Ketiga, kemauan massa populasi untuk bekerja didalam kerangka acuan penerimaan rezim adalah apatis dan sejalan dengan itu adalah kurangnya
perhatian dari sebagian elit penguasa dalam memobilisasikan dukungan massa atas landasan yang berkesinambungan.
Keempat, upaya untuk mencapai kemajemukan terbatas dengan menggunakan represi, pemilihan dan yang khas, suatu jaringan organisasi yang
korporatis dan dengan demikian mengontrol oposisi terhadap rezim.
I.1.3 Politik Pemerintahan Orde Baru
Perubahan politik yang terjadi di saat rezim Otoritarian-Birokratik Orde Baru mengalami krisis legitimasi. Krisis ini merupakan implikasi dari proses perubahan
struktur ekonomi kapitalistik di atas regional dan liberalisasi politik di arah domestik. Perubahan politik tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan politik rezim
Otoritarian-Birokratik Orde Baru dan membuka peluang struktur kesempatan politik bagi instalasi demokrasi dan pengembangan ruang representasi politik yang lebih
demokratis di ranah lokal. Rezim Otoritarian-Birokratik Orde Baru muncul dengan menanggung
berbagai beban warisan krisis struktural rezim-rezim sebelumnya. Krisis tersebut berupa inflasi yang merajalela, neraca pembayaran dan beban utang yang sangat berat
serta ketidakstabilan politik akibat mobilisasi massa yang intensif dan kudeta berdarah. Krisis-krisis tersebut menciptakan situasi dimana proses politik yang
demokratis, bagi pemimpin baru, dianggap tidak akan menciptakan kebijakan- kebijakan yang secara ekonomi layak dan secara politis bisa diterima.
Rezim Otoritarian-Birokratik Orde Baru tak hanya mampu mereduksi tingkat kemiskinan. Tetapi juga mampu menjadikan negara sedemikian relatif otonom dari
kekuatan-kekuatan diluar negara tetapi juga tetap populis. Kekuasaan Soeharto merupakan jelmaan kekuasaan sebuah negara developmentalistI. Kekuasaan negara
Orde Baru memanfaatkan dukungan kuat kekuatan internasional, dan kemampuannya mengeksploitasi berbagai sumber daya yang kelihatannya terus meningkat untuk
diberikan kepada sekutu-sekutunya atau digunakan untuk melawan musuh-musuhnya sehingga muncul dalam ” kesadaran” masyarakat bahwa negara yang berperan
penting dalam kehidupan dan peruntungan mereka atau menjadi negara penentu daya.
10
Krisis kapitalisme di asia Tenggara pada paruh waktu 1997 menjadi momen historis yang menandai runtuhnya bangunan kekuasaan rezim otokratik Orde Baru.
Pada arah domestik, kuasa negara semakin mengakar secara historis karena hadirnya dukungan serta kondisi ekonomi dan politik berikut : Kuatnya basis
dukungan ideologis dan struktural dari aliansi birokrasi-militer-GOLKAR. Patronase lembaga kepresidenan yang mengerus energi kekuasaan secara sentripental pada
sosok Soeharto, hadirnya para teknokrat pro pembangunanisme, pengusaha domestik yang membangun jaringan oligopolistik dengan pengusaha transnasional dengan
memanfaatkan lisensi negara, melemahnya kekuatan civil society akibat strategi korporatisme negara baik melalui pola privatisasi maupun statisasi.
10
Hasrul Hanif, Op cit, Hal: 45.
Kekuasaan negara developmentalis harus kehilangan daya kontrol serta berada pada titik nadi krisis ekonomi dan legitimasi tatkala hadir secara beruntun beragam krisis.
Orde Baru adalah merupakan entitas yang berwajah ganda: baik dan buruk. Tetapi mungkin bagi sedikit orang, Orde Baru adalah satu dimensi: baik sekali atau
buruk sekali. Kelompok yang memandang Orde Baru baik adalah mereka yang di untungkan secara materi dapat dari kalangan kerabat, kroni dan kelompok-kelompok
yang berada di lingkar inti kekuasaan baik di pusat maupun di daerah, meskipun hati nurani mereka mengingkari.
Sementara mereka yang memandang Orde Baru buruk atau jahat adalah mereka yang melihat, merasakan, mengalami, dan dirugikan secara material, rohani,
dan mental-spritual. Kelompok ini adalah mereka yang melihat secara nyata, karena kemampuannya menganalisis dan arena wawasannya, penyelewengan besar-besaran
para elite Orde Baru terhadap amanat rakyat baik dibidang ekonomi, sosial-budaya, kehidupan keagamaan maupun ideologi.
11
Ideologi pada dasarnya adalah sebuah istilah yang mengandung norma, nilai, falsafah, kepercayaan religius, sentiment, kaidah etis, pengetahuan atau wawasan
tentang dunia, etos dan sebagainya. Defenisi lainnya, ideologi merupakan kumpulan ide atau gagasan. Ideologi dapat dianggap sebagai cara memandang sesuatu , sebagai
akal sehat dan beberapa kecenderungan filosofis, atau sebagai serangkaian ide yang
11
Baskara T. Wardaya. Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto, Jakarta:
Galang Press, 2007. Hal: 56.
dikemukakan oleh kelas masyarakat yang dominan kepada seluruh anggota masyarakat.
12
Di negara Indonesia, konglomerat tumbuh subur di sekitar kekuasaan. Terdapat semacam mekanisme “bagi hasil” di antara pelaku bisnis dan aktor
kekuasaan. Bagi hasil yang dilakukan dikemas dalam pola hubungan patron-klien antara penguasa dan pengusaha. Dalam hubungan seperti itu, pengusaha mendapat
ruang gerak yang lebih luas untuk mengoleksi harta pribadi dengan cara-cara yang kolutif dan korup. Sementara itu pengusahapun mendapatkan kesempatan akumulasi
asset dengan cara-cara berbisnis secara monopoli dan tidak fair. Ketangguhan ideologi sangat ditentukan oleh kecakapan elite politik
mengisikan muatan-muatan filosofis kedalamnya. Semakin canggih para elite politik menyusun argumen-argumen filosofisnya, maka kian ampuh juga ideologi itu
mempengaruhi masyarakat. Oleh sebab itu Rezim Orde Baru dengan segala upaya mengerahkan semua intelektual untuk membuat, merancang dan mengisikan muatan-
muatan baru pada ideologi, sehingga citra rezim Orde Baru tetap kokoh dan terus berkuasa.
13
Bisnis dan Politik ibarat dua sisi dari sekeping mata uang. Bisnis adalah
pertukaran barang dan jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Ketidaktegasan pemerintah dan keterlambatan dalam pengambilan
keputusan sehingga pelaku bisnis dan sekaligus penguasa dapat melanggar hukum dengan semaunya tanpa adanya ketegasan hukum yang jelas. Kekuasaan berarti
12
Ibid, hal. 67.
13
Indra Ismawan. Harta dan Yayasan Soeharto, Yogyakarta: Medpress,
2007, Hal. 104.
kesempatan untuk berbuat sesuatu. Paling tidak, mereka yang dekat dengan kekuasaan berarti mempunyai kesempatan untuk mendapatkan informasi orisinal
tentang kebijakan publik dari tangan pertama. Oleh karena itu memunculkan serangkaian peluang bisnis. Jadi tidak heran bila dilingkaran kekuasaan, bisnis
tumbuh subur. Makin besar kekuasaan itu maka makin besar pula skala bisnis tersebut. Dan semakin lama kekuasaan itu bertahan, unit-unit bisnis itu punya
kesempatan semakin banyak
14
Demokrasi Pancasila tidak mengizinkan liberalisme tak terbatas, namun juga jelas tidak menolerir favoritisme dan KKN korupsi, kolusi, nepotisme.. Nyatanya,
Orde Baru merestui praktik monopoli dan pemberian konsesi-konsesi terhadap segelintir pelaku bisnis tertentu. Rezim Orde Baru tidak pernah kehilangan akal untuk
membuat argumentasi bahwa apa yang mereka buat dan lakukan adalah demi kepentingan orang banyak. Mobilisasi dana oleh yayasan-yayasan yang didirikan
Soeharto dan kroni-kroninya, pada umumnya dilandasi oleh kepentingan bangsa dan negara, faktanya mobilisasi ini tidak dilandasi dasar hukum yang cukup, dan tidak
disertai pertanggungjawaban secara rutin kepada pemberi sumbangan. KKN korupsi, .
Kesempatan-kesempatan yang diperoleh semakin banyak, yang utama adalah kesempatan untuk membesarkan diri. Bila tidak ada guncangan politik, maka mereka
bisa mengakumulasi kapital dengan aman. Kemudian setelah itu dipikirkan langkah- langkah diversifkasi atau perluasan bidang usaha. Dapat diperluas kemana saja
semaunya. Skenario akusisi bisnis melalui pasar modal, menjadi senjata ampuh untuk mengambil alih kendali atas perusahaan publik.
14
Ibid, Hal. 105.
kolusi, nepotisme yang merajalela dalam era Orde Baru, mengalami transformasi penting pada tahun 1980-an dibandingkan satu dekade sebelumnya. Tahun 1980-an
keluarga Soeharto yang memegang peran yang lebih signifikan terhadap dunia bisnis.
15
Kolusi antara aktor bisnis dan kekuasaan, pada akhirnya berakar pada aspek integritas. Padahal integritas sudah mulai mengalami erosi. Disebabkan karena
persaingan semakin ketat, integritas bisa terkikis dalam sekejap. Maka sangat mudah Dunia bisnis dan kekuasaan sangat dekat ini dapat terjadi di karenakan
merajut hubungan dengan kepraktisan. Si pengusaha membutuhkan pelanggan, dan si penguasa membutuhkan pemasok supplier untuk kebutuhan pemerintah. Sebab
setiap tahun pemerintah melakukan transaksi ratusan triliun rupiah tercatat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara. Jadi bagi swasta atau pengusaha, pemerintah
adalah pasar yang amat besar. Oleh sebab itu penguasa dan pengusaha pun melakukan transaksi.
Didalam suatu negara terdapat banyaknya pengusaha atau elit wiraswasta yang berkuasa didalam negaranya dalam bidang bisnis dikarenakan para elit
wiraswasta tersebut mempunyai hubungan kedekatan dan dapat menarik hati pemerintah sehingga mereka sama-sama di untungkan dengan kerja sama yang dibuat
sendiri. Sementara dari kerja sama yang mereka buat, masyarakatlah yang menjadi terbebani dan dirugikan.
15
Ibid,. Hal. 7.
sekali penyelewengan terjadi. Itulah sebabnya banyak pihak berpendapat, akar krisis ekonomi kita adalah moral hazard.
16
Kiprah bisnis keluarga soeharto merupakan produk dari proses yang menyerupai cara kerja “perekonomian magersari” kegiatan perekonomian dalam
keluarga batih atau extended family yang cenderung tidak efisien. Bisnis dalam lingkungan soeharto bukan saja mengacu pada fenomena “ekonomi keluarga inti”.
Kenyataannya ada orang-orang di luar keluarga soeharto yang mempunyai hubungan yang begitu erat dalam jangka panjang.
17
16
Ibid,. hal. 111.
17
Ibid,. Hal: 91
Pada struktur hubungan antara Soeharto dengan para pelaku bisnis nya termasuk juga keluarga intinya, sifat paternalisme atau bapakisme amatlah
mencolok. Hubungan yang bersifat paternalistik kekeluargaan menghasilkan konsentrasi kekuasaan pada tangan “ayah” atau pada tangan seorang pemimpin.
Juga terdapat monopoli penghormatan sosial dan kewibawaan jatuh dalam tangan sang pemimpin, yaitu sang bapak. Serta sikap ketergantungan klien kepada
pemimpinnya, yang mengakibatkan konsentrasi kekuasaan dan pengawasan dalam satu tangan.
Antara sang pemimpin dan pengusaha bersama-sama saling membentuk dan memelihara pola hubungan antar manusia yang bersifak vertical. Hubungan tersebut
memiliki corak sosial, tetapi mengandung unsure croni capitalism kapitalisme konco, juga kapitalisme birokrat.
Croni capitalism dan kapitalisme birokrat adalah bagian integral dalam fenomena perekonomian magersari yang diperaktikkan Soeharto. Keluarga soeharto
adalah keluarga yang disekitarnya bergerombol orang-orang yang minta fasilitas dan konsesi.akan tetapi relasi yang lebih bersifat sosial tanpa orientasi laba eksis pada
pola perekonomian magersari ala cendana. Dan pada zaman soeharto ini juga berkembang istilah jajaran birokrasi
sebagai abdi negara. Abdi negara ini kemudian terkumpul dan terhimpun didalam satu wadah yang diberi nama KORPRI Korps Pegawai Republik Indonesia. Selain
itu dilingkungan militer juga berlangsung program kekaryaan ABRI. Dalam kekaryaan ini, ABRI masuk atau “dimasukkan”, ditunjuk dan diangkat menjadi
pejabat yang memimpin posisi kunci di jajaran pemerintahan sipil. Pada tahap-tahap awal kerjasama, pengusaha swasta tertentu benar-benar
“membantu” pemimpinnya kebanyakan pejabat militer. Misalnya membantu menopang keperluan operasi militer tertentu pada akhir era Orde Lama, manakala
anggaran negara benar-benar amat terbatas. Hubungan dekat ini hampir selalu dimanfaatkan oleh para pejabat pemerintah tertentu untuk meminta bantuan untuk
keperluan dinas atau demi kelancaran keamanan. Fenomena kolusi penguasa dan pengusaha memang bukan cuma ada di
Indonesia, melainkan sebuah gambaran umum perekonomian Asia. Namun fenomena inilah yang dinilai menjadi biang kerapuhan perbankan di kawasan ini yang
menyebabkan krisis regional terjadi secara menyeluruh. Fenomena “perekonomian magersari” dalam era Orde Baru terbungkus dalam
birokrasi yang cenderung berciri paternalistik atau patrimonial. Paternalistik berarti
perlindungan dan pengawasan seperti terhadap sejumlah kecil anak oleh seorang ayah, yang dilakukan oleh pemerintah atas yang diperintah, oleh seorang majikan
ataus pekerja-pekerja atau hubungan-hubungan yang lainnya.
18
Menurut Richard Robison 1978, kapitalisme produk birokrasi patrimonial tidak mengenal pemisahan yang jelas antara fungsi produksi dan kepentingan pribadi.
Inilah yang memunculkan istilah “kapitalisme birokrasi”. Fenomena itu terwujud di Indonesia melalui kombinasi antara jabatan birokrasi dan kegiatan ekonomi yang
bersifat informal dan tidak langsung, dengan klien yang dependen. Meskipun anak- anak Soeharto yang terkenal mulai berbisnis pertengahan dekade 1980-an, anak-anak
Soeharto bermanuver bukan atas dasar kekuasaan birokrasi walaupun mereka bekerja pada lapangan bisnis yang telah terpilah-pilah menurut struktur birokrasi.
Perekonomian menjadi cenderung sentralistik sebagaimana kekuasaan itu sendiri. Proses demokratisasi, termasuk di bidang ekonomi, menjadi macet
dikarenakan terbentur banyak hambatan. Informasi atau ide yang berasal dari atasan atau pemimpin selalu dianggap benar.
19
18
Ibid,. Hal: 98.
19
Ibid,. Hal: 99.
Meskipun mereka bukan birokrat, tetapi dalam batas tertentu mereka mempunyai maksud untuk terlibat langsung dalam penanaman modal, transfer
teknologi serta cenderung menggeser posisi non-pribumi atau modal asing. Namun demikian hal itu tidak terlalu mencolok dan pada umumnya gagal karena berbagai
alasan.
I. 2 Perumusan Masalah