40
BAB III STATUS HUKUM PROSES JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN
Proses jual beli tanah merupakan bagian dari tindakan hukum transaksi jual beli tanah yang tunduk pada hukum pertanahan nasional, dimana hukum pertanahan
sendiri mengisyaratkan bahwa jual beli terhadap tanah harus dilakukan secara tunai dan terang. Namun demikian, dalam praktek lapangannya walaupun tanah belum
dibayar lunas dan syarat-syarat administratif belum bisa terpenuhi, sehingga timbullah perikatan jual beli untuk melindungi para pihak terhadap hak dan
kewajiban, yang menyatakan kesanggupan menjual dan membeli dikemudian hari pada saat pembayaran dilunasi.
A. Aturan Hukum Mengenai Jual Beli Terhadap Tanah
1. Pengertian Jual Beli Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu
perjanjian timbal ballik dalam mana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya berjanji
untuk membayar harga terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
52
Perkataan jual beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak dinamakan membeli. Istilah yang
mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah
52
Subekti, Aneka Perjanjian, Op.Cit, hal.1.
Universitas Sumatera Utara
41
Belanda “koop en verkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoop” sedang yang lainnya “koopt” membeli. Dalam bahasa
Inggris jual beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti “penjualan” hanya dilihat dari sudut penjual, begitu pun dalam bahasa Perancis disebut
hanya dengan “vente” yang juga berarti “penjualan” sedangkan dalam bahasa Jerman dipakai perkataan “kauf” yang berarti “pembelian”.
53
Untuk memahami pengertian jual beli, maka perlu ditafsirkan substansi norma hukum dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, yaitu perjanjian jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak lain untuk membayar harga yang diperjanjikan.
Adanya unsur yang terkandung dalam pengertian yuridis perjanjian jual beli dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu :
54
a. Adanya subyek hukum, yaitu penjual dan pembeli; b. Adanya kesepakatan antar penjual dan pembeli tentang barang dan harga;
c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antar pihak penjual dan pembeli. Oleh M.Yahya Harahap dari pengertian yang diberikan Pasal 1457
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dua kewajiban, yaitu :
55
a. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.
53
Ibid, hal.2.
54
Salim H.S., Op.Cit, hal.49.
55
M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.181.
Universitas Sumatera Utara
42
b. Kewajiban pihak pembeli membayar harga yang dibeli kepada penjual. Menurut R.Subekti, “perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang
dengan perjanjian
itu pihak
yang satu
mengikatkan dirinya
untuk menyerahkan hak milik atas suatu benda dan pihak lain untuk membayar
harga yang telah diperjanjikan.”
56
Memperhatikan pengertian perjanjian jual beli tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa dalam perjanjian jual beli, janji penjual adalah
menyerahkan atau memindahkan hak miliknya atas benda yang ditawarkan, sedangkan janji pembeli adalah membayar harga yang telah disetujuinya.
Selanjutnya penjual harus menyerahkan hak milik atas barangnya kepada pembeli. Pihak penjual dalam perjanjian jual beli mempunyai kewajiban
untuk menyerahkan obyek jual beli kepada pihak pembeli dan memiliki hak menerima harga dan pihak pembeli mempunyai kewajiban untuk membayar
harga dan mempunyai hak untuk menerima obyek jual beli tersebut. Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi menjelaskan bahwa :
“jual beli adalah suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu yang dalam
hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual
dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual.”
Dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan, karena jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak
atas tagihan yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan
56
R.Subekti, Hukum Perjanjian, Op.Cit, hal.79.
Universitas Sumatera Utara
43
pembayaran harga jual beli pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan uang oleh pembeli kepada
penjual. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengatur jual beli hanya dari sisi perikatan, yaitu dalam bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan
dari masing-masing pihak timbal balik, karenanya diatur dalam buku ketiga tentang perikatan.
57
Perikatan jual beli dalam pengertian sehari-hari dapat diartikan suatu perbuatan dimana seorang melepaskan uang untuk mendapatkan barang yang
dikehendaki secara sukarela.
58
Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah “merupakan suatu persetujuan yang mengikat antara pihak penjual yang
berjanji untuk menyerahkan sesuatu barang benda dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli yang mengikatkan dirinya untuk berjanji
membayar sejumlah harga.”
59
Sedangkan yang dimaksud dengan menyerahkan barang adalah bahwa apa yang diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik atas
barangnya, jadi bukan sekedar kekuasaan atas barang tadi. Sehingga apa yang harus dilakukan adalah “penyerahan” atau ”levering” secara yuridis.
57
Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, Seri Hukum Perikatan : Jual Beli, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta
58
Sudaryo Soimin, Status Hak Dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal.94.
59
R.Subekti, Op.Cit, Pasal 1457.
Universitas Sumatera Utara
44
Jual beli adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya ia sudah dilahirkan sebagai suatu perjanjian yang mengikat dan mempunyai kekuatan
hukum pada detik tercapainya sepakat penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Bersifat konsensuil jual beli ini telah diterangkan di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa jual beli dianggap telah terjadi kedua belah pihak sewaktu mereka telah mecapai sepakat tentang
barang dan harga meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar.
60
Menurut Sudaryo Soimin, “jual beli yang dianut di dalam hukum perdata hanya bersifat obligatoir yang artinya bahwa perjanjian jual beli
meletakkan hak dan kewajiban timbal balik antar kedua belah pihak, penjual dan pembeli yaitu meletakkan kepada penjual kewajiban untuk meletakkan
hak milik atas barang yang dijualnya, sekaligus memberikan kepadanya hak untuk menuntut pembayaran harga yang telah disetujui dan disisi lain
meletakkan kewajiba kepada si pembeli untuk membayar harga barang sebagai imbalan haknya menuntut penyerahan hak milik atas barang yang
dimilikinya.”
61
60
Ibid, Pasal 1458.
61
Sudaryo Soimin, Op.Cit, hal.94-95.
Universitas Sumatera Utara
45
Jual beli yang dianut di dalam hukum perdata yaitu bahwa jual beli belum memindahkan hak milik. Adapun hak milik baru berpindah dengan
dilakukan penyerahan atau levering.
62
Tentang persetujuan jual beli Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan “jual beli itu dianggap telah terjadi antara kedua
belah pihak, seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang kebendaan tersebut dan harganya meskipun kebendaan tersebut belum
diserahkan, maupun harganya belum dibayar.” Sudaryo Soimin berpendapat bahwa jual beli adalah suatu persetujuan
kehendak antara penjual dan pembeli mengenai suatu barang dan harga. Karena tanpa barang yang akan dijual tanpa harga yang dapat disetujui antara
kedua belah pihak tidak mungkin ada jual beli atau jual beli tidak pernah ada.
63
Jual beli yang bersifat umum adalah jual beli yang terjadi dalam lalu lintas kehidupan masyarakat sehari-hari dimana jual beli dari tangan ketangan,
yaitu jual beli yang dilakukan antar penjual dan pembeli tanpa campur tangan pihak resmi, tidak perlu terjadi dihadapan pejabat, cukup dilakukan dengan
lisan. Hal ini tentunya tidak termasuk di dalam jual beli benda-benda tertentu
62
R.Subekti dalam Sudaryo Soimin, Ibid, hal.95.
63
Ibid, hal. 97.
Universitas Sumatera Utara
46
terutama mengenai obyek-obyek bendat tidak bergerak yang pada umumnya memerlukan suatu akta jual beli resmi.
64
2. Jual Beli Terhadap Tanah Jual beli tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat 1 menyebutkan bahwa : “peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan
perbuatan hukum
pemindahan hak
lainnya hanya
dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang
berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Salah satu alasan jual beli tanah harus dilakukan dihadapan PPAT yaitu Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan
suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berwenang
untuk itu ditempat mana akta dibuat.
65
Pada dasarnya peralihan hak atas tanah dapat dibedakan dalam dua masa, yaitu masa sebleum berlakunya UUPA dan masa setelah berlakunya
UUPA.
64
Ibid, hal.96.
65
Sudaryo Soimin, Status Hak Dan Pembebanan Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal.94.
Universitas Sumatera Utara
47
a. Sebelum Berlakunya UUPA Sebelum berlakunya UUPA, terdapat dualisme dan pluralisme
dalam hukum tanah Indonesia.
66
Maksudnya, berlaku hukum tanah barat, hukum tanah adat, hukum tanah antar golongan yakni hukum tanah yang
memberikan pengaturan atau pedoman dalam menyelesaikan masalah- masalah hukum antar golongan yang mengenai tanah,
67
hukum tanah administratif yakni hukum tanah yang beraspek yuridis administrative,
68
hukum tanah swapraja yakni hukum tanah di daerah-daerah swapraja masih mempunyai sifat-sifat keistimewaan berhubung dengan struktur
pemerintahan dan masyarakat yang sedikit atau banyak adalah lanjutan sistem feodal.
69
Pada saat itu telah dilangsungkan pendaftaran tanah yang berdasarkan Ordonansi Balik Nama overschrijvings ordonnantie yang
termuat dalam Stb.183 Nomor 27. Peralihan hak berdasarkan Ordonansi Balik Nama overschrijvings ordonnantie ini dilakukan untuk tanah-
tanah dengan hak barat dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
dan pendaftarannya
dilakukan berdasarkan Ordonansi Balik Nama overschrijvings ordonnantie.
66
Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria Pertanahan Indonesia, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2004, hal.25.
67
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2007, hal.12.
68
Ibid, hal.30.
69
Singgih Praptodiharjo, Sendi-Sendi Hukum Tanah di Indonesia, Yayasan Pembangunan Jakarta, Jakarta, hal.130.
Universitas Sumatera Utara
48
Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata apa yang disebut jual beli tanah adalah suatu perjanjian dalam mana pihak
yang mempunyai tanah, yang disebut penjual berjanji dan mengikatkan diri untuk menyerahkan haknya atas tanah yang bersangkutan kepada
pihak lain, yang disebut pembeli. Sedang pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membayar harga yang telah disetujui. Yang
diperjualbelikan menurut ketentuan hukum barat ini adalah apa yang disebut tanah-tanah hak barat, yaitu tanah-tanah hak eigendom, erfpacht,
opstal dan lain-lain.
70
Biasanya jual belinya dilakukan dihadapan notaris yang membuat aktanya.
71
Sebelum berlakunya Ordonansi Balik Nama overschrijvings ordonnantie, peralihan hak dari penjual kepada pembeli terjadi sebelum
peralihan hak itu didaftar pada dua orang saksi dewan schepen atau dewan yang menangani perkara pidana dan perdata warga kota Batavia.
Pendaftaran hanya merupakan syarat bagi berlakunya sesuatu peralihan hak yang telah terjadi terhadap pihak ketiga.
72
Dengan adanya ketentuan Pasal 20 Ordonansi Balik Nama overschrijvings ordonnantie, maka jual beli tidak lagi merupakan salah
satu sebab dari peralihan hak, jual beli hanya merupakan salah satu dasar
70
Boedi Harsono, Op.Cit, hal.28.
71
Ibid
72
Mhd.Yamin Lubis dan Abd.Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2010, hal.75.
Universitas Sumatera Utara
49
hukum titel, causa dari penyerahan, sedang peralihan hak baru terjadi setelah pendaftaran dilaksanakan.
73
Hak atas tanah yang dijual baru berpindah kepada pembeli jika penjual sudah menyerahkan secara yuridis
kepadanya dalam rangka memenuhi kewajiban hukumnya.
74
Untuk itu wajib dilakukan perbuatan hukum lain yang disebut penyerahan yuridis juridische levering, yang diatur dalam Pasal 616 dan
620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut pasal-pasal tersebut, penyerahan yuridis itu juga dilakukan dihadapan notaris yang membuat
aktanya, yang disebut dalam bahasa Belanda ”transport acte” akta transport. Akta transport ini wajib didaftarkan pada pejabat yang disebut
penyimpan hypotheek. Dengan selesainya dilakukan pendaftaran itu hak atas tanah yang bersangkutan berpindah kepada pembeli.
75
Untuk tanah-tanah dengan hak adat, peralihan haknya dilakukan berdasarkan hukum adat. Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah
suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak itu harus dilakukan dihadapan
kepala adat yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan
tersebut diketahui oleh umumnya. Tunai maksudnya bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak.
73
Ibid, hal.76.
74
R.Subekti, Op.Cit, Pasal 1459.
75
Boedi Harsono, Op.Cit, hal.28.
Universitas Sumatera Utara
50
Oleh karena itu, maka tunai berarti harga tanah dibayar secara kontan atau baru dibayar sebagian dianggap tunai. Dalam hal pembeli tidak
membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum hutang piutang.
76
Adapun prosedur jual beli tanah itu diawali dengan kata sepakat antara calon penjual dengan calon pembeli mengenai obyek jual belinya
yaitu tanah hak milik yang akan dijual dan harganya. Hal ini dilakukan melalui musyawarah diantara mereka sendiri. Setelah mereka sepakat
akan harga dari tanah itu, biasanya sebagai tanda jadi, diikuti dengan pemberian panjar. Dengan demikian panjar disini fungsinya adalah hanya
sebagai tanda jadi akan dilaksanakannya jual beli, dengan adanya panjar, para pihak akan merasa mempunyai ikatan moral untuk melaksanakan jual
beli tersebut. Apabila telah ada panjar, maka akan timbul hak ingkar. Bila yang ingkar si pemberi panjar, panjar menjadi milik penerima panjar, ini
atas kesepakatan para pihak. Sebaliknya bila keingkaran tersebut ada pada pihak penerima
panjar, panjar harus dikembalikan kepada pemberi panjar. Jika para pihak tidak menggunakan hak ingkar tersebut, dapatlah diselenggarakan
pelaksanaan jual beli tanahnya dengan calon penjual dan calon pembeli mengahadap kepala desa untuk menyatakan maksud mereka. Inilah yang
dimaksud dengan terang. Kemudian oleh penjual dibuat suatu akta
76
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1983, hal.211.
Universitas Sumatera Utara
51
bermeterai yang menyatakan bahwa benar ia telah menyerahkan tanah miliknya untuk selama-lamanya kepada pembeli dan bahwa benar ia telah
menerima harga secara penuh. Akta tersebut ditandatangani oleh pembeli dan kepala desa.
Dengan telah ditandatanganinya akta tersebut, maka perbuatan jual beli itu selesai. Pembeli kini menjadi pemegang hak atas tanahnya yang baru dan
sebagai tanda buktinya adalah surat jual beli tersebut.
77
b. Setelah Berlakunya UUPA Setelah berlakunya UUPA, terjadilah unifikasi hukum tanah
Indonesia sehingga hukum yang berlaku untuk tanah adalah hukum tanah nasional dan sudah tidak dikenal lagi tanah yang tunduk kepada Kitab
Undang-undang Hukum Perdata atau tanah hak barat dan tanah yang tunduk kepada hukum adat atau tanah hak adat.
Berlakunya UUPA dapat menghilangkan sifat dualistis yang dulunya terdapat dalam lapangan agraria karena hukum agraria yang baru
itu didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum adat dan hukum adat adalah hukum yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia serta juga
merupakan hukum rakyat Indonesia yang asli.
78
77
Adriani Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.73.
78
B.F.Sihombng, Evolusi Kebijakan Pertanahan Dalam Hukum Tanah Indonesia, Toko Gunung Agung, Jakarta, 2004, hal.63.
Universitas Sumatera Utara
52
Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal
lainnya tidak ada kata yang menyebutkan jual beli tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan
hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar menukar dan hibah wasiat. Jadi
meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli. Apa
yang dimaksud dengan jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan
bahwa hukum
tanah nasional
adalah hukum
adat, berarti
kita menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum dan sistem hukum
adat.
79
Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli dimuka kepala kampung serta penerimaan harga oleh penjual meskipun
tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.
80
Berdasarkan Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap pemindahan hak atas tanah
kecuali yang melalui lelang hanya bisa didaftarkan apabila perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah tersebut didasarkan pada akta PPAT.
79
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal.76.
80
Boedi Harsono, dalam Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta , 2008, hal.77.
Universitas Sumatera Utara
53
Notaris dan PPAT sangat berperan dalam persentuhan antara perundang-undangan dan dunia hukum, sosial dan ekonomi praktikal.
Notaris adalah
pejabat umum
openbaar ambtenaar
yang bertanggungjawab
untuk membuat
surat keterangan
tertuis yang
dimaksudkan sebagai alat bukti dari perbuatan-perbuatan hukum.
81
Dengan berlakunya UUPA dan atas dasar Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sekarang Pasal 37 ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo Pasal 2 Peraturan Kepala BPN Nomor 7 Tahun 2007 maka setiap perjanjian yang bermaksud
mengalihkan hak atas tanah, pemberian hak baru atas tanah, penjaminan tanah atau peminjaman uang dengan hak atas tanah sebagai jaminan harus
dilakukan dengan suatu akta. Akta demikian dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk khusus untuk itu yakni PPAT sehingga dengan
demikian setelah notaris PPAT juga adalah pejabat umum.
82
Pada tahap ini peranan PPAT sebagai pencatat perbuatan hukum untuk melakukan pembuatan akta jual beli harus dipenuhi. Sehingga
pengalihan ini menjadi sah adanya dan dapat didaftarkan balik namanya. Dengan adanya akta PPAT inilah nanti akan kembali diberikan status dari
81
Herlien Budioni, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia HUkum Perjanjian Berlandaskan Asas-asas Wigati Indonesia, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal.256.
82
Ibid., hal.257.
Universitas Sumatera Utara
54
permohonan balik nama yang dimohon oleh pihak yang menerima pengalihan haknya.
83
Pembuatan akta jual beli dihadapan PPAT tersebut dilakukan bagi keabsahan dari perjanjian-perjanjian berkenaan dengan hak atas tanah,
maka diisyaratkan akta yang dibuat dengan oleh PPAT. Berkenaan dengan itu, patut diperhatikan putusan Mahkamah Agung Nomor 122 KSip1973
tanggal 14 April 1973 dalam perkara antar Nyi R.Neno Aminah versus Ahja Karso dan Nyi R.Enok Supiah. Di dalam arrest ini diputuskan
bahwa belum dilaksanakannya jual beli atas tanah dihadapan PPAT tidak mengakibatkan batalnya perjanjian tersebut karena pembuatan akta
dihadapan PPAT semata-mata merupakan syarat administratif.
84
Juga menurut Mahkamah Agung dalam putusannya mengenai fungsi akta PPAT dalam jual beli Nomor 1363KSip1997 yang
berpendapat bahwa Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah secara jelas menentukan bahwa akta PPAT
hanya suatu alat bukti dan tidak menyebut bahwa akta itu adalah suatu syarat mutlak tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah.
85
83
Mhd.Yamin Lubis dan Abd. RAhim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal.121.
84
Herlien Budiono, Op.Cit., hal.263.
85
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal.79.
Universitas Sumatera Utara
55
B. Status Hukum Proses Jual Beli Tanah Secara Cicilan