Birokrasi dan Pengusaha Pada Masa Orde Baru.

pertambangan minyak bumi dan kegiatan manufaktur. Kesemuanya itu tergantung pada cepatnya arus masuk modal asing dan, untuk tingkat yang lebih rendah, pada peningkatan partisipasi modal swasta dalam negeri. Pertumbuhan yang cepat, terutama di 1971 sektor-sektor ekonomi non-pertanian, dimungkinkan oleh rehabilitasi infrastruktur ekonomi : perhubungan, pengangkutan, pembangkit tenaga listrik, yang semuanya tergantung pada bantuan luar negeri. Dengan keberhasilan Repelita I, para teknokrat Orde Baru merumuskan Rencana Pembangunan Lima Tahun yang Kedua Repelita II 19741975-19781979, yang boleh dikatakan sama dengan Repelita I. Repelita II mencakup program-program yang ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, mencapai distribusi penghasilan yang lebih merata, memperbaiki struktur pasar, meningkatkan pembangunan daerah, meningkatkan transmigrasi, memungkinkan partisipasi massa yang lebih besar dalam pembangunan dan memberikan perhatian yang lebih besar kepada pendidikan dan berbagai segi non- ekonomis lainnya.

2. Birokrasi dan Pengusaha Pada Masa Orde Baru.

Kekuasaan para pejabat birokrasi untuk membagi-bagikan konsesi dimanifestasikan melalui beberapa cara. Satu diantaranya, adalah seringnya pengusaha swasta memerlukan surat istimewa , yang secara populer dikenal sebagai kattabelletje, yang mereka peroleh atau beli dari orang-orang yang berpengaruh, agar bisa mendapat suplai bahan baku dari perusahaan seperti yang dilukiskan Panglaykim. Cara lain adalah sistem Baba-Ali, dimana pengusaha Cina Baba bekerja dengan modal yang ditanam oleh elit-elit asli Ali. Situasi ini merupakan kebalikannya dari hubungan Ali Baba yang selalu cenderung, pada waktu yang lalu, mendominasi periode Benteng. Walaupun demikian, pembagiaan konsesi kepada para pengusaha caloasli dengan pemberan imbalan berupa sumbangan-sumbangan tetap merupakan untuk kontak utama antara aparat birokrasi dengan para pengusaha mereka. Apa yang dinamakan sumbangan itu diberikan oleh para pengusaha sebagai dana revolusi sebagai imbalan atas pemberian kedudukan monopoli disektor impor. Namun fenomena ini sebetulnya muncul sebagai kebangkitan kembali tradisi Jawa. Sektor impor tetap merupakan sektor bisnis yang paling menguntungkan. Ini disebabkan oleh semakin meningkatnya inflasi dan kurs Rupiah terhadap mata uang asing yang tinggi yang ditetapkan secara artifisial, melonjaknya harga-harga, adanya kemacetan-kemacetan pengangkutan-pengangkutan fluktuasi musiman dan buruknya pelayanan informasi, yang diperparah lagi oleh perubahan-perubahan besar dari waktu ke waktu yang diadakan di bidang pengawasan harga dan pemberian subsidi. Semua itu berarti keberhasilan bagi orang-orang yang punya koneksi. Karena mereka bisa memperoleh kredit, lisensi, dan devisa untuk mendapatkan keuntungan yang besar, sementara bagi mereka yang tidak mempunyai koneksi, sukar untuk bisa bertahan. Pengusaha di masa Orde Baru yang berbagai operasi dan kegiatannya tergantung pada patronase politik dan birokrasi, lebih banyak ragamnya. Pemerintah orde baru mengundang sampai tingkat tertentu, berusaha keras untuk melindungi kepentingan dan perusahaan asing. Pemerintah juga tidak secara formal melakukan diskriminasi terhadap golongan Cina peranakan. Berbeda pula dengan pada zaman Demokrasi Terpimpin, pemerintah Orde Baru- walaupun bertujuan hendak menciptakan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur- bertekad untuk mendorong dan memajukan sektor-sektor usaha swasta. Dengan demikian, jelas sekali bahwa golongan militer memainkan peranan dominan seperti misalnya perusahaan-perusahaanan negara yang sebagian besar berada di bawah pengawasan militer. Sejumlah pengusaha klien yang terkemuka, terus bertahan di bawah pemerintahan Soeharto. Akan tetapi kemampuan mereka untuk terus beroperasi, hampir seluruhnya berkat keberhasilan mereka membina hubungan dengan elit-elit Orde Baru atau karena mereka memasuki bidang usaha patungan dengan modal asing. Pengusaha-pengusaha klien yang muncul pada periode Orde Baru pada umumnya berasal dari kalangan yang mempunyai hubungan dekat dengan jenderal- jenderal militer, karena yang paling menentukan bagi keberhasilan dalam dunia bisnis masih tetap patronase politik. Faktor penting yang paling menentukan adalah faktor klasik, kurangnya modal. Sementara keuangan semakin dikuasai oleh militer, pengusaha beranggapan bahwa sumber itu harus ditimba oleh orang-orang asli dan bukan oleh orang-orang Cina. Oleh sebab itu, maka setiap pengusaha ya memerlukan sumber keuangan harus berurusan dengan orang-orang itu atau dengan golongan mereka dalam birokrasi. Disinilah berlangsung suatu pertarungan tersembunyi yang besar antara kelompok- kelompok klien asli tertentu dengan para pengusaha Cina peranakan yang mendasarkan strategi mereka pada pandangan bahwa keberhasilan pada setiap kegiatan bisnis tergantung pada kemampuan unyuk memperoleh konsesi, kredit,dan lisensi. Disini, pembinaan hubungan pribadi dengan para pejabat sangat menentukan.

3. Kemasan Birokrasi Neopatrimonial Orde Baru