Kekambuhan skizofrenia berdasarkan ketidakpatuhan minum obat

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentasi faktor kekambuhan skizofrenia karena psikososial Pertanyaan Ya Tidak Frekuensi persentasi 1. Keluarga saya menganggap bahwa penyakit saya adalah penyakit yang memalukan 2. Keluarga dan lingkungan saya menerima saya kembali 3. Keluarga saya tidak paham mengenai penyakit yang saya derita karena pendidikan yang rendah 4. Saya mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan setelah pulang dari rumah sakit 5. Saya sering mengalami perlakuan yang tidak menyenangkan dalam pekerjaan 6. Tempat tinggal saya dekat dengan keramaian sehingga saya merasa terganggu 7. Saya terkadang tidak minum obat karena ketidakadaan biaya untuk menebus resep yang diberikan dokter 8. Saya malas control ulang ke Rumah Sakit Jiwa karena jauh dari tempat tinggal saya 9. Saya malas control ulang ke rumah sakit karena saya jenuh menunggu antrian berobat di Rumah Sakit Jiwa 5256,5 7985,9 6570,7 3941,4 1920,7 3538,0 4852,2 5458,7 2122,8 4043,5 1314,1 2729,3 5357,6 7379,3 5762,0 4447,8 3841,3 7177,2

5.2 Pembahasan

5.2.1 Kekambuhan skizofrenia berdasarkan ketidakpatuhan minum obat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang paling banyak menyebabkan kekambuhan skizofrenia karena ketidak patuhan minum obat adalah yang berhubungan dengan faktor pengobatan dan faktor interaksi dengan professional Universitas Sumatera Utara kesehatan. Dari faktor pengobatan ditemukan bahwa sebanyak 73,9 responden mengatakan merasa gemetaran tremor setelah minum obat. Berdasarkan hasil penelitian Asima Sirait, Winda Mustika, 2009 menunjukkan bahwa faktor obat merupakan penyebab ketidakpatuhan dengan persentase sebanyak 62,2. Dimana responden lebih banyak mengatakan bahwa pasien merasakan efek samping dari obat tersebut sehingga pasien tidak melanjutkan meminum obat. Menurut Jorgensen, pasien yang tidak mengalami efek samping terhadap pengobatan kemungkinan lebih mau melanjutkan pengobatan. Efek samping yang umum dan penting adalah efek pada ekstrapiramidal, gangguan seksual dan penambahan berat badan Loebis, 2008. Obat yang biasa diberikan kepada pasien di rumah sakit adalah Haloperidol, kloropromazin CPZ dan Trihesilfenidil THP. Efek samping dari obat Haloperidol dapat menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi. Kloropromazin CPZ dapat menimbulkan ikterus, dermatitis dan leukopenia. Reaksi ini disertai oleh adanya eosinophilia dalam darah perifer, dapat juga berupa hipotermia, kadang-kadang takikardia atau mulut dan tenggorokan kering,mengantuk, konstipasi dan retensi urin. Trihesifenidil THP dapat menimbulkan mulut kering, penglihatan kabur, pusing, cemas, konstipasi, retensi urin, takikardi, dilatasi pupil, meningkat, sakit kepala . Faktor interaksi dengan professional kesehatan didapatkan sebanyak 57,6 responden mengatakan bahwa tidak paham dengan penjelasan yang dari pelayanan kesehatan karena sering menggunakan kata-kata yang tidak dapat dimengerti, dan sebanyak 75,5 responden mengatakan bahwa tidak mampu mengingat instruksi Universitas Sumatera Utara yang diberikan karena terlalu banyak. Hubungan terapetik yang dibangun tenaga kesehatan dengan pasien merupakan suatu landasan atau dasar dari kepatuhan terhadap pengobatan. Pasien dan keluarga diberi informasi tentang penyakitnya dan rencana pengobatan yang dilakukan tenaga kesehatan dapat melakukan perubahan dalam berkomunikasi dengan pasien baik itu dengan gaya atau bahasa yang dapat dimengerti pasien sehingga sehingga dapat meningkatkan kepatuhan Loebis, 2007

5.2.2 Kekambuhan skizofrenia berdasarkan faktor Psikososial