c. Pengumuman putusan hakim
Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis pidana dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai berikut:
1. Pidana pokok a. Pidana mati
Pidana mati merupakan pidana yang terberat. Eksistensi pidana mati masih menjadi perdebatan, mengingat keberadaannya sangat terkait erat
dengan isu hak asasi manusia. Roeslan Saleh mengemukakan, bagi kebanyakan negara keberadaan pidana mati sekarang ini tinggal
mempunyai arti dari sudut kultur historis, karena kebanyakan negara sudah tidak mencantumkan lagi di dalam KUHP.
120
Pidana mati menurut KUHP Indonesia diatur dalam Pasal 11, yang menyatakan bahwa pidana mati dijalankan dengan menjerat tali yang
terikat di tiang gantungan pada leher terpidana, kemudian algojo menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1964, Lembaran Negara 1964, Nomor 38, yang ditetapkan menjadi Undang-undang dengan
Undang-undang Nomor 5 tahun 1969, ditetapkan bahwa pidana mati dijalankan dengan menembak mati terpidana.
b. Pidana penjara
120
Roeslan Saleh, Stelsel Pidana Indonesia, Aksara Baru, Jakarta, 1983, hlm. 20.
Universitas Sumatera Utara
Pidana penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang
tersebut di dalam sebuah lembaga pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu menaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam
lembaga pemasyarakatan. Andi Hamzah mengemukakan bahwa pidana penjara disebut juga dengan pidana hilang kemerdekaan, bukan saja dalam
arti sempit bahwa ia tidak merdeka bepergian, tetapi juga narapidana kehilangan hak-hak tertentu, seperti hak memilih dan dipilih, hak
memangku jabatan publik, dan beberapa hak sipil lain.
121
Pidana penjara berfariasi dari penjara sementara minimal 1 hari sampai pidana penjara seumur hidup. Namun pada umumnya pidana
penjara maksimum 15 tahun dan dapat dilampaui sampai dengan 20 tahun. Perlu dikemukakan disini, walaupun pidana penjara sudah menjadi pidana
yang umum diterapkan di seluruh dunia, namun dalam perkembangan terakhir ini banyak yang mempersoalkan kembali manfaat penggunaan
pidana penjara dari segi efektifitas dan akibat-akibat negatif dari pidana penjara. Puncak dari kritik-kritik tajam terhadap keberadaan pidana
penjara tersebut yakni dengan adanya gerakan untuk menghapus pidana penjara.
122
121
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 28.
122
Barda Nawai Arief, Kebijakan Legislatif dalam Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Op. Cit., hlm. 43 dan 46.
Universitas Sumatera Utara
Pidana penjara ini masih terus mendapatkan sorotan, yakni masalah penerapan pidana penjara dalam jangka waktu yang pendek.
123
Sebagaimana diketahui bahwa menurut banyak kalangan pidana penjara jangka waktu yang pendek maksimal 6 bulan ini, mempunyai dampak
yang negatif bagi narapidana.
c. Pidana kurungan
Pidana kurungan juga merupakan pidana berupa pembatasan kemerdekaan bergerak bagi seorang terpidana. Lamanya pidana kurungan
sekurang-kurangnya adalah satu hari dan selama-lamanya adalah satu tahun. Akan tetapi lamanya pidana kurungan tersebut dapat diperberat
hingga satu tahun empat bulan, yaitu bila terjadi samenloop, recidive, dan berdasarkan pasal 52 KUHP jangka waktu pidana kurungan lebih pendek
dari pidana penjara, sehingga pembuat undang-undang memandang pidana kurungan lebih ringan dari pada pidana penjara, kemudian pidana
kurungan diancamkan kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran.
124
Menurut penjelasan di dalam Memori Van Toelichting, dimasukkannya pidana kurungan dalam KUHP terdorong oleh dua macam kebutuhan,
masing-masing yaitu:
123
Menurut D. Schaffmeister, pelbagai negara menetapkan batas waktu pidana penjara jangka pendek ini maksimal 6 bulan. Batas waktu ini dipelbagai negara ditentukan berdasarkan pertimbangan
bahwa batas waktu tersebut perlakuan penitensir masih mungkin dilaksanakan, D. Schaffmeister, Pidana Badan Singkat sebagai Pidana di waktu luang diterjemahkan oleh Tristam Pascal Moeljono,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 12.
124
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm, 39.
Universitas Sumatera Utara
a. Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana yang sangat
sederhana berupa pembatasan kebebasan bergerak atau suatu vrijheidsstraf yang sangat sederhana bagi delik-delik yang sifatnya
ringan. b.
Oleh kebutuhan akan perlunya suatu bentuk pidana berupa suatu pembatasan kebebasan bergerak yang sifatnya tidak begitu mengekang
bagi delik-delik yang sifatnya jahat pada pelaku, ataupun yang juga sering disebut sebagai suatu custodia honesta belaka.
125
Selanjutnya, berkenaan dengan perbedaan pidana kurungan dan pidana penajara dapat dirinci sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pidana kurungan, terpidana tidak boleh dipindahkan ke
tempat lain diluar tempat ia berdiam pada waktu dieksekusi, tanpa kemauannya sendiri.
2. Pekerjaan yang dibebankan kepada terpidana kurungan lebih ringan
dari pada terpidana penjara. 3.
Terpidana kurungan dapat memperbaiki nasib dengan biaya sendiri menurut ketentuan yang berlaku. Hak inilah yang disebut dengan hak
Pistole. 4.
Pidana kurungan tidak ada kemungkinan pelepasan bersyarat seperti pada pidana penjara.
126
125
Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, Armico, Bandung, 1984, hlm. 69.
126
Ibid., hlm. 40-41.
Universitas Sumatera Utara
d. Pidana denda