(3) Doktrin Imputabilitas

(3) Doktrin Imputabilitas

Sebagai suatu entitas abstrak, negara tidak mungkin dapat bertindak sendiri. Untuk melakukan tindakan tersebut dibutuhkan organ-organ untuk menjalankan tugas-tugas tertentu. Organ-organ ini kemudian diisi oleh individu-individu yang merupakan agen (aparat) negara yang memiliki kewenangan tertentu dari negara. Oleh karena itu, setiap negara memiliki struktur organisasi tertentu sebagai kepanjangan tangan negara.

Setiap negara memiliki hak untuk membentuk struktur politik dan administratif maupun pemerintahannya sendiri. Secara umum negara-negara modern membentuk bermacam-macam kekuasaan negara dengan konstitusi dan membuat hukum yang mengatur, terutama, administrasi publik dan lembaga peradilan. Dalam struktur ini, negara-negara menciptakan organ-organ yang berbeda, memberikan tiap-tiap organ tersebut suatu kewenangan khusus. 114

Pada dasarnya hukum nasional memberikan tiap-tiap organ kewenangan tersebut dan menyatakan organ yang mewakili negara dalam tiap-tiap kasus maupun luas kewenangannya, hal itu dikatakan pula, seberapa jauh tindakan-tindakannya dapat diatribusikan kepada negara. 115

Namun demikian, dalam hal tanggung jawab internasional, hukum internasional menentukan kapan suatu negara bertanggung jawab atas tingkah laku para aparatnya

atau seberapa jauh hal tersebut dianggap sebagai tindakan dari organ-organ negara. 116

113 Loc. cit. 114 Julio A. Barberis, Representatives of All States in International Relations, dalam Bindschedler,

et. al., op. cit., hlm. 353-354. 115 Ibid., hlm. 354.

116 Julio A. Barberis menyatakan hal tersebut sebagai berikut: “Concerning international responsibility, it is the law of nations which determines when a State is responsible for the behaviour of

its official or the extent to which they may be considered State organs.” Selanjutnya, ia menjelaskan hal

Preseden bahwa negara harus bertanggung jawab atas tindakan dari organ-organnya sebenarnya telah lama diakui dalam putusan-putusan pengadilan internasional. 117

Negara sebagai suatu entitas abstrak tidak mungkin dapat melakukan tindakan sendiri dan dimintai tanggung jawab atas tindakannya. Berkaitan dengan masalah tanggung jawab negara, dikenal doktrin imputabilitas (doctrine of imputability) yang menyatakan bahwa suatu negara bertanggung jawab atas kesalahan yang ditimbulkan oleh organnya.

Doktrin ini merupakan salah satu fiksi dalam hukum internasional. Latar belakang doktrin ini yaitu, bahwa negara sebagai suatu kesatuan hukum yang abstrak tidak dapat melakukan “tindakan-tindakan” yang nyata. Negara baru dapat melakukan tindakan hukum tertentu melalui pejabat-pejabat atau perwakilan-perwakilannya yang sah. Jadi tampak di sini adanya ikatan atau mata rantai yang erat antara negara dengan subjek hukum yang bertindak untuk negara. Ikatan atau mata rantai yang dimaksud adalah bahwa subjek hukum tersebut bertindak dalam kapasitasnya sebagai petugas atau wakil negaranya. Negara tidak bertanggung jawab menurut hukum internasional atas semua tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh warga negaranya. Jadi, doktrin ini “mengasimilasikan” tindakan-tindakan pejabat-pejabat negara dengan negaranya yang menyebabkan negara tersebut bertanggung jawab atas semua kerugian atau kerusakan terhadap harta benda atau orang asing. 118

Mengenai doktrin imputabilitas, F. Sugeng Istanto berpendapat 119 bahwa untuk menentukan adanya pertanggungjawaban negara atas kejahatan internasional itu dikenal

itu dengan beberapa contoh, yaitu sebagai berikut: “Thus, for example, the act that gives rise to the questions of international responsibility may have been committed by an administrative official, such as a customs official or a policeman, by a legislative organ, or by a court of law. In these cases, it is international law, not domestic law, which determines the circumstances in which the State is internationally responsible. Thus, the capacity of the State organ incur State liability may exist when officials act illegally as well as when they act legally during their office.” Loc. cit.

117 Dalam commentary dari Draft ILC hal tersebut dinyatakan: “That the State is responsible for the conduct of its own organs, acting in that capacity, has long been recognized in international judicial

decisions. In the Moses case, for example, a decision of a Mexico-United States Mixed Claims Commission, Umpire Lieber said: “An officer or person in authority represents pro tanto his government, which in an international sense is the aggregate of all officers and men in authority.”Moore, International Arbitrations, vol. III, p. 3127 (1871), at p. 3129 dalam the United Nations, op. cit., hlm. 84-85.

118 Malcolm N. Shaw, International Law, London: Butterworths, 1986, hlm. 411 dalam Huala Adolf, op. cit., hlm. 190-191.

F. Sugeng Istanto, op. cit., hlm. 81.

ajaran pembebanan kesalahan kepada petugas negara (“the doctrine of imputability” atau “attributability”). Ajaran ini menyatakan bahwa kejahatan yang dilakukan oleh petugas negara atau orang yang bertindak atas nama negara dapat dibebankan kepada negara. Karena pembebanan itu, kejahatan yang dilakukan oleh pertugas tersebut

menimbulkan pertanggung jawaban negara.”

Doktrin imputabilitas menegaskan bahwa tindakan salah dari organ negara (yang melaksanakan fungsi: legislatif, eksekutif, yudikatif atau fungsi-fungsi lainnya)

dianggap merupakan suatu tindakan negara. 120 Organ negara yang terdiri dari individu ataupun kumpulan individu bertindak

berdasarkan atas kewenangan sah yang diberikan negara kepadanya. Oleh karena itu tindakan mereka harus dipertanggungjawabkan kepada negara. 121

Dengan demikian tangggung jawab negara akan muncul sebagai akibat dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh aparaturnya. Pada dasarnya hanya tindakan- tindakan yang memiliki unsur pemerintahan yang akibatnya dapat dipertanggungjawabkan kepada negara. Suatu tindakan yang tidak memiliki keterkaitan

dengan negara (pemerintah) maka negara tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. 122 Menurut F. Sugeng Istanto, tidak setiap kejahatan petugas negara dapat

membebani pertanggungjawaban negara. Pembebanan itu dapat terjadi apabila perbuatan yang dilakukan oleh petugas negara merupakan pelanggaran atas kewajiban yang ditetapkan hukum internasional dan hukum internasional membebankan kejahatan itu kepada negaranya. 123

Pasal 4 Draft ILC mengatur hal itu sebagai berikut: “1. The conduct of any State organ shall be considered an act of that State under international law, whether the organ exercises legislative, executive, judicial or any other functions, whatever position it holds in the organization of the State, and whatever its character as an organ of the central government or of a territorial unit of the State; 2. An organ includes any person or entity which has that status in accordance with the internal law of the State.”

121 Berkaitan dengan hal tersebut Giuseppe Sperduti menyatakan: “The State acts and can act only through human beings. Persons acting in their capacity as officials of the State concerned or under

expressly given State orders are not to be considered private law persons in the present sense; they represent the State, and direct the State responsibility is involved if the act or omission violates international law.” Giuseppe Sperduti, Responsibility of States for Activities of Private Law Persons, dalam Ibid., hlm. 373.

122 Mengenai hal di atas, pada bagian commentary dari Draft ILC dinyatakan sebagai berikut: “Thus the general rule is that the only conduct attributed to the State at the international level is that of its

organs of government, or of others who have acted under the direction, instigation or control of those organs, i.e., as agents of the State.” Lihat the United Nations, op. cit., hlm. 80.

F. Sugeng Istanto, op. cit., hlm. 81.

Adanya suatu tanggung jawab negara, antara lain, ditentukan apabila tindakan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dapat diatribusikan kepada negara. Untuk menentukan hal itu secara tepat, sebaiknya diperhatikan kompetensi atau kewenangan dari organ negara yang diatur dalam konstitusi maupun di dalam

praktiknya. 124 Hal yang juga sangat penting menyangkut doktrin imputabilitas yaitu, kejelasan

mengenai konsep organ negara. Konsep organ negara menurut sudut pandang hukum internasional adalah: “…an entity whose acts are attributed to the State according to the law of nations, whether directly or indirectly by referring back to the domestic law, it

can be seen that it is difficult to draw up a complete list of such organs. 125 Jadi yang dimaksud dengan organ negara menurut hukum internasional adalah suatu entitas yang

tindakannya secara langsung maupun tidak langsung diatribusikan kepada negara sebagaimana yang diatur dalam hukum nasional negara tersebut.