PENDAHULUAN Studi Komparatif Pemberdayaan Anak Jalanan Pada Pusat KAJIAN Perlindungan Anak Dan Pusat Pendidikan Dan Informasi Hak Anak.

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks seperti makin banyaknya pengangguran, menjamurnya perumahan kumuh, munculnya anak- anak jalanan, dan lainnya. Ini juga diperparah oleh keadaan birokrasi pelayanan masyarakat yang tidak berpihak kepada masyarakat bawah, bahkan lebih cenderung memojokkan masyarakat bawah. Permasalahan yang melanda kota-kota besar di Indonesia begitu kompleks sehingga membuat pemerintah kesulitan untuk mengatasi masalah tersebut dengan cepat. Tidak siapnya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut, membuka kesempatan baru bagi pelaku-pelaku sosial untuk mendirikan suatu lembaga untuk membantu pemerintah, khususnya dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang telah menjamur di perkotaan Indonesia. Dengan kesempatan inilah berdirilah Lembaga Swadaya Masyarakat LSM di Indonesia yang pada awalnya nama lembaga tersebut adalah Organisasi Non Pemerintah ORNOP yang bergerak diberbagai bidang dan kebanyakan memanfaatkan bantuan dari lembaga-lembaga asing. LSM di Indonesia memiliki berbagai macam karakter yang berbeda, kalau dilihat dari pembentukannya, setidaknya ada 4 kategori LSM, yaitu yang didirikan oleh aktifis mahasiswa, pejabat atau politisi yang menduduki jabatan di struktur pemerintahan baik eksekutif atau legislatif, para dosen dan peneliti, dan yang Universitas Sumatera Utara dibentuk oleh aktifis organisasi sosial lainnya, termasuk aktifis organisasi keagamaan. Karakter LSM-LSM ini juga sangat beragam, karena dipengaruhi oleh paradigma dan ideologi yang mereka kembangkan sebelumnya. Tetapi kalau dilihat dari cara kerjanya, terkait dengan identifikasi generasi, LSM di Indonesia bisa dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu : 1. LSM yang selalu memberikan bantuan kepada masyarakat secara langsung atau masih bersifat karitatif. LSM ini kemudian disebut LSM generasi pertama. 2. Generasi kedua, selain melakukan bantuan langsung, LSM generasi kedua sudah memasukkan unsur-unsur pemberdayaan dalam programnya, misalnya pemberdayaan ekonomi. 3. Jenis LSM generasi ketiga adalah yang sering disebut sebagai LSM advokasi. LSM ini menitikberatkan kerjanya pada proses-proses advokasi untuk masyarakat, baik secara litigasi maupun non-litigasi. 4. Generasi LSM keempat mencoba menggabungkan kerja-kerja pemberdayaan dan advokasi Ascholani. 2007. www.kabar indonesia.com. Akses 23 Maret 2009.10: 53 Wib. Ditengah tumbuh-suburnya perkembangan LSM, bukan berarti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa bangsa ini, bahkan cenderung ada ungkapan yang menyatakan semakin banyak LSM maka semakin banyak pula permasalahan yang terjadi atau lebih parah lagi ada yang menyatakan LSM sengaja untuk menciptakan masalah agar lembaga tersebut memiliki kegiatan dan melangsungkan kehidupan lembaganya. Fakta memang menunjukkan bahwa banyak LSM didirikan untuk ikut menyelesaikan masalah kemiskinan, Universitas Sumatera Utara pengangguran, pelanggaran HAM, kekerasan, pendidikan, pemberdayaan anak jalanan, dan masalah sosial lainnya, tetapi masalah-masalah tersebut masih menjadi berita yang sering kita baca di harian surat kabar. Dibalik masalah akuntabilitas LSM, ada banyak cerita sukses pembangunan komunitas yang sudah dilakukan oleh LSM, yang kemudian dijadikan model pembangunan di beberapa tempat di Indonesia. Kesuksesan ini semakin memperkuat peran LSM sebagai salah satu aktor pembangunan, selain pemerintah dan para pengusaha pengusaha besar, menengah dan kecil. Di Kota Medan perkembangan LSM juga tumbuh subur tetapi bukan berarti permasalahan-permasalahan sosial di kota Medan bisa berkurang, malahan terus bertambah dan apabila kita bandingkan jumlah LSM dan masalah sosial yang ada di Kota Medan terdapat korelasi positif dan kenyataan ini tentu tidak baik didalam mengatasi masalah sosial, karena seyogianya LSM itu ada untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu diatasi pemerintah artinya hubungan korelasinya harus negatif yaitu semakin banyak LSM maka masalah sosial yang timbul akan semakin sedikit. Contoh yang paling dekat dengan kita adalah semakin bertambahnya jumlah anak jalanan di Kota Medan walaupun sudah banyak berdiri LSM yang bergerak dalam pemberdayaan anak jalanan. Menurut data Badan Pusat Statistik BPS tahun 2007 menyebutkan, bahwa jumlah penduduk miskin perkotaan 2007 tercatat 47,11 persen dari 1.768 juta jiwa hal inilah salah satu penyebab perkembangan anak jalanan. Walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan, tetapi juga karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebebasan tanpa banyak aturan Universitas Sumatera Utara dan norma dari orang tua 2007. http:yayasan-kksp.blogspot.com 2008 Sebagian dari anak jalanan menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan daripada mereka pergi ke sekolah, apalagi anak jalanan mendapatkan uang yang cukup besar dari hasil bekerja di jalanan, sehingga berdampak pada ada ketidakinginan untuk kembali ke habitat “normal” seperti pada umumnya anak seusia mereka, misalnya pergi ke sekolah. Anak jalanan lebih menikmati bermain dan mencari uang di jalanan dan menganggap jalanan sebagai tempat tinggalnya. . Akses 26 Maret 2009, 13:10 Wib. Jalanan bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak dan remaja, karena dijalananlah anak lebih mudah dipengaruhi untuk berbuat hal-hal negatif seperti narkoba, mencopet dan merampok, belum lagi pelecehan seksual yang dialami anak-anak jalanan. Jalanan juga bisa mengubah perilaku dari sianak untuk bersikap lebih keras dan kejam, hal ini didorong kerasnya persaingan dan kehidupan diantara penghuni jalanan . Studi yang dilakukan Hadi Utomo menemukan, bahwa anak jalanan cenderung rawan terjerumus dalam tindakan yang patologis. Salah satu perilaku menyimpang yang populer adalah “Ngelem”, yang secara harafiah berarti menghisap lem. Diperkirakan sekitar 65-70 anak yang seharian hidup dan mecari nafkah di jalanan menggunakan zat ini. Beberapa jenis lem yang dikomsumsi adalah lem kambing, u-hu, cat dan pembersih kuku aceton, zat yang mudah menguap, baik itu tinner, ether, spritus, atau benjene adalah zat-zat yang biasa dihisap anak jalanan, seolah dengan itu mereka sudah menemukan pengganti narkotika. Perilaku atau gaya hidup anak jalanan yang tak kalah merisaukan Universitas Sumatera Utara adalah, mereka umumnya sudah aktif secara seksual dalam usia yang terlalu dini, sehingga beresiko kehamilan dan penularan penyakit menular seksual sangat tinggi Bagong, 2001 : 121. Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di Sumatera Utara terus meningkat dari tahun ke tahun. Sesuai dengan data yang dikeluarkan Dinas Sosial tahun 2007, menyebutkan jumlah gelandangan dan anak jalanan gepeng Anjal mencapai 95.971 orang. Dengan perincian, 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan dan 18.741 anak jalanan. Sementara itu terdapat 68.927 anak terlantar, 62.482 anak balita terlantar, 161.755 keluarga miskin dan paling besar jumlah keluarga yang tinggal di rumah tak layak huni RTLH mencapai 140.169 keluarga 2007. http: Yayasan-kksp.blogspot.com 2007. akses 24 Maret 2009. 14.40 Wib. Data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Sumatera Utara tahun 2003 terlihat bahwa, jumlah anak jalanan yang berada di Kota Medan menduduki jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 2.526 jiwa 50.26 dari seluruh anak jalanan yang berada di kabupatenkota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena Kota Medan merupakan ibukota provinsi yang memiliki daya tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan ibukota kabupatenkota lainnya. Alasan lain menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki perkembangan kota yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kabupatenkota lain yang berada di Provinsi Sumatera Utara Siregar,2004: 20. Keberadaan LSM yang melaksanakan aktifitas menangani masalah anak jalanan seperti kekerasan pada anak dan pemberdayaan anak jalanan sudah cukup banyak namun dari perkembangan anak jalanan secara mata telanjang kita bisa melihat bahwa perkembangan anak jalanan masih belum mampu ditekan oleh Universitas Sumatera Utara lembaga yang menangani masalah anak, khususnya masalah anak jalanan, dimana setiap pusat kota dan di persimpangan lampu merah banyak kita lihat anak jalanan. Apabila kita melihat tentang aktifitas LSM yang menangani masalah anak jalanan di Kota Medan, lembaga tersebut melaksanakan program pemberdayaan anak jalanan dengan berbagai metode dan berusaha untuk menggali kembali fungsi sosial dari anak-anak jalanan melalui berbagai macam kreatifitas dan mendirikan rumah singgah bagi anak-anak jalanan dan apabila kita lihat dengan sekilas bahwa program yang dilaksanakan untuk pemberdayaan anak jalanan cukup baik dimana program pemberdayaan dari lembaga-lembaga anak ini cukup bisa membuat anak jalanan tertarik untuk mengikuti aktifitas dari lembaga. Di Kota Medan ada beberapa LSM yang aktif bergerak dalam pemberdayaan anak jalanan, diantaranya adalah Pusat Kajian Perlindungan Anak PKPA dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak atau lebih dikenal dengan nama Yayasan KKSP. Masing-masing lembaga ini mempunyai divisi pemberdayaan anak jalanan yang memiliki konsep berbeda dalam menggali potensi anak-anak jalanan dan dengan lapangan yang berbeda juga, dimana diharapkan melalui program pemberdayaan anak jalanan dapat dikurangi dan dicegah sehingga tidak menjadi masalah yang terus berlanjutmeningkat dan minimal bisa menekan terjadinya tindak kekerasan pada anak jalanan. PKPA dan KKSP, dalam pemecahan masalah perkembangan anak jalanan berkoalisi dan bekerjasama untuk melakukan advokasi dan menjalin komunikasi dengan LSM lainnya dan dengan pemerintahan pusat,provinsi, kabupatenkotamadya,kecamatan,kelurahan dan juga dengan pihak swasta. Universitas Sumatera Utara Prinsip tersebut didasarkan atas sebuah kesadaran bahwa perubahan sosial hanya bisa dicapai jika mampu membangun satu pemahaman utuh ditataran komunitas dan pemerintah akan pentingnya kolaborasi untuk tujuan bersama. Melihat profil dan aktifitas kedua LSM ini dalam memperjuangkan hak anak dan masalah pemberdayaan anak jalanan maka penulis tertarik untuk membandingkan kedua LSM ini dalam suatu bidang program yaitu pemberdayaan anak jalan, sekaligus membuatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul : “Studi Komparatif Pemberdayaan Anak Jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak”. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : “Apakah ada perbedaan dan Persamaan konsep pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi hak anak ?” C. Pembatasan Masalah Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas,maka penulis membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang yang akan dibuat adalah sebagai berikut : 1. Penelitian terbatas pada konsep program pemberdayaan anak jalanan di kedua LSM 2. Objek penelitian adalah anak-anak jalanan Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak Universitas Sumatera Utara D. Tujuan dan Manfaat Penelitian D.1 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk membandingkan 2 konsep pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak 2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan konsep pemberdayaan anak jalanan di Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat pendidikan dan Informasi Hak Anak D.2 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori, terutama untuk mendapatkan sebuah konsep baru dari penggabungan dua konsep yang berbeda untuk memecahkan masalah pemberdayaan anak jalanan. Universitas Sumatera Utara E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi dan sample, tehnik pengumpulan data dan tehnik analisis data. BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis mengadakan penelitian. BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh penulis dari hasil penelitian dan pembahasannya. BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA