dengan DPK yang sedikit, kredit yang diberikan sangat besar, mungkin hal ini disebabkan oleh penggalakan ekspor secara besar-besaran sehingga kredit untuk
produk ekspor meningkat padahal DPKnya tidak meningkat. Bank yang memiliki LDR terendah adalah Bank Mandiri, dari tahun 2001, LDR-nya tidak pernah lebih
dari 60 persen. Perkembangan LDR Bank Persero dapat dilihat pada Lampiran 6. NPL tertinggi selama tahun 2001 sampai 2008 dicapai oleh BNI pada tahun
2001, yaitu sebesar 19,54 persen sedangkan yang terendah dicapai oleh BEI pada tahun 2005, sebesar 0,77 persen. NPL Bank Persero selama tahun 2001 sampai 2008
dapat dilihat pada Lampiran 8. Rasio-rasio keuangan seperti LDR dan NPL diterbitkan bersama Laporan Keuangan Publikasi Bank LKPB sejak tahun 2001,
terdapat pada Perhitungan Rasio Keuangan, format LKPB sebelumnya belum ada Perhitungan Rasio Keuangan sehingga data rasio-rasio keuangan dalam penelitian ini
dimulai tahun 2001.
4.2. Efisiensi Bank Tahunan
DEA merupakan ukuran efisiensi relatif, bahkan lebih tepat disebut mengukur inefisiensi masing-masing unit dalam sekelompok unit dibandingkan dengan satu
atau lebih unit yang dianggap paling efisien dalam kelompok tersebut. Namun dalam praktek analisis DEA dapat menghasilkan beberapa unit mempunyai tingkat efisiensi
100 persen, artinya unit tersebut merupakan unit yang terefisien dalam kelompok
tertentu dan waktu tertentu. Analisis ini menghasilkan gambaran mengenai kondisi tingkat efisiensi perbankan di Indonesia.
Grafik di berikut ini dibuat berdasarkan rata-rata efisiensi teknis Bank Persero pada tahun 1999 sampai 2008 di mana rata-rata efisiensi diperoleh dari mengambil
rata-rata efisiensi teknis masing-masing bank dalam sampel berdasarkan perhitungan DEA dengan menggunakan program Data Envelopment Analysis Computer
Program atau DEAP versi 2.1.
0.446 0.600
0.715 0.630
0.594 0.656
0.627 0.607
0.802 0.785
0.000 0.200
0.400 0.600
0.800 1.000
1999 2000
2001 2002
2003 2004
2005 2006
2007 2008
tahun e
fi s
ie n
s i
te k
n ik
Sumber: Hasil perhitungan DEA, diolah.
Gambar 4.4. Rata-Rata Efisiensi Bank Persero
Rata-rata efisiensi teknis Bank Persero selama sepuluh tahun tersebut adalah 64,6 persen. Rata-rata efisiensi pada tahun 1999 adalah sebesar 44,6 persen, artinya
agar efisiensi mencapai maksimal, Bank Persero rata-rata membutuhkan kenaikan efisiensi sebesar 55,4 persen. Efisiensi saat itu merupakan efisiensi terendah selama
sepuluh tahun terakhir ini karena saat itu Indonesia baru mulai bangkit setelah krisis ekonomi tahun 1997. Alasan yang lain adalah saat itu bank-bank baru mulai berdiri
sehingga belum bisa beroperasi secara optimal. Efisiensi teknis mengalami peningkatan sebesar 34,56 persen dari tahun 1999 ke tahun 2000, kemudian tahun
2000 ke 2001 meningkat lagi sebesar 30,85 persen, dan tahun 2001 ke 2002 meningkat sebesar 2,17 persen. Hal itu disebabkan oleh meningkatnya kegiatan
perekonomian di Indonesia setelah krisis ekonomi, sehingga dibutuhkan dana besar, sehingga kredit meningkat. Kredit merupakan salah satu variabel output dalam
penelitian ini, sehingga meningkatnya kredit berarti efisiensi juga meningkat. Pada tahun 2003 terjadi penurunan efisiensi sebesar 10,78 persen, dan menurun lagi di
tahun 2004 sebesar 15,18 persen. Hal ini disebabkan oleh penurunan deposito semua bank karena menurunnya suku bunga deposito yang cukup tajam, yaitu dari 12
sampai 18 persen menjadi 6 sampai 16 persen. Pada tahun 2004 dibentuk API untuk mencapai perbankan yang sehat, kuat, dan efisien. Ternyata program BI tersebut tidak
sia-sia, efisiensi Bank Persero setelah tahun 2004 berangsur-angsur naik, meskipun pernah turun pada tahun 2007. Pada tahun 2005 efisiensi meningkat sebesar 3,43
persen dari tahun sebelumnya, kemudian meningkat lagi sebesar 4,59 persen pada tahun 2006. Pada tahun 2007 efisiensi sempat menurun sebesar 9,51 persen, diduga
karena adanya bom di Indonesia pada tahun 2006-2007 sehingga investor tidak berminat menanamkan modal sehingga kredit tidak mengalami pertumbuhan.
Meskipun demikian, dampak bom tersebut tidak berlangsung lama, efisiensi naik kembali pada tahun 2008 sebesar 6,06 persen.
Efisiensi teknis tersebut dihitung berdasarkan perbandingan antara output dan input
-nya, jadi merupakan efisiensi Bank Persero dalam hal penggunaan input, yaitu
harga pembiayaan, harga modal dan harga tenaga kerja untuk menghasilkan output, yaitu kredit, deposito berjangka dan giro. Angka efisiensi tersebut merupakan
gambaran kinerja bank secara riil. Usaha untuk menaikkan efisiensi menurut literatur DEA ada dua cara, yaitu meningkatkan output untuk tingkat input yang sama dan
menurunkan input untuk tingkat output yang sama. Maksudnya dengan jumlah input yang tetap, output diperbesar jumlahnya, dan dengan jumlah output yang tetap, input
dikurangi.
0.000 0.200
0.400 0.600
0.800 1.000
1.200
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
tahun e
fi s
ie n
s i
te k
n ik
BRI BNI
BTN Bank Mandiri
BEI
Sumber: Hasil perhitungan DEA, diolah.
Gambar 4.5. Rata-Rata Efisiensi masing-masing Bank Persero
Efisiensi masing-masing bank dapat dilihat pada Lampiran 15. Selama sepuluh tahun Bank Mandiri mempunyai efisiensi maksimum, yaitu 100 persen. Rata-
rata efisiensi BNI adalah tertinggi kedua setelah Bank Mandiri, yaitu 92,31 persen, disusul BRI sebesar 82,18 persen, kemudian disusul BEI, sebesar 29,76, dan terakhir
BTN, yaitu sebesar 18,77 persen. BTN memiliki efisiensi terendah diantara bank- bank lain, dari tahun ke tahun efisiensinya selalu di bawah 50 persen, berarti efisiensi
BTN sangat jauh dibanding Bank Mandiri. Dalam penelitian ini Bank Mandiri dijadikan benchmark dari bank-bank lain, karena efisiensi Bank Mandiri selalu 100
persen. Hal tersebut menggambarkan bahwa kinerja riil Bank Mandiri lebih baik daripada Bank Persero yang lain.
BNI merupakan bank terefisien kedua setelah Bank Mandiri, efisiensi maksimal dicapai pada tahun 2001, 2002, 2003, dan 2006. BNI mengalami
penurunan efisiensi yang cukup besar pada tahun 2007, yaitu sebesar 25,9 persen. Penurunan ini terjadi karena penurunan deposito dan peningkatan harga tenaga kerja
dan harga modal. BRI mengalami peningkatan efisiensi yang pesat dari tahun 1999 ke tahun
2000, yaitu sebesar 375 persen, hal ini terjadi karena menurunnya biaya beban bunga dan
beban lainnya, padahal kredit, deposito dan giro meningkat. Pada tahun 2001 efisiensi BRI meningkat 30 persen dan berhasil mencapai efisiensi 100 persen. BRI
mampu mempertahankan efisiensi maksimal sampai tahun 2002, setelah itu efisiensinya turun sebesar 37,3 persen, hal ini disebabkan oleh peningkatan biaya
beban lainnya dan penurunan deposito. Efisiensi BRI meningkat terus selama tahun 2004 sampai tahun 2006, menurun sedikit di tahun 2007, tetapi meningkat kembali di
tahun 2008 sebesar 3,04 persen. Efisiensi BEI meningkat mulai tahun 2000, hal ini disebabkan karena mulai
tahun 2000 BEI baru melakukan kegiatan kredit. Peningkatan tertinggi dicapai pada tahun 2001, hal ini terjadi karena peningkatan kredit sampai lebih dari 40 kali lipat.
Efisiensi BEI tidak stabil dan cenderung terus mengalami penurunan mulai tahun
2003. Pada Laporan Tahunan BEI tahun 2008 disebutkan bahwa BEI akan dialihkan menjadi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia LPEI. LPEI merupakan lembaga
yang berwenang menetapkan skema pembiayaan ekspor nasional dan melakukan restrukturisasi pembiayaan ekspor nasional. LPEI akan memberikan fasilitas yang
lebih lengkap dan dibutuhkan kalangan eksportir Indonesia. Pada Oktober 2009 BEI bubar dan LPEI mulai beroperasi. BEI merupakan bank yang terfokus di bidang
pembiayaan ekspor, kinerja BEI tidak terlepas dari aktivitas ekspor impor, yang merupakan objek pembiayaan utama, oleh karena itu transformasi BEI menjadi LPEI
diperlukan, karena LPEI merupakan lembaga yang berperan secara independen dan memiliki akses pada pendanaan, baik dari sumber resmi maupun dari pasar keuangan
global dengan biaya relatif kompetitif. Efisiensi BTN sangat rendah dibanding Bank Mandiri. Efisiensi BTN terus
mengalami penurunan dari tahun 1999 sampai 2002. Tahun 2003 efisiensinya mengalami peningkatan sebesar 23,53 persen, tetapi setelah itu turun lagi sampai
tahun 2005. Pada tahun 2006 efisiensi BTN tetap, kemudian meningkat pada tahun 2007 sebesar 16,03 persen, dan tahun 2008 sebesar 13,82 persen.
4.3. Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero