Pembatasan Masalah Tujuan Penelitian Sistem-sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap.

Universitas Sumatera utara

I. 2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Tanggapan Masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II – Medan Helvetia, terhadap perilaku budaya anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia?”.

I.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas maka perlu dibuat pembatasan masalah. Dan adapaun pembatasan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu berisikan situasi atau perisitiwa penelitian dan tidak mencari atau menjelaskan hubungan dan menguji. 2. Penelitian ini menganalisis tanggapan masyarakat Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia terhadap perilaku budaya anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia. 3. Objek Penelitian ini adalah masyarakat lingkungan II yang berada di Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia

I.4 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian atau riset pasti memiliki tujuan – tujuan tertentu yang akan dicapai yang memiliki manfaat untuk kedepannya. Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui tanggapan masyarakat Lingkungan II Kelurahan Sei Sikambing C II Kecamatan Medan Helvetia tentang perilaku budaya anak punk di Kelurahan Sei Sikambing C II Medan Helvetia.

I.5 Manfaat Penelitian

Adapun hal - hal yang termasuk sebagai manfaat didalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini kiranya dapat menambah cakrawala pengetahuan terhadap pengaruh komunikasim kelompok dan pembentukan identitas diri bagi mahasiswa departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Sumatera Utara. 2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan mampu memperkaya wawasan penelitian di bidang ilmu komunikasi, khususnya tentang Komunikasi Antar Budaya. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera utara 3. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pihak – pihak yang membutuhkan pengetahuan berkenaan dengan penelitian ini khususnya yang mencari masukan terhadap kelompok Punk. Universitas Sumatera Utara 10 Universitas Sumatera Utara BAB II URAIAN TEORITIS II. 1 Komunikasi II. 1. 1 Definisi Komunikasi Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar ataupun yang salah. Seperti juga model atau teori, definisi harus dilihat dari kemanfaatannya untuk menjelaskan fenomena yang didefinisikan dan mengevaluasinya. Beberapa definisi mungkin terlalu sempit, misalnya “Komunikasi adalah penyampaian pesan melalui media elektronik,” atau terlalu luas, misalnya “Komunikasi adalah interaksi antara dua mahluk hidup atau lebih,” sehingga para peserta komunikasi ini mungkin termasuk hewan, tanaman, dan bahkan jin Mulyana, 2007: 64. Banyak definisi komunikasi bersifat khas, mencerminkan paradigma atau perspektif yang digunakan ahli-ahli komunikasi tersebut dalam mendekati fenomena komunikasi. Paradigma ilmiah objektif, mekanistik, positivistik yang penelaahannya berorientasi pada efek komunikasi tampak dominan, mengasumsikan komunikasi sebagai suatu proses linier atau proses sebab-abikat, yang mencerminkan pengirim pesan atau yang biasa disebut komunikatorsumberpengirimenkoder yang aktif untuk mengubah pengetahuan, sikap atau perilaku komunikatepenerima pesansasarankhalayakdekoder atau yang dalam wacana komunikasi di Indonesia sering disebut komunikan yang pasif Mulyana, 2007: 64. Tubbs dan Moss mendefinisikan komunikasi sebagai “proses penciptaan makna antara dua orang komunikator 1 dan komunikator 2 atau lebih”, sedangkan Gudykunst dan Kim mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai “proses transaksional, simbolik yang melibatkan pemberian makna antara orang-orang dari budaya yang berbeda” . Sedangkan Harold Laswell mengatakan bahwa “cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut “Who Says, What In Which Channel, To Whom, With What Effect?” Atau siapa mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana Mulyana, 2007: 69. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Menurut Onong Uchjana Effendy 2001:2, komunikasi adalah suatu proses memberi signal menurut aturan aturan tertentu, sehingga dengan cara ini suatu sistem dapat didirikan, dipelihara dan diubah. Dan sebuah definisi singkat dibuat oleh Harold D. Laswell, bahwa cara yang tepat untuk menerangkan suatu tindakan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan: siapa yang menyampaikan komunikator, apa yang disampaikan pesan, melalui saluran apa media, kepada siapa komunikan, dan apa pengaruhnya efek Effendy, 2006:10.

II. 1. 2 Bentuk Komunikasi

Bentuk-bentuk komunikasi dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Komunikasi vertikal Komunikasi vertikal adalah komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas atau komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan secara timbal balik. 2. Komunikasi horisontal Komunikasi horisontal adalah komunikasi secara mendatar, misalnya komunikasi antara karyawan dengan karyawan dan komunikasi ini sering kali berlangsung tidak formal yang berlainan dengan komunikasi vertikal yang terjadi secara formal. 3. Komunikasi diagonal Komunikasi diagonal yang sering juga dinamakan komunikasi silang yaitu seseorang dengan orang lain yang satu dengan yang lainnya berbeda dalam kedudukan dan bagian Effendy, 2000 : 17. Pendapat lainnya menyebutkan, komunikasi dapat mengalir secara vertikal atau lateral menyisi. Dimensi vertikal dapat dibagi menjadi ke bawah dan ke atas. Komunikasi vertikal ke bawah adalah komunikasi yang mengalir dari satu tingkat dalam suatu kelompok atau organisasi ke suatu tingkat yang lebih bawah. Kegunaan dari pada komunikasi ini memberikan penetapan tujuan, memberikan instruksi pekerjaan, menginformasikan kebijakan dan prosedur pada bawahan, menunjukkan masalah yang memerlukan perhatian dan mengemukakan umpan balik terhadap kinerja Robbins, 2008 : 314-315. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Komunikasi vertikal ke atas adalah komunikasi yang mengalir ke suatu tingkat yang lebih tinggi dalam kelompok atau organisasi digunakan untuk memberikan umpan balik kepada atasan, menginformasikan mereka mengenai kemajuan ke arah tujuan dan meneruskan masalah-masalah yang ada. Sedangkan dimensi lateral, komunikasi yang terjadi di antara kelompok kerja yang sama, diantara anggota kelompok-kelompok kerja pada tingkat yang sama, diantara manajer-manajer pada tingkat yang sama Robbins, 2008 : 314-315.

II. 1. 3 Proses Komunikasi

Komunikasi antar manusia human communication adalah suatu proses pertukaran informasi yang bentuknya ditentukan oleh banyak faktor seperti; bahasa, pengalaman, latar belakang pendidikan, latar belakang sosial dan budaya, dan kemampuan individu dalam berkomunikasi. Harold D. Laswell, dalam bukunya Power and Personality mengatakan bahwa suatu model komunikasi akan menjawab masalah : Siapa, mengatakan apa, dalam saluran apa, kepada siapa, berakibat apa. Beberapa tahun kemudian satu model komunikasi dengan sembilan elemen telah dikembangkan. Dua elemen menggambarkan pihak-pihak utama dalam komunikasi yaitu pengirim dan penerima. Sedang dua elemen lagi menunjukkan alat-alat utama komunikasi yaitu pesan dan media. Empat elemen yang lain lagi menunjukkan fungsi utama komunikasi, yaitu penulisan dalam bentuk sandi encoding, membaca tulisan sandi decoding, tanggapan dan umpan balik. Elemen yang terkhir itu menunjukkan adanya gangguan dalam sistem tersebut Wallschlaeger, 1992: 324. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Gambar 1. 1 Diagram Proses Komunikasi Sumber : “Basic Visual Concepts and Principles”, 1992 : 344. Elemen-elemen tersebut : 1. Pengirim : Pihak yang mengirim pesan kepada pihak lain yang juga disebut sumber atau komunikator. 2. Penulisan dan bentuk sandi encoding: adalah proses mengungkapkan pendapat kedalam bentuk-bentuk simbolik. 3. Pesan : Serangkaian simbol yang dikirim oleh pengirim. 4. Media : Saluran-saluran komunikasi yang dipakai untuk menyampaikan pesan- pesan dari pengirim kepada penerima. 5. Pembacaan sandi decoding : Proses ketika penerima mengartikan simbol- simbol yang dikirim oleh pengirim. 6. Penerima: Pihak yang menerima pesan yang dikirim oleh pihak lain juga disebut pendengar atau tujuan. 7. Tanggapan: Serangkaian reaksi dari penerima setelah melihat atau mendengar pesan-pesan yang dikirim oleh pengirim. 8. Umpan balik: Bagian dari tanggapan penerima bahwa penerima itu mengkomunikasikan kembali kepada pengirim. 9. Gangguan: Yang dimaksud dalam hal ini adalah gangguan.atau distorsi yang tak terduga selama proses komunikasi, mengakibatkan penerima memperoleh pesan berbeda dari yang dikirimkan pengirim Wallschlaeger, 1992: 345. Model-model diatas menekankan faktor-faktor yang penting dalam komunikasi yang ampuh efektif. Pengirim harus tahu mana yang ingin mereka jangkau dan tanggapan apa yang mereka inginkan. Mereka harus pandai menyandikan pesan, serta memperhitungkan bagaimana khalayak sasaran itu membaca simbol pesan mereka. Selain itu, secara ideal, mereka harus menyediakan saluran-saluran umpan balik sehingga bisa mengetahui tanggapan khalayak terhadap pesan mereka Wallschlaeger, 1992: 346. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Supaya suatu pesan ampuh efektif, maka proses penyandian pesan dari pengirim harus berhubungan dengan proses pembacaan sandi dan penerimanya. Wilbur Schramm, seorang ahli komunikasi melihat bahwa pesan harus merupakan simbol-simbol penting yang dikenal dengan baik oleh penerima. Apabila pengalaman pengirim makin mirip dengan penerima, nampak pesan pengirim akan lebih mempan. Suatu sumber dapat menyandikan pesan-pesannya dan pihak penerima dapat membaca sandi itu hanya dengan berdasarkan pengalaman masing-masing. Komunikasi yang mempan paling tidak memilikimenimbulkan lima hal yaitu: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan Wallschlaeger, 1992: 346. Komunikasi tidak saja berupa tulisan atau bahasa verbal, namun dapat juga berupa bentuk-bentuk visual yang berupa kode atau sistem kode. Kita mengenal abjad atau tanda baca sebagai bahasa verbal, bahasa tubuh gesture dan bahasa tangan sebagai bahasa non verbal, kode morse atau semaphore berupa komunikasi nonverbal, pictogram yang merepresentasikan objek dan konsep, dan lain sebagainya Wallschlaeger, 1992: 346. Charles Wallschlaeger dalam bukunya “Basic Visual Concepts and Principles” mengembangkan pemikiran-pemikiran komunikasi visual, termasuk mengembangkan model komunikasi David K Berlo yang lebih dalam membahas model untuk menjelaskan dan membantu pembuatan pesan verbal maupun visual yang dapat dimanfaatkan oleh desainer, seniman, dan arsitek. Model ini dapat menjelaskan struktur logis dalam menerangkan langkah demi langkah proses komunikasi yang berupa pesan visual sehingga mengembangkan kemungkinan yang semakin besar agar seorang pengamat dapat mengerti dan memberi umpan balik yang diharapkan. Berikut ini langkah-langkah dalam menjelaskan model tersebut; 1. Sumber penyandian Sumber adalah individu atau kelompok pengirim pesan, dalam hal ini, pesan dapat disampaikan oleh desainer, seniman maupun arsitek. Pengirim pesan dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti nilai budaya, kreativitas, pengetahuan, pendidikan, sikap, kemampuan memaknai sandi, dan asosiasi. 2. Pesan Pesan dapat berupa suatu pernyataan, ide maupun perasaan-perasaan yang ingin dikomunikasikan. Kode-kode pesan tersebut berupa bentuk fisik dan figur dari pesan, yang dapat berupa bahasa verbal, visual, maupun gabungan keduanya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara yang tersusun dari tanda-tanda, simbol, struktur atau syntaks. Pesan-pesan visual tersebut dapat berupa foto, ilustrasi, image, produk, dan lain sebagainya. 3. Saluran Saluran adalah media untuk menyampaikan pesan pesan, yang melibatkan panca indra Indera Penglihatan Mata, Indera Pendengaran Telinga, Indera Penciuman Hidung, Indera Pengecapan Mulut, Indera Peraba Tangan, yang dapat dilakukan oleh berbagai media maupun material berupa hasil cetak, film, televisi, buku, majalah, dll. 4. Penerima Pemaknaan sandi Merupakan individu atau kelompok yang dimaksud atau ditunjuk untuk menerima pesan. Penerima komunikasi visual ini dapat berupa sekelompok massa dengan karakter yang berbeda-beda, maupun suatu kelompok yang lebih kecil dengan karakter dan latar belakang yang khusus. Penerima pesan, sama dengan pengirim pesan atau sumber juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar seperti nilai budaya, kreativitas, pengetahuan, pendidikan, sikap, kemampuan memaknai sandi, dan asosiasi Wallschlaeger, 1992: 360. Gambar 1. 2 Model komunikasi visual David K Berlo yang dikembangkan oleh Charles Wallschlaeger Sumber: “Basic Visual Concepts and Principles”, 1992 : 377. Teori komunikasi menyatakan bahwa sistem kode harus memuat simbol- simbol lengkap dengan hubungan antara simbol-simbol tersebut, maksudnya antara simbol dan hubungan dengan yang diwakilinya harus memiliki kesamaan interpretasi bagi pengamatnya. Desainer, juga seniman dan arsitek menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan pesan-pesan dalam bentuk komunikasi visual, sehingga harus memilih bentuk-bentuk yang tepat pada rancangannya untuk menyampaikan maksud yang ingin disampaikannya Wallsclaeger, 1992: 381. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

II. 1. 4 Fungsi Komunikasi

Rudolph F. Verderber mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi sosial, yakni untuk tujuan kesenangan, untuk menunjukkan ikatan dengan orang lain, membangun dan memelihara hubungan. Kedua, fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu pada saat tertentu, seperti: apa yang akan kita makan pagi hari, apakah kita akan kuliah atau tidak, bagaimana belajar untuk menghadapi tes. Menurut Verderber, sebagian keputusan ini dibuat sendiri, dan sebagian lagi dibuat setelah berkonsultasi dengan orang lain. Sebagian keputusan bersifat emosional, dan sebagian lagi melalui pertimbangan yang matang. Semakin penting keputusan yang akan dibuat, semakin hati-hati tahapan yang dilalui untuk membuat keputusan. Verderber menambahkan, kecuali bila keputusan itu bersifat reaksi emosional, keputusan itu biasanya melibatkan pemrosesan informasi, berbagi informasi, dan dalam banyak kasus, persuasi, karena kita tidak hanya perlu memperoleh data, namun sering juga untuk meperoleh dukungan atas keputusan kita Mulyana, 2007: 5. Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri-sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat Mulyana, 2007: 5. Ada empat fungsi komunikasi berdasarkan kerangka yang dikemukakan William I. Gorden. Keempat fungsi dalam komunikasi tersebut, yakni komunikasi sosial, komunikasi ekspresif, komunikasi ritual, dan komunikasi instrumental, tidak saling meniadakan nutually exclusive. Fungsi suatu peristiwa komunikasi communication event tampaknya tidak sama sekali independen, melainkan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya, meskipun terdapat suatu fungsi yang dominan Mulyana, 2007: 5. Berikut ini adalah penejelasan tentang keempat fungsi komunikasi tersebut : Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 1. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota dan negara secara keseluruhan untuk mencapai tujuan bersama Mulyana, 2007: 6. Implisit dalam fungsi komunikasi sosial ini adalah fungsi komunikasi kultural. Para Ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi itu mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi dari satu mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannnya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Benar kata Edward T. Hall bahwa “budaya adalah komunikasi” dan “komunikasi adalah budaya” Mulyana, 2007: 6. Pada satu sisi, komunikasi merupakan mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal, dari suatu generasi kepada generasi berikutnya. Pada sisi lain, budaya menetapkan norma-norma komunikasi yang dianggap sesuai untuk suatu kelompok, misalnya “Laki-laki tidak gampang menangis, tidak bermain boneka,” “Anak perempuan tidak bermain pistol-pistolan, pedang-pedangan, atau mobil-mobilan,” “Jangan makan dengan tangan kiri,” “Jangan melawan orangtua, “Duduklah dengan sopan,” “Jangan menatap mata atasan,” “Bersikaplah ramah kepada tamu,” “Jangan membicarakan kebesaran dunia di dalam masjid,” dan sebagainya. Budaya ini bahkan mempengaruhi kita setelah kita mati. Pengurusan orang yang meninggal apakah mayatnya dikafani atau dalam peti mati, setelah itu apakah ada tahlilan atau tidak, juga bergantung pada norma-norma budaya yang berlaku pada komunitas kita Mulyana, 2007: 7. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Sebagian kesulitan komunikasi berasal dari fakta bahwa kelompok- kelompok budaya atau subkultur-subkultur dalam suatu budaya mempunya perangkat norma berlainan. Misalnya, terdapat perbedaan dalam norma-norma komunikasi antara kaum militer dengan kaum sipil, kaum abangan dengan kaum santri, kaum konservatif dengan kaum radikal, penduduk kota dengan penduduk desa, warga Nadhatul Ulama NU dengan warga Muhammadiyah, dan bahkan antara generasi tua dengan generasi muda Mulyana, 2007: 8. Oleh karena fakta atau rangsangan komunikasi yang sama mungkin dipersepsi secara berbeda oleh kelompok-kelompok berbeda kultur atau subkultur, kesalahpahaman hampir tidak dapat dihindari. Akan tetapi, ini tidak berarti bahwa berbeda itu buruk. Kematangan dalam budaya ditandai dengan toleransi atas perbedaan. Mengutuk orang lain karena mereka berbeda adalah tanda kebebalan dan kecongkakan Mulyana, 2001: 8. Komunikasi sosial mengisyaratkan bahwa komunikasi dilakukan untuk pemenuhan-diri, untuk merasa terhibur, nyaman dan tenteram dengan diri-sendiri dan juga orang lain. Dua orang dapat berbicara berjam-jam, dengan topik yang berganti-ganti, tanpa mencapai tujuan yang pasti. Pesan-pesan yang mereka pertukarkan mungkin hal-hal yang remeh, namun pembicaraan itu membuat keduanya merasa senang. Kita bisa memahami mengapa seseorang yang mengemukakan persoalan pribadinya kepada orang lain yang dipercayainya merasa beban emosionalnya berkurang. Komunikasi fatik semcam ini dapat sekaligus berfungsi sebagai mekanisme untuk menunjukkan ikatan sosial dengan orang yang bersangkutan, apakah sebagai sahabat, teman sejawat, kerabat, mantan dosen, dan sebagainya Mulyana, 2007: 19. 2. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi ekspresif Erat kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif yang dapat dilakukan baik sendirian ataupun dalam kelompok. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut menjadi instrumen untuk menyampaikan perasaan-perasaan emosi kita. Perasaan-perasaan tersebut dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan dengan kata- kata, namun terutama lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Seorang atasan menunjukkan simpatinya kepada bawahannya yang istrinya baru meninggal dengan menepuk bahunya Mulyana, 2007: 24. Perasaan bahkan juga bisa diungkapkan dengan memberi bunga, misalnya sebagai tanda cinta atau kasih sayang atau ketika kita ingin menyatakan selamat kepada orang yang berulang tahun, lulus menjadi sarjana, atau menikah, atau juga menyatakan simpati dan duka-cita kepada orang yang salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Emosi kita juga dapat kita salurkan lewat bentuk seni seperti puisi, novel, musik tarian, atau lukisan. Puisi “Aku” karya Chairil Anwar mengekspresikan kebebasannya dalam berkreasi. Harus diakui, bahwa musik juga dapat mengeskpresikan perasaan, kesadaran, dan bahkan pandangan hidup ideologi manusia Mulyana, 2007: 25. 3. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi ritual Erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual yang biasanya dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukakn upacara- upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup , yang disebut para antropolog sebagai rites of passage , mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun nyanyi Happy Birthday dan pemotongan kue, pertunangan melamar, tukar cincin, siraman, pernikahan ijab-qabul, sungkem kepada orang tua, sawer, dan sebagainya, ulang tahun perkawinan, hingga upacara kematian Mulyana, 2004: 27. Komunikasi ritual sering juga bersifat ekspresif, menyatakan perasaan terdalam seseorang. Orang menziarahi makam Nabi Muhammad, bahkan menangis di dekatnya, untuk menunjukkan kecintaan kepadanya. Para siswa yang menjadi pasukan pengibar bendera pusaka paskibraka mencium bendera merah putih, sering dengan berlinang airmata, dalam pelantikan mereka, untuk menunjukkan rasa cinta mereka kepada nusa dan bangsa, terlepas dari apakah kita setuju terhadap perilaku mereka atau tidak Mulyana, 2007: 28. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Kegiatan ritual memungkinkan para pesertanya berbagi komitmen emosional dan menjadi perekat bagi kepaduan mereka, juga sebagai pengabdian kepada kelompok. Ritual menciptakan perasaan tertib a sense of order dalam dunia yang tanpanya kacau balau. Ritual memberikan rasa nyaman akan keteramalan a sense of predictability. Bila ritual tidak dilakukan orang menjadi bingung, misalnya bila dua orang bertemu pada hari lebaran dan orang pertama mengulurkan tangan, sedangkan orang kedua sekadar memandangnya, kebingungan atau ketegangan muncul. Bahkan substansi kegiatan ritual itu sendiri yang terpenting, melainkan perasaan senasib sepenanggungan yang menyertainya, perasaan bahwa kita terikat oleh sesuatu yang lebih besar daripada diri kita sendiri, yang bersifat “abadi,” dan bahwa kita diakui dan diterima dalam kelompok agama, etnik, sosial kita Mulyana, 2007: 30. Hingga kapanpun ritual tampaknya akan tetap menjadi kebutuhan manusia, meskipun bentuknya berubah-ubah, demi pemenuhan jati-dirinya sebagai individu, sebagai anggota komunitas sosial, dan sebagai salah satu unsur dari alam semesta. Salah satu ritual modern adalah olahraga. Sebagaimana dikemukakan Michael Novak dalam bukunya The Joy Sports 1976, olah raga, khususnya kompetisi tingkat dunia, mirip dengan upacara keagamaan. Peristiwa itu mencakup tata cara yang hampir dianggap suci dan harus dipatuhi. Di samping itu, peristiwa itu juga menggunakan lambang-lambang seperti bendera, lagu kebangsaan, kostum, tempat-tempat “suci” yangdikhususkan bagi pemain, pelatih, penonton, juga batasan waktu, dan sebagainya Mulyana, 2007: 33. 4. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi instrumental Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum: menginformasikan, mengajar mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakkan tindakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tuujuan tersebut dapat disebut membujuk bersifat persuasif. Komunikasi yang berfungsi memberitahukan atau menerangkan to inform mengandung muatan persuasif dalam arti bahwa pembicara menginginkan pendengarnya mempercayai bahwa fakta atau informasi yang disampaikannya akurat dan layak diketahui Mulyana, 2007: 33. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Sebagai instrumen, komunikasi kita tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunikasi membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. Komunikasi bersifat sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik tujuan jangka pendek ataupun tujuan jangka-panjang Mulyana, 2007: 34. Suatu peristiwa komunikasi sesungguhnya seringkali mempunyai fungsi- fungsi yang tumpang tindih, meskipun salah satu fungsinya sangat menonjol dan mendominasi. Menjawab apa fungsi komunikasi dalam kehidupan kita, ternyata sebenarnya terdapat berbagai macam jawaban. Manusia tentu saja dapat mengkonseptualisasikan serta mampu mengembangkan pandangan pandangannya mengenai masalah ini berdasarkan bacaan ataupun pengamatan atas peristiwa- peristiwa komunikasi yang terjadi di sekitar kita Mulyana, 2007: 38. II. 2 Komunikasi Antarbudaya II. 2. 1 Pengertian Komunikasi Antarbudaya Pembicaraan tentang komunikasi antarbudaya tak dapat dielakkan dari pengertian kebudayaan budaya. Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua konsep yang tidak dapat dipisahkan, “harus dicatat bahwa studi komunikasi antarbudaya dapat diartikan sebagai studi yang menekankan pada efek kebudayaan terhadap komunikasi” William B. Hart II, 1996. Kita juga dapat memberikan definisi komunikasi antarbudaya yang paling sederhana yakni, komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka yang berbeda latar belakang kebudayaan Liliweri, 2001: 9-13. Dengan pemahaman yang sama, maka komunikasi antarbudaya dapat diartikan melalui beberapa pernyataan sebagai berikut: 1. Komunikasi antarbudaya adalah pernyataan diri antarpribadi yang paling efektif antara dua orang yang saling berbeda latar belakang budayanya. 2. Komunikasi antarbudaya merupakan pertukaran pesan-pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya. 3. Komunikasi antarbudaya merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang disampaikan secara lisan Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara atau tertulis atau metode lainnya yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya. 4. Komunikasi antarbudaya adalah pengalihan informasi dari seorang yang kebudayaan tertentu kepada seorang yang berkebudayaan lain. 5. Komunikasi antarbudaya adalah pertukaran makna yang berbentuk simbol yang dilakukan dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaannya. 6. Komunikasi antarbudaya adalah proses pengalihan pesan yang dilakukan seorang melalui saluran tertentu kepada orang lain yang keduanya berasal dari latar belakang budaya yang berbeda dan menghasilkan efek tertentu. 7. Komunikasi antarbudaya adalah setiap proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan di antara mereka yang berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau tampilan pribadi, atau bantuan hal lain di sekitarnya yang memperjelas pesan. Liliweri, 2001: 9-10. Kita dapat melihat bahwa proses perhatian komunikasi dan kebudayaan, terletak pada variasi langkah dan cara berkomunikasi yang melintasi komunitas atau kelompok manusia. Fokus perhatian studi komunikasi dan kebudayaan juga meliputi, bagaimana menjajagi makna dan pola-pola itu diartikulasikan ke dalam sebuah kelompok sosial, kelompok budaya, kelompok politik, proses pendidikan, bahkan lingkungan teknologi yang melibatkan interaksi manusia Liliweri, 2001: 9-10. Hammer 1989 mengutip perumpamaan Wilbur Schramm 1982, menggambarkan bahwa lapangan studi komunikasi itu ibarat sebuah oasis, dan studi komunikasi antarbudaya itu dibentuk oleh ilmu-ilmu tentang kemanusiaan yang seolah nomadik lalu bertemu di sebuah oase. Ilmu-ilmu sosial “nomadik” itu adalah antropologi, sosiologi, psikologi dan hubungan internasional. Oleh karena itu sebagian besar pemahaman tentang komunikasi antarbudaya bersumber dari ilmu-ilmu tersebut sebagaimana terlihat dalam beberapa definisi berikut ini: 1. Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural Communication, A Reader – komunikasi antarbudaya adalah komunikasi antara orang- orang yang berbeda kebudayaan, misalnya antar suku bangsa, antar etnik dan ras, antar kelas sosial. Samovar dan Porter, 1976: 25. 2. Samovar dan Porter juga mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya terjadi diantara prosedur pesan dan penerima pesan yang latar belakang kebudayaannya berbeda. Samovar dan Porter, 1976: 4 3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta komunikasi yang mewakili pribadi, antarpibadi, dan kelompok, dengan tekanan pada Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku komunikasi para peserta. Dood, 1991 : 5. 4. Komunikasi antarbudaya adalah suatu proses komunikasi simbolik, interpretatif, transaksional, konstektual yang dilakukan sejumlah orang- yang karena memiliki perbedaan derajat kepentingan tertentu – memberikan interpretasi dan harapan secara berbeda terhadap apa yang disampaikan dalam bentuk perilaku tertentu sebagai makna yang dipertukarkan. Lustig dan Koester Intercultural Communcation Competence,1993. 5. Intercultural communication yang disingkat “ICC” mengartikan komunikasi antarbudaya merupakan interaksi antarpribadi antara seorang anggota dengan kelompok yang berbeda kebudayaan. 6. Guo-Ming Chen dan William J. Starosta mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok Liliweri, 2001: 10-11. Selanjutnya komunikasi antarbudaya itu dilakukan : 1 dengan negosiasi untuk melibatkan manusia di dalam pertemuan antarbudaya yang membahas satu tema penyampaian tema melalui simbol yang sedang dipertentangkan. Simbol tidak sendirinya mempunyai makna tetapi dia dapat berarti ke dalam suatu konteks, dan makna- makna itu dinegosiasikan atau diperjuangkan; 2 melalui pertukaran sistem simbol yang tergantung dari persetujuan antarsubjek yang terlibat dalam komunikasi, sebuah keputusan dibuat untuk berpartisipasi dalam proses pemberian makna yang sama; 3 sebagai pembimbing perilaku budaya yang tidak terprogram namun bermanfaat karena mempunyai pengaruh terhadap perilaku kita; 4 menunjukkan fungsi sebuah kelompok sehingga kita dapat membedakan diri dari kelompok lain dan mengidentifikasinya dengan pelbagai cara Liliweri, 2001: 11-12. Pengertian-pengertian komunikasi antarbudaya tersebut membenarkan sebuah hipotesis proses komunikasi antarbudaya, bahwa semakin besar derajat perbedaan antarbudaya maka semakin besar pula kita kehilangan peluang untuk merumuskan suatu tingkat kepastian sebuah komunikasi yang efektif. Jadi harus ada jaminan terhadap akurasi interpretasi pesan-pesan verbal maupun non verbal. Hal ini disebabkan karena ketika berkomunikasi dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, maka kita memiliki pula perbedaan dalam sejumlah hal, misalnya derajat pengetahuan, derajat kesulitan dalam permalan, derajat ambiguitas, kebingungan, Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara suasana misterius yang tak dapat dijelaskan, tidak bermanfaat, bahkan nampak tidak bersahabat Liliweri, 2001: 12. Dengan demikian manakala suatu masyarakat berada pada kondisi kebudayaan yang beragam maka komunikasi antarprobadi dapat menyentuh nuansa-nuansa komunikasi antarbudaya. Di sini, kebudayaan yang menjadi latar belakang kehidupan, akan mempengaruhi perilaku komunikasi manusia. Oleh karena itu di saat kita berkomunikasi antarpribadi dengan seseorang dalam masyarakat yang makin majemuk, maka dia merupakan orang yang pertama dipengaruhi oleh kebudayaan kita Liliweri, 2001: 12.

II. 2. 2 Asumsi-Asumsi Dasar Komunikasi Antarbudaya

Sitaram dan Codgell mengatakan bahwa komunikasi yang efektif dengan orang lain akan berhasil kalau kita mampu memilih dan menjalankan teknik- teknik berkomunikasi, dan jangan lupa, menggunakan bahasa yang sesuai dengan latar belakang mereka. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa praktek komunikasi antarbudaya sudah berlangsung sepanjang kehidupan manusia meskipun sistematisasi komunikasi antarbudaya baru terjadi tatkala Edward T. Hall memulai penyelidikan tentang interaksi antarbudaya di sekitar tahun 1950-an Liliweri, 2001: 14. Komunikasi antarbudaya adalah merupakan salah satu kajian dalam ilmu komunikasi. Hammer 1995 meminjam pendapat Hall, mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai salah satu kajian dalam ilmu komunikasi karena: 1. secara teoritis memindahkan fokus dari satu kebudayaan kepada kebudayaan yang dibandingkan. 2. Membawa konsep aras makro kebudayaan ke aras mikro kebudayaan. 3. Mengubungkan kebudayaan dengan proses komunikasi. 4. Membawa perhatian kita kepada peranan kebudayaan yang menpengaruhi perilaku Liliweri, 2001: 14. Sebuah teori – termasuk teori komunikasi – berbeda dengan hukum – termasuk hukum komunikasi ; kalau hukum dapat diterapkan secara universal maka teori hanya dapat diterapkan dalam suatu lingkungan atau situasi tertentu. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Situasi dimana suatu teori – termasuk teori komunikasi – dapat diterapkan disebut asumsi, dan hanya dengan asumsi orang akan mampu memberikan batas –batas bagi penerapan sebuah teori Liliweri, 2001: 15 Dengan kata lain, asumsi sebuah teori komunikasi merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid, tempat di mana sebuah teori komunikasi dapat diaplikasikan. Atas cara berpikir yang sama maka dapat dikatakan, asumsi sebuah teori komunikasi antarbudaya merupakan seperangkat pernyataan yang menggambarkan sebuah lingkungan yang valid tempat di mana teori-teori komunikasi antarbudaya itu dapat diterapkan Liliweri, 2001: 15. Dalam rangka memahami kajian komunikasi antarbudaya maka kita mengenal beberapa asumsi, yaitu: 1. komunikasi antarbudaya di mulai dengan anggapan dasar bahwa ada perbedaan persepsi antara komunikator dengan komunikan 2. dalam komunikasi antarbudaya terkandung isi dan relasi antarpribadi 3. gaya personal mempengaruhi komunikasi antarpribadi 4. komunikasi antarbudaya bertujuan mengurangi tingkat ketidakpastian 5. komunikasi berpusat pada kebudayaan 6. efektivitas antarbudaya merupakan tujuan komunikasi antarbudaya Liliweri, 2001: 15-16.

II. 2. 3 Tujuan Komunikasi Antarbudaya

Salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Dalam studi komunikasi, terutama teori informasi, diajarkan bahwa tingkat ketidaktentuan itu akan berkurang manakala kita mampu meramalkan secara tepat proses komunikasi tersebut Liliweri, 2001: 15-16. Gudykunstt dan Kim 1984 menunjukkan bahwa orang-orang yang kita tidak kenal selalu berusaha mengurangi tingkat ketidakpastian melalui peramalan yang tepat atas telasi antar pribadi. Dalam buku Liliweri yang berjudul “Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya” 2001: 19-20 usaha untuk mengurangi tingkat ketidakpastian itu dapat dilakukan melalu tiga tahap interaksi, yakni : 1. pra-kontak atau tahap pembentukan kesan melalui simbol verbal maupun non verbal apakah komunikan suka berkomunikasi atau menghindari komunikasi; Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. initial contact and impression, yakni tanggapan lanjutan atas kesan yang muncul dari kontak awal tersebut; misalnya kita bertanya pada diri kita sendiri; Apakah kita seperti mereka? Apakah mereka mengerti kita? Apakah kita merasa rugi waktu kalau berkomunikasi dengan mereka orang lain?; 3. closure, mulai membuka diri kita yang semula tertutup melalui atribusi dan pengembangan kepribadian implisit. Teori atribusi menganjurkan agar kita harus lebih mengerti perilaku orang lain dengan menyelidiki motivasi atas suatu perilaku atau tindakan dia . Edward T. Hall mengatakan: “Komunikasi adalah kebudayaan dan kebudayaan adalah komunikasi.” Dalam tema atau bagian uraian tentang kebudayaan ada sistem dan dinamika yang mengatur tata cara pertukaran simbol- simbol komunikasi; dan kedua, hanya dengan komunikasi maka pertukaran simbol-simbol dapat dilakukan, dan kebudayaan hanya akan eksis jika ada komunikasi Liliweri, 2001: 21. Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan berinteraksi sosial kalau dia tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan bahwa interaksi antarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya akan tercapai komunikasi yang sukses bila bentuk-bentuk hubungan antarbudaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikan, mencipatakan dan memperbaharui sebuah manajemen komunikasi yang efektif, lahirnya semangat kesetiakawanan, persahabatan dan hingga kepada berhasilnya pembagian teknologi Liliweri, 2001: 22.

II. 2. 4 Persepsi Dalam Komunikasi Antarbudaya

Persepsi adalah proses internal yang kita lakukan untuk memilih, mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal. Dengan kata lain, persepsi adalah cara kita mengubah energi-energi fisik lingkungan kita menjadi pengalaman yang bermakna. Secara umum dipercaya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara bahwa orang-orang berperilaku sedemikian rupa sebagai hasil dari cara mereka mempersepsi dunia yang sedemikian rupa pula Mulyana, 2005: 25. Perilaku-perilaku ini dipelajari sebagian dari pengalaman budaya mereka. Baik dalam menilai kecantikan atau melukiskan salju, kita memberikan respons kepada stimuli tersebut sedemikian rupa sebagaimana yang budaya kita telah ajakarkan kepada kita. Kita cenderung memperhatikan, memikirkan dan memberikan respons kepada unsur-unsur dalam lingkungan yang penting bagi kita. Komunikasi antarbudaya akan lebih dapat dipahami sebagai perbedaan budaya dalam mempersepsi objek-objek sosial dan kejadian-kejadian. Suatu prinsip penting dalam pendapat ini adalah bahwa masalah-masalah kecil dalam komunikasi sering diperumit oleh perbedaan-perbedaan persepsi ini Mulyana, 2005: 25. Untuk memahami dunia dan tindakan-tindakan orang lain, kita harus memahami kerangka persepsinya. Dalam komunikasi antarbudaya yang ideal kita akan mengharapkan banyak persamaan dalam pengalaman dan persepsi. Tetapi karakter budaya yang cenderung memperkenalkan kita kepada pengalaman- pengalaman yang tidak sama, dan oleh karenanya membawa kita kepada persepsi yang berbeda-beda atas dunia eksternal Mulyana, 2005: 26. Tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dang langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita. Unsur-unsur tersebut adalah sistem-sistem kepercayaan belief, nilai value, sikap attitude, pandangan dunia world view, dan oraganisasi sosial social organization. Ketiga unsur utama ini mempengaruhi persepsi kita dan makna yang kita bangun dalam persepsi, unsur-unsur tersebut mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Kita semua mungkin melihat entitas sosial yang sama dan menyetujui entitas sosial tersebut dengan menggunakan istilah-istilah yang objektif, tetapi makna objek atau peristiwa tersebut bagi kita tentu sangat berbeda Mulyana, 2005: 26. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

a. Sistem-sistem Kepercayaan, Nilai, dan Sikap.

Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai kemungkinan- kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Kepercayaan tersebut melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai dan karakteristik-karakteristik yang membedakannya. Derajat kepercayaan kita mengenai suatu peristiwa atau objek yang memiliki karakteristi-karakteristik tertentu menunjukkan tingkat kemungkinan subjektif kita dan konsekuensinya, juga menunjukkan kedalaman atau intesitas kepercayaan kita Mulyana, 2005: 26. Budaya memainkan suatu peranan penting dalam pembentukan kepercayaan. Dalam komunikasi antarbudaya tidak ada hal yang benar atau hal yang salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila seseorang percaya bahwa suara angin dapat menuntun perilaku seseorang ke jalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa kepercayaan itu salah; kita harus dapat mengenal dan menghadapi kepercayaan tersebut bila kita ingin melalkukan komunikasi yang sukses dan memuaskan Mulyana, 2005: 26. Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Dimensi-dimensi evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai suatu tatanan nilai yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya. Nilai-nilai itu dinamakan nilai-nilai budaya Mulyana, 2005: 27. Nilai-nilai budaya biasanya berasal dari isu-isu filosofis lebih besar yang merupakan bagian dari suatu milieu budaya. Nilai-nilai ini umumnya normatif dalam arti bahwa nilai-nilai tersebut menjadi rujukan seseorang anggota budaya tentang apa yang baik dan apa yang buruk, yang benar dan yang salah, yang sejati dan palsu, positif dan negatif, dan lain sebagainya Mulyana, 2005: 27. Nilai-nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam perilaku para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai-nilai ini disebut nilai- nilai normatif. Kebanyakan orang melaksanakan perilaku-perilaku normatif; sedikit orang tidak. Orang yang tak melaksanakan perilaku normatif mungkin mendapat sanksi informal ataupun sanksi yang sudah dibakukan. Perilaku- Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara perilaku normatif juga tampak pada perilaku-perilaku sehari-hari yang menjadi pedoman bagi individu dan kelompok untuk mengurangi atau menghindari konflik Mulyana, 2005: 27. Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi bagi pengembangan dan isi sikap. Kita boleh mendefinisikan sikap sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek secara konsisten. Sikap itu dipelajari dalam suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap kita, kesiapan kita untuk merespons, dan akhirnya perilaku kita Mulyana, 2005: 27.

b. Pandangan Dunia World View