Studi Komparatif Pemberdayaan Anak Jalanan Pada Pusat KAJIAN Perlindungan Anak Dan Pusat Pendidikan Dan Informasi Hak Anak.

(1)

STUDI KOMPARATIF PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN

PADA PUSAT KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK DAN PUSAT

PENDIDIKAN DAN INFORMASI HAK ANAK

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

JONNIS TUMANGGOR 050902010

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTEAAN SOSIAL

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dengan judul “STUDI KOMPARATIF PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN PADA PUSAT KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK DAN PUSAT PENDIDIKAN DAN INFORMASI HAK ANAK”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah menggambarkan perbandingan pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak (Yayasan KKSP). Perbandingan pada kedua lembaga ini mencakup pada persamaan dan perbedaan pemberdayaan anak jalanan pada kedua lembaga.

Populasi dari penelitian adalah keseluruhan anak dampingan PKPA yang beraktifitas di seputaran Terminal Pinang Baris yang berjumlah 118 anak dampingan dan anak dampingan KKSP yang beraktifitas di persimpangan lampu merah Simpang Pos yang berjumlah 193 anak dampingan. Sampel yang diambil adalah wakil dari populasi yang dianggap representatif, yaitu 10%-20% jumlah populasi anak dampingan pada kedua lembaga, jadi sampelnya ada 12 anak dampingan dari PKPA dan 20 anak dampingan dari KKSP. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan analisa data kualitatif. Instrument penyaringan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara serta tabulasi data yang tertuang dalam tabulasi data tunggal.

Dari penelitian yang dilakukan maka penulis dapat mengatakan bahwa pemberdayaan anak jalanan pada PKPA dan KKSP memiliki program yang sama jenisnya yaitu dibidang pendidikan non formal dan seni musik namun pada prakteknya pelaksanaannya berbeda. Misalnya di lembaga PKPA pendidikan non formal dilakukan dengan cara pendampingan dan sugesti bagi anak dampingan yang masih sekolah agar tetap mau sekolah, sedangkan KKSP menjalankan program pendidikan formal dengan cara pendidikan alternatif, yang mengajari anak dampingan hal-hal yang berguna dalam kelangsungan hidup anak jalanan. Hal ini disebabkan karena latar belakang anak dampingan pada kedua lembaga sangatlah berbeda. Anak dampingan PKPA seluruhnya masih sekolah dan tinggal bersama orang tua sedangkan anak dampingan KKSP banyak yang tidak sekolah dan tidak tinggal bersama orang tua. Dibidang seni musik pelaksanaannya juga berbeda, PKPA menjalankan program dengan fasilitas peralatan band, sedangkan KKSP dengan fasilitas alat musik seadanya. Program pada kedua lembaga ada juga yang berbeda, yaitu pembentukan sekolah sepak bola oleh PKPA yang berguna untuk meningkatkan keakraban sesama anak dampingan PKPA dan program seni lukis oleh KKSP, yang berguna untuk melatih dan membentuk karakter anak dampingan KKSP.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun judul dari skripsi ini adalah “STUDI KOMPARATIF PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN PADA PUSAT KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK DAN PUSAT PENDIDIKAN DAN INFORMASI HAK ANAK”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama penyusunan skripsi ini penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Skripsi ini saya persembahkan terkhusus buat buat Bapak dan Mama tercinta S. Tumanggor dan F. Tambunan yang menjadi sumber inspirasi dan spirit buat saya serta keluarga yang telah mendukung penulis selama penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, dan secara khusus penulis menghanturkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, Msi., selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Mastauli Siregar, S.sos M.Si selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan memberi dukungan dalam penyelesaian


(4)

skripsi ini. Terimakasih bu sudah berkenan membagi ilmunya kepada saya.

4. Bapak Ahmad Sofian, SH selaku Ketua lembaga PKPA dan bang Catur Muhammad Sarjono selaku koordinator SKA PKPA, terimakasih pak atas ijin penelitiannya dan bimbingannya selama penelitian ini.

5. Bapak Muhammad jailani, S.sos. MA selaku direktur eksekutif KKSP dan bang Ali selaku koordinator rumah musik, terimakasih pak atas ijin penelitiannya dan bimbingannya selama penelitian ini.

6. Kepada semua anak dampingan PKPA dan KKSP yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data.

7. Buat Bapak dan Mamaku S. Tumanggor dan F. Tambunan dan abangku Bona Tumanggor dan juga ke empat adikku Tia, Ellis, hotlas, dan Yunus.

8. Buat Oppungku Op. Mopul br Sibarani dan Opungku Op.Maya br Situmorang.( inilah dua malaikat yang selalu memberiku nasehat dan

semangat)

9. Buat teman-teman seperjuangan di kesos’ 05……buat JD, Revri, Zainul haris, Cristina, Hotnida, Timo, Maxuel, Ardi, Jolly, Morris, Yehezkiel, Jepri, agung PB, Nurhayati, Hildan, Dani, Rudi, Iron, dan teman-teman kesos 05 yang sudah lebih dulu wisuda Theodora, Oci, Eva, Meixi, Afta……..pokoknya semua anak kessos 05, semuanya yang terbaik.

10.Buat anak GMKI FISIP USU. (banyak yang engkau berikan kepadaku tetapi tak jua satupun yang bisa kuperbuat untukmu…UOUS

11.Buat satu rumahku Dikky, Dikko, dan Tika makasih buat semua bantuan kalian yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Buat kawan-kawan kessos stambuk 06, 07 dan 08. Tetap semangat ya kita harus bersatu untuk memajukan kessos.


(5)

13.Buat orang-orang yang tidak tersebutkan namanya yang sudah mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini, aku ucapin terimakasih dan sukses buat kalian semua.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya agar kedepannya penulis dapat lebih baik lagi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermamfaat bagi kita semua. Sekian dan Terima kasih.

Medan, September 2009 Penulis

Jonnis Tumanggor


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR BAGAN ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D.Tujuan dan mamfaat Penelitian ... 8

E. Sistematika Penulisan... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan ... 10

B. Anak ... 12

C. Anak Jalanan ... 16

D. Pemberdayaan Anak Jalanan ... 21

E. Kerangka pemikiran ... 25

F. Defenisi Konsep ... 29

G. Defenisi Operasional ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 32

B. Lokasi Penelitian ... 32

C. Populasi dan sampel ... 32

C.1 Populasi ... 32

C.2 Sampel ... 33

D. Teknik Pengumpulan Data ... 33


(7)

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Pusat Kajian Perlindungan Anak ... 35

A.1 Landasan ... 35

A.2 Visi dan Misi ... 37

A.3 Program ... 37

A.4 Strategi ... 37

A. 5 Unit Layanan PKPA... 38

A.6 Divisi PKPA ... 38

A7 Cabang PKPA ... 38

A.8 Kerjasama Lembaga dan Fundrising ... 39

A.9 Struktur PKPA dan Staf ... 40

A.9.1 Organ Yayasan ... 41

A.9.2 Pembina ... 42

A.9.3 Pengawas ... 42

A.9.4 Pengurus ... 42

A.9.5 Struktur Badan Eksekutif 2009 ... 43

A.10 Alamat ... 44

A.11 Sekilas Tentang SKA-PKPA ... 46

B. Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak ... 51

B.1 kelompok Sasaran Yayasan KKSP ... 52

B.2 Perjalanan Program KKSP ... 53

B.2.1 Divisi Pendidikan ... 53

B.2.2 Divisi Informasi dan Advokasi ... 58

B.2.3 Divisi Kesehatan ... 59

B.2.4 Program Children Center ... 60

B.2.5 Jaringan ... 61

B.2.6 Organisasi ... 61

BAB V ANALISA DATA A. Identitas Responden ... 63

B. Hubungan/Keberadaan Yayasan dengan Responden ... 75


(8)

D. Pelayanan Keterampilan Dibidang Kesenian ... 89 E. Program Yang Hanya Ada di PKPA ... 98 E.1 Pelayanan Dibidang Olahraga ... 98

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ... 105 B. Saran ... 109


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 63

Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Usia ... 65

Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 65

Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Sekolah ... 67

Tabel 5 Perbandingan Distribusi Responden Bedasarkan Tingkat Pendidikan ... 68

Tabel 6 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Tinggal Bersama Orang Tua ... 69

Tabel 7 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Pulang Ke Rumah Dalam satu Minggu ... 70

Tabel 8 Perbandingan Distribusi Responden Lama Bekerja di Jalanan ... 71

Tabel 9 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Di Jalanan ... 72

Tabel 10 Perbandingan Distribusi Responden berdasarkan Besarnya penghasilan Dalam satu Hari ... 73

Tabel 11 Perbandingan Distribusi Berdasarkan Sikap Terhadap Pekerjaan ... 74

Tabel 12 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menjadi Anak Jalanan ... 75

Tabel 13 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan dari mana Mengetahui Lembaga Dampingan... 76

Tabel 14 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Status Anak Dampingan ... 77

Tabel 15 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan lama Menjadi Anak Dampingan ... 78

Tabel 16 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Pengakuan Responden Mengenai Penyediaan Rumah Singgah Bagi Anak Jalanan... 79

Tabel 17 Perbandingan Distribusi Responden Mengenai Tahu Tidaknya Informasi Mengenai Program pelayanan Anak Jalanan Oleh Lembaga ... 80

Tabel 18 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Informasi mengenai Pelayanan Pendidikan ... 81

Tabel 19 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Penyediaan Pendidik Khusus Dalam Pelayanan Pendidikan Non Formal ... 82

Tabel 20 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pendidik Khusus Dalam Pelayanan Pendidikan Non Formal ... 82

Tabel 21 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Penyediaan Fasilitas Pendidikan ... 83

Tabel 22 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Cara Pelayanan Pendidikan Non Formal Yang Diberikan ... 84


(10)

Tabel 23 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Topik Pada Saat Pelayanan pendidikan Non Formal... 85 Tabel 24 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Bertambah Tidaknya Pengetahuan Setelah Mendapat

Pelayanan Pendidikan Non Formal Dari Lembaga ... 86 Tabel 25 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi

Anak Dampingan Dalam Mengikuti Program Pendidikan

Non Formal Dalam satu Bulan ... 86 Tabel 26 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi

Lembaga Dalam Memberikan Program Pelayanan Pendidikan Dalam Satu Bulan ... 87 Tabel 27 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan Mengerti

Akan Tujuan Dari Pelayanan Pendidikan Non Formal... 88 Tabel 28 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Informasi Pelayanan Dibidang Kesenian ... 89 Tabel 29 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Penyediaan Pendidik Khusus Dibidang Kesenian ... 29 Tabel 30 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Penyediaan Fasilitas Dalam Pelayanan Dibidang Kesenian .. 91 Tabel 31 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Kelengkapan Sarana Yang Diberikan Dibidang Kesenian .... 92 Tabel 32 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Jenis Pelayanan Kesenian Yang Diberikan ... 93 Tabel 33 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Sikap Responden Terhadap Pelayanan Kesenian ... 94 Tabel 34 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Pelayanan Dibidang Kesenian Dalam Satu Bulan ... 95 Tabel 35 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Frekuensi Keikutsertaan Responden Dalam Pelayanan

Kesenian Dalam 1 Bulan ... 96 Tabel 36 Perbandingan Distribusi Responden Berdasarkan

Hasil Setelah Mendapat Pelayanan Dibidang Seni ... 97 Tabel 37 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi Pelayanan

Dibidang Olahraga ... 98 Tabel 38 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pelayanan

Dibidang Olahraga ... 99 Tabel 39 Distribusi Responden Berdasarkan penyediaan Pendidik

Khusus Dalam Pelayanan Dibidang Olahraga ... 100 Tabel 40 Distribusi Responden Berdasarka Sarana Pelayanan

Dibidang Olahraga ... 101 Tabel 41 Distribusi Responden BerdasarkanSikap Responden

Terhadap Pelayanan Dibidang Olahraga ... 102 Tabel 42 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Pelayanan

yang Diberikan Dibidang Olahraga Dalam Satu Bulan ... 102 Tabel 43 Distribusi Responden Berdasarkan Keikutsertaan Responden

Dalam Pelayanan Dibidang Olahraga Dalam 1 Bulan ... 103 Tabel 44 Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Setelah Mendapat


(11)

DAFTAR BAGAN

1. Bagan Alir Pemikiran ... 28 2. Bagan Organ yayasan PKPA ... 41 3. Bagan Struktur badan Eksekutif PKPATAhun2009 ... 43


(12)

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner (angket)

2. Pengajuan dan Persetujuan judul Skripsi

3. Surat Keputusan Komisi Pembimbing Penulisan Proposal/Penelitian Skripsi

4. Lembar Kegiatan Bimbingan Penulisan Proposal Penelitian 5. Lembar Kegiatan Bimbingan penelitian/Penulisan Skripsi 6. Surat pengantar penelitian Dari FISIP USU


(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTEAAN SOSIAL

ABSTRAK

Skripsi ini diajukan guna memenuhi syarat meraih gelar sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dengan judul “STUDI KOMPARATIF PEMBERDAYAAN ANAK JALANAN PADA PUSAT KAJIAN PERLINDUNGAN ANAK DAN PUSAT PENDIDIKAN DAN INFORMASI HAK ANAK”. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah menggambarkan perbandingan pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak (Yayasan KKSP). Perbandingan pada kedua lembaga ini mencakup pada persamaan dan perbedaan pemberdayaan anak jalanan pada kedua lembaga.

Populasi dari penelitian adalah keseluruhan anak dampingan PKPA yang beraktifitas di seputaran Terminal Pinang Baris yang berjumlah 118 anak dampingan dan anak dampingan KKSP yang beraktifitas di persimpangan lampu merah Simpang Pos yang berjumlah 193 anak dampingan. Sampel yang diambil adalah wakil dari populasi yang dianggap representatif, yaitu 10%-20% jumlah populasi anak dampingan pada kedua lembaga, jadi sampelnya ada 12 anak dampingan dari PKPA dan 20 anak dampingan dari KKSP. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan analisa data kualitatif. Instrument penyaringan data yang digunakan adalah kuesioner dan wawancara serta tabulasi data yang tertuang dalam tabulasi data tunggal.

Dari penelitian yang dilakukan maka penulis dapat mengatakan bahwa pemberdayaan anak jalanan pada PKPA dan KKSP memiliki program yang sama jenisnya yaitu dibidang pendidikan non formal dan seni musik namun pada prakteknya pelaksanaannya berbeda. Misalnya di lembaga PKPA pendidikan non formal dilakukan dengan cara pendampingan dan sugesti bagi anak dampingan yang masih sekolah agar tetap mau sekolah, sedangkan KKSP menjalankan program pendidikan formal dengan cara pendidikan alternatif, yang mengajari anak dampingan hal-hal yang berguna dalam kelangsungan hidup anak jalanan. Hal ini disebabkan karena latar belakang anak dampingan pada kedua lembaga sangatlah berbeda. Anak dampingan PKPA seluruhnya masih sekolah dan tinggal bersama orang tua sedangkan anak dampingan KKSP banyak yang tidak sekolah dan tidak tinggal bersama orang tua. Dibidang seni musik pelaksanaannya juga berbeda, PKPA menjalankan program dengan fasilitas peralatan band, sedangkan KKSP dengan fasilitas alat musik seadanya. Program pada kedua lembaga ada juga yang berbeda, yaitu pembentukan sekolah sepak bola oleh PKPA yang berguna untuk meningkatkan keakraban sesama anak dampingan PKPA dan program seni lukis oleh KKSP, yang berguna untuk melatih dan membentuk karakter anak dampingan KKSP.


(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks seperti makin banyaknya pengangguran, menjamurnya perumahan kumuh, munculnya anak-anak jalanan, dan lainnya. Ini juga diperparah oleh keadaan birokrasi pelayanan masyarakat yang tidak berpihak kepada masyarakat bawah, bahkan lebih cenderung memojokkan masyarakat bawah.

Permasalahan yang melanda kota-kota besar di Indonesia begitu kompleks sehingga membuat pemerintah kesulitan untuk mengatasi masalah tersebut dengan cepat. Tidak siapnya pemerintah dalam mengatasi permasalahan tersebut, membuka kesempatan baru bagi pelaku-pelaku sosial untuk mendirikan suatu lembaga untuk membantu pemerintah, khususnya dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang telah menjamur di perkotaan Indonesia. Dengan kesempatan inilah berdirilah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Indonesia yang pada awalnya nama lembaga tersebut adalah Organisasi Non Pemerintah (ORNOP) yang bergerak diberbagai bidang dan kebanyakan memanfaatkan bantuan dari lembaga-lembaga asing.

LSM di Indonesia memiliki berbagai macam karakter yang berbeda, kalau dilihat dari pembentukannya, setidaknya ada 4 kategori LSM, yaitu yang didirikan oleh aktifis mahasiswa, pejabat atau politisi yang menduduki jabatan di struktur pemerintahan (baik eksekutif atau legislatif), para dosen dan peneliti, dan yang


(15)

dibentuk oleh aktifis organisasi sosial lainnya, termasuk aktifis organisasi keagamaan. Karakter LSM-LSM ini juga sangat beragam, karena dipengaruhi oleh paradigma dan ideologi yang mereka kembangkan sebelumnya. Tetapi kalau dilihat dari cara kerjanya, terkait dengan identifikasi generasi, LSM di Indonesia bisa dikategorikan menjadi 4 jenis yaitu :

1. LSM yang selalu memberikan bantuan kepada masyarakat secara langsung atau masih bersifat karitatif. LSM ini kemudian disebut LSM generasi pertama.

2. Generasi kedua, selain melakukan bantuan langsung, LSM generasi kedua sudah memasukkan unsur-unsur pemberdayaan dalam programnya, misalnya pemberdayaan ekonomi.

3. Jenis LSM generasi ketiga adalah yang sering disebut sebagai LSM advokasi. LSM ini menitikberatkan kerjanya pada proses-proses advokasi untuk masyarakat, baik secara litigasi maupun non-litigasi.

4. Generasi LSM keempat mencoba menggabungkan kerja-kerja pemberdayaan

dan advokasi (Ascholani. 2007.

2009.10: 53 Wib).

Ditengah tumbuh-suburnya perkembangan LSM, bukan berarti bisa menyelesaikan masalah yang menerpa bangsa ini, bahkan cenderung ada ungkapan yang menyatakan semakin banyak LSM maka semakin banyak pula permasalahan yang terjadi atau lebih parah lagi ada yang menyatakan LSM sengaja untuk menciptakan masalah agar lembaga tersebut memiliki kegiatan dan melangsungkan kehidupan lembaganya. Fakta memang menunjukkan bahwa banyak LSM didirikan untuk ikut menyelesaikan masalah kemiskinan,


(16)

pengangguran, pelanggaran HAM, kekerasan, pendidikan, pemberdayaan anak jalanan, dan masalah sosial lainnya, tetapi masalah-masalah tersebut masih menjadi berita yang sering kita baca di harian surat kabar.

Dibalik masalah akuntabilitas LSM, ada banyak cerita sukses pembangunan komunitas yang sudah dilakukan oleh LSM, yang kemudian dijadikan model pembangunan di beberapa tempat di Indonesia. Kesuksesan ini semakin memperkuat peran LSM sebagai salah satu aktor pembangunan, selain pemerintah dan para pengusaha (pengusaha besar, menengah dan kecil).

Di Kota Medan perkembangan LSM juga tumbuh subur tetapi bukan berarti permasalahan-permasalahan sosial di kota Medan bisa berkurang, malahan terus bertambah dan apabila kita bandingkan jumlah LSM dan masalah sosial yang ada di Kota Medan terdapat korelasi positif dan kenyataan ini tentu tidak baik didalam mengatasi masalah sosial, karena seyogianya LSM itu ada untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu diatasi pemerintah artinya hubungan korelasinya harus negatif yaitu semakin banyak LSM maka masalah sosial yang timbul akan semakin sedikit.

Contoh yang paling dekat dengan kita adalah semakin bertambahnya jumlah anak jalanan di Kota Medan walaupun sudah banyak berdiri LSM yang bergerak dalam pemberdayaan anak jalanan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007 menyebutkan, bahwa jumlah penduduk miskin perkotaan 2007 tercatat 47,11 persen dari 1.768 juta jiwa hal inilah salah satu penyebab perkembangan anak jalanan. Walaupun pada dasarnya bukan hanya masalah ekonomi dan kemiskinan yang menyebabkan mereka turun ke jalan, tetapi juga karena keinginan mereka sendiri untuk merasakan kebebasan tanpa banyak aturan


(17)

dan norma dari orang tua (2007. http://yayasan-kksp.blogspot.com 2008

Sebagian dari anak jalanan menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan daripada mereka pergi ke sekolah, apalagi anak jalanan mendapatkan uang yang cukup besar dari hasil bekerja di jalanan, sehingga berdampak pada ada ketidakinginan untuk kembali ke habitat “normal” seperti pada umumnya anak seusia mereka, misalnya pergi ke sekolah. Anak jalanan lebih menikmati bermain dan mencari uang di jalanan dan menganggap jalanan sebagai tempat tinggalnya.

. Akses 26 Maret 2009, 13:10 Wib).

Jalanan bukanlah tempat yang baik bagi anak-anak dan remaja, karena dijalananlah anak lebih mudah dipengaruhi untuk berbuat hal-hal negatif seperti narkoba, mencopet dan merampok, belum lagi pelecehan seksual yang dialami anak-anak jalanan. Jalanan juga bisa mengubah perilaku dari sianak untuk bersikap lebih keras dan kejam, hal ini didorong kerasnya persaingan dan kehidupan diantara penghuni jalanan .

Studi yang dilakukan Hadi Utomo menemukan, bahwa anak jalanan cenderung rawan terjerumus dalam tindakan yang patologis. Salah satu perilaku menyimpang yang populer adalah “Ngelem”, yang secara harafiah berarti menghisap lem. Diperkirakan sekitar 65-70% anak yang seharian hidup dan mecari nafkah di jalanan menggunakan zat ini. Beberapa jenis lem yang dikomsumsi adalah lem kambing, u-hu, cat dan pembersih kuku (aceton), zat yang mudah menguap, baik itu tinner, ether, spritus, atau benjene adalah zat-zat yang biasa dihisap anak jalanan, seolah dengan itu mereka sudah menemukan pengganti narkotika. Perilaku atau gaya hidup anak jalanan yang tak kalah merisaukan


(18)

adalah, mereka umumnya sudah aktif secara seksual dalam usia yang terlalu dini, sehingga beresiko kehamilan dan penularan penyakit menular seksual sangat tinggi (Bagong, 2001 : 121).

Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial di Sumatera Utara terus meningkat dari tahun ke tahun. Sesuai dengan data yang dikeluarkan Dinas Sosial tahun 2007, menyebutkan jumlah gelandangan dan anak jalanan (gepeng Anjal) mencapai 95.971 orang. Dengan perincian, 3.300 pengemis, 4.823 gelandangan dan 18.741 anak jalanan. Sementara itu terdapat 68.927 anak terlantar, 62.482 anak balita terlantar, 161.755 keluarga miskin dan paling besar jumlah keluarga yang tinggal di rumah tak layak huni (RTLH) mencapai 140.169 keluarga (2007. http:// Yayasan-kksp.blogspot.com 2007. akses 24 Maret 2009. 14.40 Wib).

Data yang dikeluarkan oleh Dinas Sosial Sumatera Utara tahun 2003 terlihat bahwa, jumlah anak jalanan yang berada di Kota Medan menduduki jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 2.526 jiwa (50.26%) dari seluruh anak jalanan yang berada di kabupaten/kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena Kota Medan merupakan ibukota provinsi yang memiliki daya tarik yang lebih besar jika dibandingkan dengan ibukota kabupaten/kota lainnya. Alasan lain menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki perkembangan kota yang lebih cepat jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang berada di Provinsi Sumatera Utara (Siregar,2004: 20).

Keberadaan LSM yang melaksanakan aktifitas menangani masalah anak jalanan seperti kekerasan pada anak dan pemberdayaan anak jalanan sudah cukup banyak namun dari perkembangan anak jalanan secara mata telanjang kita bisa melihat bahwa perkembangan anak jalanan masih belum mampu ditekan oleh


(19)

lembaga yang menangani masalah anak, khususnya masalah anak jalanan, dimana setiap pusat kota dan di persimpangan lampu merah banyak kita lihat anak jalanan.

Apabila kita melihat tentang aktifitas LSM yang menangani masalah anak jalanan di Kota Medan, lembaga tersebut melaksanakan program pemberdayaan anak jalanan dengan berbagai metode dan berusaha untuk menggali kembali fungsi sosial dari anak-anak jalanan melalui berbagai macam kreatifitas dan mendirikan rumah singgah bagi anak-anak jalanan dan apabila kita lihat dengan sekilas bahwa program yang dilaksanakan untuk pemberdayaan anak jalanan cukup baik dimana program pemberdayaan dari lembaga-lembaga anak ini cukup bisa membuat anak jalanan tertarik untuk mengikuti aktifitas dari lembaga.

Di Kota Medan ada beberapa LSM yang aktif bergerak dalam pemberdayaan anak jalanan, diantaranya adalah Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak atau lebih dikenal dengan nama Yayasan KKSP. Masing-masing lembaga ini mempunyai divisi pemberdayaan anak jalanan yang memiliki konsep berbeda dalam menggali potensi anak-anak jalanan dan dengan lapangan yang berbeda juga, dimana diharapkan melalui program pemberdayaan anak jalanan dapat dikurangi dan dicegah sehingga tidak menjadi masalah yang terus berlanjut/meningkat dan minimal bisa menekan terjadinya tindak kekerasan pada anak jalanan.

PKPA dan KKSP, dalam pemecahan masalah perkembangan anak jalanan berkoalisi dan bekerjasama untuk melakukan advokasi dan menjalin komunikasi dengan LSM lainnya dan dengan pemerintahan (pusat,provinsi, kabupaten/kotamadya,kecamatan,kelurahan) dan juga dengan pihak swasta.


(20)

Prinsip tersebut didasarkan atas sebuah kesadaran bahwa perubahan sosial hanya bisa dicapai jika mampu membangun satu pemahaman utuh ditataran komunitas dan pemerintah akan pentingnya kolaborasi untuk tujuan bersama.

Melihat profil dan aktifitas kedua LSM ini dalam memperjuangkan hak anak dan masalah pemberdayaan anak jalanan maka penulis tertarik untuk membandingkan kedua LSM ini dalam suatu bidang program yaitu pemberdayaan anak jalan, sekaligus membuatnya menjadi sebuah skripsi dengan judul : “Studi Komparatif Pemberdayaan Anak Jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti merumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : “Apakah ada perbedaan dan Persamaan konsep pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi hak anak ?”

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup permasalahan yang terlalu luas,maka penulis membuat pembatasan masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang yang akan dibuat adalah sebagai berikut :

1. Penelitian terbatas pada konsep program pemberdayaan anak jalanan di kedua LSM

2. Objek penelitian adalah anak-anak jalanan Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak


(21)

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian D.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk membandingkan 2 konsep pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak

2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan konsep pemberdayaan anak jalanan di Pusat Kajian Perlindungan Anak dan Pusat pendidikan dan Informasi Hak Anak

D.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori, terutama untuk mendapatkan sebuah konsep baru dari penggabungan dua konsep yang berbeda untuk memecahkan masalah pemberdayaan anak jalanan.


(22)

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah tujuan dan manfaat serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan lokasi penelitian, tipe penelitian, populasi dan sample, tehnik pengumpulan data dan tehnik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian dimana penulis mengadakan penelitian.

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan uraian data yang diperoleh penulis dari hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis yang penulis berikan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian pemberdayaan

Pemberdayaan adalah terjemahan dari empowerment sedangkan memberdayakan adalah terjemahan dari empower. Menurut Merriam Webster kata empower mengandung dua pengertian, yaitu :

a. To give power atau authority to atau memberi kekuasaan, mengalihkan

kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendegelegasikan otoritas ke pihak lain.

b. To give ability to enable atau usaha untuk memberi kemampuan atau

keperdayaan .

Pemberdayaan pada hakikatnya merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan. Pemberdayaan secara substansial merupakan proses memutuskan atau breakdown dari hubungan antara subjek dan objek. Proses ini mementingkan pengakuan subyek akan kemampuan atau daya (power) yang dimiliki oleh objek. Secara garis besar proses ini melihat pentingnya mengalirnya daya dari subyek ke obyek. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu yang semula jadi obyek menjadi subyek yang baru, sehingga realisasi sosial yang ada nantinya akan dicirikan dengan realisasi antar subyek dengan subyek yang lain.

Payne mengemukaan bahwa suatu pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan


(24)

tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya (Isbandi, 2008 : 78).

Shardlow melihat bahwa berbagai pengertian yang ada mengenai pemberdayaan, pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka. Dalam kesimpulannya, Shardlow menggambarkan bahwa pemberdayaan sebagai satu gagasan tidaklah jauh berbeda dengan gagasan Biestek (1961) yang dikenal dibidang pendidikan Ilmu Kesejahteraan Sosial dengan nama “self determination”. Prinsip ini pada intinya mendorong klien untuk menentukan sendiri apa yang harus ia lakukan dalam kaitannya dengan mengatasi permasalahan yang ia hadapi sehingga klien mempunyai kesadaran dan kekuasaan penuh dalam membentuk hari depannya (Isbandi, 2008 : 78).

Dubois dan MiIey mengemukan dasar-dasar pemberdayaan meliputi: a. Pemberdayaan adalah proses kerjasama antara klien dan pelaksana

kerja secara bersama-sama yang bersifat Mutual benefit.

b. Proses pemberdayaan memandang sistem klien sebagai komponen dan kemapuan yang memberikan jalan ke sumber penghasilan dan memberikan kesempatan.

c. Klien harus merasa dirinya sebagai agen bebas yang dapat mempengaruhi.


(25)

d. Kompetensi yang diperoleh atau diperbaiki melalui pengalaman hidup, pengalamam khusus yang kuat daripada keadaan yang menyatakan apa yang dilakukan.

e. Pemberdayaan meliputi jalan ke sumber-sumber penghasilan dan kapasitas untuk menggunakan sumber-sumber pendapatan tersebut dengan cara efektif.

f. Proses pemberdayaan adalah masalah yang dinamis, sinergis, selalu berubah, dan evolusioner yang selalu memiliki banyak solusi.

g. Pemberdayaan adalah pencapaian melalui struktur-struktur paralel dari perseorangan dan perkembangan masyarakat.

Dengan demikian dapat dikatakan pemberdayaan adalah suatu proses aktif antara motivator, fasilitator, dan kelompok masyarakat yang perlu diberdayakan melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan, pemberian berbagai kemudahan serta peluang untuk mencapai akses sistem sumber daya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga proses pemberdayaan hendaknya meliputi penciptaan suasana kondusif (enabling), penguatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat (empowering), perlindungan dan ketidakadilan (protecting), bimbingan dan dukungan (suporting), dan memelihara kondisi yang kondusif tetap seimbang (Foresting) (Isbandi, 2008 : 87).

B. Pengertian Anak

Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peran strategis dan ciri serta sifat-sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Oleh karena itu potensi anak perlu dikembangkan semaksimal mungkin serta mereka perlu “dilindungi dari berbagai


(26)

tindak kekerasan dan diskriminasi” agar hak-hak anak dapat terjamin dan terpenuhi sehingga mereka dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan kemampuannya, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Anak perlu dilidungi karena mereka sangat rentan serta potensial menjadi korban kekerasan dan kesewenangan orang dewasa, perlidungan diberikan agar mereka dapat menjadi anak Indonesia yang sehat dan sejahtera. Bahkan mereka perlu diberikan ‘perlindungan khusus” agar terhindar dari berbagai tindakan dan situasi yang tidak menyenangkan, dalam UU no. 23 tahun 2002 tentang “Perlindungan Anak“ pasal 15 menyatakan bahwa “Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran” (Edy dkk, 2004 : 20)

.

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak oleh PBB melalui Kepres No 36 Tahun 1990. Apabila ada negara yang melanggar konvensi ini maka negara tersebut akan mendapat sanksi moral. Konvensi Hak Anak tersebut menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak-hak yaitu


(27)

Setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan akses atas pelayanan kesehatan dan menikmati standart hidup yang layak, termasuk makanan yang cukup, air bersih dan tempat tinggal. Anak juga berhak memperoleh nama dan kewarganegaraan.

2) Hak untuk tumbuh berkembang.

Setiap anak berhak memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Berhak memperoleh pendidikan baik formal maupun informal secara memadai. Kongkretnya anak berhak diberi kesempatan untuk bermain, berkreasi dan beristirahat.

3) Hak memperoleh perlindungan.

Setiap anak berhak dilindungi dari setiap eksploitasi ekonomi dan seksual, kekerasan fisik atau mental, penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang dan segala bentuk diskriminasi ini juga berlaku bagi anak yang tidak lagi punya orang tua dan anak-anak yang berada di kamp pengungsian, mereka berhak mendapatkan perlindungan

4) Hak untuk berpartisipasi.

Setiap anak diberi kesempatan untuk memberikan pandangan-pandangan, ide-idenya, terutama berbagai persoalan yang berkaitan dengan anak (Konvensi Hak Anak, 1989).

Keputusan Presiden No 36 tahun 1990 tentang hak-hak anak dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus


(28)

a. Hak untuk hidup yang layak, dimana setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan.

b. Hak untuk berkembang, dimana setiap anak berhak untuk tumbuh berkembang secara wajar tanpa halangan. Mereka berhak mendapatkan pendidikan, bermain, mengeluarkan pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinannya, dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.

c. Hak untuk dilindungi, dimana setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan, kekuatan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

d. Hak untuk berperan serta, dimana setiap anak berhak untuk berperan aktif didalam masyarakat dan dinegaranya termasuk kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

e. Hak untuk memperoleh pendidikan (Sudirman, Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial Vol. 3, 2006 : 65).

Sebagai manusia yang telah tumbuh berkembang, anak memiliki keterbatasan untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak. Orang dewasa termasuk orang tuanya, masyarakat dan pemerintah berkewajiban utnuk memenuhi hak anak tersebut. Keluarga adalah dasar umat manusia, karena itu keluarga fundamental bagi kehidupan masyarakat. Tidak ada satupun lembaga masyarakat yang lebih efektif dalam membentuk kepribadian anak selain keluarga. Keluarga tidak hanya membentuk anak secara fisik tetapi juga sangat berpengaruh secara psikologis. Permasalahannya adalah orang yang berada di sekitarnya termasuk keluarga sering kali tidak memberikan hak-hak


(29)

tersebut. Seperti misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan orangtuanya rendah, perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan keberadaan anak, dan sebagainya (Syarif, 1992 : 47).

C. Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan didefinisikan sebagai anak yang berumur dibawah 18 tahun yang menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk beraktifitas di jalanan, atau ditempat-tempat umum lainnya seperti terminal bis, stasiun kereta api, pasar, tempat hiburan, pusat perbelajaan, atau taman kota. Aktifitas yang dilakukan bervariasi, dari sekedar menghabiskan waktu bersama teman sebaya, sampai menjalani hidup (tidur, makan, dll) dan mencari penghidupan di jalanan. Namun pada umumnya adalah mencari uang dengan cara mengasong, mengamen, memulung, meminta-minta, menyemir sepatu, menjadi kuli pasar, dan lainnya. Variasi aktifitas ini sangat beragam tergantung pada jenis kelamin dan usia anak. Selain itu aspek spasial kota yang mencakup tata ruang dan pola penggunaan tanah untuk aktifitas ekonomi uang ada turut menentukan keberadaan anak jalanan dan jenis pekerjaan anak. Karenanya Setting masing-masing kota memberikan peluang yang berbeda pada anak-anak miskin untuk menjadi anak jalanan (Susi dkk, 2007 : 1).

Keberadaan Anak Jalanan tampaknya telah menjadi fenomena di kota-kota besar Indonesia. Fenomena ini selain dampak dari derasnya arus urbanisasi dan perkembangan lingkungan perkotaan yang menawarkan mimpi kepada masyarakat terutama masyarakat miskin atau ekonomi lemah, juga dipicu oleh krisis ekonomi yang menjadikan jumlah anak jalanan melonjak drastis.


(30)

Dalam pandangan Soetarso (2004), dampak krisis moneter dan ekonomi dalam kaitannya dengan anak jalanan, adalah :

1) Orang tua mendorong anak untuk bekerja membantu ekonomi keluarga

2) Kasus kekerasan dan perlakuan salah terhadap anak oleh orang tua semakin meningkat sehingga anak lari ke jalanan

3) Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang sekolah

4) Makin banyak anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak/kamar meningkat

5) Timbul persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan sehingga anak terpuruk melakukan pekerjaan resiko tinggi terhadap keselamatannya dan eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan

6) Anak menjadi lebih lama berada di jalanan sehingga mengundang masalah lain

7) Anak jalanan menjadi korban pemerasan serta eksploitasi sexual terhadap anak jalanan perempuan (Abu, 2007 : 88).

Aktivitas anak jalanan beraneka ragam, diantaranya pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, pembersih kaca mobil, pengemis, sampai kepada pengedar “kotak amal”. Mereka terutama beroperasi di perempatan jalan (traffic

Light), dengan sasarannya adalah pengemudi dan penumpang kendaraan roda

empat.

Kehadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Disatu sisi mereka dapat mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan (income), yang membuatnya bisa bertahan hidup (Survival) dan dapat menopang kehidupan


(31)

keluarga. Namun disisi lain mereka bermasalah, karena sering kali tindakannya merugikan orang lain, mereka acap kali melakukan tindakan tidak terpuji seperti sering bercakap kotor, menggangu ketertiban jalan misalnya; memaksa pengemudi kendaraan bermotor memberikan uang, merusak body mobil dengan goresan, dan melakukan tindakan kriminal lainnya. Disamping itu masalah anak jalanan lainnya seringkali menjadi objek kekerasan.

Anak jalanan mempunyai ciri khas yang berbeda dengan anak biasa. Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Defenisi ini kemudian dikembangkan oleh Feri Johannes pada seminar Pemberdayaan Anak Jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung pada Oktober 1996, yang menyebutkan anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktu di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak, yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga atau terputus hubungannya dengan keluarga dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua/keluarga ( Abu, 2007 : 90).

Berdasarkan hasil penelitian Departemen Sosial dan United Nations

Development Programing (UNDP) di Jakarta dan Surabaya anak jalanan

dikelompokkan dalan tiga kategori:

1. Anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street) dengan kriteria : a. Putus hubungan atau karena tidak bertemu dengan orang tuanya.

b. Selama 8-10 jam berada di jalanan untuk “bekerja” (mengamen, mengemis, memulung) dan sisanya menggelandang/tidur.


(32)

d. Rata-rata berusia dibawah 14 tahun.

2. Anak jalanan yang bekerja di jalanan (children of street) dengan kriteria: a. Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.

b. Antara 8-16 jam berada di jalanan.

c. Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua/saudara, umumnya didaerah kumuh.

d. Tidak lagi bersekolah.

e. Rata-rata berusia dibawah 16 tahun.

3. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:

a. Bertemu teratur setiap hari, tinggal dan tidur dengan keluarga. b. Sekitar 4-6 jam bekerja di jalanan.

c. Masih bersekolah.

d. Pekerjaan: penjual koran, penyemir, pengamen, dan sebagainya. e. Usia rata-rata di bawah 14 tahun (Abu, 2007 : 91).

Ada berbagai penyebab dan alasan anak turun ke jalan dan menjadi anak jalanan antara lain ;

1) Membantu pekerjaan orang tua (49,9%).

2) Biaya sekolah kurang (14,8%).

3) Putus sekolah (11,4%).

4) Terpisah dari orang tua (5,1%).


(33)

6) Mencari pengalaman (2,6%) dan alasan lain seperti dipaksa orang tua, dan mencari teman.

Hal lain yang menyebabkan anak dijalanan adalah

1) Ketidakserasian dalam keluarga (broken home).

2) Adanya tindak kekerasan fisik dan bahkan kekerasan seksual dalam keluarga

(inchest).

3) Adanya perlakuan yang salah dari orang tua hingga anak lari dari rumah serta diajak teman.

4) Anak yang tercampakan dari keluarga karena tidak mampu menanggung beban hidup karena kemiskinan. (Simboh, 2006 www.jugaguru.com akses 04 April 2009. 16:45 WIB.)

Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu :

a. Anak semi jalanan. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga.

b. Anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa punya hubungan dengan keluarganya (Arief.


(34)

D. Pengertian Pemberdayaan Anak Jalanan

Pemberdayaan mengandung pengertian bagaimana mendorong dan memotivasi daya atau potensi yang ada pada manusia, serta bagaimana membangkitan kesadaran akan sumber daya itu menjadi berdaya atau mempunyai daya/kemampuan untuk menjangkau segala sesuatu dan dilakukan dengan bertanggungjawab serta dapat menunjang kehidupannya. Pemberdayaan menurut Ginanjar Kartasasmita (1997) dapat dilihat melalui beberapa sisi yakni :

(1) Bagaimana menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi yang ada dikembangkan. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia mempunyai potensi yang dapat dikembangkan.

(2) Bagaimana memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat. Penguatan ini menyangkut langkah nyata untuk menyediakan berbagai masukan dan membuka akses ke dalam berbagai peluang untuk menjadi berdaya.

Hal ini berarti bahwa pemberdayaan masyarakat dalam hal ini anak jalanan adalah bagaimana memberikan motivasi dan kesempatan kepada setiap anggota anak jalanan untuk dapat melakukan aktivitas produktif sesuai dengan potensi yang dimilikinya dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam konteks pemberdayaan itu peran piranti pendidikan makin perlu digalakkan untuk tercapainya tujuan pembelajaran yakni ‘sikap mandiri’, agar anak-anak jalanan dapat menapaki masa depan yang lebih cerah dan maju. Ada berbagai upaya dalam pemberdayaan anak jalanan. Upaya pemberdayaan anak jalanan dapat berbentuk melalui program-program seperti :


(35)

A) Street Based.

yakni pendekatan di jalanan untuk menjangkau dan mendampingi anak jalanan agar mengenal, mempertahankan relasi dan komunikasi serta melakukan penanganan dijalan seperti konseling, diskusi, permainan literacy dan pemberian informasi. Orientasi Street based diarahkan pada upaya menangkal pengaruh-pengaruh negatif jalanan dan membekali anak jalanan dengan nilai-nilai dan wawasan positif. Seperti Mobil Sahabat Anak.

B) Centre based.

yakni pendekatan yang memposisikan anak jalan sebagai penerima pelayanan di suatu center atau pusat kegiatan dan tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu. Selama berada dicenter ia akan memperoleh pelayanan sampai mencapai tujuan yang dikehendaki. Seperti Boarding house atau panti.

C) Family and Community based.

yakni pendekatan yang melibatkan keluarga dan masyarakat yang bertujuan mencegah anak-anak turun ke jalanan dan mendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak. Family dan Community based mengarah pada upaya membangkitkan kesadaran dan tanggungjawab dan partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam mengatasi masalah anak jalanan”.

Disamping itu anak-anak jalanan itu dapat diberikan bantuan nyata berupa bantuan pendidikan. Anak-anak jalanan perlu diberi bantuan pendidikan berupa bimbingan belajar, pemberian kesempatan mereka untuk sekolah lagi melalui beasiswa, orang tua asuh, penyelenggaraan program pendidikan non formal (pembentukan kelompok-kelompok belajar) di lingkungan anak jalanan anak karena banyak anak jalanan yang telah melewati batas usia sekolah. Dana yang


(36)

ada dapat dikonversi menjadi beasiswa ataupun apa namanya karena walaupun pemerintah telah membebaskan uang SPP untuk sekolah negeri, pungutan lain di sekolah-sekolah negeri tetap ada bahkan lebih mahal dari SPP yang telah dihapuskan mengatasnamakan uang seragam, uang buku, uang kegiatan ini yang telah disepakati dengan segelintir orang tua murid yang menamakan diri komite sekolah dan lain-lainnya.

Program bantuan penyediaan lapangan pekerjaan. Langkah penyediaan lapangan pekerjaan bagi orang tua anak maupun anak-anak yang telah cukup umur merupakan salah satu jalan keluar yang diharapkan dapat meminimalisasi jumlah anak jalanan karena mereka akan lebih disibukan dengan pekerjaan yang baru. Disamping itu, jalanan mungkin akan sepi dari anak-anak jalanan karena orang tua mereka telah mulai bekerja

Program lain yang bisa digunakan dalam memberdayakan anak jalanan adalah program magang yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, minat dan potensi anak-anak jalanan, program magang yang akan dilaksanakan harus dikhususkan pada upaya memberdayakan potensi yang ada pada anak jalanan serta dalam rangka pembentukan sikap dan mental anak jalanan agar mampu dan mau mencari mata pencaharian lain yang lebih prospektif untuk menunjang kehidupannya dan tidak kembali ke jalanan dan bila mungkin dapat membantu teman-teman anak jalanan lainnya. (Simboh. 2006. April 2009.16:45 Wib)


(37)

D.1 Rumah singgah sebagai tempat alternatif Pemberdayaan Anak Jalanan Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah pekerja anak di Indonesia pada bulan juli 1996 mendefinisikan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut.

Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedang secara khusus tujuan rumah singgah adalah :

a. Membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan.

c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.

Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :

a. Sebagai tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dan anak jalanan. Dalam hal ini sebagai tempat untuk terciptanya persahabatan dan keterbukaan antara anak jalanan dengan pekerja sosial dalam menentukan dan melakuka n berbagai aktivitas pembinaan.


(38)

b. Pusat diagnosa dan rujukan. Dalam hal ini rumah singgah berfungsi sebagi tempat melakukan diagnosa terhadap kebutuhan dan masalah anak jalanan serta melakukan rujukan pelayanan sosial bagi anak jalanan.

c. Fasilitator atau sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, keluarga pengganti, dan lembaga lainnya.

d. Perlindungan. Rumah singgah dipandang sebagai tempat berlindung dari

berbagai bentuk kekerasan yang kerap menimpa anak jalanan dari kekerasan dan perilaku penyimpangan seksual ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.

e. Pusat informasi tentang anak jalanan

f. Kuratif dan rehabilitatif, yaitu fungsi mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak.

g. Akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial.

h. Resosialisasi. Lokasi rumah singgah yang berada ditengah-tengah masyarakat merupakan salah satu upaya mengenalkan kembali norma, situasi dan kehidupan bermasyarakat bagi anak jalanan. Pada sisi lain mengarah pada pengakuan, tanggung jawab dan upaya warga masyarakat terhadap penanganan masalah anak jalanan.

Bentuk upaya pemberdayaan anak jalanan selain melalui rumah singgah dapat juga dilakukan melalui program-program :

a. Center based program, yaitu membuat penampungan tempat tinggal yang


(39)

b. Street based interventions, yaitu mengadakan pendekatan langsung di tempat

anak jalanan berada atau langsung ke jalanan.

c. Community based strategi, yaitu dengan memperhatikan sumber gejala

munculnya anak jalanan baik keluarga maupun lingkungannya (Arief. 2004. http://anjal.blogdrive.com Akses 04 April 2009. 16:35 Wib).


(40)

E. Kerangka Pemikiran

Kemiskinan perkotaan yang merupakan dampak negatif dari daya tarik kota yang begitu besar bagi masyarakat pedesaan dan telah menimbulkan masalah sosial yang baru, yaitu semakin tumbuh suburnya perkembangan anak-anak jalanan yang terlihat di sudut-sudut kota Medan seperti di persimpangan lampu merah, terminal, pusat pembelanjaan, dan tempat-tempat umum lainnya. Tidak jarang anak-anak jalanan ini melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti mencopet, merampok, memeras, dan lain-lain yang mana tindakan ini sangat mengganggu masyarakat. Ini menjadi bukti ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi masalah persebaran anak jalanan.

Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi perkembangan anak-anak jalanan mendorong para pelaku sosial untuk mendirikan sebuah lembaga yang bergerak dalam masalah anak, khususnya dalam pemberdayaan anak jalanan, sehingga di Kota Medan berdirilah LSM-LSM yang bergerak di bidang anak, namun tidak bisa kita pungkiri perkembangan LSM anak yang bertujuan untuk menekan perkembangan anak-anak jalanan belum bisa diharapkan, karena yang terjadi semakin banyak LSM anak juga diikuti dengan perkembangan semakin banyaknya anak-anak jalanan.

Sebagai contoh di Kota Medan ada dua LSM yang bergerak dalam pemberdayaan anak jalanan, yaitu Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak (KKSP), dimana masing masing lembaga memiliki konsep tersendiri dalam menekan atau mencegah perkembangan anak-anak jalanan dan dengan lokasi anak dampingan yang


(41)

berbeda. Untuk itulah peneliti tertarik untuk melihat perbedaan dan persamaan konsep program pemberdayaan anak jalanan.


(42)

BAGAN I ALIR PEMIKIRAN

ANAK JALANAN

Pusat Kajian Perlindungan Anak Pusat Pendidikan dan

Informasi Hak Anak

1. Perbedaan Konsep Studi Pemberdayaan Anak Jalanan 2. Persamaan Konsep Studi

Pemberdayaan anak Jalanan Pemberdayaan Anak

Jalanan melalui: 1.Pendidikan alternatif Pendidikan luar sekolah 2.Bidang kesenian : a.Seni Musik b.Seni Lukis

Pemberdayaan Anak Jalanan melalui : 1.Bidang olahraga: Sekolah sepak bola 2.Bidang Pendidikan: pendampingan terhadap anak jalanan yang masih sekolah 3.Bidang Musik kelompok musik/Band KemiskinanPerkotaan S T U D I K O M P A R A T I F


(43)

F. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1989 :33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

Untuk lebih mengetahui pengertian konsep-konsep yang akan digunakan,maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagi berikut :

1. Studi Komparatif adalah salah satu alat untuk membandingkan dua Fenomena yang ditinjau dari persamaan dan perbedaan dengan objek penelitian yang berbeda

2. Anak jalanan adalah anak yang berumur dibawah 18 tahun yang menggunakan sebagian besar waktu mereka untuk beraktifitas di jalanan, atau ditempat-tempat umum lainnya seperti terminal bis, stasiun kereta api, pasar ,ditempat-tempat hiburan, pusat perbelajaan, atau taman kota. Aktifitas yang dilakukan bervariasi, dari sekedar menghabiskan waktu bersama teman sebaya, sampai menjalani hidup (tidur, makan, dll) dan mencari penghidupan di jalanan.

3. Pemberdayaan anak jalanan umumnya diartikan sebagai pelayanan yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih bernuansa pemberdayaan

(empowerment) yang memperhatikan keragaman pengguna dan memberi

pelayanan.

4. Yayasan KKSP diartikan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang berperan sebagai Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak.


(44)

5. Yayasan PKPA diartikan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat, dimana mempunyai sub yang dikenal dengan nama Sanggar Kreatifitas Anak (SKA).

G. Defenisi Operasional

Defenisi Operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 46). Dalam hal ini maka harus ditentukan lebih dahulu variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini, karena penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak.

Pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) diukur dengan indikator sebagai berikut :

1) Bidang Olahraga meliputi: a) Sarana dan prasarana.

b) Jenis Pelayanan yang diberikan. c) Frekuensi pemberian pelayanan. 2) Bidang pendidikan non formal meliputi :

a) Sarana dan prasarana.

b) Jenis Pelayanan yang diberikan. c) Frekuensi pemberian pelayanan. 3) Bidang musik meliputi :

a) Sarana dan prasarana.

b) Jenis pelayanan yang diberikan. c) Frekuensi pemberian pelayanan.


(45)

Pemberdayaan anak jalanan pada Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak diukur dengan indikator sebagai berikut :

A. Bidang pendidikan non formal meliputi :

a) Prasarana yang diberikan untuk mendukung. b) Jenis pendidikan.

c) Frekuensi pemberian pendidikan. B. Bidang kesenian meliput i :

a) Prasarana yang diberikan untuk mendukung. b) Jenis Keterampilan.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN A Tipe Penelitian

Adapun penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga,masyarakat dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi 1998 : 53).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, Untuk lokasi Pemberdayaan anak jalanan yang difasilitasi Pusat Kajian Perlindungan Anak ada di Sanggar Kreatifitas Anak (SKA-PKPA) yang beralamat di Jln. TB. Simatupang Gg. Wakaf No 3 Pinang Baris. Sedangkan untuk Pemberdayaan anak jalanan yang difasilitasi oleh Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak ada di Rumah musik yang berlokasi di jalan Djamin ginting Gg Arihta Simpang Pos Padang Bulan. C.Populasi dan Sampel

C.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan Objek penelitian terdiri dari manusia, benda-benda,hewan,tumbuh-tumbuhan,gejala-gejala atauperistiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karateristik tertentu dalam suatu penelitian (Nawawi 1998 :141)

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan anak-anak jalanan yang menjadi anak dampingan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak dan Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak


(47)

C.2 Sampel

Sampel adalah wakil dari populasi yang dianggap representatif atau memenuhi syarat untuk menggambarkan keseluruhan dari populasi yang diwakilinya (Arikunto 1998 : 120). Jika sampel lebih dari 100 maka yang diambil adalah 10-20% dari jumlah sampel. Maka yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari populasi anak jalanan. Jumlah seluruhnya anak dampingan Pusat Kajian Perlindungan Anak adalah sebanyak 118 anak dampingan dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 12 anak dampingan. Pusat Pendidikan dan Informasi Hak Anak adalah sebanyak 193 anak dampingan dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 20 anak dampingan, jadi secara keseluruhan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data atau informan yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari dan menelaah buku, surat kabar, majalah yang ada relevansinya terhadap masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan

Pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta yang berkaitan dengan penyelenggaraan program pemberdayaan anak jalanan di kedua lembaga, yaitu :


(48)

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian

b. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data yang dilaksanakan dengan menyebarkan angket kepada anak didik dan kader yang menjadi responden.

c. Wawancara, yaitu dimasudkan untuk mengajukan pertanyaan secara tatap muka dengan responden yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperlukan

E. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, analisa data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian sebagaimana adanya. Data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan kemudian dikumpulkan serta diolah dan dianalisis dengan menggambarkan, menjelaskan dan memberikan komentar dengan menggunakan tabel tunggal.


(49)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK (PKPA) A.1 Landasan

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu anak adalah pemilik masa depan yang mempunyai kebebasan untuk tumbuh dan berkembang. Anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia dan merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Hak-hak anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang wajib dilindungi, dihormati dan ditegakkan oleh negara baik sebelum maupun sesudah lahir.

Indonesia merupakan negara yang telah meratifikasi Konvensi PBB tentang hak anak (Convention on the Rights of the Child) sejak tahun 1990. Dengan demikian, Indonesia wajib mengimplementasikan hak-hak anak dalam program aksi, kebijakan, regulasi hukum yang berpihak dan menjamin hak-hak anak.

Realita bahwa masih banyak anak yang dilanggar dan terabaikan haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindak kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, bahkan tindakan yang tidak manusiawi terhadap anak menunjukkan kurang memadainya perlindungan terhadap anak. Padahal anak


(50)

belum cukup mampu melindungi dirinya sendiri. Anak membutuhkan perlindungan yang memadai dari keluarganya, masyarakat dan pemerintah.

Begitu pula halnya dengan kondisi kaum perempuan (girl). Banyak praktek kehidupan sosial menempatkan perempuan dalam kondisi terjepit, subordinatif, terdiskriminasi, termarjinalkan, dilecehkan bahkan menjadi objek tindak kekerasan. Praktek-praktek semacam ini terus berlangsung dalam masyarakat dan dialami oleh perempuan hampir disetiap belahan bumi baik itu praktek norma-norma budaya tertentu, religius atau karena faktor sosial-politik.

Menyikapi realita tersebut, sejumlah aktivis LSM, dosen dan mahasiswa di Medan pada tanggal 21 Oktober 1996 mendirikan PKPA; lembaga yang independent yang memegang teguh prinsip pertanggungjawaban publik, mengedepankan peluang dan kesempatan partisipasi pada anak dan perempuan serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar hak anak dan perempuan serta pluralisme dan dalam memegang prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Penegakan hak-hak anak dan perempuan sebagaimana dimaksud Konvensi Hak Anak (KHA) dan Konvensi Penghapusan Tindak Kekerasan dan Diskriminasi terhadap Perempuan (KTP) merupakan upaya terpenting melandasi PKPA menyelamatkan masa depan Bangsa Indonesia.

A.2 Visi dan Misi

Visi : Terwujudnya kepentingan terbaik anak Misi : Menegakkan hak-hak anak


(51)

A.3 Program

1. Penelitian dan pengkajian masalah anak 2. Pendidikan dan pelatihan anak

3. Advokasi litigasi dan non litigasi anak 4. Publikasi dan sosialisasi hak-hak anak

5. Pembangunan dan penguatan jaringan bagi anak

6. Program perlindungan anak pada situasi emergency

A.4 Strategi

Strategi PKPA dalam menjabarkan program-programnya adalah dengan memberdayakan potensi internal dan menggandeng potensi eksternal. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Menciptakan kondisi lembaga yang penuh semangat kekeluargaan, profesional dan mandiri melalui penyadaran dan budaya kritis.

2. Meningkatkan sumber daya insani (staf) lembaga dan kualitas program dalam rangka peningkatan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat. 3. Memberdayakan lembaga, meningkatkan sumber daya lembaga dan

memperhatikan kesejahteraan staf

4. Membangun budaya displin, pastisipasi dan kepekaan sosial dalam rangka menggali informasi dan isu terbaru

5. Membangun dan mengembangkan jaringan kerja (network) dengan berbagai pihak yang berkepentingan dalam rangka pengembangan program


(52)

A.5 Unit Layanan PKPA

1. Pusat Pengaduan Anak (PUSPA)

2. Pusat Informasi Kesehatan Reproduksi dan Gender (PIKIR) 3. Sanggar Kreatifitas Anak (SKA)

A.6 Divisi di PKPA

1. Informasi dan Dokumentasi (INDOK) yang membawahi perpustaakan, Media

Officer dan Informasi dan teknologi.

2. Administrasi 3. Keuangan

A.7 Cabang PKPA

Peristiwa gempa bumi disertai gelombang tsunami 26 Desember 2004 yang melanda NAD dan Nias – Sumut, tidak saja mengorbankan ratusan jiwa dan luluh-lantaknya infrastruktur kedua kawasan ini, tetapi juga menyisakan derita dan kesengsaraan yang berkepanjangan bagi anak-anak NAD dan Nias, baik di barak dan tenda pengungsi maupun di institusi-institusi anak.

Hak-hak anak NAD dan Nias masih terancam dan belum terpenuhi secara maksimal. Untuk itu, PKPA yang sejak 2 hari pasca bencana nasional itu mulai membuka posko di beberapa daerah di NAD dan Nias yang menjadi cikal-bakal terbentuknya PKPA di 4 daerah, yaitu:

1. PKPA Banda Aceh 2. PKPA Meulaboh


(53)

3. PKPA Simeulue 4. PKPA Nias

A.8 Kerjasama Lembaga dan Fundrising

Sejak berdiri pada 21 Oktober 1996, Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) telah menjalin kerjasama dan mendapat dukungan dari sejumlah lembaga lembaga dan negara donor.

Berikut ini lembaga-lembaga pendukung dan program PKPA pada tahun 2008;  ECPAT Internasional (Medan)

 Persone Come Noi (PCN)/ Banda Aceh-Aceh Besar  CIFA-ONLUS (Nias)

 KNH German (Nias)  OXFAM (Nias)

 DIE JOHANITER (Nias)  Cordaid (Simeulue)


(54)

A.9 Struktur PKPA dan Staf

PKPA memiliki 10 staf tetap dan 55 staf tidak tetap yang tersebar di wilayah Medan dan Nias (Sumut) serta Meulaboh, Jantho, Simelue (NAD) Adapun perician berdasarkan wilayah kerja adalah sebagai berikut :

Medan 23 orang

Simeulue 4 orang

Banda Aceh dan Aceh

Besar 9 orang

Meulaboh 4 orang


(55)

A.9.1 STRUKTUR YAYASAN PKPA MEDAN KEPUTUSAN TAHUN 2009 ORGAN YAYASAN

OrganYayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak adalah:

Pembina

Pengawas

Ketua

Bendahara Sekretaris


(56)

A.9.2 Pembina

a. H. Fadli Nurzal, S.Ag (Ketua) b. Hj. Erlina, SH

c. Emil Wira Aulia

A.9.3 Pengawas

a. Drs. Irsan Rangkuti, M.Pd, M.Si b. Iswan Kaputra

A.9.4 Pengurus

a. Ahmad Sofian, SH (Ketua) b. Misran, S.Ag (Sekretaris) c. Sony Sucihati, SE (Bendahara) d. Rosmalinda, SH (Anggota)

e. Drs. Sulaiman Zuhdi Manik (Anggota) f. Azmiaty Zuliah, SH (Anggota)

g. Supriadi, SH (Anggota) h. Irwan Hadi (Anggota)


(57)

A.9.5 Struktur Badan Eksekutif Tahun 2009

Manager Program dan Penggalangan Dana

Manager Keuangan Manager Kantor

Manager PKPA Nias

Manager PKPA Aceh Kasir Staff

L i tik Staff

K

Resepsionis Penerjemah Pembantu k t

SKA PIKIR PUSPA INDOK Manager Penelitian dan

Penguatan

Pustaka


(58)

Direktur Eksekutif : Ahmad Sofian, MA

Manajer Keuangan : Sony Sucihati, SE

Manajer Office : Fitriana Harahap, SE

Manajer Penelitian dan Penguatan Kelembagaan : Misran Lubis, S.Ag Manajer Program dan Penggalangan Dana : Rosmalinda, SH, LLM Manajer Area PKPA Nias : Keumala Dewi, S.Sos Manajer Area PKPA Aceh : Sulaiman Zuhdi Manik, Drs. Kordinator Unit SKA-PKPA : Catur M. Sarjono

Kordinator Unit PIKIR-PKPA : Camelia Nasution Kordinator Unit PUSPA-PKPA : Azmiati Zuliah, SH Kordinator Unit INDOK-Pustaka : Juffri

A.10 Alamat Kantor Induk

PKPA Medan : Abdul Hakim No. 5 A Pasar 1 Setia Budi Medan 20132 Sumut.

Telp. 061-8200170, 8201113 Hotline. 061-8211117 Fax. 061-8213009

Email. :

Kantor Unit

PUSPA–PKPA : Jl. Abdul Hakim No. 5 A Pasar 1 Setia Budi Medan 20132 Sumut.


(59)

Telp. 8200170, 8201113 Hotline. 061-8211117

Fax. 061-8213009

Email.

SKA-PKPA : Jl. Pinang Baris Gg. Wakaf II Hasan Basri No. 3 Medan 20127. Telp. 061 - 8444628

DIC PUSPA-PKPA : (Untuk kepentingan terbaik anak tidak dicantumkan)

PIKIR- PKPA : Jl. Sei. Musi No. No. 59 Medan 20154 Telp./ Fax. 061-4158918

Kantor Cabang

PKPA Banda Aceh : Jl. Bakti No. 44 Neusu, Kec. Baiturrahman Banda Aceh Telp. / Fax. 0651-28195.

Email. sulaimanmanik@gmail.com

Klinik PKPA : Jl. Gagak No. 63 Janto, Aceh Besar Telp. 0651-92200


(60)

PKPA Nias : Jl. Makam Pahlawan, Desa Mudik Gunung Sitoli, Kabupaten Nias Telp. 0639-323516, Fax. (0639) 21215

Email. pkpanias_tsunami@yahoo.com

Klinik- PKPA Meulaboh : Jl. Nasional Meulaboh, Tapak Tuan Km 2.5 No. 30 Pasi Pinang, Meureubo – Aceh

Telp. 0655-7014783, 7014782 Ema keua_anganMBO@yahoo.com

PKPA Simeulue : Jl. Tengku Di ujung Desa Amiria Bahagia Kec. Simeulue Timur 23691, Kab. Simeulue Telp. 0650-7

Email

A.11 Sekilas Tentang SKA-PKPA.

Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) didirikan oleh Yayasan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA), sebagai salah satu unit pelaksana teknis untuk memberikan layanan dan pendampingan anak jalanan. Hal ini sesuai dengan visi dan misi PKPA, yakni terwujudnya kepentingan terbaik bagi anak dan perempuan. Terminal Pinang Baris adalah terminal nomor 2 setelah Terminal Terpadu Amplas dan merupakan salah satu lokasi strategis di Kota Medan sebagai tempat aktivitas anak jalanan. Hasil pendataan PKPA tahun 2003 jumlah anak jalanan di kawasan tersebut berkisar antara 200-300 anak, usia 6-18 tahun.


(61)

Sebagian diantaranya (±70%) masih berstatus sekolah tingkat SD, SLTP dan SLTA.

Jenis pekerjaan yang dilakukan adalah: penyapu bus umum/angkutan kota, penyemir sepatu, pedagang asongan, pengamen dan pekerjaan lain yang sifatnya eksidentil (calo bus, penjaga jakpot dan doorsmeer). Jenis pekerjaan lain yang mereka lakukan adalah sebagai penjual koran terbitan pagi dan sore.

Kelompok anak jalanan perempuan di kawasan Terminal Pinang Baris memiliki komunitas dan ciri tersendiri. Aktivitas kerja mereka terkonsentrasi di Pasar Tradisional Kampung Lalang. Pekerjaan yang mereka lakukan adalah sebagai penjual plastik, garam dan peralatan dapur. Populasi anak jalanan perempuan berdasarkan hasil pendataan PKPA tahun 2003 berkisar antara 40-60 anak. Mereka berusia antara 7-14 tahun dan umumnya masih sekolah serta tinggal bersama orang tua.

Anak jalanan sangat rentan terhadap berbagai bentuk tindak kekerasan dan eksploitasi, seperti perampokan, pemukulan bahkan sampai bentuk kekerasan seksual. Anak jalanan juga sangat rentan terhadap penyakit dan penyalahgunaan narkoba baik yang dilakukan karena terpengaruh teman maupun paksaan dari orang lain yang lebih dewasa.

Sejak tahun 1997, PKPA telah aktif melakukan pendampingan terhadap anak jalanan, khususnya di kawasan Terminal Pinang Baris dan Kampung Lalang Medan. Seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan di kawasan tersebut, sementara respon para pihak terhadap masalah anak jalanan sangat minim, maka pada tahun 1998, PKPA membentuk Open House sebagai pusat pengaduan dan diskusi komunitas anak jalanan. Secara perlahan-lahan, layanan terhadap anak


(62)

jalanan berkembang pada bentuk pendidikan, pengembangan kreatifitas, kesehatan dan unit usaha. Atas kesepakatan antara anak jalanan dan pendamping dalam musyawarah organisasi anak jalanan Pinang Baris tahun 2001, menyepakati perubahan nama Open House menjadi Sanggar Kreatifitas Anak (SKA).

Secara garis besar program SKA-PKPA mulai dari tahun 1996 sampai sekarang adalah sebagai berikut:

• Tahun 1996 : Pemetaan Masalah

• Tahun 1997 : Identifikasi Kelompok Sasaran

• Tahun 1998 : Penjangkauan Kelompok Anak Jalanan. • Tahun 1999 : Awal Pendampingan.

• Tahun 2000 : Pendampingan & Pembentukan Organisasi Anak • Tahun 2001 : Pengembanagan Program Pendampingan.

• Tahun 2002- Sekarang : Program Pendampingan Diperluas Dan Pengembangan Jaringan

Tujuan Pembentukan SKA-PKPA.

Tujuan utama pengadaan Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) adalah: 1. Mewujudkan kepentingan yang terbaik bagi anak.

2. Pendampingan dan perlindungan anak jalanan dari tindak kekerasan, eksploitasi dan kondisi terburuk di jalanan.

3. Memberikan layanan pendidikan dan ketrampilan serta pengembangan kreatifitas.

4. Mengintegrasikan anak jalanan kepada lingkungan keluarga atau orang tua asuh.


(63)

Kelompok Penerima Manfaat.

1. Anak jalanan yang berusia di bawah 18 tahun.

2. Anak-anak yang potensial dan beresiko tinggi menjadi anak jalanan di kawasan Terminal Pinang Baris dan sekitarnya.

Apa yang dilakukan SKA-PKPA.

1. Pendampingan anak jalanan dalam rangka penguatan dan pemberdayaan melalui pendidikan tambahan, pelatihan seni musik, layanan pustaka anak dan pengembangan kreatifitas anak.

2. Pendampingan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum atau menjadi korban kekerasan.

3. Layanan kesehatan darurat dan rujukan ke puskesmas atau rumah sakit.

4. Mengembalikan anak yang sudah dibina ke keluarga atau mencarikan orang tua asuh.

5. Pelatihan dan diskusi dengan orang tua anak, kelompok masyarakat, pemerintah, kepolisian untuk penyadaran hak-hak anak.

6. Pengembangan bakat anak melalui olahraga, sampai saat ini SKA-PKPA telah memiliki Sekolah Sepak Bola (SSB) Scorpions yang materi pemainnya adalah anak jalanan dan anak sekitar sanggar yang dilatih secara profesional. 7. Sebagian anak jalanan program SKA-PKPA berasal dari daerah pedalaman,

maka SPA-PKPA juga mengembangkan unit tanaman dan pertamanan yang langsung dikelola anak jalanan dan produknya dipasarkan di medan


(64)

Struktur Pelaksana SKA-PKPA.

Penanggung Jawab : Ahmad Sofian Koordinator Program : Misran Lubis

Koordinator : Catur Muhammad Sarjono Staff Pendidikan dan Keterampilan : Wina Mariana

Kepala Pelatih Sepakbola : Mukhlis

Kegiatan yang telah dilakukan

Bidang Pendidikan dan Keterampilan

1. Memberikan pendidikan tambahan dan keterampilan terhadap anak sanggar.

2. Memberikan motivasi dan sugesti kepada anak-anak untuk tetap bersekolah.

3. Mencari jalan keluar terhadap anak-anak dampingan yang putus sekolah. 4. Membuat penerbitan berkala / pameran terhadap karya anak.

Bidang Seni dan Musik

1. Menampung dan merekrut anak-anak yang punya bakat dalam seni untuk berlatih musik di dalam studio musik.

2. Membentuk grup musik. Saat ini SKA-PKPA telah memiliki 3 grup musik, yaitu Komic Blue, Komic Radja, dan Komik Gelang.

3. Mendampingi anak-anak dalam latihan musik secara teratur. 4. Melakukan pementasan anak-anak yang sudah dilatih.


(65)

5. Membangun sinergi dengan pihak-pihak terkait (radio, televisi, dan instansi pemerintahan dan swasta) dalam rangka pengembangan kreativitas, khususnya seni musik.

Bidang Olahraga

1. Menampung dan merekrut anak-anak yang punya bakat di bidang olah raga, khususnya sepak bola kedalam Sekolah Sepak Bola (SSB)

Scorpions.

2. Memfasilitasi anak-anak jalanan dan anak beresiko sekitar sanggar dengan perlengkapan latihan mulai dari baju, celana, kaos kaki, deker, sepatu yang menunjang latihan.

3. Mendampingi anak-anak untuk latihan sepak bola dan melakukan pertandingan persahabatan secara teratur.

4. Ikut berpartisipasi di dalam turnamen.

B. PUSAT PENDIDIKAN dan INFORMASI HAK ANAK (Yayasan KKSP) KKSP adalah sebuah Organisasi Non-Pemerintah yang didirikan tahun 1987. Yayasan KKSP peduli dengan anak-anak yang berada dalam situasi yang sulit.KKSP memiliki status hukum No. 9591/YAY/1998, jo, 10/YAY/NOT-Rap/1995, and jo, No. 10/443/YAY/PROB/2001 dari Ditsospol Sumatera Utara, Dinas Sosial dan Pengadilan Negeri Medan untuk melakukan kegiatannya menurut instruksi Mendagri No 8/88. Tujuan utama yayasan KKSP adalah :

1. Memberikan hak-hak dasar anak-anak yaitu hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi.


(66)

2. Memberikan perlindungan bagi anak-anak dari exploitasi, pelanggaran hak lainnya dan kekerasan.

3. Memberdayakan kelompok (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang berkaitan secara alami dan strategis dengan anak-anak untuk mengembangkan kemandirian, pandangan, pendapat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas untuk menegakkan hak anak.

4. Mengembangkan pusat kajian dan jaringan informasi untuk perlindungan anak pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional.

B.1 Kelompok Sasaran Yayasan KKSP

Yayasan KKSP dalam mengimplementasikan tujuannya memiliki kelompok sasaran, dalam hal ini masyarakat dan anak-anak, khususnya anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus :

1. Anak-anak yang tereksploitasi secara ekonomi mapupun seksual seperti anak jalanan, buruh anak jermal, buruh anak nelayan, buruh anak pertanian dan anak pembantu rumah tangga.

2. Anak-anak yang tereksploitasi secara seksual seperti anak yang dilacurkan, anak yang diperdagangkan untuk tujuan seksual.

3. Anak-anak yang berada dalam kondisi yang darurat seperti anak pengungsi.


(67)

B.2 Perjalanan program KKSP

Program yang ada di Yayasan KKSP tercermin dari divisi-divisi sebagai berikut:

B.2.1 Divisi Pendidikan

Divisi pendidikan mengembangkan suatu model pendidikan yang disebut pendidikan alternatif. Model pendidikan ini dikembangkan untuk menjawabi model pendidikan yang ada sekarang, tetapi ini dianggap jauh dari kebutuhan anak sesungguhnya. Pendidikan alternatif ini dikembangkan oleh yayasan KKSP sejak tahun 1988, diawali dengan mengembangkan pendidikan non formal untuk taman kanak-kanak. Saat ini, pendidikan alternatif dianggap sebagai model pendidikan terpadu untuk :

1. Meningkatkan pengetahuan anak 2. Membentuk karakter anak 3. Meningkatkan ketrampilan anak.

Pendidikan alternatif ini dilaksanakan dengan 2 pendekatan yang tak terpisahkan : B.2.1.1 Pendidikan Alternatif di Taman Kebajikan

Pendidikan Alternatif di Taman Kebajikan adalah model pendidikan sekolah untuk anak-anak miskin (anak-anak dari kawasan kumuh, anak putus sekolah, buruh anak dan anak jalanan). Model pendidikan ini mempunyai tujuan untuk membentuk karakter, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak serta memperkenalkan pandangan anak pada lingkungan sosial.

Menindaklanjutin model pendidikan alternatif yang dikembangkan di Taman Kebajikan, saat ini KKSP sedang melakukan pemberdayaan Kelompok (masyarakat, pemerintah dan swasta) yang berkaitan secara alami dan strategis


(68)

dengan anak-anak untuk mengembangkan kemandirian, pandangan, pendapat dan partisipasi masyarakat yang lebih luas dengan membentuk Sanggar Taman Baca dan bermain di beberapa wilayah tempat alumni Taman Kebajikan berada. Taman Baca dan Bermain akan dikembangkan menjadi taman remaja dan taman dewasa yang akan memfasilitasi masyarakat dalam hak-hak petani, buruh atau masalah-masalah sosial-politik.

Tujuan utama dari Taman Baca dan Bermain:

1. Menyediakan sanggar bermain dan belajar anak pada komunitas

2. Menumbuhkan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di lingkungannya.

Kegiatannya :

1. Melakukan sosialisasi kegiatan kepada masyarakat dalam pembentukan pengurus dan penyelenggara perpustakaan taman Baca dan Bermain

2. Mempersiapkan sarana dan prasarana taman Baca dan Bermain

3. Memberikan training mengelola kegiatan taman Baca dan Bermain kepada relawan

4. Menjalankan kegiatan perpustakaan

5. Membentuk kelompok bermain anak di setiap lokasi dampingan 6. Melakukan kegiatan perlombaan

7. Melakukan kegiatan pementasan dan pameran 8. Melakukan kegiatan jambore anak


(1)

20.Apakah SKA PKPA menyediakan tempat penampungan bagi anak jalanan? a. Tersedia

b. Tidak tersedia

21.Apakah adik mengetahui Program SKA PKPA berupa pelayanan bagi anak jalanan?

a. Tahu b. Tidak tahu

III. PELAYANAN PENDIDIKAN

22.Apakah adik tahu tentang pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh SKA PKPA terhadap anak jalan?

a. Tahu b. Tidak tahu

23.Jenis pendidikan apa yang diberikan oleh SKA PKPA terhadap anak jalanan? a. pendampingan bagi anak sekolah

b. pendidikan non formal

c. lainnya...( sebutkan) 24.Apakah SKA PKPA menghadirkan pendidik khusus dalam memberikan

Pendidikan? a. Menghadirkan b. Tidak menhadirkan 25.Siapa?

a. Guru b. Pembicara c. Tidak tahu

d. lainnya………(sebutkan)

26.Apakah SKA PKPA memberikan Fasilitas dalam memberikan pendidikan tersebut?

a. Tersedia………(sebutkan)


(2)

27.Apakah adik puas dengan fasilitas yang diberikan ? a. Puas

b. Tidak puas

28.Pendidikan seperti apa yang diikuti adik? a. Work Shop

b. Penyuluhan c. Diskusi

d. Lain-lain………..(sebutkan) 29.Topik apa yang diberikan pada waktu pendidikan non-formal itu berlangsung

?

a. mengenai perdagangan anak b. Mengenai bahaya AIDS c. Mengenai cara hidup sehat d. mengenai hak-hak anak

e. lain-lain……….(sebutkan)

30.Apakah pengetahuan adik-adik bertambah setelah mengikuti pendidikan yang diberikan oleh SKA PKPA sesuai dengan topik yang adik ikuti?

a. Bertambah b. Tidak bertambah c. tidak tahu

31.Berapa kali adik mengikuti kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh SKA PKPA?

a. 1 kali b. 2 kali

c. Lebih dari 3 kali

32.Setahu adik berapa kali SKA PKPA memberikan pendidikan seperti itu dalam 1 bulan?

a. 1 kali b. 2 kali


(3)

33.Apakah adik mengetahui tujuan dari pendidikan itu sendiri ? a. mengerti

b. tidak mengerti

34.Apakah pendidikan itu bermanfaat bagi adik? a. Bermanfaat

b. Tidak bermanfaat c. Tidak tahu

IV. PELAYANAN KETERAMPILAN DI BIDANG OLAHRAGA

35.Apakah adik mengetahui pelayanan di bidang olahraga yang diberikan oleh SKA PKPA?

a. Tahu………..(sebutkan)

b. Tidak tahu

36.Apakah SKA PKPA Menghadirkan pendamping khusus dalam melakukan pelayanan keterampilan tersebut?

a. Menyediakan b. Tidak menyediakan c. Tidak tahu

37.Dalam memberikan pelayanan keterampilan olahraga apakah SKA PKPA memberikan fasilitas?

a. Menyediakan……….(sebutkan) b. Tidak meyediakan

c. Tidak tahu

38.Apakah adik puas dengan fasilitas yang diberikan a. Puas

b. Tidak puas

39.Bagaimana menurut adik tentang sarana dari kegiatan keterampilan tersebut? a. Lengkap


(4)

40.Pelayanan keterampilan olahraga apa yang diberikan oleh SKA PKPA terhadap anak jalanan?

a. Sepak Bola b. Catur c. Bola Volley

d. Lainnya………..(sebutkan)

41.Apakah adik menyukai pelayanan olahraga yang diberikan SKA PKPA ? a. Suka

b. Biasa-biasa aja c. Tidak suka

42.Berapa kali pelayanan tersebut diberikan dalam 1 bulan a. 1-2 kali

b. 3-4 kali

c. lebih dari 4 kali d. Tidak tahu

43.Sudah berapa kali adik mengikuti keterampilan olahraga tersebut? a. 1-2 kali

b. 3-4 kali

c. lebih dari 4 kali d. Tidak tahu

44.Setelah mendapat keterampilan olahraga tersebut, apakah keterampilan adik dibidang tersebut bertambah?

a. bertambah b. tetap c. menurun d. Tidak tahu

45.Apakah olahraga tersebut berguna bagi adik? a. Berguna


(5)

V. PELAYANAN KETERAMPILAN DI BIDANG SENI

46.Apakah adik mengetahui pelayanan di bidang seni yang diberikan oleh SKA PKPA?

a. Tahu………..(sebutkan)

b. Tidak tahu

47.Apakah SKA PKPA menghadirkan pendamping khusus dalam melakukan pelayanan keterampilan tersebut?

a. Menyediakan b. Tidak menyediakan c. Tidak tahu

48.Dalam memberikan pelayanan keterampilan seni, apakah SKA PKPA memberikan fasilitas?

a. Menyedikan……….(sebutka

n)

b. Tidak menyediakan c. Tidak tahu

49.Apakah adik puas dengan fasilitas yang diberikan a. Puas

b. Tidak puas

50.Bagaimana menurut adik tentang sarana dari kegiatan keterampilan tersebut? a. Lengkap

b. Tidak lengkap

51.Pelayanan keterampilan seni apa yang diberikan oleh SKA PKPA terhadap anak jalanan?

a. Seni Musik b. seni lukis c. seni rupa


(6)

52.Apakah adik menyukai pelayanan keterampilan seni yang diberikan SKA PKPA ?

a. Suka

b. Biasa-biasa aja c. Tidak suka

53.Berapa kali pelayanan tersebut diberikan dalam 1 bulan a. 1-2 kali

b. 3-4 kali

c. lebih dari 4 kali d. Tidak tahu

54.Sudah berapa kali adik mengikuti pelayanan keterampilan seni tersebut? a. 1-2 kali

b. 3-4 kali

c. lebih dari 4 kali d. Tidak tahu

55.Setelah mendapat keterampilan seni tersebut, apakah keterampilan adik di bidang tersebut bertambah?

a. bertambah b. tetap c. menurun d. Tidak tahu

56.Apakah seni tersebut berguna bagi adik? a. Berguna

b. Tidak berguna c. Tidak tahu