Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan bagian keempat. Kata perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “perjanjian”. Dimana kata perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum antara dua orang atau pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”. 1 Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaanharta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi. 2 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian antara lain, hubungan hukum rechtsbetrekking yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang persoon atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi. Subyek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban tersebut. Menurut R.Suroso, subyek hukum adalah “sesuatu yang menurut hukum berhakberwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap 1 Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta , 1992, hal.1. 2 M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1996, hal.6. Universitas Sumatera Utara 2 bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak rechtsbevoedgheid dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban.” 3 Perikatan adalah isi dari perjanjian yang memiliki sifat terbuka, artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang. Hal ini mengandung makna Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain dengan beberapa syarat karena di dalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa sebagaimana yang diatur dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu : 4 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Karena itu persetujuan overeenkomst yang mengisi perjanjian itu tidak boleh bertentangan dengan undang-undang , kepentingan umum openbare orde dan nilai- nilai kesusilaan goeden zeden. Setiap perjanjian yang obyekprestasinya bertentangan dengan yang diperbolehkan oleh undang-undang, ketertiban umum dan 3 R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1993, hal.223. 4 Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2009, hal.39. Universitas Sumatera Utara 3 kesusilaan, perjanjian demikian melanggar persyaratan yang semestinya seperti yang diatur dalam syarat ke 4 Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 5 Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih.” Berdasarkan pengertian di atas dapat diartikan hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan, sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain undang- undang. Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan di atas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, yaitu : 1. Syarat subyektif Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, syarat subyektif ini meliputi : a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan. 2. Syarat obyektif Syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian batal demi hukum, syarat obyektif ini meliputi : 5 M. Yahya Harahap, Op.Cit, hal. 11. Universitas Sumatera Utara 4 a. Suatu hal obyek tertentu; b. Sebab yang halal. Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang-perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Syarat-syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya, sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu mengenai keharusan adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. 6 Sebelumnya sudah diuraikan bahwa apabila syarat subyektif dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan, demikian juga apabila syarat obyektif dilanggar maka perjanjian batal demi hukum. Dengan demikian apabila syarat subyektif dan syarat obyektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut belum dapat dikatakan terjadi karena dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum, sehingga akibat hukum selanjutnya atas perjanjian tersebut dengan sendirinya tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagaimana yang dimaksud Pasal 1320 ayat 3 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata. 7 Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan, yang merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah 6 Pasal 1332-1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 7 Ibid, hal. 11. Universitas Sumatera Utara 5 dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap isi dari perjanjian. Secara garis besar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengklasifikasikan jenis-jenis perjanjian adalah : 8 1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya. 2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian dengan Alas Hak Membebani Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum. 3. Perjanjian Bernama dan tidak Bernama Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas. 4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir. Perjanjian obligatoir sendiri adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan, artinya sejak timbulnya hak dan kewajiban para pihak. 5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak-pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian disamping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan. Menurut M.Yahya Harahap, suatu perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak 8 Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perjanjian, PT. Citra Aditya Abadi, Bandung, 1992, hal.86- 88. Universitas Sumatera Utara 6 pada suatu pihak yang memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk melaksanakan prestasi. 9 Pasal 1338 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.” Dalam Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, materi penelitian ini sudah menunjukkan suatu bentuk prestasi yang penting untuk dicermati yaitu prestasi untuk memberikan sesuatu yakni suatu prestasi yang terlahir dari perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan, 10 yang di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut sebagai perjanjian jual beli. Salah satu cara memperoleh tanah adalah melalui jual beli. Jual beli hak atas tanah seperti yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT harus dilakukan dihadapan yang berwenang, dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT. Dalam jual beli ada dua subyek yaitu penjual dan pembeli, yang masing- masing mempunyai hak dan kewajiban, maka mereka masing-masing dalam beberapa hal merupakan pihak yang melakukan kewajiban dan dalam hal-hal lain merupakan 9 Syahmin, Hukum Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal.92. 10 Pasal 1457 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara 7 pihak yang menerima hak. Ini berhubungan dengan sifat timbal balik dari persetujuan jual beli werdering overeenkomst. 11 Dalam praktek disebut jual beli tanah, yang dijual adalah hak atas tanahnya. Memang benar, dengan tujuan membeli hak atas tanah ialah supaya pembeli dapat secara sah menguasai dan mempergunakan tanah tersebut. 12 Khusus untuk tanah-tanah yang bersertipikat, jual beli atau pengalihan hak ini dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT, tetapi ada kalanya pelaksanaan jual beli ini dilakukan di hadapan Notaris. Perikatan jual beli ini terjadi karena syarat-syarat jual belinya belum semua terpenuhi, misalnya karena pajak- pajak PPh Pajak Penghasilan, pajak BPHTB Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan belum dibayardilunasi, belum ada bukti pembayaran BPHTB, karena untuk pembayaran BPHTB ini harus melalui proses verifikasivalidasi dari Dinas Pendapatan Kota Medan sesuai dengan Perda BPHTB Nomor I2012 Tanggal 4 Pebruari 2011 yang diberlakukan di Kota Medan, atau harga yang belum dibayar lunas pembayaran berjangka sesuai dengan kesepakatan, dan sebagainya. Disini penjual dan pembeli secara bersama-sama mengikatkan diri dalam suatu akta pengikatan jual beli yang dibuat dihadapan notaris, karena syarat-syarat bagi terpenuhinya suatu jual beli tanah menurut ketentuan hukum tanah atau Undang- Undang Pokok Agraria belum sepenuhnya dapat dipenuhi, baik oleh penjual maupun 11 Idris Zainal, Ketentuan Jual Beli Memuat Hukum Perdata, Fakultas Hukum USU Medan, 2004, hal.36. 12 Efendi Perangin-angin, Praktek Jual Beli Tanah, Manajemen PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal.8. Universitas Sumatera Utara 8 pembeli. Sedangkan untuk tanah yang belum bersertipikat yaitu tanah yang alas haknya berupa Surat Keterangan Camat, para pihak biasanya tidak terlalu memperhatikan mengenai pajak-pajak ini, karena pembayarannya dilakukan pada saat permohonan sertipikat pada kantor pertanahan setempat. Dalam cara pembayaran yang dilakukan lunas sekaligus, akta pengikatan jual beli ini kemungkinan untuk bermasalah sangat kecil dan bisa langsung ditindaklanjuti dalam Akta Jual Beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT untuk seterusnya dilakukan balik nama hak atas tanah pada kantor pertanahan setempat dan pembeli dapat secara sah memilikinya, karena peralihan haknya sudah langsung terjadi namun untuk pembayaran yang dicicil pembayaran berjangka sangat besar kemungkinan timbul permasalahan. Permasalahan yang dapat timbul antara lain, ketidaksanggupan salah satu pihak pembeli untuk memenuhi pelunasan pembayaran, atau pihak penjual tidak bersedia menyerahkan hak atas tanahnya pada saat pelunasan pembayaran atau pada saat jangka waktu pembayaran terakhir hampir tiba dengan alasan harga sudah tidak sesuai lagi. Pertama sekali harus disadari, sesuai dengan maksud undang-undang, pengertian pembayaran dalam hal ini harus dipahami secara luas, tidak boleh diartikan dalam ruang lingkup yang sempit seperti yang selalu diartikan orang hanya terbatas pada masalah yang berkaitan dengan pelunasan hutang semata-mata tidaklah selamanya benar. Karena ditinjau dari segi yuridis, pembayaran prestasi dapat dilakukan dengan melakukan sesuatu. Namun demikian, sekalipun pada umumnya Universitas Sumatera Utara 9 pembayaran menghapuskan hutang itu dimaksudkan untuk memenuhi prestasi perjanjian sudah cukup bagi hukum. 13 Pembayaran merupakan tindakan nyata, namun dalam praktek terhadap hal- hal tertentu dalam pembayaran bertemu tindakan nyata dengan tindakan hukum. Pada keadaan tertentu kerjasama dan tindakan hukum menentukan sahnya pembayaran. Akan tetapi seperti yang dikatakan bahwa pembayaran sudah dianggap sah dan menghapus perjanjian apabila secara nyata uang diserahkan kepada penjual, tanpa tindakan hukum selanjutnya. Sebab tanpa pelunasan, hanya masalah yang menyangkut soal pembuktian apabila terjadi perselisihan diantara para pihak. Kewajiban penjual menurut Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdiri dari dua : 1. Kewajiban penjual untuk menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli. 2. Kewajiban penjual memberi jaminan vrijwaring bahwa barang yang dijual tidak mempunyai sangkutan apapun baik berupa tuntutan maupun pembebanan. Penyerahan barang dalam jual beli merupakan tindakan pemindahan barang yang dijual kedalam kekuasaan dan pemilikan pembeli. Kalau pada penyerahan barang tadi diperlukan penyerahan yuridis juridische levering disamping penyerahan nyata feitelijke levering agar pemilikan pembeli menjadi sempurna, penjual harus menyelesaikan penyerahan tersebut. Penyerahan nyata yang dibarengi dengan penyerahan yuridis umumnya terdapat pada penyerahan benda-benda tidak bergerak. 13 M.Yahya Harahap, Op.Cit, hal.108. Universitas Sumatera Utara 10 Penyerahan memang tidak wajib dilakukan bila penjual tidak memberi kelonggaran tentang pembayaran, pembeli harus melakukan pembayaran atas seluruh harga barang. Dalam hal pembelian dengan pembayaran tunai sekaligus, maka apabila pembeli belum juga membayar harga, penjual tidak wajib melaksanakan penyerahan barangnya. Menurut Pasal 1478 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut di atas, jika penjual lupa atau lalai menyerahkan barang yang dibeli kepada pembeli, maka pembeli dapat menuntut pembatalan jual beli sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 dan 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada perjanjian timbal balik, bilamana salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka kelalaian demikian adalah merupakan “syarat yang membatalkan” perjanjian. Akan tetapi perlu diingat, batalnya itu tidak dengan sendirinya. Pembatalan harus diminta ke pengadilan karena syarat yang membatalkan tersebut bukan dengan sendirinya batal tetapi sifatnya “dapat diminta pembatalan”. 14 Namun demikian tanpa mengurangi ketentuan dalam Pasal 1266 tersebut di atas, maka Pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memuat pula ketentuan, apabila salah satu pihak tidak menepati perjanjian, pihak lain dapat memilih : 1. Memaksa pihak lain supaya menepati kewajiban yang diperjanjikan bilamana pelaksanaan masih mungkin. 14 Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Universitas Sumatera Utara 11 2. Atau menuntut pembatalan atau pembubaran perjanjian yang dibarengi dengan tuntutan ganti rugi yang terdiri dari ongkos, kerugian dan bunga. 15 Ataupun barang yang diserahkan harus dalam keadaan sebagaimana pada saat persetujuan dilakukan, berarti sejak terjadinya persetujuan jual beli, pembeli berhak atas segala hasil yang dihasilkan barang, sekalipun barang belum diserahkan kepada pembeli. Pada dasarnya pengikatan jual beli tidak lunas, hak kebendaan itu belum dapat dikatakan beralih, meskipun pihak pembeli sudah membayar lebih 80 dari harga. Berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, jual beli secara cicilan dapat dilakukan di dalam masyarakat, meskipun di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sama sekali tidak diatur. Dalam perjanjian jual beli tidak lunas ini, kewajiban pembeli ditentukan dengan membayar harga barang “secara cicilan” atau berkala, sebaliknya penjual biasanya masih tetap berhak menarik barang yang dijual dari tangan pembeli apabila pembeli tidak tepat waktu membayar harga secara cicilan yang dijadwalkan. Adanya hak penjual untuk menarik kembali barang yang telah dijual karena akibat keterlambatan membayar cicilan, adalah merupakan syarat yang disebut klausul yang menggugurkan. Salah satu bentuk jual beli secara berjangka adalah tidak dibarengi dengan penyerahan hak milik, karena penyerahan hak milik tersebut dapat dilakukan di depan pada saat perjanjian ditandatangani atau diserahkan di belakang pada saat 15 Ibid, hal.192. Universitas Sumatera Utara 12 pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli. Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang kala menghadapi hambatan di dalam realisasi transaksinya, walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun kadang kala masih ada hal-hal yang masih belum lengkap misalnya pembayaran harga yang belum lunas sehingga untuk itu belum dapat direalisasikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka dibuatlah dengan akta Notaris pengikatan jual beli dengan cicilan. Dalam penelitian ini hak milik yang dimaksud yaitu berupa sertipikat tanah yang penyerahannya baru diserahkan pada saat pembayaran termein terakhir dilakukan pembeli. Dalam penelitian ini, kasus yang terjadi adalah penjual melakukan perbuatan melawan hukum yaitu membatalkan perjanjian secara sepihak. Oleh karena adanya ketentuan ganti kerugian inilah pihak pembeli dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri. Hal ini telah dengan jelas ditentukan didalam perjanjian bahwa apabila tenggang waktu pembayaran telah lewat, maka uang muka yang telah dibayar calon pembeli kepada penjual tidak dapat dikembalikan. Dengan demikian status pembeli sudah dengan tegas ditentukan dalam akta pengikatan jual beli secara cicilan tersebut. Universitas Sumatera Utara 13

B. Perumusan Masalah