Status Hukum Proses Jual Beli Tanah Secara Cicilan

55

B. Status Hukum Proses Jual Beli Tanah Secara Cicilan

1. Pembayaran Secara Cicilan Dimaksud adalah dengan Sistem Berkala Jual beli dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah para pihak mencapai kata sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Harga jual beli telah ditetapkan oleh kedua belah pihak, namun jika pembeliannya dibuat dengan memberi uang panjar maka salah satu pihak tidak dapat meniadakan jual beli tersebut karena jika kebendaan yang dijual itu sudah ditentukan, maka benda tersebut sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli meskipun penyerahannya belum dilakukan karena harganya belum lunas dibayar. Perbuatan-perbuatan hukum sedemikian merupakan bagian dari perbuatan hukum yang pokok dan dapat dibenarkan karena berlaku bagi kedua belah pihak. Tentang kewajiban-kewajiban si penjual yaitu untuk menyerahkan barangnya dan menanggungnya dimana penyerahan tersebut dilakukan apabila pembayaran telah selesai dilakukan oleh si pembeli. Si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya jika si pembeli belum membayar harganya sedangkan si penjual tidak mengizinkan penundaan pembayaran kepada si pembeli. Jika penyerahan karena kelalaian si penjual tidak dapat Universitas Sumatera Utara 56 dilaksanakan, maka si pembeli dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kewajiban utama si pembeli adalah membayar harga pembelian. Jika si pembeli mempunyai suatu alasan yang patut untuk khawatir bahwa ia tidak dapat mengusai tanah yang dibeli, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian kecuali jika si penjual memilih memberikan jaminan. Jika si pembeli tidak membayarkan harga pembelian, maka si penjual dapat membatalkan pembelian menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. Dalam penelitian ini kasus hukum yang terjadi adalah penjual melakukan perbuatan hukum yaitu membatalkan perjanjian sepihak. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa tiap perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain mewajibkan orang yang melakukan perbuatan tersebut untuk mengganti kerugian yang dirumuskan sebagai berikut : 86 a. Suatu perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena kesalahan atau kelalaian menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut. 86 R.Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, PT. Pardnya Paramita, Jakarta, 2003, hal.346. Universitas Sumatera Utara 57 b. Melanggar hukum adalah tiap perbuatan yang melanggar hak orang lain atau bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan kemasyarakatan terhadap pribadi atau harta benda orang lain. c. Seorang yang sengaja tidak melakukan suatu perbuatan yang wajib dilakukannya, disamakan dengan seorang yang melakukan suatu perbuatan terlarang dan karenanya melanggar hukum. Penilaian apakah suatu perbuatan termasuk perbuatn melawan hukum, tidak cukup hanya didasarkan pada pelanggaran terhadap kaidah hukum, tetapi perbuatan tersebut harus juga dinilai dari sudut pandang kepatutan. Fakta bahwa seseorang telah melakukan pelanggaran terhadap kaidah hukum dapat menjadi faktor pertimbangan untuk menilai apakah perbuatan yang menimbulkan kerugian tadi sesuai atau tidak dengan kepatutan yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat. 87 Terminologi perbuatan melawan hukum antara lain digunakan oleh Mariam Darus Badrulzaman dengan mengatakan : 88 “Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa setiap perbuatan yang melawan hukum yang membawa kerugian 87 Setiawan, Empat Kriteria Perbuatan Melanggar Hukum Dan Perkembangannya Dalam Yurisprudensi Varia Perdailan Nomor 16 Desember 1986. 88 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III, Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 1996, hal.146. Universitas Sumatera Utara 58 kepada orang lain mewajibkan orang itu karena salahnya menerbitkan kerugian ini mengganti kerugian tersebut.” Perumusan norma dalam konsep Mariam Darus Badrulzaman ini telah menjadi perkembangan pemikiran yang baru mengenai perbuatan melawan hukum. Sebab dalam konsep itu pengertian melawan hukum menjadi tidak hanya diartikan sebagai melawan hukum undang-undang hukum tertulis tetapi juga bertentangan dengan kepatutan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat hukum tidak tertulis. Unsur kesalahan dipakai untuk menyatakan bahwa seseorang dinyatakan bertanggung jawab untuk akibat yang merugikan yang terjadi karena perbuatan yang salah. Apabila seseorang karena perbuatan melawan hukum yang ia lakukan telah menimbulkan kerugian, wajib mengganti kerugian apabila untuk itu ia dapat dipertanggungjawabkan. Si pelaku adalah bertanggung jawab untuk kerugian tersebut apabila perbuatan melawan hukum yang ia lakukan dan kerugian yang ditimbulkan dipertanggungjawabkan padanya. 89 Beberapa tuntutan yang dapat diajukan karena perbuatan melawan hukum ialah 90 a. Ganti rugi dalam bentuk uang atas kerugian yang ditimbulkan. b. Ganti rugi dalam bentuk norma atau dikembalikan dalam keadaan semula. 89 Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, Alumni, Bandung,1982, hal.8. 90 Darus Badrulzaman, Op.Cit., hal.150. Universitas Sumatera Utara 59 2. Bentuk Jual Beli Sesuai dengan Tata Cara Pembuatan Akta Notaris Pelaksanaan jual beli tanah yang di lapangan banyak yang telah tidak sesuai dengan tata cara seharusnya. Hal ini disebabkan oleh adanya keadaan yang menyebabakan ketidaksesuaian tersebut untuk tetap harus dilakuakan agar transaksi atau proses jual beli tanah bisa tetap dilaksanakan. Keadaan seperti ini membuat NotarisPPAT kadang-kadang tidak mempunyai pilihan lain sehingga dalam proses melakukan jual beli membuat suatu tindakan yang dapat dinilai sebagai pengabaian tata cara pembuatan akta jual beli tanah sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendafatran Tanah. Kenyataan yang terjadi NotarisPPAT sering menghadapi permasalahan di satu sisi mereka harus tunduk kepada ketentuan yang bersifat normatif, sementara di sisi lain perlunya suatu tindakan dimana ketentuan normatif sendiri tidak dapat menampung atau mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu dalam konteks situasi tersebut, NotarisPPAT melakukan penafsiran terhadap peraturan yang ada untuk melayani para penghadap. Penafsiran dalam konteks situasi antara NotarisPPAT dan penghadap tidak dapat dihindari, di satu sisi NotarisPPAT karena fungsinya harus melayani klien sedangkan di sisi lain klien membutuhkan pelayanan tanpa terlalu peduli dengan peraturan yang mengikat NotarisPPAT. Dengan demikian yang terjadi adalah rasionalisasi antar kebutuhan NotarisPPAT dan Universitas Sumatera Utara 60 kliennya, artinya dalam usaha menjaga kelangsungan pekerjaannya, notarisPPAT membutuhkan klien, sementara klien sering tidak mau direpotkan oleh persyaratan-persyaratan teknis yang diisyaratkan secara hukum. 91 Mengahadapi masalah ini NotarisPPAT seharusnya berdasarkan etika profesinya sepanjang itu tidak bertentanagan dengan kesusilaan dan ketertiban hukum harus tetap dapat menampung keinginan klien dan sekaligus memberikan pemahaman hukum tentang suatu perbuatan hukum yang akan dibuat. Teorinya, jual beli pada dasarnya mensyaratkan bahwa sebelum pembuatan akta jual beli dilakukan para pihak terlebih dahulu harus menyerahkan dokumen-dokumen sebagai berikut : a. Sertipikat asli hak atas tanah yang akan diperjualbelikan. b. Identitas atau Kartu Tanda Penduduk KTP penjual dan pembeli beserta Kartu Keluarga KK. c. Surat Nikah, apabila penjual suda menikah dan bila ada perjanjian kawin salinan akta perjanjian kawinnya harus dibawa serta surat cerai sudah bercerai. d. Bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan PBB tahun terakhir beserta print out dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan bahwa tidak terdapat tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan PBB selama 5 lima tahun terakhir. e. Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP f. Bukti pelunasan pembayaran Pajak Penghasilan PPh untuk penjual dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB untuk pembeli. g. Kuitansi pelunasan harga jual beli. Hal tersebut di atas merupakan suatu prosedur yang seharusnya sehingga dapat terciptanya suatu tertib administrasi. Berlawanan dengan hal di 91 J.Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Kanisius, Yogyakarta, 2001, hal.26. Universitas Sumatera Utara 61 atas, bentuk-bentuk dari pelaksanaan jual beli yang tidak sesuai dengan tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut : a. Akta jual beli telah ditandatangani tetapi harga pembelian belum dibayar lunas oleh pembeli. b. Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah danatau bangunan tidak atau belum dibayar. c. Pajak atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan BPHTB tidak atau belum dibayar. 92 d. Penandatanganan akta jual beli oleh penjual dan pembeli tidak dilakukan dalam waktu yang bersamaan dihadapan PPAT. e. Akta jual beli telah ditandatangani tapi sertipikat belum diperiksa kesesuaiannya dengan buku tanah di kantor pertanahan. f. Pembuatan akta jual beli dilakukan di luar daerah keja PPAT dan tanpa dihadiri oleh saksi-saksi. g. Nilai harga transaksi yang dimuat dalam akta jual beli berbeda dengan nilai transaksi yang sebenarnya. 93 Untuk terjadinya jual beli hak atas tanah, harus dilakukan dihadapan PPAT dan juga harus sudah dilunasi harga jual belinya. Mungkin pula adanya keadaan dimana penjual yang sertipikat tanah haknya sedang dalam penyelesaian balik namanya pada kantor BPN, tetapi penjual bermaksud untuk menjual tanah tersebut. Guna mengatasi hal tersebut maka dibuatlah suatu akta perikatan jual beli sebagai suatu perjanjian pendahuluan untuk 92 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2011 jo Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. 93 Menurut Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolean Hak Atas Tanah dan Bangunan dan Pasal 4 ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomr 48 Tahun 1994 Tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah danatau Bangunan, perhitungan pajak yang harus dibayar oleh para pihak dalam hal pengalihan hak atas tanah adalah dihitung berdasarkan nilai transaksi atas pengalihan hak atas tanah tersebut, apabila nilai transaksi tersebut diketahui. Universitas Sumatera Utara 62 sementara menantikan dipenuhinya syarat untuk perjanjian pokoknya, yaitu perjanjian jual beli dihadapan PPAT yang berwenang membuatnya. 94 Dalam akta perikatan jual beli ini dimuat nilai transaksi yang sebenarnya, berapa besar uang yang telah dibayarkan, kapan pelunasannya dan kapan pelaksanaan pembuatan akta jual belinya berikut dengan sanksi- sanksi yang akan diberlakukan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. 94 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007, hal.270. Universitas Sumatera Utara 63

BAB IV STATUS HUKUM PEMBELI DALAM PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL