menanam padi ladang mereka. seringkali pupuk yang mereka temui juga harganya sudah jauh lebih tinggi. Dengan keberadaan kelompok tani, petani lebih dimudahkan dalam
memperoleh pupuk. Karena Dinas Pertanian setempat seringkali menyalurkan pupuk bersubsidi yang harganya lebih dapat terjangkau oleh petani, kepada kelompok tani untuk
selanjutnya kelompok tani tersebut yang menyalurkannya kepada petani yang menjadi anggotanya. Pupuk bersubsidi yang disalurkan melalui kelompok tani tersebut meskipun
tidak mencukupi keseluruhan kebutuhan bagi petani, tetapi dapat sedikit lebih meringankan beban petani tersebut. Dan melalui kelompok tani, Dinas Pertanian seringkali
memberikan penyuluhan tentang cara bertani yang baik seperti cara penanaman, pengolahan tanah dan cara pemupukan yang lebih seimbang dan efektif guna
mendapatkan hasil panen padi yang lebih banyak dan berkualitas. Selain memanfaatkan kilang padi dan kelompok tani sebagai jaringan sosial, petani
juga memanfaatkan hubungan baik yang terjalin dengan tetangganya sebagai salah satu cara menyelesaikan permasalah yang dihadapi oleh mereka. Istri petani seringkali
berhutang untuk belanja kebutuhan sehari-hari disaat keuangan keluarga mereka telah menipis, juga meminjam kepada kelompok perwiridan atau STM di Desa mereka. Hal
seperti dapat digambarkan oleh Moser, yakni aset modal sosial misalnya dengan memanfaatkan lembaga-lembaga sosial lokal, arisan dan pemberi kredit dalam proses dan
sistem perekonomian keluarga.
4.3.5 Penjualan Hasil Panen
Sebagian besar warga Desa Denai Kuala memiliki mata pencaharian sebagai petani. Memasuki masa panen menjadi hal yang sangat mereka nantikan,
setelah beberapa bulan mereka bekerja di ladang menanam padi untuk kebutuhan mereka, panen merupakan saat bagi mereka untuk memetik hasil jerih payah
Universitas Sumatera Utara
mereka. Penjualan hasil panen padi dilakukan oleh mereka dalam bentuk gabah yang masih basah, hal ini dikarenakan petani padi di Desa Denai Kuala tidak mau
menanggung resiko yang lebih besar jika mereka menjualnya dalm bentuk gabah kering. Faktor cuaca yang terkadang tidak dapat diperkirakan, menjadi resiko bagi
petani yang ingin menjual padi dalam bentuk gabah kering. Jika ingin menjual gabah dalam bentuk kering maka petani harus terlebih dahulu menjemurnya dan
hal tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama dan sinar matahari yang terus menerus. Hujan yang sering turun secara mendadak akan membuat petani
kewalahan, karena tentunya gabah yang dijemur tidak sedikit dan waktu penjemuran akan berlangsung lebih lama karena tidak berlangsung secara
kontinyu.
Petani hanya akan menjemur gabah basah dalam jumlah sedikit untuk kebutuhan bagi keluarganya saja, sementara padi yang akan dijual ke kilang adalah
dalam bentuk gabah basah. Penjualan dalam bentuk gabah basah ke kilang padi akan lebih praktis bagi petani Desa Denai Kuala, karena proses pengolahan gabah selanjutnya
hingga menjadi beras menjadi tanggung jawab kilang tersebut. Resiko yang cukup tinggi ataupun kerugian yang akan ditanggung petani menjadi berkurang. Hal ini disebabkan
proses perontokan dan penjemuran gabah basah menjadi kering akan dikerjakan oleh kilang padi, untuk selanjutnya gabah kering tersebut diproses menjadi beras yang akan
dijual kepada masyarakat. Perbedaan harga penjualan dalam bentuk gabah basah dan gabah kering per
kilonya tidak terlalu banyak yakni antara Rp 500 – Rp 800 per kilonya, tetapi jika dikalkulasikan dengan total seluruh hasil panen yang dijual akan sangat berpengaruh
hasilnya. Petani di Desa Denai Kuala menjual gabah ke kilang padi yang telah menjadi langganan mereka menjual hasil panennya, dengan harga jual Rp 3.600 per kilonya.
Universitas Sumatera Utara
Tinggi dan rendahnya harga jual gabah di pasaran bervariasi karena banyak faktor mempengaruhi, salah satunya seperti jika banyaknya beras import yang masuk ke
Indonesia hal ini akan menyebabkan persaingan bagi beras lokal dan akan menurunkan harga jual beras lokal yang tentu saja akan berdampak bagi petani.
4.3.6 Kehidupan Sehari-hari Petani dan Peranan Keluarga