Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Dayak

4. Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Dayak

Masyarakat Dayak merupakan penduduk asli Kalimantan yang terbagi menjadi beberapa sub-sub suku bangsa Dayak

Cakrawala Budaya

Ngaju, Dayak Ot Danum, Dayak Ma’anyan, Dayak Ot Siang, Tradisi budaya suku Dayak Lawangan, Dayak Katingan, dan sebagainya

bangsa Dayak di Kali-

Mereka mendiami di desa-desa sepanjang sungai Barito, mantan menunjukkan Kapuas, Kahayan, Katingan (Mendawai) , Mentaya, Seruyan, keragaman yang luar

biasa. Meski demikian,

Kurnai, Arut (Lemandandau), Jelau di kawasan Kalimantan terdapat banyak kesa- Tengah.

maan antara keperca-

Agama asli penduduk pribumi adalah agama Kaha- yaan dan kegiatan ke-

agamaan dari berbagai

ringan. Umat Kaharingan percaya bahwa alam sekitarnya kelompok yang berbe- penuh dengan makhluk-makhluk halus dan roh-roh yang da. menempati tiang rumah, batu besar, pohon besar, hutan belukar, Hal itu menunjukkan air, dan tempat-tempat lain yang ada di sekitar kehidupan tingginya khasanah bu- manusia. Dalam bahasa Dayak Ngaju roh-roh tersebut dinama- daya bangsa Indonesia. kan ganan. Menurut tempat tinggalnya bermacam-macam ganan memiliki nama yang berbeda-beda. Pada hakikatnya ganan dikelompokkan menjadi dua golongan, sebagai berikut.

a. Ganan yang bersifat baik, dalam bahasa Dayak Ngaju disebut sangiang atau nayu-nayu.

b. Ganan yang bersifat jahat, dalam bahasa Dayak Ngaju disebut taloh atau ngambe.

Selain ganan, masyarakat adat Dayak juga mempercayai adanya roh-roh nenek moyang, dalam bahasa Dayak Ngaju disebut liau. Menurut kepercayaan orang Dayak, jiwa (dalam bahasa Dayak Ngaju disebut Hambaruan) orang mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia sebagai liau. Lama kelamaan liau itu akan kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying. Akan tetapi, proses menuju dewa tertinggi tersebut memerlukan

84 Antropologi SMA Jilid 2 84 Antropologi SMA Jilid 2

Kepercayaan orang Dayak terha- dap roh nenek moyang dan makhluk- makhluk halus yang menempati alam sekelilingnya terwujud dalam upacara- upacara keagamaannya. Upacara terse- but berupa pemberian sesaji kepada roh nenek moyang, dan berbagai bentuk upacara yang berkaitan dengan siklus hidup manusia, seperti upacara menyam- but kelahiran, upacara memandikan bayi yang pertama kali, upacara memotong rambut bayi, upacara penguburan, dan pembakaran mayat.

Apabila orang Dayak mati, mayat- nya diletakkan dulu di dalam peti mayat Sumber: Indonesian Heritage, 2002

S Gambar 2.11 Sekelompok pendeta Ngaju yang

dari kayu berbentuk perahu lesung, dalam berada di depan bangunan untuk orang mati. bahasa Dayak Ngaju disebut raung. Kuburan tersebut dianggap kuburan sementara, karena upacara yang terpenting berhubungan dengan kematian adalah upacara pembakaran mayat yang berlangsung secara besar- besaran. Upacara pembakaran mayat menurut orang Dayak Ngaju disebut tiwah dan menurut orang Dayak Ot Danum disebut daro. Adapun menurut orang Dayak Ma’anyan disebut ijambe.

Pada upacara pembakaran mayat, semua tulang belulang (terutama tengkoraknya) dari semua kerabat yang telah meninggal pada kurun waktu tertentu digali dan dipindahkan ke tempat pemakaman yang tetap dalam sebuah bangunan berukir indah yang disebut sandung. Mayat dibakar dan abunya disimpan di bangunan yang berukir indah yang disebut tambak. Pelaku upa- cara pembakaran mayat disebut balian. Seorang balian sebagai ahli upacara pemakaman akan

Sumber: http://images.google.co.id

menyanyikan dongeng-dongeng mitologi dan S Gambar 2.12 Sandung merupakan ba- silsilah Ngaju yang amat panjang secara hafalan ngunan berukir indah yang digunakan sebagai

di luar kepala sampai berjam-jam, dan juga tempat pemakaman yang tetap untuk satu

kerabat.

mempertunjukkan tarian suci. Dongeng-dongeng mitologi dan silsilah Ngaju disebut sansana atau bandar.

Agama dalam Kehidupan Manusia