output perbankan terhadap biaya operasional. Tetapi data jumlah produk perbankan
sangat sulit diperoleh, sehingga untuk analisis efisiensi biaya perbankan biasa digunakan nilai riil dari deposito dan pinjaman. Dalam proses intermediasi, deposito
dimasukkan sebagai output perbankan dengan biaya bunga dan biaya operasional merupakan total biaya yang harus dikeluarkan untuk proses tersebut, tingkat suku
bunga deposito tidak perlu dimasukkan sebagai harga input, karena di samping sudah diperhitungkan dalam biaya bunga, deposito juga telah dikategorikan sebagai output
perbankan.
2.1.7. Penelitian Terdahulu
Model pengukuran efisiensi teknis bank dengan DEA dikembangkan oleh Miller dan Noulas yang melakukan pengukuran kinerja perbankan melalui efisiensi
teknisnya di Amerika Serikat pada tahun 1993. Mereka mengukur efisiensi teknis dari 201 bank besar dari tahun 1984 sampai 1990. Mereka menggunakan empat input
total transaksi deposito, total non-transaksi deposito, total biaya bunga, dan total non-biaya bunga dan enam output pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman
konsumen, pinjaman real estate, investasi, total pendapatan bunga, total pendapatan non-bunga. Rata-rata inefisiensi teknis bank-bank tersebut adalah 5 persen, artinya
rata-rata efisiensi suatu bank dibandingkan dengan bank yang menjadi benchmark adalah 95 persen. Dalam hal ini bank yang menjadi benchmark adalah bank yang
efisiensi teknisnya 100 persen, sehingga untuk menjadi efisien seperti benchmark-nya
perlu kenaikan efisiensi sebesar 5 persen. Kesimpulannya, semakin besar bank dan keuntungan yang diperoleh semakin besar pula efisiensi teknisnya Miller dan
Noulas, 1996. Rangan et al. 1998 dalam Miller dan Noulas 1996 meneliti efisiensi teknis
dari 215 bank yang depositonya kurang dari 400 juta USD dengan menggunakan metode DEA. Mereka menggunakan tiga input tenaga kerja, modal, dan purchased
funds dan lima output pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman konsumen,
pinjaman real estate, demand deposits, deposito berjangka, tabungan. Kesimpulannya adalah rata-rata efisiensi untuk 215 bank tersebut adalah 70 persen,
mengimplikasikan bahwa bank-bank dapat memproduksi output yang sama dengan penggunaan input-nya 30 persen lebih sedikit. Efisiensi teknis tersebut terdiri dari
pure technical 72 persen dan scale efficiency 97 persen, berarti sebagian besar
ketidakefisiensian bank disebabkan oleh teknis murni, bukan efisiensi skala. Overall technical efficiency
dapat dibagi menjadi dua, yaitu pure technical dan scale efficiency
. Overall technical efficiency menggunakan teknologi constan return-to- scale
CRS, pure technical menggunakan teknologi variable return-to-scale VRS, dan scale efficiency merupakan pembagian antara overall technical efficiency dengan
pure technical , jika overall technical efficiency sama dengan pure technical, maka
tidak ada scale efficiency, jika beda bisa menghasilkan teknologi decreasing return- to-scale
DRS atau increasing return to scale IRS. Analisis regresi tahap kedua untuk perhitungan efisiensi menunjukkan bahwa ukuran bank memengaruhi efisiensi
secara positif, tetapi pemisahan produk memengaruhi efisiensi secara negatif.
Cooper et al. 2000 menghitung efisiensi teknis dari 11 bank daerah dan 8 bank kota di Jepang dengan menggunakan metode DEA. Mereka menggunakan tiga
input jumlah cabang, tenaga kerja dan aset dan satu output keuntungan operasional
bersih. Kesimpulannya, rata-rata efisiensi teknis bank-bank adalah 80,2 persen, rata- rata pure technical adalah 88,4 persen, dan rata-rata efisiensi skala adalah 90,9
persen. Efisiensi skala semua bank kota berada di atas rata-rata efisiensi skala seluruh bank dalam sampel.
Elyasiani dan Mehdian 1990 dalam Miller dan Noulas 1996 menghitung efisiensi dari 191 bank di Amerika Serikat dengan aset lebih dari 300 juta USD pada
tahun 1980 dan 1985. Mereka menggunakan lima input tenaga kerja, modal, demand deposits
, tabungan, deposito berjangka dan empat output pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman real estate, pinjaman lain, dan investasi untuk menghitung
efisiensi bank-bank tersebut dengan menggunakan metode DEA. Dalam studi mereka, deposito dimasukkan sebagai input karena mereka melihat fungsi utama bank
sebagai pencipta kredit. Dalam hal ini tenaga kerja, modal, dan berbagai sumber pendanaan dimasukkan sebagai input. Salah satu sumber pendanaan adalah dana
pihak ketiga, di mana deposito termasuk di dalamnya. Mereka tidak melihat bank sebagai sebuah unit produksi, yaitu produser dari deposito dan kredit pinjaman, di
mana aktivitas bank merupakan produksi jasa bagi penabung dan peminjam kredit. Mereka menemukan bahwa antara tahun 1980 dan 1985 tingkat output yang sama
dapat diproduksi dengan 10,45 sampai dengan 22,29 persen input lebih rendah.
Hadad et al. 2003 mengukur efisiensi teknis perbankan Indonesia tahun 1995-2003 dengan menggunakan metode DEA untuk mengetahui apakah merger
meningkatkan atau menurunkan performa dari sebuah bank. Mereka menggunakan tiga input harga tenaga kerja, harga pembiayaan, harga modal dan tiga output
kredit ke pihak perbankan, kredit ke pihak lain, surat berharga. Hasilnya, pada tahun 1996 kelompok bank yang paling efisien adalah na tidak ada, tahun 1997 yaitu
kelompok bank asing campuran, tahun 1998 dan 1999 yaitu kelompok bank swasta nasional devisa, tahun 2000 na tidak ada bank yang paling efisien, tahun 2001,
2002 dan 2003 adalah kelompok bank persero. Bank yang melakukan merger ternyata mengalami kenaikan efisiensi.
Drake dan Hall 2001 menghitung efisiensi teknis dari 149 bank di Jepang pada tahun 1997 dengan menggunakan metode DEA. Bank-bank tersebut
dikelompokkan berdasarkan jenis umum bank yang beroperasi di Jepang. Mereka menggunakan tiga input biaya administrasi, harta tetap, deposito pedagang besar dan
eceran dan tiga output total pinjaman dan pembayaran, harta lancar dan investasi keamanan, dan pendapatan lain. Efisiensi teknis untuk seluruh bank dalam sampel
adalah 73,36 persen, untuk City banks efisiensi teknisnya sebesar 87,09 persen, Long- Term Credits Banks
dan Trust banks mempunyai efisiensi teknis maksimum yaitu 100 persen, dan Second association regional banks mempunyai efisiensi teknis
sebesar 69,54 persen. Mereka juga menghitung efisiensi teknis 149 bank tersebut setelah dikelompokkan berdasarkan ukuran bank. Kesimpulannya, kelompok bank
ukuran terkecil dan kelompok bank ukuran terbesar mempunyai inefisiensi skala
tertinggi. Terdapat korelasi yang kuat 0,7 antara ukuran bank dengan efisiensi skala, tetapi tidak ada korelasi antara pure technical dengan ukuran bank.
Aly et al. 1990 menghitung efisiensi 322 bank di Amerika Serikat yang dipilih secara acak dari bank-bank umum pada tahun 1986 dengan menggunakan
metode DEA. Variabel yang digunakan yaitu tiga input tenaga kerja, modal, dan loanable funds
dan lima output pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman konsumen, pinjaman real estate, pinjaman lain, dan demand deposits. Efisiensi
teknis, skala, dan teknis murni adalah 0,75; 0,97; dan 0,77. Analisis regresi tahap kedua menunjukkan bahwa ukuran bank dan efisiensi berhubungan positif, tetapi
pemisahan produk dan efisiensi berhubungan negatif. Suseno 2008 mengukur efisiensi dan skala ekonomi pada industri perbankan
syariah di Indonesia pada periode 2000-2004 dengan pendekatan DEA. Sampel penelitian ada 10 bank, terdiri dari 2 bank umum syariah BUS dan 8 bank
konvensional yang memiliki unit usaha syariah UUS. Variabel output yang digunakan pada BUS adalah pendapatan bunga, pendapatan lainnya, dan volume
kredit, sedangkan pada UUS variabel output-nya adalah pendapatan utama, pendapatan lainnya, dan volume pembiayaan. Variabel input yang digunakan dalam
BUS adalah biaya bagi hasil, biaya lainnya, dan aset, sedangkan pada UUS variabel input
-nya adalah , biaya bunga, biaya lainnya, dan aset. Hasilnya rata-rata tingkat efisiensi perbankan syariah tahun 1999-2004 mencapai 93,19 persen. Terjadi
peningkatan efisiensi dari tahun ke tahun, dari 88,06 persen pada tahun 1999, menjadi 98,85 persen pada tahun 2004. Tingkat efisiensi mengalami peningkatan rata-rata
2,35 persen per tahun. Jika kinerja efisiensi ini dibandingkan antara BUS dan UUS, BUS memiliki tingkat efisiensi yang sedikit lebih tinggi 1,6 persen daripada bank
umum dengan UUS, dimana BUS memiliki tingkat efisiensi rata-rata 94,47 persen, dan bank umum dengan UUS memiliki tingkat efisiensi 92,87 persen.
2.2. Kerangka Pemikiran
Pada penelitian ini akan konsentrasi pada pengukuran efisiensi teknis Bank Persero yang berjumlah 5 bank, yaitu Bank Rakyat Indonesia BRI, Bank Nasional
Indonesia BNI, Bank Tabungan Negara BTN, Bank Mandiri, dan Bank Ekspor Indonesia BEI, dari tahun 1999 sampai 2008. Variabel output yang digunakan
dalam DEA adalah kredit, deposito dan giro, sedangkan variabel input-nya adalah harga pembiayaan, harga tenaga kerja dan harga modal. Regresi setelah DEA
dilakukan dengan menggunakan variabel efisiensi teknis hasil perhitungan DEA sebagai variabel tak bebas, dan total aset, pangsa pasar deposito dan biaya bunga
sebagai variabel bebas untuk mencari nilai koefisien variabel yang memengaruhi efisiensi.