic investment in creative effort. HaKI biasanya di pilah kedalam dua kelas yaitu : Hak Cipta serta hak yang bersangkutan dengan Hak Cipta (Neighboring Right) dan Hak Milik Industri yang mencakup : Hak Paten, Merek, dan sebagainya. Pasca GATT / WTO yang menelurkan gagasan dalam TRIPS Agreement banyak yuris yang tidak terlalu mengkotak-kotakan HaKI sedemikian. Terutama di Indonesia sistem hukum HaKI telah berkembang menjadi 7 bentuk perlindungan yaitu : Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Perlindungan Varietas

Tanaman”. 42

Hak atas Kekayaan Intelektual itu sendiri merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada seseorang atau kelompok orang, dan merupakan perlindungan atas penemuan ciptaan di bidang seni dan sastra, ilmu pengetahuan, teknologi dan pemakain simbol atau lambang dagang.

Lebih lanjut bila dilihat di lapangan, sangat dimungkinkan terjadi perbedaan dalam melihat apa yang dimaksud dengan merek atas suatu barang atau jasa, namun definisi ataupun terminologi mengenai Merek yang banyak dikemukakan para ahli terminologi dan para sarjana dalam literatur Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) mempunyai esensi sama, yaitu suatu tanda yang digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa.43 Sedangkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, memberikan suatu defenisi tentang merek yaitu : “tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan, warna atau kombinasi dari unsur-unsur

41

http://www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm., diakses tanggal 13 Februari 2007.

42

Ranggalawe S., op.cit.

43


(33)

tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.44 Bila dilihat dari batasan yuridis yang telah diberikan oleh Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut, dapat diambil unsur-unsur merek sebagai berikut :

a. Adanya tanda berupa gambar atau nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari semuanya;

b. Adanya daya pembeda atau ciri khas tertentu;

c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Seperti yang juga ditegaskan oleh Erma Wahyuni, T. Saiful Bahri dan Hessel Nogi S. Tangkilisan bahwa : “merek pada hakekatnya adalah suatu tanda. Akan tetapi agar tanda tersebut dapat diterima sebagai merek, harus memiliki daya pembeda. Yang dimaksud dengan memiliki daya pembeda adalah memiliki kemampuan untuk digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain”.45

Dalam Black’s Law Dictionary juga ada disebutkan istilah merek (trade mark) sebagai berikut :

“Generally speking, a distinctive mark of authenticity, throught which the products of particular manufacturers of the vendible commodities of particular merchants maybe distinguished from those of others. It may consist in any symbol or in any forms of words, but, as its office is to point out distinctively the origin or ownership of the articles to which it is affixed, it follows that no sign or form of words can be appropriated as a valid trade-mark which, from the nature of the fact conveyed by its primary meaning, others may employ with equal truth and with equal right for the same purpose”.46

44

Lihat pada Pasal 1 butir (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

45

Erma Wahyuni, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta, hal 133.

46

Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, fifth edition (America: ST. Paul, Minn. West Publishing Co.) 1983, hal 776.


(34)

Bila dilihat suatu merek memiliki fungsi yang sangat penting dalam dunia usaha khususnya dalam hal periklanan dan pemasaran, karena publik atau masyarakat selaku konsumen sering mengaitkan suatu imej, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sehingga hal tersebut menyebabkan sebuah merek perusahaan seringkali lebih bernilai dibandingkan dengan asset riil dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu maka suatu merek mempunyai fungsi yaitu :

1. Sebagai tanda pengenal untuk membedakan barang atau jasa produk dari suatu perusahaan dengan barang atau jasa produk perusahaan lain;

2. Sebagai sarana promosi dari suatu produk; 3. Sebagai jaminan mutu dari suatu produk; 4. Sebagai penunjuk asal dari suatu produk.47

Seperti yang juga ditegaskan oleh Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah bahwa fungsi dari suatu merek adalah sebagai berikut :

a. Sebagai tanda pengenal barang atau jasa dan penghubung barang atau jasa yang bersangkutan kepada produsen. Menggambarkan jaminan kepribadian/individual dan reputasi barang atau jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan;

b. Memberi jaminan nilai atau kualitas dari barang atau jasa yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberi perlindungan dan jaminan mutu barang kepada konsumen;

c. Merek sebagai sarana promosi dan iklan bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan;

d. Merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan yang sehat dan menguntungkan semua pihak.48

Pemberian suatu merek bagi suatu barang dan jasa bila diperhatikan lebih lanjut tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi pemilik merek atau produsen, tetapi juga bagi konsumen sebagai pemakai dari barang atau jasa tersebut. Pemberian dari suatu merek bertujuan yaitu untuk :

a. Menjamin kepada konsumen bahwa barang yang dibelinya itu dari perusahaan;

47

Runtung Sitepu, op.cit., hal 57

48


(35)

b. Untuk menjamin mutu barang;

c. Untuk memberi nama misalnya, rinso/daia dan sebagainya maka yang dimaksud adalah sabun deterjen;

d. Memberi perlindungan kepada pemilik merek yang sah yang ditiru orang lain untuk barang yang bermutu rendah.49

Selanjutnya apabila suatu merek digunakan secara sah, maksudnya disini didaftarkan maka kepada pemilik merek tersebut diberi hak atas merek. Hak atas merek tersebut penegasannya dapat ditemui pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang menegaskan bahwa : “Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya”.50

Bila dilihat penegasan dari Pasal 3 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek tersebut, mengatakan bahwa hak merek tersebut dinyatakan sebagai hak eksklusif, hal ini dikarenakan hak tersebut merupakan hak yang sangat pribadi bagi pemiliknya dan diberi hak untuk menggunakan sendiri atau memberi izin kepada orang lain untuk menggunakan sebagaimana ia sendiri menggunakan. Jadi dapat dimengerti bahwa hak eksklusif ini adalah hak pemegang merek yang telah terdaftar dan si pemegang merek yang terdaftarlah satu-satunya yang dapat memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya di dalam wilayah Republik Indonesia. Sedangkan perlindungan yang diberikan secara eksklusif artinya disini perlindungan tersebut diberikan selama mereknya tedaftar dalam daftar umum, untuk jangka waktu 10

49

N. A. Soetijarto, Seri Hukum Dagang, Hak Milik Perusahaan, Jakarta, 1998, hal 22.

50


(36)

(sepuluh) tahun, dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang jika memenuhi syarat perpanjangannya.51

Selanjutnya di dalam pendaftaran merek dikenal dua sistem yang dianut, yaitu sistem deklaratif dan sistem konstitutif (atributif). Seperti juga Undang-undang merek sebelumnya yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997, Undang-undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 menganut sistem konstitutif, yang merupakan kebalikan dan perubahan yang mendasar dari prinsip yang dianut sebelumnya pada Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 yang menganut sistem deklaratif. Sistem konstitutif maksudnya disini bahwa hanya merek-merek yang terdaftar saja yang dilindungi oleh hukum, dan juga pada sistem konstitutif ini baru akan menimbulkan hak apabila telah didaftarkan oleh si pemegang. Oleh karenanya dalam sistem ini pendaftaran adalah merupakan suatu keharusan. Sedangkan pada sistem deklaratif titik berat diletakkan atas pemakaian pertama, siapa yang memakai pertama sesuatu merek dialah yang dianggap yang berhak menurut hukum atas merek bersangkutan. Jadi pemakaian pertama yang menciptakan hak atas merek, bukan pendaftaran.

Menurut Taryana Soenandar yang menegaskan bahwa :

“Perubahan prinsip pendaftaran ini akan mempengaruhi pada mekanisme pendaftaran yang membutuhkan peran aktif dari pihak kantor merek bahwa selain harus diteliti kebenaran substantif dari merek yang dimohonkan, juga harus benar-benar diteliti bahwa merek yang akan didaftarkan tersebut tidak melanggar merek orang lain baik di dalam negeri maupun pemegang hak prioritas. Lain halnya dengan prinsip yang dianut pada masa berlakunya UU No. 21 Tahun 1961 yang menentukan bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat untuk membuktikan kepemilikan hak merek, tetapi yang menentukan adalah pemakai terdahulu”.52

51

Lihat pada Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek

52

Taryana Soenandar, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara Asean, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal 69.


(37)

Salah satu yang perlu dicatat di dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan penegasan bahwa tidak semua merek dapat didaftarkan. Undang-undang merek ini memberikan penegasan ada beberapa hal yang menyebabkan suatu merek tidak dapat didaftarkan dan juga yang ditolak pendaftarannya sebagai merek, seperti yang ditegaskan pada Pasal 4 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 menyebutkan bahwa : “Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik”.53

Selanjutnya pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menegaskan bahwa :

“Merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini :

a. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum;54

b. tidak memiliki daya pembeda;55 c. telah menjadi milik umum;56 atau

d. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.57

53

Pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran meerek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen. Contohnya Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam hal itu sudah terjadi itikad tidak baik dari peniru karena setidak-tidaknya patut diketahui unsur kesengajaannya dalam meniru Merek Dagang yang sudah dikenal tersebut, lihat penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

54

Disini juga termasuk didalamnya apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

55

Dianggap tidak memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana seperti satu tanda garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf b UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

56

Seperti tanda tengkorak di atas dua tulang yang bersilang sebagai tanda bahaya, timbangan sebagai lambang keadilan, dan lain-lain, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf c UU No.15 Tahun 2001 tentang Merek.

57

Hal ini seperti : Merek Kopi atau gambar Kopi untuk jenis barang atau produk Kopi, lihat dalam Penjelasan Pasal 5 Huruf d UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.


(38)

Kemudian bila dilihat pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini menegaskan tentang suatu merek permohonannya dapat ditolak apabila :

(1) Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut: a. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek

milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;58

b. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis;

c. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat pula diberlakukan terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(3) Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut :

a. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

b. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem Negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;

c. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.59

Kemudian agar permintaan pendaftaran Merek dapat berlangsung tertib, maka pemeriksaannya tidak hanya dilakukan sebatas kelengkapan persyaratan formal saja, namun juga dilakukan pemeriksaan substanstif. Selain itu, dalam sistem yang baru ini diintroduksi adanya pengumuman permintaan pendaftaran suatu merek, hal ini bertujuan

58

Persamaan pada pokoknya disini adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek tersebut, lihat dalam Penjelasan Pasal 6 Ayat (1) Huruf a UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.

59


(39)

untuk memberi kesempatan kepada masyarakat yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan. Sehingga dengan mekanisme semacam ini bukan saja problema yang timbul dari sistem deklaratif dapat teratasi, tetapi juga akan menumbuhkan keikutsertaan masyarakat.60

Merek yang telah terdaftar juga dapat berakhir yang disebabkan oleh berakhirnya jangka waktu dari merek tersebut dan tidak diperpanjang lagi, penghapusan pendaftaran merek, serta pembatalan pendaftaran merek.

Mengenai penghapusan merek yang telah terdaftar pada Direktorat Jenderal HaKI dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :

1. Atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI;

2. Atas prakarsa sendiri yaitu berdasarkan permintaan pemilik merek yang bersangkutan. Hal ini seperti yang tercantum pada Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menegaskan bahwa : “Penghapusan pendaftaran merek dari Daftar Umum Merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan”.61

Penghapusan merek yang dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HaKI dilakukan apabila :

1. Tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh Dirjen HaKI, yaitu :

a. Larangan Impor

b. Larangan berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang menggunakan merek tersebut atau keputusan pihak yang berwenang yang bersifat sementara, atau

c. Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 2. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan

jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.

60

Runtung Sitepu, op.cit, hal 66

61


(40)

3. Terhadap Merek Kolektif, atas dasar :

a. Tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut, kecuali ada alasan yang dapat diterima oleh Dirjen HaKI.

b. Merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.

c. Adanya bukti cukup bahwa Merek Kolektif tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan Merek Kolektif (Pasal 66 huruf b, c, dan d).62

Sedangkan penghapusan merek yang dilakukan atas prakarsa sendiri, yaitu berdasarkan permintaan atau atas permohonan pemilik merek yang bersangkutan dilakukan dengan cara :

1. diajukan kepada Dirjen HaKI secara tertulis (Pasal 62 ayat (1))

2. kalau terikat perjanjian Lisensi, atas persetujuan tertulis dari penerima Lisensi, kecuali dalam perjanjian Lisensi ditentukan lain secara tegas (Pasal 62 ayat (2), (3)).

3. atas Merek Kolektif semua pemilik Merek ikut menyetujui secara tertulis permohonan penghapusan tersebut (Pasal 66 huruf a)

4. dicatat dalam Daftar Umum Merek, dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.63

Selanjutnya mengenai pembatalan suatu merek terdaftar yang juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, bila dilihat sangat berbeda dengan penghapusan, pembatalan merek terdaftar ini hanya dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan atau pemilik merek terdaftar, baik dalam bentuk permohonan kepada Direktorat Jenderal HaKI maupun gugatan kepada Pengadilan Niaga. Pengaturan mengenai hal ini dapat dilihat dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yang secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Gugatan pembatalan Merek terdaftar diajukan ke Pengadilan Niaga, dengan alasan-alasan :

a. Merek didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh permohonan beritikad tidak baik (Pasal 68 ayat (1) Jo Pasal 4).

b. Merek yang didaftarkan mengandung salah satu unsur :

62

Runtung Sitepu, op.cit., hal 78-79.

63


(41)

1. bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas, keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.

2. tidak memiliki daya pembeda. 3. telah menjadi milik umum.

4. merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya (Pasal 68 ayat (2) Jo Pasal 5).

c. Merek yang didaftarkan tersebut :

1. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar terlebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

2. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis. 3. mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

Indikasi Geografis yang sudah dikenal.

d. Merek didaftarkan tanpa ada persetujuan dari yang berhak (Pasal 68 ayat (1) Jo Pasal 6).

2. Gugatan dimajukan dalam jangka waktu 5 tahun sejak tanggal pendaftaran Merek, kecuali karena alasan-alasan bertentangan moralitas, agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, tidak ada pembatasan jangka waktu (Pasal 69).

3. Terhadap putusan Pengadilan Niaga, dapat dimajukan upaya hukum Kasasi (Pasal 70 ayat (1)).64

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek apabila diperhatikan terdapat satu hal yang sangat baru, yaitu menyangkut mengenai pemeriksaan tiap sengketa merek, seperti dalam hal pembatalan merek dilakukan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini menegaskan Pengadilan Niaga sebagai institusi peradilan formal yang menangani sengketa (perdata) tentang merek, hal ini dinyatakan dalam penjelasan umum dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, bahwa merek merupakan bagian dari kegiatan perekonomian dunia usaha, maka untuk penyelesaian suatu sengketa mengenai merek diperlukan badan peradilan merek yang lebih cocok dengan dunia usaha, sehingga penyelesaian dapat diselesaikan dalam waktu

64


(42)

yang relatif cepat.65 Seperti yang ditegaskan lebih lanjut Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata bahwa :

“Inilah yang dikemukakan waktu diintrodusir Pengadilan Niaga di negara kita, yakni dalam rangka setelah krisis ekonomi dipandang perlu adanya perombakan mengenai hukum palisemen dan tata cara melaksanakan proses kepalitan. Kita saksikan bahwa pada waktu itu diharapkan ada juga “commercial activities” lain yang dapat juga diserahkan penyelesaian sengketanya kepada Commercial Courts. Dan di sini kita saksikan sekarang salah satu bidang yang ditambahkan sebagai termasuk bidang Commercial Courts, Pengadilan Niaga ini, yaitu supaya juga ada hukum acara khusus untuk penyelesaian masalah sengketa merek ini. Seperti halnya dalam bidang Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya yang kita saksikan dalam Undang-Undang Baru tentang Desain Industri dan kemudian Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (untuk komputer) maka penyelesaian sengketa merek akan, dilakukan melalui Pengadilan Niaga. Masalah-masalah Hak atas Kekayaan Intelektual ini juga di negara lain seperti Thailand diselesaikan melalui Commercial Courts”.66

Dimungkinkannya pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata di dalam penyelesaian suatu sengketa merek pada Pengadilan Niaga, merupakan suatu konsekuensi dari perlindungan hukum hak atas merek yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pemilik merek terdaftar mempunyai hak untuk mengajukan gugatan perdata baik berupa ganti rugi jika mereknya dipergunakan pihak lain tanpa hak dan izin darinya, juga penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut. Hal ini sepeti yang ditegaskan oleh Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu sebagai berikut :

(1) Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa sejenis berupa : a. gugatan ganti rugi;67 dan/atau

65

Lihat Penjelasan Atas UU No. 14 Tahun 2001 tentang Merek

66

Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 11.

67

Menurut OK. Saidin ganti rugi itu dapat pula berupa ganti rugi materiil dan ganti rugi immateril. Ganti rugi materil yaitu berupa kerugian yang nyata dan dapat dinilai dengan uang. Misalnya akibat pemakaian merek oleh pihak yang tidak berhak tersebut menyebabkan produk barangnya menjadi sedikit terjual oleh karena konsumen membeli produk barang yang menggunakan merek palsu yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak tersebut. Jadi secara kuantitas barang-barang dengan merek yang sama


(1)

perkara sengketa Hak atas Kekayaan Intelektual HaKI pada umumnya dan sengketa merek pada khususnya.

3. Disarankan untuk segera melakukan pembenahan institusi Pengadilan Niaga, khususnya kepada aparatur Penegak Hukum dalam hal ini Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan yang mempunyai kompetensi penyelesaian sengketa-sengketa Hak atas Kekayaan Intelektual untuk lebih dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari para hakim itu sendiri, sarana dan prasarana pengadilan, sistem serta budaya kerja, sehingga diharapkan dengan pembenahan institusi Pengadilan Niaga ini nantinya akan memunculkan hakim-hakim yang profesional dan tentunya nantinya akan berimbas kepada hasil yang maksimal dari suatu putusan yang dihasilkan oleh Pengadilan Niaga. Kemudian juga kepada para masyarakat khususnya lagi disini para pelaku usaha atau produsen di dalam mendaftarkan suatu merek dagangnya agar memiliki suatu itikad yang baik maksudnya disini agar jangan melakukan serta menghindari praktek peniruan ataupun menjiplak merek milik pelaku usaha atau produsen lain, baik itu berupa persamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya, dikarenakan dapat membingungkan dan mengacaukan serta memperdaya/menyesatkan masyarakat atau khalayak ramai dalam hal ini konsumen, tentang asal usul dan kualitas barang, dan akhirnya tentu berimbas pada suatu kerugian, bagi pihak pengusaha yang mereknya ditiru, seperti hilangnya kesempatan untuk menjual produk kepada konsumen, dikarenakan adanya suatu itikad yang tidak baik dari pihak peniru pelanggar merek, yang ini semua jelas akan membingungkan serta mengacaukan atau memperdaya/menyesatkan masyarakat khalayak ramai atau konsumen tentang asal usul dan kwalitas barang.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Amirin, Tatang. M, Menyusun Rencana Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000. Arto A. Mukti, Mencari Keadilan, Kritik, dan Solusi Terhadap Praktek Peradilan

Perdata di Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001. Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.

Badrulzaman, Mariam Darus, Beberapa Pemikiran Mengenai Penyelesaian Sengketa di Bidang Ekonomi Keuangan di Luar Pengadilan, Kertas Kerja disajikan pada seminar dan lokakarya Pembangunan Hukum Nasional ke VIII, Bali, tanggal 14 sampai dengan 18 Juli 2003.

Bintang, Sanusi, Hukum Hak Cipta, Citra Aditya, Bandung, 1998.

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, fifth edition (America: ST. Paul, Minn. West Publishing Co.) 1983.

Djumhana, Muhammad dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993.

Gautama, Sudargo dan Rizawanto Winata, Undang-Undang Merek Baru Tahun 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Hadimulyo, Mempertimbangkan ADR Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Peradilan, Elsam, Jakarta, 1997

Ichromi, T.O., Beberapa Catatan Mengenai Metode Kasus Sengketa Pertanahan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1993.

Kamelo, Tan, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Alumni, Bandung, 2004.

Khairandy, Ridwan, Perlindungan Hukum Merek Dan Problematika Penegakan Hukumnya, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII dan Yayasan Klinik HAKI, Yogyakarta, 2000.

Lindsey Tim, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Asian Law Group Pty Ltd dan PT. Alumni, Bandung, 2002. Mantayborbir, S., Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press,


(3)

Maulana, Insan Budi, Bianglala HaKI (Hak Kekayaan Intelektual), PT. Hecca Mitra Utama berkerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2005

Miru, Ahmadi, Hukum Merek Cara Mudah Mempelajari Undang-Undang Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

Muhammad, Abdulkadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya, Bandung.

Mustafa Marny Emmy, Hukum Acara Dan Putusan Perkara Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, EC-ASEAN Intellectual Property Rights Co-Operation Programme (ECAP II)

Nasution, Bismar, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, disampaikan pada “dialog Interaktif tentang Penelitan Hukum dan Hasil Penulisan Penelitian Hukum” pada majalah Akreditasi, Fakultas Hukum USU, tanggal 18 Februari 2003.

Nasution, Bismar dan Sunarmi, Modul Hukum Kepailitan Dan Reorganisasi Perusahaan, Magister Kenotariatan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006

Purba, A. Zen Umar, Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia, disampaikan pada acara Orientasi Kepailitan bagi Para Hakim Agung, diselenggarakan oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI, tanggal 29 Januari 2002, Makalah Dirjen HaKI, Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI.

Purwaningsih, Endang, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005.

Rahallus, Nicholas A., Globalisasi atau Hegemoni Intelektual Global?, Analisis CSIS No. 4, Jakarta, 2003.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1996.

Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004

Saidin, OK, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights), PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.


(4)

Sembiring, Sentosa, Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, Yrama Widya, Bandung, 2002.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989. Sirait, Ningrum Natasya, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan Atau Non Litigasi

(Alternative Dispute Resolution), Diktat Kuliah Hukum Perikatan, Magister Kenotariatan Sekolah PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2003 Sitepu, Runtung, Diktat Kuliah HaKI – 1, Hak Cipta, Paten, Merek, Fakultas Hukum

USU, Medan. 2003.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Soenandar, Taryana, Perlindungan Hak Milik Intelektual Di Negara-Negara Asean, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

Soetijarto, N.A., Seri Hukum Dagang, Hak Milik Perusahaan, Jakarta, 1998.

S., Otje Salman, Anthon F. Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, PT. Refika Aditama, Bandung, 2004.

Sudarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998.

Sutrisno, Nanang, Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa Alternatif, makalah disampaikan dalam Pelatihan Alternatif Dispute Resolution (ADR), diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UII kerja sama dengan The Asia Foundation, Yogyakarta, tanggal 19 sampai dengan 22 Agustus, 1999.

Syafrinaldi, Hukum Tentang Perlindungan Hak Milik Intelektual, UIR Press, Pekanbaru, 2001.

Wahyuni, Erma, T. Saiful Bahri, Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan Dan Manajemen Hukum Merek, Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI), Yogyakarta.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2000


(5)

Internet/Website

Adolf, Huala, Penyelesaian Sengketa di Bidang Ekonomi dan Keuangan, http://www.solusihukum.com/page.php?p=artikel, diakses tanggal 15 Juni 2007.

Fatmawati, Heru Susetyo, Yetty Komalasari Dewi, Legal Opinion Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP), tim pengajar FH UI-Depok, http://www.Group-Google: file:///c/group/myQuran-komunitas Muslim Indonesia?hl=id., diakses tanggal 16 Maret 2007.

Hafidullah, M., Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pada Karya Cipta Source Code Piranti Lunak Komputer (Studi Kasus Kepemilikan Hak Cipta Antara Out Source dan Perusahaan Piranti Lunak di Yogyakarta, Laporan Penelitian Lembaga Kajian

Hukum Teknologi, Yogyakarta, 2005, http://www.mtiugm.ac.id/~netzero/indexer/index.php?dir=public/&file=lapora

npenelitian~20 Akhir.comp%201.5doc., diakses tanggal 12 Februari 2007. Hadysusanto, S., Kasus Extra Joss dan Upaya Pembatalan Merek,

http://www.bisnis.com/pls/portal30/url/page/bisnis_indonesia_web_detail_opi ni?p_ared_id=519154&p_ared_atop_, diakses tanggal 9 Juni 2007.

Ismanto, Rizki dan M. Ali Aranoval, Kewenangan Pengadilan Negeri Dalam Memeriksa Kasus Tindak Pidana Paten Berdasarkan Kasus No. 38/PID/204/PN. Jakarta

Timur, Divisi Advokasi MaPPI FH UI, http://www.pemantauperadilan.com/Analisa/php, diakses tanggal 12 Februari

2007.

Nating, Imran, Merek Terkenal Dihubungkan Dengan Pasal 6 bis Konvensi Paris, http://www.solusihukum.com/page.php?p=artikel, diakses tanggal 9 Juni 2007. S., Ranggalawe, Masalah Perlindungan HAKI Bagi Traditional Knowledge,

http://www.ikht.net/artikel_pertopik.php?subtema=Intellectual Property, diakses tanggal 5 juni 2007.

Direktorat Hukum dan Hak Asasi Manusia, Eksistensi Pengadilan Niaga dan Perkembangannya Dalam Era Globalisasi, www.bappenas.go.id/.../&view=85/pndilan_niaga_Acc.pdf., diakses tanggal 9 Juni 2007.

Komisi Hukum Nasional, Penyelesaian Sengketa di Pengadilan Niaga, http://www.komisihukum.go.id., diakses tanggal 25 April 2007.

http://www.asiamaya.com/konsultasi_hukum/haki/lingkup_haki.htm, diakses tanggal 13 Februari 2007.


(6)

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 1999.

Hasil Penelitian

S. Tala, Wahdini Syafrina, Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Sengketa Merek Terkenal (Studi Atas Putusan Pengadilan), Tesis, Magister Kenotariatan, Sekolah PascaSarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2006.

Putusan Pengadilan

Putusan Pengadilan No. 01/Merek/2001/PN. Niaga Jakarta Pusat. Putusan Pengadilan No. 06/Merek/2001/PN. Niaga Jakarta Pusat. Putusan Pengadilan No. 04/Merek/2002/PN. Niaga Jakarta Pusat. Putusan Pengadilan No. 08/Merek/2002/PN. Niaga Jakarta Pusat. Putusan Pengadilan No. 10/Merek/2002/PN. Niaga Jakarta Pusat.


Dokumen yang terkait

Sikap Pengadilan Terhadap Penyelesaian Sengketa Atas Merek Dagang Terkenal (Studi Pada Putusan Pengadilan Niaga Medan)

1 33 187

Penyelesaian sengketa merek menurut undang undang nomor 15 tahun 2001 Tentang merek (studi kasus sengketa antara honda karisma dan tossa krisma)

0 2 123

Tinjauan Yuridis Terhadap Pendaftaran Merek Terkenal Berdasarkan Hukum International dan Undang-Undang no. 15 Tahun 2001.

0 1 8

IMPLIKASI GLOBAL PENDAFTARAN INTERNASIONAL MEREK BERDASARKAN PROTOKOL MADRID 1989 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 2

ANAISIS PUTUSAN MA NOMOR 445K/PDT.SUS/2012 TENTANG HAK PRIORITAS PADA PENDAFTARAN MEREK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG MEREK NOMOR 15 TAHUN 2001.

0 0 1

STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA JAKARTA PUSAT PERKARA NO. 02/PDT.SUS/MEREK/2014/PN.NIAGA.JKT.PST MENGENAI PEMBATALAN MEREK VAIO BERDASARKAN UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 3 2

LEGAL MEMORANDUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NIAGA SEMARANG NOMOR 04/HAKI/M/2011/PN.NIAGA.SMG MENGENAI SENGKETA MEREK KI-KO DENGAN KEIKO DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 890K/PDT.SUS/2012 TAHUN 2013 MENGENAI PEMBATALAN MEREK WHITE HORSE DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 0 1

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENDAFTARAN MEREK DAGANG YANG BERSIFAT KETERANGAN BARANG (DESCRIPTIVE TRADEMARK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 2 11

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Merek Terkenal Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Dalam Sengketa Merek (Studi Putusan Nomor 45/Pdt.Sus-Merek/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst) - Ubharajaya Repository

0 0 15