Strategi Adaptasi Petani Musiman” (Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu)

(1)

STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN

DI DESA DENAI KUALA

( Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu)

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Studi

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

SKRIPSI

Oleh:

Riana Ningrum Andani Putri

050901041

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

LEMBAR PERSETUJUAN

Nama : Riana Ningrum Andani Putri NIM : 050901041

Departemen : Sosiologi

Judul : STRATEGI ADAPTASI PETANI MUSIMAN DI DESA DENAI KUALA

( Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu )

Dosen Pembimbing Ketua Departemen Sosiologi FISIP USU

Drs. Sismudjito, M.Si Dra

NIP: 195604042000111001 NIP: 196603181989032001 . Lina Sudarwati, M.Si

Dekan FISIP USU

NIP: 196805251992031002 Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

ABSTRAKSI

Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, banyaknya produk nasional dari hasil pertanian membuktikan sektor pertanian memiliki peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya tanaman pangan, berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara. Beras yang dihasilkan dari padi, tergolong ke dalam tanaman palawija dan merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Padi merupakan jenis tanaman musiman, dimana ketika pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanaman padi. Kabupaten Deli Serdang sebagian besar merupakan daerah pertanian dan menjadi salah satu daerah penghasil padi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi petani musiman di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa petani musiman mampu melakukan berbagai macam cara untuk dapat berdaptasi dengan segala kondisi yang dihadapinya. Padi yang menjadi makanan pokok keluarga petani, menjadi tanaman komoditas utama yang ditanam oleh petani. Padi merupakan jenis tanaman yang tidak dapat selalu ditanam secara bebas hal ini berkaitan dengan musim yang berlangsung, karena hanya pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanamannya. Oleh karena itu petani harus mampu melakukan strategi adaptasi demi keberlangsungan kehidupannya dan keluarga. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh petani musiman, sehingga menyewa lahan menjadi salah satu jalan bagi petani dalam mempertahankan mata pencahariannya. Bertani merupakan keahlian utama bagi petani, sehingga menanam jenis tanaman lain sebagai tanaman sampingan dilakukan oleh petani untuk menambah penghasilannya. Memiliki pekerjaan sampingan juga dikerjakan petani musiman sebagai salah satu strategi adaptasi yang dilakukan olehnya serta memanfaatkan jaringan sosial yang dimilikinya. Keterlibatan dari pihak keluarga petani tidak dapat dihilangkan, sehingga keterlibatan keluarga dilakukan sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka, akan cukup membantu petani dalam melakukan strategi adaptasi.


(4)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan, rahmat dan karuniaNya,sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah ke haribaan Rasulullah SAW, keluarganya, serta para sahabatnya yang telah berjuang membawa ummatnya ke jalan yang benar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang berjudul “Strategi Adaptasi Petani Musiman” (Studi Deskriptif tentang Petani Pesisir di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu).

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, skripsi ini tidak akan selesai. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang membantu dengan sepenuh hati, baik berupa ide, semangat, do’a, bantuan moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penghargaan yang tinggi dan ucapan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Ayahanda Iman Santoso dan Ibunda Estiningsih yang telah berjuang, merawat dan mendidik penulis dengan penuh cinta, kasih sayang dan kesabaran. Akhirnya inilah persembahan yang dapat ananda berikan sebagai ucapan terima kasih, cinta kasih dan tanda bakti ananda.

Izinkan penulis menyampaikan penghargaan yang tulus dan ucapan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.


(5)

2. Ibu Dra. Hj. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Bapak Drs.Ilham Saladin, M.Si, selaku sekretaris Departemen Sosiologi, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin Rangkuti, M.si, selaku dosen penasehat akademik penulis di Departemen Sosiologi, Universitas Sumatera Utara. 4. Rasa hormat dan terima kasih yang tidak akan dapat penulis uncapkan

dengan kata-kata kepada Bapak Drs. Sismudjito, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu, tenaga, dan ide-ide dan pemikiran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Kak Feni, Kak Beti yang telah cukup banyak membantu administrasi penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Mahmurad selaku Kepala Desa Denai Kuala yang telah memberikan izin kepada penulis dan banyak memberikan bantuan dalam melakukan penelitian.

7. Bapak Ngadirin selaku Kepala Dusun III yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

8. Para informan yang telah banyak membantu memberikan informasi yang sangat dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada abang-abangku tercinta, Mas Ian, Mas Agung, Mas Andre. Kakak ipar tercinta Mbak Desi, Kak Ria dan Mbak Marni, terima kasih banyak untuk semua bantuannya baik moral dan materil, segala nasehat dan semangat yang sudah diberikan.


(6)

10.Untuk abangda Andri Ansari Tarigan, terima kasih selalu bersedia memberikan waktunya bagi adikmu ini, untuk semua nasehat dan semangat. Terima kasih banyak atas segala bantuannya mas.

11.Untuk Uta, yang sudah memberi warna dalam kehidupan nana, terima kasih banyak ya untuk semua bantuannya, segala kritikan dan nasehat yang selalu kamu berikan untuk nana.

12.Untuk adik-adik sepupuku, Bima, Aji, Alit, Ratri, Hanan, Tya, Arif, Lela, Bayu, Febi, Ami, dan Adam yang selalu memberikan semangat untuk mbak dan selalu berkata “ayo mbak semangat, jangan ada kata menyerah mbak pasti mampu”. Dan juga selalu siap sedia memberikan bantuan untuk mbak, terima kasih banyak ya.

13.Untuk sahabat-sahabat kurcaciku tersayang, yanti, ita, penggi, irdha, rani, tiara, yang tidak pernah bosan untuk selalu mengingatkan, menghibur dan memberi semangat. Terima kasih banyak untuk segala dukungan, waktu dan bantuan yang sudah kalian berikan dan seluruh kebersamaan kita, meski nana sering tidak punya waktu.

14.Untuk sahabatku yang lain, Habibah, terima kasih untuk semua bantuan, dan kesediaannya untuk selalu menampung nana menginap dirumah kamu ketika nana sedang ada ujian di kampus. Semenjak SMP kita sudah bersahabat, dan seperti janji kita akan terus seperti ini selamanya.

15.Untuk teman-teman Sosiologi 05 dan untuk seluruh teman-teman seperjuangan, Nova, Sari, Katub, Cen-cen, Panca, Franklin, Wiwit, Riska, Ayu, Ade, Tasya, Cece, Purnawan, Renti, Mimi, Agung kesos, Pakde, Liza, juga untuk seluruh teman-teman, maaf tidak dapat saya tuliskan satu


(7)

persatu. Terima kasih banyak untuk semua bantuannya dan dukungannya, serta informasi yang diberikan.

16.Untuk M. Deni Pratama dan M. Yandi, terimakasih banyak ya sudah mau mengantar nana kesana kemari dan banyak membantu nana. Dalam masa-masa akhir ini menjadikan kita kompak, saling membantu dan memberi semangat. Semangat terus untuk “Trio Lingua”.

17.Untuk seluruh senior 02, 03, 04, junior 06, Prabu “si dino”, herbin, james, Gibran, Ais, junior 07, 08, 09, terima kasih banyak untuk dukungannya ya. 18.Semua pihak yang turut membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat berbagai kekurangan dan keterbatasan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Medan, 7 Januari 2012 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak...i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Defenisi Konsep ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9

BAB III. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Lokasi Penelitian ... 21

3.2. Unit Analisis dan Informasi ... 21

3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.4. Interpretasi Data ... 23

3.5. Jadwal Kegiatan ... 23

3.6. Keterbatasan Penelitian ... 24

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ... 26

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26

4.1.1. Sejarah Dan Monografi Desa Denai Kuala ... 26

4.1.2. Sarana Dan Prasana Desa ... 27

4.1.3. Jumlah Dan Komposisi Penduduk ... 30

4.1.4. Sistem Mata Pencaharian ... 31

4.1.5. Tingkat Pendidikan ... 32

4.1.6. Penduduk Berdasarkan Agama ... 33

4.2. Profil Informan ... 34

4.3. Interpretasi Data ... 67

4.3.1. Bertani Sebagai Mata Pencaharian ... 67

4.3.2. Tanaman Padi ... 69

4.3.3. Motivasi Bekerja ... 73

4.3.4. Strategi Adaptasi ... 76

4.3.5. Penjualan Hasil Panen ... 87

4.3.6. Kehidupan Sehari-hari Petani Dan Peranan Keluarga ... 89

4.3.7. Kehidupan Ekonomi Rumah Tangga Petani ... 92


(9)

BAB V. PENUTUP ... 97 5.1. Kesimpulan ... 97 5.2. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA ...


(10)

DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis kelamin Tabel 4.3. Sistem Mata Pencaharian

Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan Tabel 4.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama


(11)

ABSTRAKSI

Indonesia sebagai negara agraris sebagian besar masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, banyaknya produk nasional dari hasil pertanian membuktikan sektor pertanian memiliki peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya tanaman pangan, berkaitan erat dengan ketahanan pangan negara. Beras yang dihasilkan dari padi, tergolong ke dalam tanaman palawija dan merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Padi merupakan jenis tanaman musiman, dimana ketika pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanaman padi. Kabupaten Deli Serdang sebagian besar merupakan daerah pertanian dan menjadi salah satu daerah penghasil padi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi adaptasi petani musiman di dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Penelitian ini dilakukan di Desa Denai Kuala, Kecamatan Pantai Labu, Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data yang dibutuhkan dikumpulkan melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi.

Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa petani musiman mampu melakukan berbagai macam cara untuk dapat berdaptasi dengan segala kondisi yang dihadapinya. Padi yang menjadi makanan pokok keluarga petani, menjadi tanaman komoditas utama yang ditanam oleh petani. Padi merupakan jenis tanaman yang tidak dapat selalu ditanam secara bebas hal ini berkaitan dengan musim yang berlangsung, karena hanya pada musim tertentu saja dapat dilakukan penanamannya. Oleh karena itu petani harus mampu melakukan strategi adaptasi demi keberlangsungan kehidupannya dan keluarga. Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh petani musiman, sehingga menyewa lahan menjadi salah satu jalan bagi petani dalam mempertahankan mata pencahariannya. Bertani merupakan keahlian utama bagi petani, sehingga menanam jenis tanaman lain sebagai tanaman sampingan dilakukan oleh petani untuk menambah penghasilannya. Memiliki pekerjaan sampingan juga dikerjakan petani musiman sebagai salah satu strategi adaptasi yang dilakukan olehnya serta memanfaatkan jaringan sosial yang dimilikinya. Keterlibatan dari pihak keluarga petani tidak dapat dihilangkan, sehingga keterlibatan keluarga dilakukan sebagai upaya mempertahankan kelangsungan hidup keluarga mereka, akan cukup membantu petani dalam melakukan strategi adaptasi.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Penggolongan pertanian terbagi atas dua macam, yakni pertanian tanaman perkebunan (keras) dan pertanian tanaman pangan (palawija). Banyak produk nasional yang berasal dari pertanian, menjadi bukti bahwa sektor pertanian mempunyai peranan penting. Perkembangan sektor pertanian khususnya pertanian tanaman pangan, memiliki kaitan erat dengan masalah ketahanan pangan negara. Beras yang tergolong ke dalam pertanian tanaman pangan (palawija), merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan data BPS 2002, bidang pertanian menyediakan lapangan pekerjaan bagi 44,3% penduduk Indonesia dan menyumbang sekitar 17,3 % dari total pendapatan domestik bruto (id.wikipedia.org).

Umumnya petani di Indonesia merupakan petani subsistensi, yakni mereka yang mengolah sawah atau tanah mereka untuk pemenuhan kebutuhan dasarnya sendiri. Keberadaan petani dan lahan bagai dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Jika baik dan bernilai positif di satu sisi maka berlaku pula untuk sisi yang lain, begitu juga sebaliknya. Sampai saat ini, di Indonesia, lahan dan petani menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai. Secara spasial, permasalahan lahan terjadi di semua tempat, baik di pedesaan pulau jawa maupun luar pulau jawa.


(13)

Kehidupan di Desa sangat bergantung pada kekuatan-kekuatan alam. Akan tetapi ironisnya, kekayaan alam di Desa saat ini sangat gencar dikonversi dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi yang semakin mengikis peluang kerja. Masalah yang dihadapi petani di Desa adalah ketika lahan yang dimiliki oleh mereka semakin terbatas. Jumlah penduduk pedesaan yang terus bertambah serta maraknya pembangunan, tidak diiringi dengan bertambahnya luas lahan telah menyebabkan semakin berkurangnya pendapatan yang dapat diraih petani kecil, terkadang kekuatan-kekuatan ini mengancam hidup mereka, tidak dapat diperhitungkan dan tidak dapat dikuasai.

Bagi petani, terbatasnya lahan berarti berkurangnya lapangan kerja dan berkurangnya sumber-sumber ekonomi untuk kelangsungan hidup mereka. Petani yang bekerja di sektor pertanian karena sesuai dengan latar belakang pendidikan dan kemampuan yang dimilikinya. Keterbatasan sumber daya, khususnya lahan dan biaya, yang dimiliki petani, sehingga petani lebih memilih melaksanakan kegiatan usaha taninya dengan resiko yang paling rendah. Sikap seperti inilah yang oleh Scott (1994) disebut sebagai moral ekonomi petani, khususnya petani kecil, yang hakiki, yaitu rasionalitas yang didasarkan kepada kemampuan sumberdaya yang dimilikinya.

Petani diperkirakan hanya mempunyai modal yang sangat terbatas, dan lebih banyak mengandalkan tenaga kerja keluarga. Ketika lahan yang dimiliki oleh petani tidak terlalu luas atau terbatas, maka hasil yang didapatkan dari mengolah lahan pertanian juga tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Pada saat hasil usaha tani tidak mampu menutupi kebutuhan, maka rumah tangga petani


(14)

akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu menekan konsumsi dan meningkatkan produktifitas kerja untuk menambah pendapatan.

Lahan usaha tani semula dikembangkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan pangan dan kemudian beralih menjadi lebih luas bukan hanya memenuhi kebutuhan akan pangan, tetapi juga kesehatan, pendidikan bagi anak serta kebutuhan lainnya. Petani yang memiliki lahan yang luas serta cadangan modal yang kuat dapat mengadopsi modernisasi dan melakukan komersialisasi pertanian, namun petani yang memiliki lahan sempit atau bahkan tidak memilikinya, justru mengalami kemerosotan hidup.

Masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan. Akibat dari perubahan yang terjadi yakni penyempitan lahan yang menyebabkan posisi tawar petani menjadi semakin lemah, dan pada akhirnya akan mempengaruhi struktur sosial. Keberlangsungan hidup petani sangat bergantung pada lahan, karena di situlah mereka selalu berjuang untuk mempertahankan hidup bersama keluarganya, maka jika terjadi perubahan pada fungsi lahannya, hal ini juga akan turut mempengaruhi nilai-nilai keluarga mereka. Chambers dalam (Kurnadi 2007:42) menyebutkan, masyarakat Desa termasuk masyarakat yang dinamis dan pekerja keras, karena jika tidak mereka tidak mungkin akan dapat bertahan dalam memenuhi kebutuhan agar mereka tetap dapat hidup ditengah perubahan serta pembangunan yang mempengaruhi mata pencaharian utama mereka sebagai petani.

Bekerja merupakan salah satu simbol aktivitas seseorang. Bekerja sebagai petani dilakukan agar menghasilkan sesuatu untuk kepentingannnya sehari-hari,


(15)

dan juga menjadi tuntutan kehidupan yang didorong oleh keinginan untuk memanfaatkan lahan sebagai ruang kerja, sehingga bukan hanya untuk tujuan dan tuntutan kebutuhan jasmani seperti pangan, papan, prestise keluarga maupun individu anggota masyarakat. Oleh sebab itu, sumber-sumber ekonomi sangat penting bagi mereka sebagai lahan kerja, walaupun pada realitanya mereka juga menggantungkan hidup dari hasil mereka bertani.

Pada masa globalisasi ini masyarakat berkembang semakin maju. Masyarakat awalnya bekerja hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok yakni, pangan serta sandang dan papan. Semakin berkembangnya masyarakat akibat dari pembangunan, maka masyarakat bekerja bukan hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan yang lainnya yang cukup penting seperti kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Semakin banyaknya kebutuhan masyarakat juga mempengaruhi kehidupan petani, sehingga bekerja bagi petani bukan hanya untuk memenuhi tiga kebutuhan pokok sandang serta pangan dan papan saja tetapi juga kebutuhan lainnya. Ketika pendapatan dari hasil pengolahan lahan miliknya tidak mencukupi, maka petani akan melakukan berbagai usaha lain dalam memenuhi kebutuhan keluarganya.

Tekanan terhadap lahan juga berwujud penyempitan rata-rata penguasaan lahan oleh petani, baik sebagai implikasi pewarisan maupun berbagi pengusahaan dan kemiskinan (shared poverty), keadaan tersebut jelas semakin mempertajam suasana tidak kondusif bagi keberlangsungan pertanian. Lahan merupakan salah satu sarana produksi bagi petani di Desa, tetapi karena semakin berkembangnya masyarakat, maka fungsi lahan semakin berkembang. Perkembangannya tidak


(16)

hanya sebagai lahan pertanian saja, tetapi juga dipergunakan sebagai perumahan, pusat bisnis dan industri.

Pembangunan yang berjalan menguras sumber daya yang ada di Desa dan memberi dampak pada sektor pertanian, berkembangnya fungsi lahan ini membuat ketersediaan lahan sebagai sarana produksi bagi petani semakin berkurang, seperti yang terjadi pada petani di Sumatera Utara. Daerahnya yang strategis memiliki kekayaan alam beragam dengan luas daratannya mencapai 71.680 km², sehingga pertanian dapat berkembang pesat dan banyak masyarakat yang mengandalkan kehidupan dari sektor ini, bahkan sektor pertanian juga menjadi salah satu komoditi andalan daerah ini (id.wikipedia.org).

Kabupaten Deli Serdang termasuk dalam bagian wilayah Sumatera Utara. Masyarakat Desa di Kabupaten Deli Serdang sebagian mengandalkan hidup mereka pada sektor pertanian. Pertanian yang berkembang di daerah ini adalah padi, palawija, ubi kayu, sayur mayur seperti cabai, dan lainnya serta coklat, sawit, dan tebu dari sektor perkebunannya (id.wikipedia.org). Kabupaten Deli Serdang memiliki 22 Kecamatan yang tersebar di dalam wilayahnya, salah satunya adalah Kecamatan Pantai Labu.

Kecamatan Pantai Labu mempunyai potensi dari sektor pertanian, perikanan, peternakan unggas serta pariwisata karena letak daerahnya yang berada pada garis pantai. Denai Kuala merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pantai Labu. Hal menarik dari Desa ini adalah keadaan masyarakat yang beragam etnik, agama, dan budaya yang dibawa oleh etnik tersebut, selain itu, dengan kontur bumi yang termasuk datar, tanah Desa cukup subur untuk ditanami dengan berbagai jenis tumbuhan yang dapat menopang kehidupan


(17)

masyarakatnya, sehingga sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian di bidang pertanian. Bermacam-macam jenis tanaman yang ditanam, tetapi umumnya padi dan tanaman palawija yang mereka tanam, serta sebagian kecil yang menanam sayur mayur dan jenis tanaman keras seperti sawit atau coklat.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini dapat diformulasikan “Bagaimana strategi adaptasi petani pemilik lahan terbatas dalam memenuhi kebutuhan keluarganya?”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian tersebut adalah:

1. Mengetahui bagaimana realita kehidupan petani di di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu kabupaten Deli Serdang.

2. Memberikan gambaran tentang bagaimana para petani harus bertahan dan melakukan bermacam-macam strategi agar dapat beradaptasi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai hal-hal apa saja yang menjadi gambaran kehidupan petani dan strategi apa saja yang akan dilalukan oleh petani dalam mempertahankan keberlangsungan


(18)

kehidupan keluarganya. Dan dapat menjadi kontribusi yang positif secara akademis bagi kajian sosiologis.

1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan informasi dan masukan bagi masyarakat, khususnya pemerintah dalam pengambilan keputusan guna peningkatan kepedulian dan tingkat kesejahteraan kehidupan petani, khususnya petani yang memiliki lahan terbatas di Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

I.5. Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, definisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah definisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 1997:67). Disamping agar tidak menimbulkan kesalah pahaman konsep yang dipakai dalam penelitian ini, maka dibuat batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai yaitu:

1. Strategi adalah rencana atau cara yang dilakukan untuk mencapai sesuatu maksud dan tujuan yang telah direncanakan. Strategi yang dimaksudkan adalah strategi adaptasi yakni cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan agar dapat menyesuaikan diri dengan kondisi yang terjadi. 2. Petani musiman adalah individu yang memiliki mata pencaharian sebagai petani dan hanya dapat melakukan aktifitas bertaninya pada musim-musim


(19)

tertentu saja. Petani musiman yang dimaksudkan adalah petani padi yang hanya dapat melakukan aktifitasnya bercocok tanam padi, pada masa-masa

tertentu saja berkaitan dengan musim atau cuaca yang berlangsung. 3. Masyarakat Desa adalah masyarakat yang umumnya tinggal di daerah

terpencil dan biasanya masyarakat Desa memiliki ciri-ciri umum hidup sederhana dan memiliki rasa kekerabatan yang sangat erat dengan sesamanya dan kehidupannya bergantung dengan kekayaan alam.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1. Strategi Adaptasi

Strategi adaptasi dimaksud oleh Edi Suharto dalam Edi (2009:29), sebagai

Coping strategies. Secara umum strategi bertahan hidup (coping strategies) dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk mengatasi berbagi permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola segenap aset yang dimilikinya.

Berdasarkan konsepsi ini, Mosser dalam Edi (2009:30) membuat kerangka analisis yang disebut “The Aset Vulnerability Framework”. Kerangka ini meliputi berbagai pengelolaan aset yang dapat digunakan untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan strategi dalam mempertahankan kelangsungan hidup:

1. Aset tenaga kerja

Misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak dalam bekerja untuk membantu ekonomi rumah tangga

2. Aset modal manusia

Misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas seseorang atau bekerja atau ketrampilan dan pendidikan yang menentukan umpan balik atau hasil kerja terhadap tenaga yang dikeluarkannya.

3. Aset produktif

Misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan lainnya. 4. Aset relasi rumah tangga atau keluarga


(21)

Misalnya memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, kelompok etnis, migarasi tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”

5. Aset modal sosial

Misalnya memanfaatkan lembaga-lembaga sosial loka, arisan dan pemberi kredit dalam proses dan sistem perekonomian keluarga.

Selanjutnya Edi Suharno dalam Edi (2009:31) menyatakan strategi bertahan hidup (coping strategies) dalam mengatasi goncangan dan tekanan ekonomi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara-cara tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu:

1. Strategi aktif, yaitu strategi yang mengoptimalkan segala potensi keluarga untuk ( misalnya melakukan aktivitasnya sendiri, memperpanjang jam kerja, memanfaatkan sumber atau tanaman liar di lingkungan sekitarnya dan sebagainya)

2. Strategi pasif, yaitu mengurangi pengeluaran keluarga ( misalnya, biaya untuk sandang, pangan, pendidikan, dan sebagainya).

3. Strategi jaringan, misalnya menjalin relasi, baik formal maupun informal dengan lingkungan sosialnya, dan lingkungan kelembagaan ( misalnya: meminjam uang dengan tetangga, mengutang di warung, memanfaatkan program kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank, dan sebagainya).

Petani dan lahan merupakan dua sisi yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan. Lahan merupakan sarana yang dimiliki petani untuk beraktifitas dalam mempertahankan keberlangsungan kehidupan keluarganya, dengan terbatasnya lahan yang petani miliki maka mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Bagi petani, alam dan manusia memiliki keterkaitan hubungan yang erat, sebagai aset penting yang dimiliki oleh mereka. Masyarakat pedesaan merupakan


(22)

masyarakat yang pekerja keras dan dinamis. Nilai kerja merupakan perilaku manusia yang dapat terjadi sebagai bagian dari sistem norma masyarakat. Maka dengan mudah mereka dapat beradaptasi dengan keadaan. Hal itu terjadi karena individu bebas memilih alternatif tertentu secara rasional untuk mencapai tujuan.

Dalam kehidupannya, manusia hidup dengan alam secara timbal balik, yakni bagaimana manusia beradapatasi dengan alam agar dapat bertahan demi keberlangsungan hidupnya dengan mengalihkan energi dari alam pada dirinya. Adaptasi merupakan sifat sosial dari setiap manusia yang akan muncul akibat adanya kebutuhan tujuan, dan hasrat para individu.

Adaptasi menurut Soerjono Soekanto dalam Rabanta (2009:18), mengemukakan tentang adaptasi dalam beberapa batasan adaptasi sosial:

1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan

2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan 3. Proses perubahan-perubahan menyesuaikan dengan situasi yang berubah 4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan

5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan sistem

6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi ilmiah

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan proses penyesuaian individu, kelompok terhadap norma-norma, perubahan agar dapat disesuaikan dengan kondisi yang diciptakan. Lebih lanjut tentang proses penyesuaian tersebut Aminuddin dalam Rabanta (2009:18) menyebutkan bahwa penyesuaian dilakukan demi tujuan-tujuan tertentu, diantaranya:


(23)

1. Mengatasi halangan-halangan dari lingkungan 2. Menyalurkan ketegangan sosial

3. Mempertahankan kelangsungan keluarga/unit sosial 4. Bertahan hidup

2.2. Motivasi Petani

Didalam hidup setiap orang memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Tentunya untuk mencapai tujuan tersebut seseorang harus memiliki motivasi. Masing-masing individu memiliki motivasi yang berbeda-beda sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh. Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan penggerak atau dorongan terhadap seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik dari dalam diri (intrinsik) maupun dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi diperlukan bagi seseorang sebagai kekuatan dan dorongan untuk mencapai suatu tujuan, kesuksesan, dan keberhasilan. Seberapa besar kuat motivasi yang dimiliki seseorang akan sangat menentukan kualitas perilaku dan sikap yang ditunjukkan dalam kegiatan sehari-hari, contohnya pada saat ia bekerja.

Menurut Winkle dalam Venny (2010:6), “motivasi adalah sebagai daya penggerak dalam pribadi seseorang untuk melakukan aktifitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan”. Mclelland dalam Venny ( 2010:6), “motivasi beprestasi merupakan kecendrungan individu untuk menyeleksi aktifitas dengan usaha yang efektif sehingga memberikan hasil terbaik yang pada dasarnya berkaitan dengan harapan untuk sukses.


(24)

Menurut Winardi dalam Sri (2010:13), motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan imbalan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau secara negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Gray dan Frederic dalam Sri (2010:13), motivasi adalah hasil proses-proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu, yang menimbulkan sikap antusias dan persistensi untuk mengikuti arah tindakan-tindakan tertentu. Reksohadiprojo dan Handoko dalam Sri (2010:14), mendefinisikan motivasi sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan. Denny dalam Sri(2010:14), menyatakan bahwa dasar bagi segala motivasi adalah harapan sebagai penyebab bagi sesuatu untuk dihasilkan dan bahan bakar bagi suatu tindakan.

Dalam pengertiannya yang lebih luas, dapat dijelaskan bahwa motivasi mengacu pada sebab-sebab munculnya sebuah perilaku, seperti faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Dari sini lalu muncul perluasan makna tentang motivasi, dimana motivasi lalu diartikan sebagai kehendak untuk mencapai status, kekuasaan, dan pengakuan yang lebih tinggi.

Menurut Moekijat dalam Sri (2010:13), ada dua pengaruh yang paling penting pada proses motivasi yaitu pengaruh dari diri sendiri berupa memahami diri sendiri, bayangan dan ide-ide yang dimiliki. Pengaruh penting


(25)

lainnya dalam proses motivasi adalah bagaimana individu-individu melihat lingkungan dimana mereka berada. Pengaruh lingkungan berupa interaksi atau hubungan individu dan lingkungannya. Maslow dalam Sri (2010:13), mengungkapkan bahwa motivasi manusia tidak akan terlepas dari lingkungan sekitarnya baik dari situasi dan dengan orang lain. Setiap teori motivasi dengan sendirinya harus memperhitungkan fakta ini, dengan menyertakan peranan penentuan kebudayaan dalam lingkungannya.

Menurut Mclelland dalam Sondang (1995:167), ada tiga hal yang melatar belakangi motivasi seseorang:

1. The Need for Achievement (n-ach) : Kebutuhan akan Prestasi / Pencapaian.Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlian, atau memiliki standar yang tinggi. Orang yang memiliki n-ach tinggi biasanya selalu ingin menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat kebutuhan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki n-ach yang tinggi di antaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk menghadapi tantangan untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat. 2. The Need for Authority and Power (n-pow): Kebutuhan akan Kekuasaan.Kebutuhan ini didasari oleh keinginan seseorang untuk mengatur atau memimpin orang lain.

3. The Need for Affiliation (n-affil): Kebutuhan akan Afiliasi / Keanggotaan. Kebutuhan ini adalah kebutuhan yang didasari oleh keinginan untuk mendapatkan atau menjalankan hubungan yang baik


(26)

dengan orang lain. Orang merasa ingin disukai dan diterima oleh sesamanya. McClelland mengatakan bahwa kebutuhan yang kuat akan afiliasi akan mencampuri objektifitas seseorang. Sebab, jika ia merasa ingin disukai, maka ia akan melakukan apapun agar orang lain suka akan keputusannya.

Menurut McClelland (1987), Sebuah tindakan dapat dikatakan memiliki motivasi tinggi, jika perilaku itu menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut :

1. Individu menunjukkan tanggapan yang menggejolak dengan bentuk-bentuk tanggapan- tanggapan yang bervariasi

2. Kekuatan dan efisiensi perilaku mempunyai hubungan yang bervariasi dengan kekuatan determinan

3. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu

4. Pengaruh positif menyebabkan suatu perilaku tertentu cenderung untuk diulang-ulang

5. Kekuatan perilaku akan melemah, bila akibat dari perbuatan itu bersifat tidak mengenakkan

Maslow dalam Sondang ( 1995:146 ) berpendapat bahwa tindakan atau tingkah laku suatu organisme pada suatu saat tertentu biasanya dipengaruhi oleh kebutuhannya yang paling mendesak. Maslow menyatakan bahwa ada suatu hierarki kebutuhan pada setiap manusia. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai kebutuhan tersebut terpenuhi. Jika kebutuhan pertama telah terpenuhi maka kebutuhan kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya hingga tingkat kebutuhan yang kelima. Manusia mempunyai sejumlah


(27)

kebutuhan beraneka ragam yang pada hakekatnya sama. Kebutuhan manusia diklasifikasikan pada lima tingkatannya atau hierarki (hierarchy of needs) yaitu: 1. Kebutuhan fisik (physiological needs), adalah kebutuhan biologis yang

langsung berhubungan dengan kelangsungan hidup, seperti kebutuhan akan rasa lapar, rasa haus, hasrat biologis, perumahan, dan sebagainya. 2. Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), adalah kebutuhan

keselamatan, perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan atau pemecatan dari pekerjaan.

3. Kebutuhan sosial (social needs), adalah kebutuhan akan rasa cinta, kepuasan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, kepuasan, dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu masyarakat dan diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang. 4. Kebutuhan penghargaan (appreciation needs), adalah kebutuhan akan

status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi, dan prestasi.

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), adalah kebutuhan pemenuhan diri, pengembangan diri semaksimal mungkin, kreatifitas, dan melakukan apa yang paling cocok serta menyelesaikan pekerjaan sendiri.

Sesuai dengan apa yang dikemukakan diatas oleh Maslow (1994) dengan teori hirarki kebutuhannya, tujuan utama bagi seorang petani adalah bagaimana dia dapat memenuhi kebutuhannya. Mardikanto (1996), menyatakan bahwa motivasi petani dipengaruhi oleh status sosial ekonomi petani dan persepsi petani terhadap inovasi. Menurut Sajogyo dan Pudjiwati (1983), status sosial ekonomi dalam masyarakat dapat dimengerti melalui apa


(28)

yang dimiliki oleh individu-individu ataupun melalui kemampuan kepala keluarga untuk mengusahakannya, misalnya dengan kekuasaan ataupun kewenangan yang dimiliki. Status sosial ekonomi masyarakat dapat dilihat dari status sosial keluarga yang diukur melalui tingkat pendidikan kepala keluarga, perbaikan lapangan pekerjaan dan tingkat penghasilan keluarga.

Menurut Rogers (1985), parameter dalam pengukuran status sosial ekonomi adalah kasta, umur, pendidikan, status perkawinan, aspirasi pendidikan, partipasi sosial, hubungan organisasi pembangunan, pemilikan lahan, pemilikan sarana pertanian serta penghasilan sebelumnya. Melly G. Ten dalam Koentjoroningrat (1989), status sosial ekonomi seseorang itu diukur lewat pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Konsep kedudukan status sosial ekonomi seperti dalam pengetahuan masyarakat sudah lumrah mencakup tingkat pendidikan, faktor pekerjaan, dan penghasilan.

2.3 Fungsi Lahan dan Struktur Sosial

Masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani tentunya mengandalkan tanah sebagai mata pencarian utama mereka. Mengolah lahan pertanian dan hasilnya akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, akibat pembangunan yang berlangsung serta pertambahan jumlah penduduk dapat saja menjadikan lahan yang dimiliki oleh mereka semakin berkurang.

Petani di pedesaan rata-rata memiliki lahan yang sempit, pemilikan yang semakin timpang menyebabkan adanya pemborosan tenaga kerja. Dengan kondisi seperti ini petani akan memiliki pendapatan yang rendah.


(29)

Lahan yang sempit memiliki pengaruh negatif bagi keseluruhan ekonomi pertanian, terutama tidak tersedianya pekerjaan bagi seluruh anggota keluarga di lahan yang sedemikian kecil (Devies, 1995 : 110-112).

Padahal fungsi lahan bagi masyarakat Desa tidak hanya sebagai mata pencarian tetapi juga memiliki fungsi lain seperti dikemukakan oleh Tjondronegoro dan Wiradi (1984) mengatakan bahwa fungsi sosial dari tanah tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan dan sumber pendapatan sebagai sandaran hidup petani, tetapi juga memiliki fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Namun, sejak awal tahun 1980-an, akibat pembangunan dan ekonomi uang yang memasuki pedesaan, timbullah berbagai persoalan penting berkaitan dengan lahan itu. Karena sebagian tanah pertanian mereka mulai terusik dan mengalami perubahan, baik kepemilikan, luas maupun fungsinya, kehidupan sosial pun terpengaruh. Misalnya, masalah perubahan nilai-nilai kehidupan keluarga dan nilai-nilai kerja.

Dalam konteks perubahan demikian Scoot (1993) menunjukkan bahwa masalah-masalah itu berakibat juga kepada nilai-nilai hubungan patron klien yang ditandai dengan meningkatnya buruh tani yang tidak berpatron. Menurut Vago (1989), fenomena sosial tersebut lahir karena adanya “pembangunan yang terencana”. Sedangkan hasil temuan Geertz (1977) di Mojokuto, Jawa Timur dan Tabanan Bali, menyebutkan bahwa perubahan perilaku masyarakat yang cukup signifikan dengan fungsi ekonominya, di mana struktur sosial yang ada, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari luas lahan. Jadi, kemampuan


(30)

produksi di sektor pertanian bagi masyarakat sangat berpengaruh pada pola dan nilai-nilai kehidupan.

Latar belakang sosial budaya masyarakat yang melembaga dan berakar dalam kehidupannya sebagai petani,menjadi faktor deterministik yang menentukan hubungannya terhadap fungsi lahan. Tjondronegoro dan Wiradi (1984) menyebutkan bahwa lahan bagi petani tidak terbatas sebagai sumber ekonomi dan tempat tinggal, tetapi juga terdapat fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan interaksi dan berkembang. Selanjutnya, penyempitan lahan dan masuknya ekonomi uang ke pedesaan akan membawa pengaruh kepada pergeseran struktur sosial yang dapat disejajarkan dengan proses individualisasi. Dalam perspektif fungsional struktural, fungsi itu dapat dikategorikan sebagai sumber inspirasi dan kehidupan untuk mengembangkan nilai-nilai, sehingga mengubah fungsi lahan berarti mengubah sumber-sumber kehidupan dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut (Parsons, 1986).

Menurut prosesnya, perubahan itu umumnya signifikan dalam hal demografi, sikap dan nilai, sistem stratifikasi, dan sistem keluarga. Pada tingkat stratifikasi sosial, perubahan mendasar dalam masyarakat biasanya terus bergerak ke arah modern, seperti pada masyarakat tradisional yang mempunyai pola kerja homogen, sehingga proses pergeseran kerjanya menimbulkan pembagian kerja yang sangat nyata di mana spesialisasi kerjanya terus meningkat akhirnya melahirkan perubahan struktur pekerjaan karena tingkat mobilitas sosialnya cukup tinggi.


(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis deskriptif, yang bertujuan mencari gambaran tentang realita kehidupan petani. Jenis penelitian ini berdasarkan pada metode pengumpulan data pengamatan dan wawancara, maksudnya adalah penelitian ini menggambarkan atau menerangkan kenyataan yang ada tentang kehidupan petani di pesisir dan bagaimana strategi mereka dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan luas lahan milik mereka yang terbatas.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi yang dipilih adalah Desa Denai Kuala Kecamatan Pantai Labu, kabupaten Deli Serdang. Alasan pemilihan lokasi karena:

1. Letak lokasi Desa Denai yang berada di pesisir pantai timur Sumatera Utara. 2. Penduduk yang ada di Desa Denai Kuala, sebagian memiliki mata pencaharian

sebagai petani.

3.2 Unit Analisis dan Informan

Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah petani pemilik lahan terbatas. Pada penelitian ini memfokuskan pada petani yang memiliki lahan terbatas yang memiliki pekerjaan tambahan dengan karakteristik:


(32)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu: a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian dilakukan dengan penelitian lapangan yaitu:

■ Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung tehadap berbagai gejala yang tampak pada saat penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti langsung ke lapangan untuk mengamati kehidupan para petani.

■ Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam merupakan proses tanya jawab secara langsung yang ditujukan kepada informan dengan menggunakan pedoman wawancara (interview guide) atau wawancara mendalam dilakukan secara mendalam kepada masyarakat Desa yang memiliki mata pencarian sebagai petani.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian ataupun dari instansi pemerintahan yang terkait. Pengumpulan data sekunder dalam penelitian dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, mengambil informasi dari buku-buku dan internet dan sebagainya yang dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.


(33)

3.4 Interpretasi Data

Informasi yang didapat akan dikategorisasikan berdasarkan pembagian-pembagian yang telah ditetapkan dalam defenisi konsep sehingga hasil pengkategorian tersebut menjadi data. Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang diceritakan pada orang lain (Moleong, 2005:248).Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan ke dalam kategori, pola atau uraian tertentu.

Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan ditelaah secara seksama. Diinterpretasikan/analisis sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.

3.5 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Bulan ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √

2 ACC Judul √


(34)

4 Seminar Proposal Penelitian √

5 Revisi Proposal Penelitian √

6 Penelitian ke Lapangan √

7 Pengumpulan Data dan Analisis Data √

8 Bimbingan √ √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.6.Keterbatasan Penelitian

1. Keterbatasan waktu dalam melaksanakan wawancara sering terjadi. Kesibukan informan dalam melakukan aktifitas mereka sebagai petani, harus membuat peneliti dapat mengatur waktu dalam melakukan wawancara. . Informan tidak bersedia apabila wawancara dilakukan saat bekerja. Informan hanya dapat diwawancarai ketika mereka telah pulang dari ladang, pada sore hari atau di malam hari. Terbatasnya waktu yang disediakan informan membuat peneliti harus dapat memaksimalkan waktu, agar wawancara dapat berjalan efisien.

2. Kendala teknis juga dialami selama penelitian, seperti: informan merasa kebingungan saat akan diwawancarai dan juga kurang memahami pertanyaan yang diberikan. Melalui pendekatan pribadi, peneliti dapat mengatasi kendala tersebut. Wawancara dilakukan dengan diskusi seputar


(35)

pertanian dan aktifitas mereka sebagai petani, serta menghubungkanya dengan kehidupan sehari-hari mereka yang terkait dengan skripsi ini.

3. Kehadiran orang lain saat melakukan wawancara, membuat penelitian kurang mendalam.


(36)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah dan Monografi Desa Denai Kuala

Asal mula nama Denai Kuala dari nama seorang panglima kerajaan Melayu yang lahir di Desa tersebut dengan nama Panglima Denai. Kuala berarti rawa atau kolam atau genangan air yang besar. Pada masa kerajaan Melayu berkuasa memang terdapat sebuah kuala yang besar di Desa tempat kelahiran sang panglima. Dari dua kata tersebut, nama Desa ini disebut Desa Denai Kuala.

Denai Kuala merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang. Desa Denai Kuala memiliki empat Dusun, hal menarik dari Desa ini adalah keadaan masyarakat yang beragam etnik, agama, dan budaya yang dibawa oleh etnik tersebut. Bahkan setiap etnik memiliki wilayah tertentu yang membentuk dusun tersendiri. Dusun yang ditempati etnik tertentu secara langsung, baik disadari atau tidak menggambarkan sistem budaya masing-masing etnik.

Dari kontur bumi, permukaan tanah Denai Kuala termasuk datar dengan tingkat ketinggian antara 0 – 5 meter diatas permukaan laut. Udara yang panas dan cukup kering pada Desa ini dikarenakan letaknya yang berada di pesisir pantai. Luas wilayah Desa ini yaitu 459 Ha, dimana ±60 % luas wilayah merupakan lahan persawahan dan sisanya merupakan daratan. Sebagian besar penduduk Desa hidup sebagai petani. Komoditas pertanian yang utama adalah


(37)

padi, palawija, sayur mayur dan ada pula sebagian kecil yang menanam kelapa sawit. Adapun pekerjaan lain di luar pertanian adalah buruh dan nelayan serta pedagang. Adapun letak geografis Desa Denai Kuala, yaitu:

a. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Ular (Sergai) b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Binjai Bakung c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Denai Sarang Burung d. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

4.1.2 Sarana dan Prasarana Desa

Desa Denai Kuala memiliki letak tidak terlalu jauh dengan Kecamatan Pantai Labu, yakni hanya sekitar 3 km, sedangkan dengan Ibukota Kabupaten Deli Serdang sekitar 12 km, sehingga masyarakat cukup mudah untuk berinteraksi dengan dunia luar. Ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana umum di Desa masih memiliki banyak kekurangan, meskipun jarak Desa yang tidak terlalu jauh dari Kota Kecamatan dan Ibukota Kabupaten. Dari pengamatan pada lapangan, sarana dan prasarana Desa antara lain:

1. Jalan

Kondisi jalan di Desa ini tidak terlalu baik. Jalan yang dimiliki oleh Desa ini secara keseluruhan belum diaspal, yakni masih merupakan bebatuan dan sebagian masih ada yang berupa tanah. Sehingga ketika hujan mengguyur jalan menjadi becek dan licin serta sulit dilalui.

2. Listrik

Fasilitas listrik sudah dapat dinikmati oleh masyarakat Desa Denai Kuala sejak lama. Sehingga masyarakat dapat menerima informasi dari


(38)

media informasi yang dimiliki oleh mereka, yang berupa televisi maupun radio.

3. Air Bersih

Masyarakat Desa Denai Kuala hampir keseluruhan memiliki sumur sendiri di kediaman mereka, akan tetapi karena letak Desa mereka yang sangat dekat dengan pantai, sehingga air yang didalam sumur mereka kurang baik kualitasnya karena agak berbau dan berwarna kekuningan. Namun Desa Denai Kuala mendapatkan bantuan dari PNPM berupa pembuatan sumur bor untuk ketersediaaan air bersih yang layak minum untuk penduduk. Masyarakat Desa sekarang memanfaatkan sumur bor untuk kebutuhan akan air bersih, dengan membayar uang retribusi perbulan pada penanggung jawab pengelola sumur bor tersebut.

4. Transportasi

Desa Denai Kuala tidak memiliki sarana transportasi umum. Angkutan umum yang tersedia hanya sampai Kota Kecamatan , yang menuju ke Ibukota Kabupaten hingga ke Terminal Amplas. Transportasi yang tersedia hanya RBT atau ojek dari pekan atau Kota Kecamatan tersebut menuju kedalam Desa. Sedangkan transportasi umum yang tersedia dari dalam Desa, menuju ke pekan dan Kota Kecamatan tidak tersedia. Sehingga apabila penduduk Desa ingin menuju ke pekan atau Kota Kecamatan harus menggunakan kendaraan milik mereka sendiri, yang berupa sepeda ataupun sepeda motor.


(39)

5. Tempat Ibadah

Tempat ibadah yang terdapat di Desa ini berupa 2 buah Masjid yang terletak di dusun I dan dusun III, serta sebuah Gereja yang terdapat di dusun IV.

6. Kesehatan

Untuk jumlah penduduk yang cukup banyak, fasilitas kesehatan yang tersedia masih sangat terbatas. Di Desa tersedia sebuah puskesmas yang memiliki seorang bidan dan seorang mantri, dan hanya dibuka hingga siang hari.

7. Aula

Aula yang tersedia merupakan balai Desa yang terletak di sebelah kantor kepala Desa. Balai Desa biasanya digunakan oleh warga untuk pertemuan yang berkaitan dengan kepentingan Desa, serta dipergunakan oleh perangakat Desa untuk mengadakan rapat serta jamuan apabila Desa mereka mendapat kunjungan dari Kecamatan.

8. Sekolah

Fasilitas pendidikan seperti Sekolah, sudah tersedia namun hanya sebatas hingga pendidikan menengah saja. Fasilitas pendidikan yang tersedia yakni, Sekolah Dasar Inpres, sebuah Madrasah Tsanawiyah swasta dan sebuah PAUD (pendidikan anak usia dini). Sedangkan untuk jenjang pendidikan SLTP dan SMA hanya terdapat di Ibukota Kecamatan.


(40)

4.1.3 Jumlah dan Komposisi Penduduk

Berdasarkan data Desa Denai Kuala tahun 2010, jumlah penduduk Desa Denai Kuala adalah 2.167 jiwa dengan jumlah rumah tangga sekitar 506 Kepala keluarga. Terdiri dari penduduk laki-laki berjumlah 1.131 jiwa atau 52,20 % dan perempuan adalah 1.036 jiwa atau 47,80 %.

Berikut ini adalah tabel jumlah dan komposisi penduduk Desa Denai Kuala berdasarkan kelompok umur serta tabel jumlah penduduk per dusunnya.

Tabel 4.1.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Umur No Kelompok

Umur

Laki-Laki Perempuan Jumlah ( Jiwa)

Persentase

1. 0-15 tahun 658 590 1248 57,59 %

2. 15-50 tahun 384 344 728 33,60 %

3. 50-80 tahun 101 90 191 8,81 %

Jumlah 1.143 1.024 2.167 100 %

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Tabel 4.2.

Komposisi Penduduk Tiap Dusun Berdasarkan Jenis Kelamin

No Nama Dusun KK Laki-Laki Perempuan Jumlah

(Jiwa)

1. Dusun I 185 445 399 844

2. Dusun II 96 186 184 370

3. Dusun III 186 379 343 724

4. Dusun IV 39 121 108 229

Jumlah 506 1.131 1.036 2.167

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Jika kita melihat tabel komposisi penduduk diatas, maka kelompok usia yang menjadi mayoritas adalah kelompok usia 0-15 tahun (1.248 jiwa atau


(41)

57,59 %). Kelompok umur yang berada pada usia produktif berada pada urutan kedua, yakni kelompok umur 15-50 tahun (728 jiwa atau 33,60%). Sisanya atau minoritasnya merupakan kelompok usia 50-80 tahun ( 191 jiwa atau 8,81%). Pekerjaan dibidang pertanian yang terbesar menyerap kelompok usia produktif dan sebagian kelompok usia minoritas. Sedangkan jumlah penduduk tiap dusun yang paling padat berada pada dusun I dan dusun III yang dihuni oleh mayoritas suku melayu dan suku jawa.

4.1.3 Sistem Mata Pencaharian

Mata pencaharian adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh penduduk, dengan melakukan pekerjaan tersebut maka mereka akan medapatkan penghasilan untuk mempertahankan kehidupannya. Beragam pekerjaan dilakukan oleh penduduk Desa Kuala Denai, tetapi sebagian besarnya merupakan petani. Berikut daftar mata pencaharian masyarakat Desa Denai Kuala.

Tabel 4.3.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan

No Mata Pencaharian Jumlah Persentase

1. Pegawai Negeri 6 0,28 %

2. TNI 1 0,05 %

3. POLRI 1 0,05 %

4. Petani 1309 60,40 %

5 Nelayan 180 8,30 %

6. Buruh 600 27,69 %

7. Pedagang 70 3,23 %

Total 2167 100 %


(42)

Data didalam tabel diatas memperlihatkan secara umum masyarakat bekerja di sektor pertanian. Sebanyak 1.309 jiwa atau 60,40 % dari keseluruhan jumlah penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat, salah satu sebabnya adalah tingkat pendidikan masyarakat Desa yang masih rendah. Sebagian masyarakat juga menggantungkan mata pencahariannya sebagai buruh yakni sebesar 600 jiwa atau 27,69%, dan mata pencaharian sebagai nelayan memiki persentase yg sedikit yakni sebesar 8,30 % atau 180 jiwa.

4.1.4 Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan unsur penting dalam aspek kehidupan seseorang, karena dengan pendidikan yang dimiliki dapat meningkatkan derajat kehidupan seseorang. Berdasarkan data yang didapatkan, tingkat pendidikan di Desa Denai Kuala masih tergolong rendah. Hal ini disebabkan banyak penduduk yang kurang memperhatikan pentingnya pendidikan. Tabel berikut ini dapat menjelaskan tingkat pendidikan penduduk Desa:

Tabel 4.4.

Komposisi penduduk berdasarkan pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

1. Sarjana 15 0,69 %

2. SLTA 120 5,54 %

3. SLTP 240 11,08 %

4. SD 601 27,73 %

5. Belum Tamat SD 549 25,33 %

6. Belum Tamat Sekolah 642 29,63 %

Total 2167 100 %


(43)

Apabila dilihat dari data tabel diatas, maka tingkat pendidikan di Desa Denai Kuala masih tergolong rendah. Penduduk yang memiliki pendidikan tinggi hingga tingkat sarjana hanya sebanyak 0,69 % atau 15 jiwa, merupakan jumlah yang sangat minim sekali. Sedangkan penduduk dengan tingkat SMA sebanyak 5,54% atau 120 orang, dan tingkat SMP sebanyak 11,08% atau 240 jiwa. Sisanya yang menjadi mayoritas adalah penduduk dengang gabungan pendidikan SD,belum tamat SD dan tidak bersekolah dengan total persentasenya yakni 82,69 % atau 1.792 jiwa.

4.1.5. Penduduk Berdasarkan Agama

Kehidupan beragama sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat, karena hal ini cukup mendominasi dan menjadi tolak ukur kerukunan bagi masyarakat. Setiap manusia pasti memiliki keyakinan berbeda sesuai dengan agama yang dianutnya. Tabel berikut ini dapat menjelaskan tingkat pluralitas keagamaan di Desa.

Tabel 4.5.

Komposisi penduduk berdasarkan agama

No Agama Jumlah Persentase (%)

1. Islam 1.723 79,51 %

2. Kristen 229 10,57 %

3. Budha 215 9,92 %

Total 2167 100 %

Sumber: Data Kantor Kepala Desa

Apabila dilihat dari tabel diatas, maka hampir seluruh penduduk di Desa Denai Kuala ini memeluk agama Islam yakni hampir mencapai 80%. Kehidupan beragama di Desa ini lebih diwarnai oleh nilai-nilai Islami, namun begitu


(44)

masyarakat di Desa ini cukup memiliki rasa toleransi. Warga Desa yang menganut agama Islam mendiami dusun I, dusun III dan sebagian kecil pada dusun II. Warga Desa yang menganut agama Kristen sebanyak 10, 57 % dan keseluruhannya mendiami dusun IV. Sedangkan sisanya merupakan etnis Tionghoa yang menganut agama Budha dan keseluruhannya tinggal di dusun II.

4.2Profil Informan

1. Bapak Kastari

Bapak Kastari (47 Tahun) adalah sesosok petani padi yang cukup ulet, ia menanam padi di lahan miliknya yang tidak terlalu luas. Tidak hanya bergantung pada hasil panen padi dari lahan miliknya saja, tetapi ia juga memanfaatkan waktu luangnya dengan melakukan berbagai kegiatan lain, yg dapat menjadi penghasilan tambahan baginya kelak. Bapak Kastari bukan warga asli Desa Denai Kuala, ia lahir di Desa Sialang Bangun Purba. Pada tahun 1964 ketika ia masih bayi, kedua orangtuanya membawanya pindah dari Bangun Purba ke Desa Denai Kuala Lama. Bapak Kastari menjadi penduduk Desa Denai Kuala pada tahun 1982, ketika ia menikahi seorang gadis asli Desa Denai Kuala lalu kemudian mereka tinggal di dusun III, Desa Denai Kuala.

Bapak Kastari dan istri yang bersuku jawa dikaruniai 4 orang anak, 3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. 2 orang anaknya yang perempuan sudah menikah dan memiliki anak, hal ini dikarenakan umumnya warga Desa Denai Kuala menikah pada usia muda. Anaknya yang laki-laki belum menikah dan saat ini masih tinggal bersama bapak Kastari, dahulu anak bapak Kastari yang laki-laki


(45)

bekerja sebagai buruh pabrik tetapi sekarang sudah berhenti dan hanya membantu orangtuanya di ladang. Sementara putri bapak Kastari yang bungsu saat ini masih Sekolah di bangku SMA. Ketiga orang anak Bapak Kastari telah menamatkan pendidikannya hingga bangku SMEA dan STM. Hal ini cukup baik, karena tidak banyak anak dari tetangganya yang mau menamatkan pendidikannya hingga jenjang SMA. Bapak Kastari menginginkan anak-anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik darinya, tetapi karena hanya tamatan STM anaknya hanya bekerja sebagai buruh pabrik dan sekarang juga telah berhenti. Sementara dua orang anak perempuannya telah menikah dan sibuk mengurus keluarganya. Hanya anak perempuannya yang bungsu menjadi harapan terakhir baginya untuk dapat lebih maju.

Bapak Kastari semenjak kecil telah diajarkan oleh orang tuanya bercocok tanam. Bapak Kastari tidak memiliki pendidikan yang tinggi, ia hanya tamatan Sekolah dasar (SD). Ia sangat bergantung pada keahliannya ketika di ladang, yang sudah menjadi mata pencaharian utamanya. Ia memiliki lahan seluas 7 rante, yang sebagian merupakan warisan dari kedua orangtuanya dan sisanya adalah ladang yang dibelinya sedikit demi sedikit setelah ia menikah dengan istrinya, dari tabungannya yang dikumpulkan mereka. Bapak Kastari sejak muda tidak pernah melakukan pekerjaan utama lain selain sebagai petani. Sebenarnya ia ingin sekali merubah nasibnya tetapi karena pendidikan yang dimilikinya, ia tidak memiliki kesempatan untuk bekerja yang lain selain sebagai petani. Dahulu ketika masih muda untuk mencari tambahan uang belanja dan biaya Sekolah anaknya, Pak Kastari masih sering mencari ikan, kepiting, kerang dan udang di laut. Namun


(46)

karena usianya sudah tidak muda lagi, sekarang ia hanya memilih menjadi petani sebagai pekerjaan utamanya.

Bapak kastari memiliki ladang sendiri seluas 7 rante, dan ia juga menyewa ladang seluas 3 rante yang ditanaminya sayur mayur.

Pada sebagian lahan yang dimilikinya Bapak Kastari menanam padi, jenis padi yang ia tanam adalah serang. Sebagian lainnya yakni ± 2 rante, sudah sejak 2 tahun ini ditanaminya sawit karena letak ladangnya tersebut terlalu tinggi sehingga sulit mendapatkan air jika ditanam sayuran atau padi, apalagi sekitar ladang tersebut sudah ditanami sawit hal itu membuat padi tidak akan hidup jika ditanam diladang tersebut. Dalam menanam padi di ladangnya ia dibantu oleh anak laki-lakinya, sementara istrinya sudah tidak dapat lagi membantunya di ladang. Tetapi ketika ia dan anaknya sudah keletihan atau sedang ada kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan, biasanya ia menyuruh orang lain untuk menanam dengan upah sebesar Rp 25.000 per rantai, sementara untuk mengolah tanahnya ia selalu menggunakan jetor yang disewanya dengan upanya Rp 30.000 per rantenya. Untuk perawatan selanjutnya seperti pemupukan dan mencabuti rumput, dikerjakannya berdua dengan anak laki-lakinya. Bapak Kastari menghabiskan waktunya untuk bekerja di ladang selama 7 jam per harinya, ia berangkat pada pukul 07.00 s/d 12.00 kemudian ia pulang kembali kerumahnya untuk istirahat dan makan siang, ia berangkat kembali ke ladangnya pada pukul 15.00 s/d 17.00. Sementara hari minggu dihabiskannya untuk beristirahat dirumah dan berkumpul dengan keluarganya.

Dengan kemampuan utamanya hanya bercocok tanam, baginya terkadang sulit untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya. Panen padi yang hanya dua


(47)

kali dalam setahun, membuat ia dan istrinya terkadang sulit untuk mengatur pengeluaran rumah tangga. Sementara dari sawit yang ditanamnya juga belum menghasilkan, sebab tanaman tersebut baru berusia 2 tahun.Untungnya saja di Desanya terdapat lahan tambak milik perusahaan swasta yang sudah tidak dipergunakan lagi. Sehingga banyak warga yang menyewa lahan bekas tambak tersebut dengan harga sewa yang lebih murah daripada mereka harus menyewa lahan sawah biasa. Hanya saja tidak semua warga dapat menyewa bekas lahan tambak tersebut karena keterbatasan luas lahan tambak, dan mereka pun hanya membayar sepihak kepada penjaga tambak, sehingga mereka pun harus siap ketika perusahaan pemilik lahan bekas tambak itu akan mengambilnya. Bapak Kastari juga ikut menyewa lahan bekas tambak tersebut, ia menyewa seluas 3 hektar.

“Habis mau dibilang apalagi, kalau penghasilan dari panen padi di ladang sendiri saja nggak cukup untuk menutupi kebutuhan dapur dan Sekolah anak, belum lagi sering ada kebutuhan mendadak seperti harus memberi sumbangan untuk hajatan, untuk berobat dan macam-macam lagi”.(WawancaraFebruari2011).

Bapak Kastari menyewa ladang dengan ongkos sewa sebesar Rp 15.000 per rantainya, biaya sewanya cukup murah karena ladang yang di sewa adalah ladang bekas tambak milik perusahaan yang sudah tidak digunakan lagi. Bapak Kastari menanam cabai pada ladang yang disewanya tersebut. Sebelumnya Bapak Kastari sering menanam timun pada ladang sewaannya, ini yang kedua kalinya ia mencoba menanam cabai. Menurut Bapak Kastari menanam cabai cukup menguntungkan karena harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan timun apalagi sekarang cabai sedang naik harganya, tetapi menurut beliau hal ini


(48)

sebenarnya seimbang dengan modal yang dikeluarkan oleh bapak Kastari untuk menanam cabai. Modal untuk menanam cabai sebenarnya cukup tinggi, selain harus mengeluarkan modal untuk membeli bibit, tanaman cabai juga membutuhkan perawatan yang lebih seperti harus beberapa kali diberi pupuk dan disemprot dengan anti hama.

“Untuk nanam cabai, modalnya dari awal nanam sampai dengan panen untuk 3 rantenya bisa sampai 2 juta rupiah malah lebih, itu belum memperhitungkan tenaga kami yang keluar”.

(Wawancara Februari 2011)

Menurutnya menanam cabai relatif sulit dan harus mengeluarkan modal besar, belum lagi resikonya yang cukup tinggi apabila gagal panen. Dalam menanam cabai ia mendapatkan bibit dengan membeli cabai dari hasil panen petani lain yang kemudian dijemur dan didedernya sendiri, hal ini dilakukan sebagai upaya penghematan. Untuk pemupukan ia menggunakan pupuk kandang yang dicampur dengan pupuk kimia seperti NPK dan pupuk warna dengan perbandingan 5:1. Tanaman ini juga memerlukan penyemprotan pestisida hingga beberapa kali, karena itu ia menggolongkannya sebagai tanaman yang cukup sulit dalam perawatannya. Panen cabai menurutnya tidak dilakukan secara sekaligus, tergantung dari masaknya buah cabai yang ditanamnya, sehingga uang yang didapatkannya juga tidak sekaligus. Tetapi menurutnya jika ditotal dari panen cabai yang sebelumnya, dari 3 rante ladang yang ditanaminya ia bisa mendapatkan 1 kuintal buah cabai, dahulu harga cabai per kilonya masih Rp10.000 – Rp 15.000,-

Berbagai tantangan dalam menjalani pekerjaannya sebagai petani padi pernah dialaminya, ketika panen yang didapatkannya tidak sesuai. Menurutnya itu


(49)

merupakan masa yang cukup sulit, untuk kebutuhan sehari-hari ia harus kasbon ke kedai karena uang yang didapatkan dari penjualan hasil panen tidak dapat mencukupi kebutuhannya. Apalagi menanam padi hanya bisa dilakukan setahun dua kali, tentu tidak akan cukup apabila ditambah dengan hasil panen yang tidak sesuai dengan target mereka. Terkadang mereka juga sering kehabisan modal untuk menanam padi pada masa tanam yang selanjutnya, sehingga ia harus meminjam uang ke pemilik kilang padi sebagai modalnya yang akan dibayarnya pada masa panen berikutnya. Untung saja ia juga menyewa lahan tambak yang digunakannya untuk menanam sayuran, sehingga hasil panennya bisa digunakannya untuk menambah kebutuhan sehari-hari serta ia juga masih dapat sedikit menyisihkannya sebagai simpanan. Ia juga mengeluhkan seringkali kesulitan mencari pupuk, kalaupun ada harganya pun cukup mahal. Bantuan dari dinas pertanian sebenarnya juga ada yang diberikan kepada kelompok tani untuk disalurkan bagi anggotanya, dan itu memang biasanya berupa pupuk subsidi tetapi menurutnya bantuan pupuk subsidi tersebut tidak selalu ada, dan jumlahnya juga terbatas biasanya hanya 3 goni.

Pak Kastari menanam sayuran di lahan bekas tambak sewaannya itu untuk menambah penghasilannya, karena masa tanam cabai ataupun sayuran yang tidak terlalu lama sudah dapat dipanen hasilnya. Penghasilan utamanya sebagai petani padi tidaklah besar, apalagi masa tanam padi hanya dua kali setahunnya, jika hanya mengandalkan penjualan hasil panen padi tentunya tidak akan mencukupi kebutuhan keluarganya, belum lagi untuk modal tanam yang selanjutnya serta kebutuhan lain. Untuk pengeluaran perharinya saja menurut istrinya bisa mencapai Rp 50.000, menurutnya itu belum untuk uang Sekolah dan uang listrik


(50)

per bulannya. Jika tahun ajaran baru menurutnya pengeluaran akan lebih banyak, karena bertepatan dengan masa tanam padi yang kedua sehingga mereka mengeluarkan modal untuk menanam padi kembali, belum lagi biaya Sekolah anak bungsunya yang besar karena selain harus membayar uang Sekolah ia juga diharuskan untuk membeli buku-buku pelajaran. Menurut ibu Kastari sekarang sudah lebih ringan tanggung jawab mereka daripada sebelumnya, karena hanya tinggal anak bungsunya saja yang bersekolah. Tetapi ia dan suami memiliki cita-cita bisa menyekolahkan anak bungsunya ini hingga kuliah, karena mereka ingin memperbaiki kehidupannya, minimal salah satu anak mereka ada yang bisa menjadi sarjana dan kelak memiliki pekerjaan yang lebih baik dari mereka. Maka itu sekarang ini mereka berusaha untuk lebih berhemat pengeluaran, demi keinginan mereka untuk menyekolahkan anak bungsu mereka hingga sarjana. Mereka juga berharap pada tanaman sawit yang sudah dua tahun ditanam mereka, semoga beberapa tahun kedepan sudah dapat menghasilkan.

“Lumayan dek, bisa buat tambahan biaya kuliah anak gadis kami yang bungsu ini. Sebenarnya ini pun baru mencoba, ladang sekitarnya juga sudah mulai menanam sawit jadi kami pun ikut nanam, karena kalau dipaksakan menanam padi gak akan bisa hidup. Walaupun gak banyak yang ditanam tetapi setahun atau dua tahun lagi sudah bisa menghasilkan meskipun masih buah pasir, karena juga gak boleh sembarangan nanam sawit disini.” (Wawancara Februari 2011)

Bapak Kastari betah tinggal di Desa ini karena menurutnya kekeluargaannya antar warga cukup erat terutama di dusun 3. Gotong royong juga masih ada di Desa ini, seperti ketika ada pihak tetangga mereka yang baru mau membangun


(51)

rumah sebagian warga juga ikut membantunya minimal mereka membantu membangun pondasi dasarnya, untuk yang selanjutnya dikerjakan oleh tukang bangunan yang sudah ahli. Warga di Desa ini juga masih mengenal rewangan, rewangan adalah gotong royong yang dilakukan oleh tetangga atau kerabat yang akan mengadakan hajatan. Selain itu di Desa ini untuk warganya yang muslim juga ada wirid yasin setiap minggunya, sehingga mereka dapat mengenal antar warga satu sama lain meskipun dari dusun yang berbeda. Khusus untuk di dusun 3 ketika juga masih ada upacara adat yang hingga kini masih dilestarikan, yakni pada tanggal 1 suro mereka mengadakan acara penanaman kepala kambing yang disertai dengan pembacaan do’a pada Tuhan agar tanaman mereka subur dan panen mereka ditahun tersebut berhasil. Upacara tersebut biasanya selalu dilakukan oleh warga dusun 3, dan dipimpin oleh sesepuh Desa yang sekaligus sebagai kepala dusunnya.

2. Mardi

Bang mardi merupakan warga asli Denai Kuala, karena sejak lahir ia tinggal dan besar di Desa ini. Bang Mardi menikah tahun 1996 dan beristrikan warga asli Desa Denai Kuala. Ia dikarunia dua orang anak, yang pertama adalah laki-laki berusia 14 tahun dan masih duduk dikelas dua SMP, dan anak bungsunya perempuan masih berusia 6 tahun. Bang mardi sejak kecil sudah diajak ke ladang oleh orang tuanya untuk membantu sekaligus belajar bertani. Bertani merupakan kemampuan yang dikuasainya, sehingga menjadi mata pencaharian utamanya. Bang Mardi tidak pernah memiliki pekerjaan lain selain bertani ataupun berusaha mencoba pekerjaan yang lain, buatnya petani


(52)

tinggi dan bertani merupakan keahlian yang dimilikinya untuk mencari nafkah. Karena hanya bertani kemampuannya maka Bang Mardi berusaha maksimal untuk melakukan pekerjaannya,ia menginginkan anaknya memiliki pendidikan yang lebih tinggi daripada ia yang hanya tamat SMP dan istrinya yang tamatan SMA.

Bang Mardi mengolah tanah yang diberikan oleh orangtuanya, sebesar 10 rante. Awalnya ia sendiri yang mengolah tanah tersebut, sebenarnya dari tanah yang dikelolanya tersebut cukup menghasilkan karena saat itu ia baru memiliki seorang anak saja yang masih kecil. Tetapi semenjak lahir putri bungsunya 6 tahun lalu, ia pun menyadari jika hanya mengandalkan hasil dari tanah miliknya tersebut pastinya kelak tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan memenuhi cita-citanya untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang yang tinggi, apalagi saat itu saja anaknya yang pertama sudah Sekolah SD yang makin lama kebutuhannya makin meningkat. Sehingga sudah beberapa tahun belakangan ini ia menggadaikan tanah miliknya pada saudaranya, dengan ongkos gadainya sebesar Rp 4.000.000,-. Perjanjian penggadaian tanah itu berlaku hingga Bang Mardi menebusnya kembali, dengan membayar kembali uang gadai yang sudah dibayarkan oleh saudaranya tersebut.

Menggadaikan tanah sebenarnya bukanlah jalan keluar yang diinginkan oleh Bang Mardi, tetapi ia menggunakan uang hasil gadai tanah miliknya untuk menyewa lahan tambak milik perusahaan swasta yang saat ini sudah tidak dipergunakan lagi dengan ongkos sewa sebesar Rp 15.000 per rantenya, ia menyewa lahan seluas 30 rante. Uang sisa hasil menggadaikan tanah miliknya digunakan olehnya untuk modal menanam padi dan sayuran pada lahan sewaannya tersebut. Ketika itu ia ditawari lahan tersebut untuk digarapnya, karena ongkos sewanya yang murah banyak warga diDesa tersebut ingin menyewanya, sehingga ia pun menyetujui untuk menyewa lahan tersebut sebelum diambil oleh petani yang lain.


(53)

“ Waktu itu saya ditawari untuk menyewa lahan tambak punya perusahaan yang sudah tidak dipakai, sehingga daripada lahan menganggur disewakan sama warga yang mau mengolahnya. Ongkos sewanya murah dibandingkan harus nyewa ladang sawah yang lain, jadi begitu ditawari langsung saya ambil sebelum diambil oleh orang lain karena lahannya juga terbatas. Tapi kami penyewanya ini pun harus siap, kalau nanti perusahaan ambil kembali ladang itu” .

(Wawancara Februari 2011)

Dari 30 rante luas lahan yang diolah Bang Mardi, sebanyak 18 rante ditanaminya padi dan sisanya ditanaminya dengan timun dan cabai. Ia tidak menanami seluruh ladang sewaannya dengan padi, karena ia menyadari padi memiliki jangka masa tanam hingga panen yang relatif lebih lama dibanding sayuran dan dalam setahun hanya dua kali masa tanam saja dengan waktu yang sudah ditentukan. Sementara sayuran jangka waktu mulai dari penanaman hingga panen tidaklah terlalu lama, dan biasanya dalam sekali tanam saja sayuran bisa hingga dua kali panen. Bagi Bang Mardi bertani merupakan hobi dan juga pilihan hidupnya, terkadang jika ia tidak berangkat ke ladang sehari saja sudah membuatnya tidak betah. Ia menanam padi setahun dua kali, dan itu pun sudah ada musim-musimnya tertentu. Pada akhir tahun sekitar bulan November dan Desember biasanya adalah musim tanam yang pertama, dan pada bulan Februari atau Maret padi yang ditanam sudah dapat dipanen. Musim tanam kedua masuk pada bulan Mei dan Juni, sehingga padi sudah dapat ditanam pada bulan Agustus atau September. Seperti itulah kebiasaan petani padi di Desa Denai Kuala, mereka sangat mematuhi waktu-waktu tersebut karena masa tanam yang dilakukan oleh mereka diperhitungkan berdasarkan musim.

Untuk mengolah tanah di ladang padinya, ia menggunakan jetor yang disewanya dari tetangga yang memilikinya. Untuk ongkos sewa jetor per rantenya, Bang Mardi membayar sebesar Rp 25.000. Hanya dalam mengolah tanah saja ia menggunakan


(54)

Setelah tanah di ladangnya diolah, atau istilah lainnya dibajak dengan menggunakan jetor maka pekerjaan selanjutnya adalah menanami ladangnya atau sawahnya dengan padi. Untuk pekerjaan menanami bibit padi ke ladangnya ini, ia dibantu oleh istri dan anak laki-lakinya. Hal ini dilakukannya agar lebih mengirit pengeluarannya, daripada ia harus mengeluarkan biaya ekstra jika harus mengupah orang lain untuk menanami ladangnya dan juga waktu yang lebih efisien dalam mengerjakannya. Untuk pekerjaan yang lainnya seperti memberikan pupuk dan menyirami tanaman dengan pestisida dilakukannya bersama dengan anaknya. Jika semua pekerjaan tersebut telah selesai, maka sudah tidak banyak lagi yang dapat dilakukan di ladang padinya atau di sawahnya tersebut. Pekerjaan selanjutnya hanya merumputi ladangnya atau membersihkan rumput dan gulma yang mengganggu tanaman padinya, dan itu hanya dilakukan sekali atau dua kali saja. Setelah itu Bang Mardi hanya mengawasi tanaman padinya saja agar tidak diganggu oleh burung ataupun tikus, terlebih menjelang masa panen tiba.

Setelah selesai menanam padi tidak banyak lagi pekerjaan yang dapat dilakukan di ladangnya tersebut, tugasnya hanya sesekali mengawasi padi yang sudah ditanamnya higga 4 bulan kemudian padi tersebut siap untuk dipanen. Tidak terlalu banyaknya pekerjaan yang dilakukannya ketika ia telah selesai menanam padinya, membuatnya mencari kegiatan yang lain. Hal itulah yang menjadi salah satu faktornya ia menanam sayuran di sebagian ladangnya yang lain, dan hal ini juga yang menjadi latar belakang sebagian petani lain melakukan hal yang sama. Bagi Bang Mardi bertani itu bukan hanya sekedar bekerja untuk mencari nafkah bagi keluarga saja, tetapi sebagai bentuk hobi dan kegiatan dirinya. Memang jika dilihat dari latar belakang keadaan keluarganya, ia tidak perlu terlalu ngoyo dalam bekerja di ladang. Tetapi bertani baginya adalah bentuk aktualisasi dirinya, walaupun tidak dapat dipungkiri hasil yang didapatkannya dari bertani digunakannya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Bertani merupakan


(55)

keahlian yang dikuasainya, maka ketika pekerjaannya di ladang padi sudah tidak terlalu banyak, maka ia pun mencari pekerjaan lain sebagai kegiatan bagi dirinya agar tidak terlalu banyak waktu yang terbuang. Kegiatan tamabahan yang dilakukannya diluar menanami padi pun tidak jauh-jauh dari bertani, meskipun dengan jenis tanaman yang berbeda. Dan ketika ada hasil yang didapatkannya dari hal tersebut, itu merupakan nilai tambah baginya.

“sebenarnya jika dibandingkan dengan petani lain yang banyak anaknya, wajar mereka berusaha keras karena hasil dari ladang sendiri tidak cukup untuk keluarga mereka. Tetapi awak ini tidak mau egois walaupun jika hemat pengeluaran bisa dicukup-cukupi, mumpung masih muda yang awak kerjakan sebisanya semua ladang itu. Kemampuan awak bertani, ya bertani lah yang awak kerjakan, karena hasil yang awak kerjakan ini semuanya untuk masa depan keluarga agar anak bisa Sekolah tinggi nantinya.” (Wawancara Februari 2011)

Pada sebagian lahannya yang disewanya yakni seluas 12 rante, ia menanaminya dengan dua macam sayuran. Ladang yang ditanaminya padi seluas 5 rante dan sisanya ditanaminya dengan timun. Tidak seperti timun yang penanaman dan perawatannya relatif lebih mudah sehingga tidak membutuhkan modal tinggi, untuk menanam cabai sebenarnya membutuhkan modal yang besar, karena sulitnya perawatan yang dilakukan. Tetapi hasil yang didapatkan seimbang dengan modalnya, bahkan bisa mendapatkan untung yang besar jika harga cabai dipasaran melonjak tinggi. Ia biasanya menghemat pengeluaran modal untuk menanam cabai dengan cara membeli bibit cabai dari hasil petani lain, karena jika harus membeli bibit yang sudah jadinya harganya akan lebih mahal. Selanjutnya cabai yang sudah dibelinya, dijemur dan didedernya sendiri. Jika sudah keluar tunasnya hingga berusia 3 minggu, baru bibit cabai tersebut akan dipindahkan ke tanah yang sebelumnya sudah digemburkan dan diberi campuran pupuk


(56)

kandang dan kimia. Tanah tersebut juga dibuat per bedengan dan ditutupi dengan plastik khusus, dalam per rantenya ditanam kira-kira 1000 pokok bibit cabai. Untuk pekerjaan selanjutnya cabai perlu diberi pupuk kimia, yang berguna untuk membuat buahnya lebat dan bagus. Tanaman cabai merupakan tanaman yang cukup rawan penyakit dan serangan hama, maka itu setiap dua minggu sekali tanaman ini perlu disemprot dengan obat derek, obat keriting dan antrakol secara bergantian. Untuk per 2 rantenya biaya yang dikeluarkan Bang Mardi untuk membeli obat hama minimal bisa mencapai Rp 200.000.

Hasil panen yang didapatkan biasanya tidak sekaligus karena buah cabai biasanya masaknya tidak bersamaan. Tetapi kalau ditotal-total dari panen cabai sebelumnya bisa mencapai 70-100 kg, dengan kisaran harga saat itu Rp15.000-Rp 20.000. Sementara untuk panen buah timun dari 3 rante ladang yang ditanaminya dengan timun, bisa menghasilkan kira-kira 15 goni timun yang setiap goninya berisi 50 kg buah timun, dengan harga jual saat itu Rp 1.000/kg. Untuk menjual hasil panennya, biasanya Bang Mardi tidak perlu repot-repot karena sudah ada pedagang pengepul yang mengambilnya sendiri kerumahnya. Tetapi kalau hasil panen padi, biasanya ia mengantarkannya sendiri ke kilang dengan harga jual gabah basah Rp 3.800/kg. Selain menanam cabai dan timun di sebagian ladang yang disewanya, ia juga memelihara ayam dirumahnya jumlahnya mencapai 30 ekor. Ia memelihara ayam dibelakang rumahnya karena halaman belakang rumahnya masih ada, daripada tidak dimanfaatkan maka ia gunakan sebagai tempat memelihara ayam. Hasil dari ayam yang dipelihara bisa dipergunakan untuk tambahan uang belanja, karena telur ayam kampung yang didapatkan sering dijual Bang Mardi ke kedai atau tetangganya. Jika ia dan keluarga ingin makan daging ayam terkadang mereka tidak perlu lagi membelinya, atau jika uang


(57)

belanja sudah habis atau ia mendapatkan undangan pesta sementara uang simpanan mereka sudah menipis, maka ia sering menjual ayam peliharaannya pada orang lain.

“Lumayan iseng-iseng dapat menghasilkan juga meskipun tidak banyak, tetapi dapat menutupi kebutuhan jika uang simpanan kami sudah menipis.” (Wawancara Februari 2011)

Pengeluaran keluarga kecilnya cukup banyak untuk uang belanja, uang jajan anak,dan lainnya per harinya mencapai Rp 40.000, itu belum termasuk membayar uang listrik, uang wirid dan uang SPP anak tiap bulannya, serta pengeluaran tak terduga lainnya. Dalam setiap bulannya jika ia dan istrinya mengkalkulasi pengeluarannya, bisa mencapai Rp 1.500.000. Upaya penghematan pengeluaran cukup sering ia lakukan dan istrinya, hanya saja terkadang pengeluaran yang tidak direncanakan membuat pengeluarannya semakin banyak, seperti misalnya dalam sebulannya ia mendapatkan undangan pesta minimal 4 kali dan itu wajib untuk dihadiri mereka. Terkadang karena kebutuhan yang banyak dan serba mahal membuat istrinya harus dapat mengatasinya ia berusaha menghemat pengeluaran , seperti berhemat-hemat ketika belanja dan untungnya saja mereka tidak perlu membeli beras karena mereka memiliki persediaan beras dari hasil panen di ladang mereka.

Bang Mardi dan istri sangat betah tinggal di Desa ini, bukan saja karena mereka lahir dan besar disini, tetapi kekeluargaan di Desa ini yang masih terjaga membuat mereka nyaman selain karena memang lokasi ladang yang mereka miliki berada di Desa ini. Kekeluargaan di Desa ini masih cukup baik melalui STM dan perwiridan, sehingga mereka cukup mengenal warga lain yang juga tinggal di Desa ini. Selain itu melalui kebiasaan rewangan pada warga yang akan memiliki hajatan atau pesta, serta beramai-ramai membantu membangun pondasi rumah bagi warga yang akan membangun


(1)

Simarmata, Rabanta. 2009. Strategi Adaptasi Ekonomi Petani Jeruk Pada Saat Pra Panen Raya Dan Panen Raya. Medan


(2)

Draft Pertanyaan

Strategi Adaptasi Petani Pemilik Lahan Terbatas

I. Data pribadi informan kunci

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Usia :

4. Status perkawinan :

5. Suku :

6. Agama :

6. Jumlah anak :

7. Pendidikan Terakhir : 8. Pendidikan Terakhir istri : 9. Pendidikan Anak : 10. Rata-rata penghasilan per bulan : 11. Luas tanah pertanian milik sendiri :

II. Strategi adaptasi petani

1. Sudah berapa lama anda menjadi petani ?

2. Mengapa anda memilih pekerjaan sebagai petani? 3. Darimanakah lahan ini anda peroleh?

4. Bagaimana kondisi lahan sejak pertama anda peroleh sampai sekarang, apakah mengalami penyusutan (berkurang)? Jika ya, sampai berapa banyak?

5. Apakah anda senang menjadi petani? sebutkan alasan.

6. Apakah anda pergi berladang pada ladang milik anda secara terus menerus, ataukah hanya pada musim-musim tertentu? Mengapa? 7. Coba jelaskan apa yang anda lakukan ketika pada musim tertentu

anda tidak berladang di ladang anda? 8. Tanaman apa saja yang anda tanam?

9. Berapa lama masa pengolahan lahan sampai masa panen? 10.Setelah masa panen, kegiatan apa yang anda lakukan?


(3)

11.Setelah masa panen, lahan teorsebut digunakan untuk apa? 12.Apakah anda pernah merasa bosan menjadi petani?

13.Apakah anda pernah mencoba pekerjaan yang lain? Jika tidak apa alasannya, dan jika ya apa alasannya?

14.Apakah anda pernah merasa ingin meninggalkan pekerjaan anda sebagai petani? Mengapa?

15.Apakah anda memiliki pekerjaan lain?

16.Pernahkah anda mengalami kegagalan panen, mengapa dan apa usaha yang anda lakukan?

17.Apakah ada peranan pihak lain yang membantu mengembangkan pertanian anda, jelaskan ?

18.Apakah anda pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah untuk pertanian anda?

II. Motivasi Bekerja

1. Apa yang menjadi alasan anda ketika memilih mata pencaharian sebagai petani?

2. Apakah anda cukup puas dengan pekerjaan dan penghasilan yg anda dapatkan dari bertani?

3. Apakah ada hal lain yang melatar belakangi anda ketika memilih bertani?

4. Apa yang menjadi motivasi bagi anda dalam menjalani kehidupan? 5. Apa yang menjadi motivasi terbesar anda dalam bekerja sebagai

petani, keluarga atau hal lainnya juga?

6. Apa anda memiliki pekerjaan lain yang juga menjadi tambahan penghasilan anda?

7. Tolong jelaskan apa yang menjadi motivasi anda ketika menjalani pekerjaan tambahan?

8. Menurut anda sebagai petani pentingkah status sosial dan dihargai oleh orang lain?

9. Bentuk status sosial seperti apa yang menurut anda penting dimiliki oleh seorang petani?


(4)

10.Menurut anda pentingkah adanya status sosial yang tinggi dalam pergaulan di lingkungan anda, mengapa?

11.Sebagai petani, apakah anda memiliki keinginan untuk merubah status sosial anda menjadi lebih baik, mengapa?

12.Apakah ada hal-hal atau tujuan lain yang ingin anda capai dalam kehidupan anda?

III. Kehidupan sehari-hari petani dan peranan keluarga 1. Berapa lama anda berkeluarga?

2. Sejak kapan anda tinggal di desa ini?

3. Bagaimana status rumah yang anda tempati sekarang?

4. Bagaimana anda menjalankan pekerjaan anda sebagai petani?

5. Coba jelaskan pada saat kapan anda libur berladang (mis: mingguan, bulanan, atau hari-hari tertentu)?

6. Saat akan menanam di ladang ataupun mengambil hasil panen, apakah ada upacara adat khusus yang dilakukan oleh petani di desa anda? 7. Apakah ada hambatan dalam bekerja sebagai petani?

8. Apa keluhan anda selama menjadi petani?

9. Sarana dan prasana apa saja yang mendukung anda berladang (mis: alat penyemprot hama, arit, dll)?

10.Apakah anak anda ikut membantu anda berladang? Mengapa? Kapan waktunya?

11.Coba jelaskan peranan istri anda, apakah berpartisipasi secara aktif membantu anda berladang atau hanya dirumah?

12.Apa istri anda memiliki aktifitas lain? 13.Bagaimana kondisi pendidikan anak anda?

14.Apa aktifitas sehari-hari anak anda selain bersekolah?

15.Setelah pulang bekerja di ladang, apakah anda memiliki aktifitas lain? 16.Apa sumber informasi utama anda (mis: surat kabar, tv, dll)?


(5)

IV. Penghasilan

1. Berapa modal yang anda keluarkan untuk sekali masa tanam?

2. Darimanakah modal awal yang anda gunakan untuk mengolah ladang anda, baik dari pembelian bibit hingga pupuk?

3. Berapa banyak hasil panen yang didapatkan dari ladang milik anda? 4. Berapa penghasilan yang anda peroleh untuk sekali masa panen? 5. Kepada siapa anda menjual hasil panen?

6. Siapa yang menetapkan harga jual hasil panen anda?

7. Berapa pengeluaran anda untuk kehidupan sehari-harinya selama sebulan?

8. Apakah penghasilan yang diperoleh dari berladang cukup memenuhi biaya anda sekeluarga?

9. Jika tidak cukup, bagaimana anda mengatasinya?

10.Selain untuk kebutuhan keluarga, apakah ada pengeluaran untuk hal lain? Sebutkan?

11.Apakah penghasilan dari bertani cukup untuk kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak?

12.Menurut anda kebutuhan apa yang terpenting bagi anda saat ini? 13.Selain anda, adakah anggota keluarga lain yang membantu

perekonomian keluarga anda ?

14.Apakah anda sering/ pernah meminjam uang kepada tetangga untuk biaya pendidikan anak atau biaya lain?

15.Apa yang menjadi pengeluaran terbesar anda saat ini? 16.Apakah ada upaya penghematan yang anda lakukan untuk

meminimalisir pengeluaran keluarga? Seperti apa upaya penghematan yang dilakukan?


(6)

V. Kehidupan sosial petani

1. Bagaimana hubungan anda dengan tetangga dan lingkungan rumah anda?

2. Menurut anda pentingkah bersosialisasi dengan tetangga? Mengapa? 3. Apakah di lingkungan anda masih mengenal sikap gotong royong?

Jika ya, pada saat kapan?

4. Adakah nilai-nilai tradisi lain yang ada dan masih dijalankan oleh warga hingga sekarang?

5. Apakah anda cukup aktif dalam menjalin hubungan dan bergaul dengan warga seperti mengikuti kegiatan bersama dengan tetangga misalnya perwiridan, STM dan lainnya?

6. Apakah terdapat lembaga ataupun organisasi masyarakat di desa anda? 7. Apakah anda memahami fungsi dan peranan dari masing-masing

organisasi atau lembaga tersebut?

8. Apakah ada kontribusi yang diberikan oleh organisasi dan lembaga tersebut pada warga desa, apa saja?