Pemerintahan Orde Baru Dalam Bidang Ekonomi

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI POLITIK DAN PEMERINTAHAN ORDE BARU

II.1 Pemerintahan Orde Baru Dalam Bidang Ekonomi

Sejarah pembangunan ekonomi Orde Baru mengajarkan mengenai paham liberalisasi ekonomi, melepaskan isolasi ekonomi menuju mekanisme pasar, mengedepankan asas kebebasan, dan persaingan usaha yang merupakan ciri perubahan terpenting sejak Presiden Soeharto memegang tampuk kekuasaan pemerintah. Kebijakan liberalisasi ekonomi soeharto nempak bertolak belakang dengan kebijakan politik yang serba penuh kekangan dan represif, sehingga perubahan politik fundamental tidaklah begitu berarti. Namun demikian liberalisasi ekonomi Orde Baru amat bijak memperhatikan faktor-faktor reservasi yang menonjol dengan kebijakan proteksi produksi dalam negeri. Berdasarkan kajian perspektif ekonomi Orde Baru, percaya kepada sistem ekonomi pasar. Pada tahun-tahun pertama pembangunan ekonomi adalah keputusan untuk mengundang modal asing, baik untuk mengeksploitasi sumber daya nasional, serta untuk melakukan pinjaman luar negeri, menjadi agenda utama dalam menerapkan strategi perbaikan ekonomi yang terancam limbung. Kebijakan itu diambil dengan alasan tidak cukup tersedia dana dalam negeri untuk membiayai kesulitan mendesak jangka pendek maupun merealisasikan perencanaan proyek- proyek pembangunan jangka menengah dan jangka panjang. Kondisi serba kekurangan kapital tersebut telah mendorong masuk dalam suatu sistem ekonomi neo-liberal. Sejarah perkembangan bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara kehidupan ekonomi dan format ideologi politik. Hal ini mudah dimengerti karena kehidupan ekonomi, bersangkutan dengan masalah produksi, distribusi, konsumsi dan pertukaran barang dan jasa, sedangkan format politik bertautan dengan kultur, struktur dan prosedur hidup antara manusia yang memerlukan barang dan jasa tersebut.perkembangan sejarah tersebut juga berlaku dalam kehidupan ekonomi dan politik di Indonesia. Pengaruh liberalis dan kapitalis masuk kedalam negara Indonesia disebabkan melalui berbagai undang-undang mengenai modal asing pada tahun 1967. Bidang- bidang yang paling intensif terpengaruh dengan modal asing ini adalah sektor industri, pertambangan, perkebunan, keuangan dan perbankan. Investasi dalam bidang pertambangan dan perkebunan memerlukan penyediaan lahan yang amat luas, yang di beberapa daerah mengakibatkan pergusuran rakyat setempat dari tanah yang sudah didiaminya selama berpuluh tahun. Dalam dasawarsa 1990-an, pengaruh liberalis dan kapitalisme semakin berkembang melalui faham neo-liberalisme, bertujuan mengkomersialkan seluruh barang dan jasa, jika perlu dengan meniadakan fungsi pemerintah dalam bidang kesejahteraan rakyat. Privatisasi besar-besaran badan-badan usaha milik Negara termasuk dalam kerangka pengaruh liberalisme dan kapitalisme ini. Demikian juga pengaruh jalan pikiran strategis militer dalam pembangunan nasional terlihat dalam proses penyusunan rencana pembangunan yang dirancang bagaikan mempersiapkan suatu kampanye militer. Sebagai suatu tugas strategi yang akan memakan waktu panjang dan memerlukan pengerahan sumber daya nasional yang besar. Tujuan jangka pendek pemerintahan Soeharto adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan presiden Soeharto tidak dapat dipungkiri. Presiden Soeharto sendiri sukses mendorong masuknya investasi asing ke negara Indonesia. Sebutan konglomerasi biasa dipanggil dalam kiprah Orde Baru. Dilihat dari positifnya, munculnya fenomena konglomerat adalah berkaitan dengan penyediaan lapangan kerja dan pengembangan ekonomi. Pemerintah mendorong pengusaha industri permesinan yang berafiliasi dengan negara India dan Cina, dengan cara memfasilitasi para pengusaha India dan Cina tersebut di negara Indonesia. Mereka akhirnya menjadi konglomerat usaha raksasa karena mendapat dukungan dari pemerintah, dalam bentuk proteksi, tata niaga, akses kredit dan subsidi. Sejarah perkembangan bangsa-bangsa di dunia menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara kehidupan ekonomi dan format ideologi politik. Hal ini mudah dimengerti karena kehidupan ekonomi, bersangkut paut dengan masalah produksi, distribusi, konsumsi dan pertukaran barang dan jasa, sedangkan format politik bertautan dengan kultur, struktur dan prosedur hidup bersamaan antara manusia yang memerlukan barang dan jasa tersebut. Perkembangan sejarah tersebut juga berlaku dalam kehidupan ekonomi dan politik di Indonesia. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto menetapkan pertumbuhan ekonomi sebagai pokok tugas dan tujuan pemerintah. Dia mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang sebelumnya bertentangan dengan Soekarno yang cenderung bersifat sosialis. Teknokrat-teknokrat yang diangkat umumnya berpendidikan barat dan liberal, lulusan Berkeley, sehingga mereka lebih dikenal dengan klik Mafia Berkeley di kalangan Ekonomi, Industri dan Keuangan Indonesia. Tahun 1990-1998 disebut dengan Rezim Soeharto, karena Soeharto berjalan sendiri bersama kroni-kroninya dan meninggalkan mitra tradisionalnya dikalangan Orde Baru, yaitu Militer, Golkar, dan Teknokrat. Dan Soeharto lebih concern melihat dirinya sebagai perwujudan sebagai seorang ”Raja Jawa”. Bulan Maret 1993 Soeharto dipilih MPR kembali sebagai presiden untuk yang keenam kalinya. Dan yang menjadi wakil dari Presiden Soeharto sendiri yaitu Jendral Try Sutrisno. Pembangunan Orde Baru, fokus pada upaya perbaikan ekonomi nasional melalui pengembangan struktur administrasi pembangunan yang didominasi oleh personel militer bersinergis dengan para ahli ekonomi didikan Barat. Presiden Soeharto merestrukturisasi politik dan ekonomi demi tujuan ganda, yaitu untuk mencapai stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi. Sejarah pembangunan ekonomi Orde Baru mengajarkan mengenai paham liberalisasi ekonomi, melepaskan isolasi ekonomi menuju mekanisme pasar, mengedepankan asas kebebasan, dan persaingan usaha yang merupakan ciri perubahan terpenting sejak Presiden Soeharto memegang tampuk kekuasaan pemerintahan. Kebijakan liberalisasi ekonomi Soeharto nampak bertolak belakang dengan kebijakan politik yang serba penuh kekangan dan represif, sehingga perubahan politik fundamental tidaklah begitu berarti. Namun demikian, liberalisasi ekonomi model Soeharto amat bijak memperhatikan faktor-faktor reservasi yang menonjol dengan kebijakan proteksi produksi dalam negeri. Presiden Soeharto mengangkat banyak teknokrat dan ahli ekonomi yang mengerti perekonomian liberlisme. Agar pembangunan ekonomi berhasil perlu stabilitas keamanan nasional. Sebab itu Soeharto juga tidak menginginkan ada konflik di tengah masyarakat yang menyangkut SARA suku, agama, ras, dan antargolongan. Konflik antar-etnis yang potensinya sudah mulai tampak sejak awal Orde Baru dilarang didiskusikan dan disimpan di bawah karpet. Pembangunan ekonomi yang dijalankan sejak Orde Baru terutama di daerah Indonesia Timur seperti Irian Jaya dan kemudian Timor Timur setelah tahun 1976 menimbulkan persoalan baru. Para imigran dari Sulawesi Bugis-Buton-Makasar menguasai perekonomian setempat dan sementara orang Jawa mendominasi birokrasi karena penduduk lokal belum mampu menduduki jabatan tersebut. Rencana pembangunan nasional disusun berdasarkan suatu strategi Akselerasi Modernisasi 25 tahun. Dalam pelaksanaannya terbagi dalam lima kali. Rencana Pembangunan Lima Tahun Repelita, yang setiap tahunnya dijabarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja RAPB Tahun. Sejak Repelita I hingga Repelita VI, pemerintah telah menyusun arah pembangunan ekonomi dengan jelas. Sasarannya adalah menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatan sendiri, yang pelaksanaannya dititikberatkan pada bidang ekonomi. Sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang, yaitu kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh. Arah pembangunan Repelita I hingga VI secara singkat dapat di jelaskan sebagai berikut: a. Repelita I 19691970-19731974, difokuskan pada stabilitasi ekonomi dengan melakukan pengendalian inflasi dan penyediaan kebutuhan pangan dan sandang dalam jumlah yang cukup. b. Repelita II 19741975-19781979, difokuskan pada peningkatan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui upaya peningkatan ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas utama guna mendorong terciptanya lapangan kerja. c. Repelita III 19791980-19831984, fokusnya adalah pada swasembada pangan, peningkatan ekspor non-migas dan mengupayakan terjadinya pemerataan hasil-hasil pembangunan. Pada masa itu, dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar proses transisi ekonomi, dari sektor pertanian ke industri. d. Repelita IV 19841985-19881989, difokuskan pada peningkatan kemampuan ekonomi dalam negeri dengan mengurangi ketergantungan pada sektor migas dan mendorong ekspor non-migas. Hal ini merupakan reaksi atas memburuknya ekonomi dunia dan neraca pembayaran Indonesia pada Pelita III. Disamping itu diupayakan juga peningkatan industri manufaktur dengan tetap memperhatikan peningkatan kesempatan kerja. Periode ini dilakukan perbaikan, baik sektor riil maupun moneter, melalui berbagai kebijakan seperti melakukan devaluasi untuk mendorong ekspor, deregulasi perbankan untuk memobilisasi dana masyarakat melalui tabungan domestik, deregulasi sektor riil untuk mengurangi hambatan tarif dan memacu investasi. e. Repelita V 19891990-19931994, fokusnya tidak terlalu berbeda dengan Repelita IV, yaitu mengupayakan peningkatan kemampuan dalamnegeri. Pemerintah juga mengupayakan peningkatan kesempatan berusaha bagi seluruh warga negara dengan menghilangkan berbagai kendala yang menghambat keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan. Deregulasi sektor riil dan moneter terus dilaksanakan untuk mendorong tercapainya perekonomian yang lebih efisien. f. Repelita VI 19941995-19981999, fokusnya adalah: 1. Penataan dan pemantapan industri nasional. 2. Peningkatan diversifikasi usaha dan hasil pertanian serta peningkatan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian. 3. Penataan dan pemantapan kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi semakin efisien serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar di masyarakat. 4. Peningkatan peran pasar dalam negeri serta perluasan pasar luar negeri. Tujuan jangka pendek pemerintahan Orde Baru ini adalah mengendalikan inflasi, menstabilkan nilai rupiah, memperoleh hutang luar negeri, serta mendorong masuknya investasi asing. Dan untuk satu hal ini, kesuksesan tidak dapat di pungkiri. Pemerintahan Orde Baru membongkar isolasi ekonomi menjadi terbuka. Strategi pembangunan ekonomi sektor riil pada pemerintahan Orde Baru, nampak sudah benar. Pembangunan ekonomi Orde Baru dilihat dari segi fisiknya, telah berhasil mengubah Indonesia yang semula tradisional menjadi lebih modern dan atraktif. Seperti adanya industrialisasi dan berdirinya gedung-gedung modern di kota- kota besar di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi hampir selalu mendapat pujian dari Bank Dunia, IMF dan badan badan keuangan internasional lainnya. Pada periode tahun 1990-1998, disebut sebagai masa rezim Soeharto murni, bukan lagi rezim Orde Baru 1966-1970, bukan rezim Militer 1970-1980, bukan rezim Golkar 1980-1990, dan bukan rezim Teknokrat, dianggap oleh Soeharto telah berlalu. Dan soeharto jatuh atau dijatuhkan oleh kekuaasaannya sendiri dan para mitra tradisionalnya sendiri. Ia kemudian mulai berpikir untuk menjadi penguasa politik. Ketika teknokrat nampak tersingkir dari sisi Soeharto, Habibie sebagai teknolog tampil mendampingi. Kemudian posisi militer pun tersingkirkan pula. Pada 1993 Komisi HAM PBB membuat resolusi yang mengungkapkan keprihatinan yang mendalam terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia di Indonesia dan di Timor Timur yag ditujukan kepada kalangan militer. Reputasi Soeharto pun memburuk karena dari tahun-ke tahun dikembangkan isu mengenai pelanggaran HAM di Timor Timur, serta adanya kebijakan embargo senjata di Amerika Serikat dan Para sekutunya di negara-negara Barat. Dan ini menjadi kendala utama dalam politik luar negeri, pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di Timor Timur ini yang mencapai puncaknya dengan penembakan terhadap warga sipil di makam Santa Cruz 12 November 1991. Indonesia seharusnya prihatin dengan dipilihnya Ramos Horta dan Uskup Belo sebagai penerima hadiah Nobel perdamaian tahun 1996. Mereka berdua terpilih atas upaya mereka membela hak-hak asasi orang Timor Timur. Kepemimpinan Orde Baru sangatlah otoriter, semua ketidaknyamanan, ketidakstabilan dan ketidakpuasan rakyat tidak muncul keluar permukaan melainkan tetap diam tanpa perlawanan. Dan yang tampak keluar adalah stabilitas dan kenyamanan. Ini semua diakibatkan karena kepiawaian soeharto dalam Lahirnya Orde Baru, yang berarti sebuah orde dengan tekad yang kuat untuk melaksanakan dan mengoperasikan ideologi Orde Baru yang membuat kekuasaan setara dengan agama yaitu bersifat absolut. Ideologisasi ini di susupkan lewat rasionalisasi setiap kebijakan Orde Baru oleh barisan kaum intelektual dan juga kaum agamawan yang setia di sekitar Soeharto sehingga segala sesuatu yang dilakukan rezim ini tampak baik-baik saja. Demokrasi juga dikembangkan oleh pemerintah, tetapi demokrasi itu dibungkus dengan nama demokrasi Pancasila. Muatan dan isi dari demokrasi Pancasila sudah dikontruksi oleh ideologi Orde Baru. Ideologi Orde Baru dengan sangat piawai di susupkan ke dalam doktrin nilai-nilai Pancasila yang kemudian diajarkan di sekolah-sekolah, di penataran-penataran dan di segala penulisan sejarah. Praktis demokrasi Pancasila hanya memiliki satu tafsir Pancasila versi pemerintah. Meskipun disebutkan bahwa Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 tidak memiliki tafsir, tetapi kenyataanya pemerintahlah yang selalu menafsirkannya. 26 Karena kemasan baru yang agak modern dibandingkan pad zaman feodalis, muncullah istilah birokrasi neo-patrimonial. Neo-patrimonialisme adalah rezim birokrasi yang seolah-olah modern yang didasarkan kewibawaan tradisional yang paternalistik. Perekonomian menjadi cenderung sentralistik sebagaimana kekuasaan itu sendiri. Proses demokratisasi, termasuk dibidang ekonomi, menjadi macet karena Menurut laporan PERC Political and Economy Risk Consultancy tahun 1997, relationship banking merupakan ciri sistem perbankan Asia yang rentan terhadap hubungan kolusi dalam pemberian kredit. Sinyalemen ini terbukti ketika sejak akhir 1997, sistem perbankan Indonesia, Thailand, Korsel dan Jepang mengalami krisis dalam stadium yang cukup parah. Di Asia sejak 1970-an merebak fenomena bisnis keluarga family business yang menjadi tulang punggung industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi di banyak negara. Dalam family business, urusan bisnis dan kekeluargaan memiliki hubungan sangat erat. sebegitu eratnya, keuangan perusahaan dan keluarga dapat tumpang tindih, dalam artian perusahaan dan keuangan keluarga tidak diatur dengan baik. Anggota organisasi bisnis ibarat anggota keluarga yang mempunyai pertalian emosi sangat kuat. Nilai-nilai kekeluargaan merupakan ”jiwa” manajemen bisnis gaya Asia. 26 Baskara T. Wardaya. Op Cit., Hal.81. terbentur banyaknya hambatan. Informasi atau ide yang berasal dari atasan selalu dianggap benar. Menurut Richard Robison, kapitalisme produk birokrasi patrimonial tidak mengenal pemisahan yang jelas antara fungsi produksi dan kepentingan pribadi. Inilah yang memunculkan istilah kapitalisme birokrasi. Fenomena ini terwujud di Indonesia melalui kombinasi antara jabatan birokrasi dan kegiatan ekonomi yang bersifat informal dan tidak langsung, dengan klien yang dependen. 27 Peristiwa 3 Juli 1946 tersebut sesungguhnya merupakan babak baru, cikal bakal yang merupakan pertama sekali pemikiran Soeharto masuk kedalam ranah politik. Soeharto yang terkenal piawai dalam bidang militer, namun bibit-bibitnya

II.2. Pemerintahan Orde Baru Dalam Bidang Politik