Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Sistematika Penulisan

asasi mereka di luar peran mereka sebagai ibu rumah tangga. Kebijakan-kebijakan ini juga membantu kita meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan negara kita.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, maka rumusan permasalahan yang dibangun penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana deskripsi kebijakan yang dibangun oleh negara dalam wacana perempuan Indonesia dari masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini 2. Bagaimana refleksi setiap kebijakan yang dibangun oleh negara dari masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini terhadap perempuan

3. Tujuan Penelitian

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, pertama bersifat formal akademis dan yang kedua adalah bersifat ilmiah. Adapun tujuan yang bersifat formal akademis adalah untuk menambah wawasan mahasiswa dalam bidang politik, khususnya mengenai Negara dan Kesetaraan Gender. Tujuan yang bersifat ilmiah adalah 1. untuk menggambarkan kebijakan yang dibangun oleh negara dalam wacana perempuan Indonesia dari masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini 2. untuk menjelaskan atau menguraikan setiap kebijakan yang dibangun negara dari masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini terhadap perempuan

4. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini ada tiga jenis manfaat penelitian yaitu : 1. Manfaat bagi Penulis, dapat menambah wawasan penulis tentang wacana perempuan pada masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini 2. Manfaat Akademis dari penelitian ini adalah sebagai suplemen baru dalam pengembangan studi bagaimana relevansi teori-teori politik gender, negara demi mewujudkan suatu kesetaraan gender. 3. Manfaat Praktis dari penelitian ini adalah agar hasil penelitian ini menjadi sebuah bahan informasi bagi Pemerintah dan praktisi hukum terutama Biro Pemberdayaan Perempuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan kesetaraan gender serta masukan bagi kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya.

5. Kerangka Teori

Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berpikir penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 5.1.Teori Gender Dalam wacana perempuan dan analisis tentang isu-isu hubungan antara pria dan perempuan dalam mengupayakan terwujudnya hasil-hasil pembangunan nasional, telah lahir kebutuhan untuk menggunakan suatu istilah yaitu gender. Secara historis, konsep Gender pertama kali dibedakan oleh sosiolog asal Inggris yaitu Ann Oakley yaitu ia membedakan antara gender dan seks. Perbedaan seks berarti perbedaan atas dasar ciri-ciri biologis yaitu yang menyangkut prokreasi menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Perbedaan gender adalah perbedaan simbolis atau sosial yang berpangkal pada perbedaan seks tetapi tidak selalu identik dengannya. Jadi kelihatan di sini gender lebih mengarah kepada simbol-simbol sosial yang diberikan pada suatu masyarakat tertentu. 10 Fakih 1996 mengemukakan konsep gender yakni suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural. Misal: Perempuan itu dikenal lemah-lembut, cantik, emosional atau keibuan sedang laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Ciri dan sifat itu sendiri merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki yang bisa berubah dari waktu 10 Harmona Daulay, Perempuan dalam Kemelut Gender, Medan : USU Press, 2007,hal.3- 4. ke waktu serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari satu kelas ke kelas lain itulah yang dikenal sebagai konsep gender. 11 Gender adalah suatu bangunan konstruksi sosial yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam keluarga atau masyarakat yang terbentuk melalui proses sosialisasi. Kata gender ering dikaitkan sebagai kelompok laki-laki atau kelompok perempuan yang dibentuk bukan oleh karena perbedaan biologis manusia tetapi karena konstruksi sosial. Gender juga sering diartikan sebagai perbedaan-perbedaan sifat, peran, fungsi, tugas, status dan tanggung jawab laki- laki dan perempuan yang dibentuk, dibuat dan dikonstruksikan oleh masyarakat yang tumbuh dan disepakati dalam masyarakat tersebut serta dapat berubah sesuai dengan zamannya. 12 Kata gender berarti jenis kelamin, sedangkan gene mengandung arti plasma pembawa sifat di dalam keturunan. Saptari Holzner 13 Pendapat di atas didukung oleh Christensen yang menyatakan bahwa perempuan dan laki-laki berbeda secara biologis dan kepribadian. Secara biologis yang sering disebut seks, ciri-ciri seperti prostat, berpenis, berjakun adalah ciri- ciri yang terdapat pada laki-laki dan tidak dimiliki perempuan. Begitu pula vagina, hamil, menyusui adalah ciri-ciri dari perempuan yang tidak dimiliki laki-laki. Sedangkan kepribadian, ciri-ciri seperti kuat, gagah, berani, lemah lembut, halus, menjelaskan bahwa gender adalah keadaan individu yang lahir secara biologis sebagai laki-laki dan perempuan, memperoleh ciri-ciri sosial sebagai laki-laki dan perempuan melalui atribut-atribut maskulinitas dan femininitas yang sering didukung oleh nilai-nilai atau sistem symbol masyarakat yang bersangkutan. 11 Harmona Daulay, Ibid., hal.6. 12 Leo Agustino, Perihal Ilmu Politik, Yogjakarta : Graha Ilmu, 2007, hal.227-228. 13 I. Abdullah, Sangkan Peran Gender, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1997,hal.13. sabar, peka, merupakan ciri-ciri kepribadian pada masing-masing individu sesuai jenis kelaminnya. Jadi gender adalah pembedaan antara laki-laki dan perempuan maskulin dan feminin yang diciptakan oleh manusia, dapat ditukar atau diubah sesuai tempat, waktu dan lingkungan sosial. Maka Menurut Kementerian UPW 1994 , Gender adalah hubungan dalam bentuk pembagian kerja serta alokasi peranan, kedudukan dan tanggung jawab serta kewajiban dan pola hubungan yang berubah dari waktu ke waktu dan berbeda antar budaya. 14 Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peran gender adalah sekumpulan pola-pola tingkah laku atau sikap-sikap yang dituntut oleh Sementara itu definisi peran menurut Theodore Sarbin adalah tingkah laku yang diharapkan dan ditampilkan oleh seseorang dalam interaksi sosial dimana individu berada. Ward merumuskan peran gender dengan pernyataan bahwa peran jenis kelamin yang ditentukan secara budaya mencerminkan perilaku dan sikap yang umumnya disetujui sebagai maskulin atau feminin dalam suatu budaya tertentu. Menurut Berk, peran gender saling berkaitan dengan stereotip jenis kelamin yang membedakan secara jelas bahwa peran perempuan berlawanan dengan peran laki-laki. Sejalan dengan pendapat di atas, Ruble Ruble menjelaskan bahwa peran gender adalah stereotip jenis kelamin yang mengacu kepada kepercayaan yang dianut masyarakat luas tentang karakteristik jenis kelamin laki-laki yang berlawanan dengan karakteristik jenis kelamin perempuan. 14 Arif Budiman, Pembagian Kerja Seksual, Jakarta : PT.Gramedia, 1985, hal.56. lingkungan dan budaya tempat individu itu berada untuk ditampilkan secara berbeda oleh laki-laki dan perempuan sesuai jenis kelaminnya. Sejalan dengan perkembangan kematangan individu dari masa remaja hingga dewasa, menurut tahapan psikososial Erikson, pandangan terhadap peran gender secara bertahap mulai terbentuk menjadi lebih terbedakan, lebih tidak ekstrim dan lebih unik bagi setiap pribadi, yaitu perkembangan ke arah individualitas yang mantap. Menurut William dan Best, pandangan peran gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Pembentukan arti dan pembagian tugas antara dua individu dalam suatu pasangan suami-isteri, secara langsung dipengaruhi oleh pandangan peran gender pasangan tersebut. Scanzoni membedakan pandangan peran gender menjadi dua bagian yaitu peran gender tradisional dan peran gender modern . a. Peran gender tradisional Pandangan ini membagi tugas secara kaku berdasarkan jenis kelamin. Laki-laki yang mempunyai pandangan peran gender tradisional, tidak ingin perempuan menyamakan kepentingan dan minat diri sendiri dengan kepentingan keluarga secara keseluruhan, sedangkan isteri diharapkan mengakui kepentingan dan minat suami adalah untuk kepentingan bersama. Kekuasaan kepemimpinan dalam keluarga berada ditangan suami. Perempuan secara tradisional tinggal di rumah, setelah menikah perempuan mencurahkan tenaga untuk suami dan keluarga. b. Peran gender modern Dalam peran gender modern, tidak ada lagi pembagian tugas yang berdasarkan jenis kelamin secara kaku, kedua jenis kelamin diperlakukan sejajar atau sederajat. Laki-laki mengakui minat dan kepentingan perempuan sama pentingnya dengan minat laki-laki, menghargai kepentingan pasangannya dalam setiap masalah rumah tangga dan memutuskan masalah yang dihadapi secara bersama-sama. Perempuan yang berpandangan modern, berusaha memusatkan perhatiannya untuk mencapai minatnya sendiri yang tidak lebih rendah dari minat suami. Oleh karenanya, perubahan peran gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi, budaya, politik dan sumber-sumber daya strategis, termasuk perubahan yang diakibatkan oleh upaya-upaya pembangunan atau penyesuaian program struktural structural adjustment program maupun pengaruh dari kekuatan-kekuatan ditingkat nasional maupun global. 15 15 Leo Agustino, Op.cit., hal.228 Untuk lebih memahami peran gender itu maka dapat dilihat gambar di bawah ini : PEMAHAMAN GENDER DAN PERAN GENDER 16

5.2. Teori Negara

16 Materi Pokok Kesetaraan Dan Keadilan Gender, Kementeriaan Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Tahun 2001, hal.13. Ciri Laki-laki dan Perempuan Menurut Pandangan Masyarakat Ciri Laki-laki dan Ciri Perempuan Yang Sesungguhnya Beda Gagah Lemah Lembut Kaisar Halus Lebih rasional Emosional Berani Penakut Berotot Gemulai Tabah Cengeng Mudah Selingkuh Setia Suka berkelahi Senang Ngerumpi Ciri Laki-laki dan Ciri Perempuan Yang Sesungguhnya Primer Primer Penis Zakar Vagina Liang Senggama4 M: Kantong zakar Scatrum Ovarium Indung Telur Menstruasi Buah Zakar Testis Ovum Sel Telur Mengandung Sperma mani Uterus Rahim Melahirkan Prostat Kelenjar Pengatur Pengeluaran sperma dan air seni Kelenjar kemih Sekunder Sekunder Bulu dada Kulit halus Jakun Suara lermbut Suara berat Buah dada Berkumis Gender • Konstruksi bntk sosial • Tdk dimiliki sejak lahir • Bisa dibentuk bisa berubah • Dipengaruh: Tempat Waktu zaman Suku ras bangsa Budaya Status social Agama Nagara, ideologi Karenanya Bukan kodrat Bukan takdir Dibuat manusia Bisa dipertukar- kan Relatif Ciri-ciri tsb, bias Terdapat pd laki- laki maupun perempuan, bisa disebut Jenis Kelamin Sosial – Nature Pengasuhan Lingkungan Gender • Konstruksi bntk sosial • Tdk dimiliki sejak lahir • Bisa dibentuk bisa berubah • Dipengaruh: Tempat Waktu zaman Suku ras bangsa Budaya Status social Agama Nagara, ideologi Karenanya Bukan kodrat Bukan takdir Dibuat manusia Bisa dipertukar- kan Relatif Ciri-ciri tsb, bias Terdapat pd laki- laki maupun perempuan, bisa disebut Jenis Kelamin Sosial – Nature Pengasuhan Lingkungan Peran Gender Berpengaruh dan tercermin pd seluruh kegiatan, sikap, perilaku, pilihan profesi, status Jenis Kelamin Biologis Seks • Bawaan • Kodrat • Buatan Tuhan • Taldir • Mutlak • Tidak dipengaruhi: Tempat Wkt Zaman Takdir Ras Suku Bangsa Budaya Agama Negara, Ideologi Status social Karenanya : Tidak bias berubah, menetap dan hanya dimiliki laki-laki atau perempuan Nature

5.2. Teori Negara

Menurut kodratnya manusia adalah seorang pribadi sosial yang harus hidup dalam suatu masyarakat bersama dengan manusia yang lain sehingga dapat berkembang. Dengan demikian mau tidak mau seorang pribadi harus hidup bersama dengan orang lain. Perkembangan peradaban telah membuat konstruksi sosial sekelompok orang hidup bersama dalam kesatuan. Kesatuan hidup yang fundamental dan terkecil adalah keluarga. Keluarga-keluarga yang tergabung sebagai masyarakat, baik yang berdasarkan alamiah suku, bangsa maupun yang berdasarkan kehendak bebas untuk hidup di desa, kota, berorganisasi dan sebagainya tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang besar. Dengan demikian dalam tingkat perkembangan tertentu masyarakat membutuhkan suatu organisasi kemasyarakatan yang mampu mengatur segala hal secara bersama respublika dan memusatkan perhatian serta kegiatannya pada kesejahteraan umum semua anggota. Organisasi ini disebut negara. Oleh sebab itu dalam arti luas negara adalah alat dari suatu masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat di samping itu juga menertibkan gejala-gejala kekuasaan yang timbul oleh karena hubungan-hubungan tersebut dalam masyarakat. 17 Kata Negara sendiri diterjemahkan dari kata-kata asing yaitu ” Staat ” Bahasa Belanda dan Jerman, selanjutnya berasal dari bahasa Inggris yaitu ”State” dan juga bahasa Perancis yaitu ” Etat ”. Istilah ” Staat ” mula-mula dipergunakan dalam abad ke-15 di Eropa Barat. Anggapan umum yang diterima 17 Soelystyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta : Ghalia Media, 1984, hal. 59. adalah bahwa kata “Staat“ State, Etat dialihkan dari kata bahasa Latin “Status“ atau “ Statum “. 18 Secara etimologis kata “ Status “ dalam bahasa Latin klasik adalah suatu istilah yang abstrak yang menunjukkan keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap. 19 Negara mempunyai arti formil dan material. Negara dalam arti formil dimaksud negara ditinjau dari aspek kekuasaan, negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat. 20 Menurut Roger Soultau, Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Pemerintah menjelmakan aspek formil dari negara. Karakteristik dari negara formil adalah wewenang dari pemerintah untuk menjalankan paksaan fisik secara legal. Negara dalam arti formil adalah sebagai pemerintah Staat-Overhed. Negara dalam arti material adalah negara sebagai masyarakat Staat- Gamenschop. 21 Juga demikian halnya apa yang diutarakan oleh Harold J. Laski bahwa, ”Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai Sehingga dapat kita maklumi bahwa semua perikehidupan warga dalam suatu teritori tertentu amat dipengaruhi oleh peran negara yang mengelolanya. Tidak heran apabila negara akan membuat suatu aturan yang tegas sanksi-sanksi kepada setiap warga masyarakat agar persoalan-persoalan kolektif yang dirasa dapat diselesaikan dengan baik menuju kebaikan bersama seperti apa yang dirasakan dalam kontrak sosial ketika negara dibentuk. 18 F.Isjawara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Bina Cipta, 1980, hal.90. 19 F.Isjawara, Ibid.,hal.90. 20 F.Isjawara, Pengantar Ilmu Politik, Bandung : Bina Cipta, 1966, hal.82. 21 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta : Gramedia, 2005, hal.39. kewenangan yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara kalau cara yang harus ditaati baik oleh individu-individu maupun asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.“ 22 Merujuk pada defenisi di atas maka Miriam Budiardjo Dari ungkapan Laski tergambar bahwa Negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik yang diamanatkan oleh masyarakat kepada sekelompok kecil warga masyarakat itu sendiri untuk mengatur hubungan-hubungan antar manusia guna penciptaan ketertiban. 23 Negara perlu memiliki sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari kedaulatan serta legitimasi diantaranya, Pertama, Negara memiliki sifat memahami Negara sebagai integrasi dari kekuasaan politik di mana ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan rezim politik. Negara, menurutnya lebih lanjut, merupakan instrumen dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan mengatur hubungan- hubungan manusia dalam masyarakat dalam rangka menciptakan ketertiban dari gejala-gejala perebutan kekuasaan inskonstitusional dalam masyarakat. Untuk menghadirkan tujuan tersebut, maka negara menetapkan cara-cara dan batas-batas sampai di mana interelasi kekuasaan dapat digunakan dalam kehidupan bersama, entah antara individu dengan individu, atau individu dengan golongan atau asosiasi, maupun negara sendiri dengan institusi yang berada di wilayahnya. 22 Miriam Budiardjo, Ibid., hal.39-40. 23 Miriam Budiardjo, Ibid., hal.38-39. memaksa. Hal ini dimaksudkan untuk menuntun warga pada pelbagai aturan perundang-undangan guna menciptakan ketertiban dalam masyarakat. Kedua, negara memiliki sifat memonopoli. Ketiga, bahwa negara mencakup semua all- encompassing ; all-embarcing , maksudnya semua peraturan perundang- undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Merujuk pada defenisi negara seperti tersebut diatas, tampak bahwa negara bukan hanya sebagai pemerintah. Namun negara juga merupakan sebuah fakta dominasi dari suatu kelompok masyarakat untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara politis. Karena itu, tidak heran apabila negara memerlukan pemerintah, birokrasi, lembaga peradilan, lembaga penjaga keamanan dan ketertiban, lembaga pertahanan dan macam sebagainya. Edward Greenberg 24 24 Leo Agustino, Op.cit., hal.29 . menjelaskan bahwa ada elemen-elemen yang dianggap penting untuk merealisasikan tujuan negara dalam bentuk konkret, yakni : negara itu sendiri , rezim, aparatur birokrasi atau pemerintahan serta kebijakan. Negara, menurut Greenberg, adalah organisasi yang paling tinggi dan mencakup pemahaman yang luas. Negara tidak saja merupakan fakta dominasi atas warga masyarakatnya, tetapi lebih dari itu. Dalam konteks ini Greenberg menjelaskan, elemen utama dari suatu negara adalah -karena proyeksinya adalah welfare state- property rules atau pengaturan kekayaan . Artinya dalam hal ini negara mengatur bagaimana kekayaan diproduksi dan bagaimana kekayaan didistribusikan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, negara merupakan sistem kekuasaan untuk suatu tujuan tertentu, dalam hal ini, penguasaan sumberdaya ekonomi dan politik. Elemen penting kedua dalam negara adalah rezim. Dalam pengertian umum, rezim diartikan sebagai individu atau kelompok orang yang menguasai negara. Dalam konteks teoritikal rezim diartikan sebagai prinsip-prinsip, norma- norma, aturan-aturan dan prosedur-prosedur pengambilan keputusan yang dianut oleh penguasa sebuah negara. 25 25 Leo Agustino, Ibid.,hal.29. Karena itu, ketika terjadi pergantian prinsip, norma, aturan serta prosedur pengambilan keputusan, maka sebenarnya telah terjadi pergantian rezim walau individu atau kelompok orang yang berkuasa masih tetap sama. Elemen ketiga, yakni, aparat birokrasi atau pemerintahan. Dalam pengertian yang popular bahwa birokrasi adalah pelaksana keputusan-keputusan politik yang ditetapkan oleh negara. Elemen terakhir yang juga penting menurut Greenberg adalah kebijakan. Kebijakan, secara sederhana, adalah masalah- masalah publik dan keputusan-keputusan publik yang diambil oleh negara untuk dilaksanakan oleh aparatur birokrasi. Bila dilihat secara mendalam, maka akan diperoleh ungkapan bahwa kebijakan merupakan suatu proses politik yang tidak sederhana. Ada pergulatan kepentingan dan nilai di sana. Sebagai sebuah proses, kebijakan sendiri, meliputi banyak orang yang terlibat dengan pelbagai macam latar belakang dan nilai yang mempengaruhi cara pandang mereka, belum lagi bagaimana kebijakan ditetapkan berdasar pada alternatif-alternatif kebijakan yang telah dirumuskan, banyak hal tertuang dalam konteks kebijakan. Namun pada dasarnya bahwa kebijakan merupakan suatu langkah nyata dalam proses politik suatu negara. 6. Metodologi Penelitian 6.1. Sifat Penelitian Berdasarkan pada perumusan masalah dan tujuan dari penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, walaupun pada beberapa sisi akan ditunjang oleh data empiris. Sedangkan sifat penelitian ini akan menuju deskriptif analitis dengan pendekatan data yang dipergunakan. Bersifat deskriptif karena berusaha mengetahui dan memaparkan informasi faktual secara sistematis dan akurat mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kesetaraan gender. Bersifat analisis karena akan dilakukan analisa terhadap kebijakan- kebijakan dan dari segi penerapannya guna mengetahui hal-hal yang berkaitan kesetaraan gender.

6.2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya mengumpulkan data yang dibutuhkan dilakukan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan dengan cara pengumpulan data dengan menghimpun buku-buku, makalah-makalah dan dokumen-dokumen serta sarana info lainnya berhubungan dengan teks kebijakan. 26

6.3. Analisa Data

Data dikumpulkan melalui pendekatan yang disesuaikan dengan jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder diperoleh melalui studi teks wacana. Analisis wacana melihat pada ” bagaimana ” how dari pesan atau teks 26 Hadari Nawawi, Metode Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta : PT.Gramedia, 1992, hal.30. komunikasi. Melalui Analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan lewat kata, frase, kalimat, metafora macam apa berita disampaikan. Dengan melihat bagaimana bangunan struktur kebahasaan tersebut, analisis wacana lebih melihat makna yang tersembunyi dari suatu teks. 27 Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisa atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Analisis wacana terutama menyerap sumbangan dari studi linguistik- studi untuk menganalisis bahasa seperti aspek leksikal, gramatikal, sintaksis, semantik dan sebagainya. Analisis wacana tidak berhenti pada aspek tekstual, tetapi juga konteks dan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks. 28 Segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen-elemen diantaranya adalah topik, skema, latar, detail, maksud, praanggapan, nominalisasi, bentuk kalimat, koherensi, kata ganti, leksikon, grafis, metafora dan ekspresi. Adapun kerangka analisis wacana menurut Van Dijk adalah Pertama, Apa yang dikatakan Tematik ; Kedua, Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai Skematik ; Ketiga, Makna yang ingin ditekankan dalam teks Semantik ; Keempat, Bagaimana pendapat disampaikan Sintaksis ; Kelima, Pilihan kata apa yang digunakan Stilistik ; Keenam, Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan Retoris . 27 Eriyanto, Analisis Wacana : Suatu Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta : LKis, 2001, hal.xv. 28 Eriyanto, Ibid., hal.221. Meski terdiri atas berbagai elemen, semua elemen itu merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. 29 29 Eriyanto, Ibid., hal.228-229

7. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan, maka penulisan penelitian akan dijabarkan dalam tiga bab penyajian data dan satu bab sebagai penutup, yaitu : BAB I Pendahuluan ini berisikan latar belakang maslah mengapa penulis tertarik mengangkat masalah tentang negara dan kesetaraan gender untuk dibahas dalam penelitian, terdapat juga mengenai perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori yang menjadi acuan penulis dalam membuat penulisan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II Masalah-masalah perempuan, kebijakan yang telah dibangun negara pada masa pemerintahan Soekarno hingga sekarang ini untuk mewujudkan kesetaraan gender. BAB III Analisis Data ini menguraikan atau menjelaskan secara garis besar hasil penelitian sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan dalam penelitian. BAB IV Kesimpulan dan Saran merupakan bab terakhir dari penuliasan skripsi, yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya, serta berisi saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus dan berguna bagi para aktivis perempuan secara umum. BAB II NEGARA DAN PEREMPUAN 1.KONFIGURASI POLITIK DAN KARAKTER PRODUK HUKUM Fungsi dan peran hukum sangat dipengaruhi dan kerapkali diintervensi oleh kekuatan politik. Sepanjang sejarah Indonesia ternyata telah terjadi tolak- tarik atau dinamika antara konfigurasi politik demokratis dan konfigurasi politik otoriter non demokratis . Demokrasi dan otoriterisme muncul secara bergantian dengan kecenderungan linear di setiap periode pada konfigurasi otoriter. 30 Sejalan dengan tolak-tarik konfigurasi politik itu, perkembangan karakter produk hukum memperlihatkan keterpengaruhannya dengan terjadinya tolak-tarik antara produk hukum yang berkarakter responsif dan produk hukum yang berkarakter konservatif dengan kecenderungan linear yang sama. 31 30 Moh.Mahfud, “ Tampilnya Negara Kuat Orde Baru, Studi Teoretis dan Konstitusional tentang Perkembangan Peranan Negara di Indonesia,” tesis S-2 Ilmu Politik, Fakultas Pascasarjana UGM, 1989, hal.169. 31 Moh.Mahfud, Pergulatan Poliik dan Hukum di Indonesia,Yogyakarta : Gama Media, 1999, hal.11. Konsep demokratis dan otoriter non-demokratis diidentifikasi berdasarkan tiga indikator yaitu sistem kepartaian, dan peranan badan perwakilan, peranan eksekutif, dan kebebasan pers sedangkan konsep hukum responsifotonom diidentifikasi berdasarkan proses pembuatan hukum, pemberian fungsi hukum dan kewenangan menafsirkan hukum. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, konsep-konsep itu kemudian diberi pengertian konseptual yang khusus dipakai tulisan yaitu 32 1. Konfigurasi Politik Demokratis adalah konfigurasi yang membuka peluang bagi berperannya potensi rakyat secara maksimal untuk turut menentukan kebijakan negara. Di dalam konfigurasi yang demikian pemerintah lebih merupakan “ komite “ yang harus melaksanakan kehendak-kehendak masyarakatnya, yang dirumuskan secara demokratis, badan perwakilan rakyat dan partai politik berfungsi secara proporsional dan lebih menentukan dalam pembuatan kebijakan negara. : 2. Konfigurasi Politik Otoriter adalah konfigurasi yang menempatkan pemerintah pada posisi sangat dominan dengan sifat yang intervensi dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara sehingga potensi dan aspirasi masyarakat teragregasi dan terartikulasi secara proporsional. Bahkan, dengan peran pemerintah yang sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan partai politik tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan justifikasi rubber stamps atas kehendak pemerintah. 3. Produk Hukum ResponsifOtonom adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan pemenuhan atas tuntutan-tuntutan baik individu maupun berbagai kelompok sosial di dalam masyarakat sehingga lebih mampu mencerminkan rasa keadilan di dalam masyarakat. Proses pembuatan hukum responsif ini mengundang secara terbuka partisipasi dan aspirasi masyarakat dan lembaga peradilan, hukum diberi fungsi sebagai alat pelaksana bagi kehendak masyarakat, sedangkan rumusannya biasanya 32 Moh.Mahfud, Ibid.,hal.8-9. cukup rinci sehingga tidak terbuka untuk dapat diinterpretasi berdasarkan kehendak dan visi pemerintah sendiri. 4. Produk Hukum KonservatifOrtodoks adalah produk hukum yang karakternya mencerminkan visi politik pemegang kekuasaan dominant sehingga pembuatannya tidak mengundang partisipasi dan aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Biasanya bersifat formalitas sehingga hukum diberi fungsi dengan sifat positivis instrumentalis atau menjadi alat bagi pelaksanaan ideologi dan program pemerintah Semua konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia menjadikan “demokrasi“ sebagai salah satu asasnya yang menonjol tetapi tidak semua konstitusi mampu melahirkan konfigurasi politik yang demokratis. Artinya, sebuah konstitusi yang jelas-jelas menganut paham demokrasi dapat melahirkan konfigurasi politik yang tidak demokratis atau otoriter. Bahkan, di bawah sebuah konstitusi yang sama dapat lahir konfigurasi politik yang berbeda-beda pada periode yang berbeda-beda pula. UUD 1945 yang berlaku pada periode 1945-1949 melahirkan konfigurasi yang jauh berbeda dengan konfigurasi politik pada saat UUD tersebut berlaku pada periode 1959-1966 untuk selanjutnya melahirkan konfigurasi politik yang berbeda lagi pada periode setelah 1966. Secara lebih rinci, perkembangan konfigurasi politik dari periode-periode adalah sebagai berikut 33 33 Moh.Mahfud, Ibid., hal.11-12. : PERIODE 1945-1959 Pada periode 1945-1959 konfigurasi politik yang tampil adalah konfigurasi politik yang demokratis. Kehidupan politik pada periode ini dicirikan sebagai demokrasi liberal. 34 Di dalam konfigurasi yang demikian tampak bahwa partai-partai memainkan peranan yang sangat dominan dalam proses perumusan kebijakan negara melalui wadah konstitusionalnya parlemen . 35 Seiring dengan itu lembaga eksekutif berada pada posisi yang ” kalah kuat ” dibandingkan dengan partai-partai sehingga pemerintah senantiasa jatuh bangun dan keadaan politik berjalan secara tidak stabil. 36 Konfigurasi politik yang demokratis berakhir pada tahun 1959, ketika tanggal 5 Juli Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit yang kemudian dianggap sebagai jalan bagi tampilnya demokrasi terpimpin. Pada era demokrasi terpimpin yang berlangsung tahun 1959 sampai 1966 konfigurasi politik yang ditampilkan adalah konfigurasi politik yang otoriter. Di dalamnya Sukarno menjadi aktor utama dalam agenda politik nasional sehingga pemerintahan Sukarno dicirikan sebagai rezim yang otoriter. PERIODE 1959-1966 37 34 Moeljarto T., Beberapa Pokok Pikiran tentang Sistem Kepartaian di Indonesia, Yogyakarta : Fakultas Sosiologi UGM, 1969, hal.7. 35 Yahya Muhaimin, Bisnis dan Politik: Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980, terj.Hasan Basari dan Muhadi Sugiono, Jakarta : LP3ES, 1990, hal.43. 36 Moeljarto, op.cit., hal.7. 37 Sutan Takdir Alisjahbana, Indonesia : Social and Cultural Revolution, terj. Benedict R. Anderson, Kuala Lumpur : Oxford University Press, 1966, hal.173. Tiga kekuatan politik yaitu Sukarno, Angkatan Darat, Partai Komunis Indonesia. Presiden Sukarno mengatasi lembaga-lembaga konstitusional, menekan partai-parati dengan menutup kebebasan pers sambil sering membuat peraturan perundang-undangan yang secara konstitusional tidak dikenal seperti Penpres dan Perpres. PERIODE 1966 – 1998 Pada periode ini, atas dasar logika pembangunan yang menekankan pada bidang ekonomi dan paradigma pertumbuhan, 38 konfigurasi politik didesain untuk negara kuat yang mampu menjamin dan membentuk negara kuat. Pada awalnya Orde Baru memulai langkahnya secara demokratis 39 Pada periode ini, konfigurasi politik yang ditampilkan adalah demokrasi. Demokrasi yang dianut oleh Indonesia adalah demokrasi pancasila, masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinys terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa beberapa nilai tidak poko dari demokrasi konstitusional cukup jelas tersirat dalam Undang-undang Dasar 1945. Sesuai dengan apa makna yang tertuang dalam demokrasi, dimana rakyat menjadi subyek dalam pengambilan kebijakan negara Undang-undang dan pengambilan keputusan pemerintah. Pemerintah berasal dari rakyat yang tetapi secara pasti lama- kelamaan membentuk konfigurasi politik yang cenderung otoriter. Eksekutif sangat dominan, kehidupan pers dikendalikan, legislatif dicirikan sebagai lembaga yang lemah karena di dalamnya telah ditanamkan tangan-tangan eksekutif melalui Golongan Karya dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. PERIODE 1998- SEKARANG 38 Moeljarto T., Politik Pembangunan Sebuah Analisis Konsep, Arah dan Strategi, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1987, hal.106. 39 Amir Effendi Sitegat, Pers Mahasiswa Indonesia, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Jakarta : Karya Unipress, 1983, hal.32, dipilih melalui proses pemilihan umum dituntut harus dapat melaksanakan apa yang menjadi kehendak rakyat. Jadi dalam hal ini pemerintah bertindak sesuai dengan apa yang menjadi keinginan rakyat yang telah memilihnya. 2. KEBIJAKAN NEGARA TERHADAP PEREMPUAN 2.1.DISKRIMINASI PEREMPUAN