(2) Dasar dan Sifat Tanggung Jawab Negara

(2) Dasar dan Sifat Tanggung Jawab Negara

Menurut hukum internasional, setiap negara memiliki kedaulatan. Dengan adanya kedaulatan, negara memiliki sejumlah kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan. 107

Namun demikian, di dalam kedaulatan terkandung suatu kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan tersebut. Penyalahgunaan kedaulatan berupa tindakan salah secara internasional merupakan tindakan melanggar hukum internasional dan hal tersebut menimbulkan tanggung jawab negara.

Karl Zemanek menjelaskan bahwa yang mendasari munculnya tanggung jawab negara pada hakikatnya adalah pelanggaran terhadap hak subjektif negara lain, pelanggaran terhadap norma hukum internasional yang merupakan jus cogens dan tindakan-tindakan yang berkualifikasi sebagai kejahatan internasional (misalnya: tindakan agresi, perbudakan, genosida, apartheid, kolonialisme, pencemaran lapisan

atmosfer dan laut secara besar-besaran. 108 Dasar tanggung jawab negara berasal dari ketentuan-ketentuan yang terdapat di

dalam perjanjian internasional maupun hukum kebiasaan internasional. Hal tersebut, antara lain, diatur dalam Prinsip ke- 21 Stockholm Declaration on the Human Environment tahun 1972, yaitu dinyatakan bahwa setiap negara, sesuai dengan Piagam PBB dan prinsip-prinsip hukum internasional, mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang dimilikinya, namun memiliki tanggung jawab untuk tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain. 109

107 Tindakan tersebut, antara lain: “…lawful control over its own territory to the exclusion of all other states, posseses authority to govern in its own territory, and has the exclusive right to establish and

apply the law internally.” Lihat H. Victor Condé, A Handbook of International Human Rights Terminology, University of Nebraska Press, Lincoln, 1999, hlm. 139.

108 Penjelasan selengkapnya sebagai berikut: “In accordance with the relativity of international rights and duties, which is one of the characteristics of international law as a decentralized system,

responsibility of States arises in response to the violation of a subjective international right of another State. However, with the United Nations Charter and with the recognition of peremptory norms of international law (jus cogens) in the Vienna Convention on the Law of Treaties, obligations owed to the international community as a whole began to emerge. From among them has tried to single out some, like the prohibiting aggression, slavery, genocide, apartheid, the maintenance by force of colonial domination (Colonies and Colonial Regime) or the massive pollution of the atmosphere or the seas, whose violation would qualify as an international crime, giving all States the right to react…” Lihat Zemanek, op. cit., hlm. 364.

109 Prinsip ke-21 menyatakan, bahwa: “States have, in accordance with the Charter on the United Nations and the Principles of International Law, the sovereign right to exploit their own resources

pursuant to their environmental policies, and the responsibility to ensure the activities within their

Tanggung jawab negara bersifat melekat pada negara, artinya suatu negara memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi manakala negara tersebut menimbulkan atau menyebabkan kerugian kepada negara lain. Hal itu dinyatakan oleh Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice/P.C.I.J)

dalam putusannya terhadap Corzów Factory Case. 110 Sifat melekatnya kewajiban negara yang menimbulkan kerugian untuk membayar

ganti rugi, misalnya, diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights). Pasal tersebut mengatur bahwa korban pelanggaran hak asasi manusia harus mendapatkan pemulihan efektif, meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh pejabat resmi negara. Ini mewajibkan negara untuk mengizinkan aksi sipil dalam bentuk mengganti kerugian terhadap pelanggaran yang dilakukannya tergolong kejahatan terhadap kemanusiaan. Sebab, diyakini tidak ada vonis pengadilan yang dapat menghukum secara efektif

kejahatan seperti itu. 111 Tanggung jawab negara menurut hukum internasional juga memiliki perbedaan

dengan tanggung jawab negara menurut hukum nasional. Menurut hukum internasional, tanggung jawab negara timbul akibat dari pelanggaran terhadap hukum internasional. Walaupun hukum nasional menganggap suatu perbuatan bukan merupakan pelanggaran hukum, namun apabila hukum internasional menentukan sebaliknya maka negara harus

tetap bertanggung jawab. 112 Akibat perbedaan antara pertanggungjawaban negara menurut hukum

internasional dan hukum nasional ialah bahwa suatu negara tidak dapat menghindari

jurisdiction or control do not cause damage to the environment of other States or of areas beyond the limits of national jurisdiction…”.

110 Dalam putusan atas Corzów Factory Case dinyatakan: “It is a principle of international law, an even a general conception of law, that any breach of an engagement involves an obligation to make

reparation…”. Lihat D.J. Harris, Cases and Materials on International Law, Fifth Edition, Sweet and Maxwell, London, 1998, hlm. 486.

111 Geoffrey Robertson Q.C., Kejahatan terhadap Kemanusiaan Perjuangan untuk Mewujudkan Keadilan Global, Komnas HAM, Jakarta, 2002, hlm. 308. 112 “Pertanggungjawaban negara menurut hukum internasional hanya timbul karena pelanggaran hukum internasional. Pertanggungjawaban itu tetap timbul meskipun menurut hukum nasional negara

yang bersangkutan perbuatan itu tidak merupakan pelanggaran hukum. Perbedaan itu mungkin disebabkan oleh karena perbuatan itu oleh hukum nasional negara tersebut tidak ditetapkan sebagai perbuatan yang melanggar hukum atau karena pelaku perbuatan tersebut tidak menimbulkan pertanggungjawaban negara.” Lihat F. Sugeng Istanto op. cit., hlm. 78.

pertanggungjawaban internasionalnya berdalihkan kebenaran menurut hukum nasionalnya. 113

Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa dalam hal menentukan adanya tanggung jawab negara hukum internasional mengatasi (mengesampingkan) hukum nasional. Hukum internasional menentukan kapan suatu negara dianggap bertanggung jawab atas tindakan dari organ-organnya.