Pelaksanaan otonomi merupakan perwujudan dari asas desentralisasi, yakni asas yang menghendaki adanya penyerahan urusan pemerintahan dari
pemerintah pusat atau daerah otonom tingkat atasnya kepada daerah otonom menjadi urusan rumah tangganya. Sedangkan asas tugas pembantuan adalah asas
yang menghendaki adanya tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah otonom oleh pemerintah
pusat atau pemerintah daerah otonom tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
C. Konsep Sanksi Pidana pada Peraturan Daerah
Perumusan tujuan pembentukan peraturan daerah dalam penataan atau pengaturan obyek tertentu, maka sebenarnya terkandung maksud untuk
melindungi kepentingan-kepentingan, baik kepentingan masyarakat, kepentingan umum maupun kepentingan individu. Perlindungan terhadap kepentingan-
kepentingan itu dalam praktik pelaksanaan hukum, menurut Bambang Purnomo
91
merupakan tatanan tentang tata tertib yang timbul karena kenyataan dan tetap dipertahankan adanya serta perkembangannya sebagai aturan tingkah laku
manusia dalam hidup bermasyarakat. Ketentuan tentang larangan-larangan yang diatur dalam peraturan daerah,
selain dimaksudkan untuk mewujudkan tata tertib, juga dimaksudkan untuk
91
Bambang Poernomo, Hukum Pidana Kumpulan Karangan Ilmiah, Bina Aksara, Jakarta, 1982, hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
melindungi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat setempat. Sistem nilai-nilai budaya ini menurut Hermien Hadiati Koeswadji, terdiri dari konsep-konsep yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat budaya yang bersangkutan, yaitu mengenai hal-hal yang mereka anggap penting dan bernilai
dalam hidup.
92
Peraturan perundang-undangan pada hakekatnya merupakan produk dari penguasa yang memegang kekuasaan negara pada saat itu. Penguasa dalam
menetapkan perundang-undangan melalui badan-badan yang berwenang mempunya maksud tertentu. Dengan memakai perundang-undangan yang
dibuatnya, penguasa ingin mengadakan tata tertib dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang diinginkannya. Penguasa melalui pembentukan undang-
undang akan mempengaruhi arah mana pola keseluruhan nilai-nilai kehidupan masyarakat akan berkembang dan dikembangkan.
Kebijaksanaan yang dilaksanakan oleh pemerintah dituangkan dalam peraturan perundang-udangan yang dibentuknya. Dalam hal seperti ini,
perundang-undangan kemudian akan menjadi bagian dari suatu kebijaksanaan tertentu seperti kebijaksanaan ekonomi, sosial, kebudayaan, fiskal dan moneter.
Perundang-undangan akan menjelma menjadi salah satu dari serangkaian alat-alat yang ada pada pemerintah untuk dapat melakukan kebijaksanaan. Selain itu
menurut Roeslan Saleh, perundang-undangan juga sebagai sesuatu yang
92
Hermien Hadiati Koeswadji, Perkembangan Macam-macam Pidana dalam Rangka Pembangunan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hlm. 111.
Universitas Sumatera Utara
menentukan yang menggariskan kebijaksanaan, yang sama pula artinya dengan merancangkan suatu kebijaksanaan.
93
Peraturan daerah merupakan peraturan hukum administrasi, oleh karena sifat dan kedudukannya sebagai peraturan hukum administrasi itulah, maka
peraturan daerah secara umum mempunyai tujuan untuk mengatur. Ketentuan- ketentuan yang ada didalam peraturan daerah lebih banyak berisikan ketentuan-
ketentuan tentang pengaturan kebijaksanaan pemerintahan di daerah. Berdasarkan hal tersebut, maka setap penetapan peraturan daerah selalu
mempunyai maksud dan tujuan tertentu yang disesuaikan dengan kebijaksanaan peraturan daerah, untuk menilai isi dari suatu policy dapat dilihat dari segi tujuan-
tujuan yang ingin dicapai melalui kebijaksanaan tersebut. Dikemukakan oleh Prajudi Atmosudirjo,
94
bahwa isi dari suatu policy sangat tergantung pada tolok ukur yang meliputi tujuan-tujuan yang harus dicapai, sarana-sarana yanga
digunakan, dan waktu yang akan dijalankan. Kebijaksanaan yang memuat tujuan yang hendak diwujudkan oleh pemerintah daerah tersebut, biasanya isi atau
materinya dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Peraturan daerah inilah yang kemudian menjadi acuan bagi pelaksanaan kebijaksanaan di daerah.
Materi-matari peraturan daerah berisi tentang pengaturan kebijaksanaan pemerintahan di daerah, tidak dapat dilepaskan dari tujuan diadakannya peraturan
daerah itu sendiri dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Adapun tujuan
93
Roeslan Saleh, Segi-segi lain Hukum Pidana, Op. Cit., hlm. 45.
94
Prajudi Atmosudirjo, Loc. Cit.
Universitas Sumatera Utara
diadakannya peraturan daerah ini yakni untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
95
Sedangkan yang dimaksud dengan penyelenggaraan otonomi daerah yakni kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat.
96
Pembentukan pemerintahan daerah yang demikian, maka dapatlah dimengerti apabila materi-materi dalam peraturan daerah lebih banyak
berisi ketentuan tentang pengaturan pelaksanaan kebijaksanaan pemerintahan daerah.
Peraturan daerah dilengkapi dengan sanksi pidana, ancaman pidana dalam peraturan daerah ini, keberadaannya juga dimaksudkan untuk mendukung
berlakunya ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah yang bersangkutan. Dengan adanya ancaman pidana dalam peraturan daerah ini, yang dikenakan
kepada siapapun yang melanggarnya, diharapkan tujuan dari ditetapkannya peraturan daerah yang bersangkutan dapat tercapai.
Kebijakan untuk mencantumkan ancaman pidana dalam peraturan daerah, menunjukkan bahwa legislatif daerah berkeinginan untuk melakukan
kriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan tertentu dalam peraturan daerah. Berkaitan dengan kriminalisasi dalam peraturan daerah, apabila ditinjau
dari sisi tujuan ditetapkannya peraturan daerah bersangkutan, apakah perumusan dasar-dasar pertimbangan untuk mengancamkan ancaman pidana terhadap
95
Pasal 18 angka 6 UUD 1945, hasil amandemen ke-4, sebagaimana dijabarkan dalam pasal 69 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
96
Pasal 1 huruf h Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Universitas Sumatera Utara
perbuatan-perbuatan tertentu yang bertentangan dengan peraturan daerah sudah tepat. Sebab dalam banyak hal, tidak semua perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan perlu diancam dengan sanksi pidana, ada sarana lain diluar sanksi pidana yang dapat digunakan untuk mendukung berlakunya
perundang-undangan, seperti melalui sarana pengawasan atau kontrol, maupun sanksi administrasi.
Kedudukan peraturan
daerah bertujuan
mengatur pelaksanaan
kebijaksanaan pemerintahan dan hanya merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, maka pengancaman sanksi pidana yang
berlebihan akan dirasakan tidak sesuai dengan tujuan peraturan daerah itu sendiri. Misalnya, peraturan daerah tentang retribusi pedagang kaki lima yang tujuannya
untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah yang akan digunakan untuk mensejahterakan masyarakat setempat, namun dalam penegakan hukumnya harus
menyengsarakan masyarakat itu sendiri dengan adanya sanksi pidana yang diterapkan kepada wajib retribusi yang tidak membayar retribusi. Dalam hukum
administrasi ini, penggunaan sanksi pidana seharusnya hanya digunakan sebagai ultimum remedium. Artinya ialah apabila sanksi-sanksi dari hukum administrasi
belum atau tidak dapat digunakan secara efektif dalam usaha menegakkan norma- norma hukum administrasi, maka sanksi pidana baru digunakan.
Tujuan dari kriminalisasi pada peraturan daerah semestinya harus mengarah pada tujuan kebijakan sosial. Keterpaduan antara tujuan kriminalisasi
dan tujuan kebijakan sosial diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan nasional secara keseluruhan. Konsep demikian ini dilandasi pada pemikiran bahwa kriminalisasai sebagai salah satu masalah sentral dalam
penanggulangan kejahatan dalam hukum pidana, dalam implementasinya harus integral dengan kebijakan sosial atau kebijakan pembangunan nasional. Artinya
pemecahan masalah kriminalisasi harus diarahakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dari kebijakan sosial politik yang telah ditetapkan.
97
Oleh karena itulah, menurut Barda Nawawi Arief dalam menangani masalah kriminalisasi tersebut
harus dilakukan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebijakan policy oriented approach.
98
Selanjutnya dalam kebijakan juga terkandung pula pertimbangan nilai, maka dalam perumusan dasar-dasar pertimbangan
kriminalisasi pun harus pula berorientasi pada pendekatan nilai.
99
Bertolak dari pendekatan kebijakan itu, menurut Soedarto dalam melakukan kriminalisasi harus memperhatikan sebagai berikut:
100
1. Tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila. 2.
Perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian materiil danatau spiritual.
3. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip biaya dan
hasil cost benefit principle. 4.
Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan kapasitas atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum, yaitu jangan sampai ada
kelampauan beban tugas overbelasting.
97
Lihat Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Penanggulangan Kejahatan dengan Pidana Penjara, Op. Cit., hlm. 35.
98
Ibid.
99
Bandingkan dengan Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana, Op. Cit., hlm. 31.
100
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Op. Cit., hlm. 44-48.
Universitas Sumatera Utara
Bassiouni sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief, bahwa tujuan- tujuan yang ingin dicapai oleh pidana pada umumnya terwujud dalam
kepentingan-kepentingan sosial yang mengandung nilai-nilai tertentu yang perlu dilindungi. Kepentingan-kepentingan sosial tersebut menurut Bassiouni ialah:
101
1. Pemeliharan tertib masyarakat;
2. Perlindungan warga masyarakat dari kejahatan, kerugian atau bahaya-bahaya
yang tidak dapat dibenarkan, yang dilakukan oleh orang lain; 3.
Memasyarakatkan kembali resosialisasi para pelanggar hukum; 4.
Memelihara atau mempertahankan integritas pandangan-pandangan dasar tertentu mengenai keadilan sosial, martabat kemanusiaan dan keadilan
individu.
Dikemukakan lebih lanjut oleh Bassiouni, bahwa sanksi pidana harus disepadankan dengan kebutuhan untuk melindungi dan mempertahankan
kepentingan-kepentingan ini. Pidana hanya dapat dibenarkan apabila ada kebutuhan yang berguna bagi masyarakat, pidana yang tidak diperlukan tidak
dapat dibenarkan dan berbahaya bagi masyarakat. Selain itu, batas-batas sanksi pidana ditetapkan pula berdasarkan kepentingan-kepentingan ini dan nilai-nilai
yang mewujudkannya. Hukum pidana bukan hanya bersifat pragmatis tetapi juga suatu disiplin yang berdasar dan beroriantasi pada nilai not only pragmatic but
also value based and value-oriented.
102
Kriminalisasi dalam peraturan daerah, dalam kasus-kasus tertentu, penggunaan pendekatan nilai lebih dominan dijadikan dasar kriminalisasi dalam
peraturan daerah untuk pengaturan obyek tertentu. Hal ini sering terjadi dalam
101
Barda Nawawi Arief, Op. Cit., hlm 40.
102
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kriminalisasi masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai moralkesusilaan. Dampak dari dominannya pendekatan nilai ini, maka pendekatan kebijakan
cenderung diabaikan. Kriminalisasi cenderung tidak lagi dipertimbangkan kemampuan aparat penegak hukum dalam menegakkan aturan maupun
perhitungan antara biaya dan hasil dalam penggunaan hukum pidana. Pertimbangan tentang kemampuan aparat penegak hukum dalam
menegakkan aturan ini sangat penting dipertimbangkan dalam melakukan kriminalisasi perbuatan di dalam peraturan daerah. Jumlah personil aparat
penegak hukum yang terbatas menjadi kendala bagi penegakan peraturan daerah. Penegak hukum terkadang harus menerapkan skala prioritas dalam melakukan
penegakan suatu aturan hukum. Prioritas penegakan hukum ini umumnya ditujukan kepada aturan-aturan hukum yang benar-benar mendesak untuk
melindungi kepentingan masyarakat ataupun kepentingan negara. Oleh karena itu, apabila materi yang diancam dengan sanksi pidana dalam peraturan daerah
dipandang oleh aparat penegak hukum kurang begitu mendesak untuk ditegakkan, maka peraturan daerah tersebut biasanya tidak diprioritaskan penegakan
hukumnya.
D. Teori Pemidanaan 1. Teori-teori Pemidanaan