Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

EFISIENSI TEKNIS BANK PERSERO

TAHUN 1999-2008

OLEH

WILING ALIH MAHA RATRI H14094008

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

RINGKASAN

WILING ALIH MAHA RATRI. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008 (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI)

Industri perbankan saat ini sudah membaik tapi perbankan Indonesia belum efisien. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan-to-deposit ratio/LDR perbankan Indonesia masih rendah, hal itu menandakan bahwa penyaluran kredit belum optimal, karena dana yang disalurkan untuk kredit masih sekitar 70% dari total dana pihak ketiga (DPK). Menurut ketentuan BI, LDR yang netral berada di kisaran 85-110 persen. Kredit Bermasalah juga menyebabkan tidak optimumnya fungsi intermediasi perbankan. Persoalan lain dalam perbankan yaitu terjadinya ekses likuiditas, hal ini terlihat dalam besarnya dana bank yang ditempatkan di BI dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Bank adalah pelaku fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif. Jika kinerja perbankan rendah maka sektor produksi akan kekurangan dana sehingga tidak dapat berproduksi dengan wajar. Tingkat efisiensi merupakan kinerja bank yang mengukur kemampuan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Bank Persero yang merupakan bank milik pemerintah sampai saat ini belum dapat menjalankan fungsi intermediasi secara optimal. Penelitian ini fokus pada Bank Persero yang terdiri dari Bank Ekspor Indonesia (BEI), bank Mandiri, Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi teknis Bank Persero. Dengan regresi akan diketahui faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi teknis Bank Persero. DEA adalah sebuah metode optimasi program matematika untuk mengukur efisiensi teknis suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) relatif terhadap UKE lain, dengan input dan output yang lebih dari satu. Dalam penelitian ini UKE-nya adalah bank. Penelitian ini menggunakan data panel yang bersumber dari publikasi Bank Indonesia tahun 1999 sampai 2008.

Hasil perhitungan dengan metode DEA menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis Bank Persero selama sepuluh tahun penelitian adalah 64,6%. Efisiensi tertinggi dicapai oleh Bank Mandiri, selama sepuluh tahun penelitian efisiensinya selalu 100%. Rata-rata efisiensi BNI adalah tertinggi kedua setelah Bank Mandiri, yaitu 92,31%, disusul BRI sebesar 82,18%, kemudian disusul BEI, sebesar 29,76, dan terakhir BTN, yaitu sebesar 18,77%. BTN memiliki efisiensi terendah diantara bank-bank lain, dari tahun ke tahun efisiensinya selalu di bawah 50%. Hasil regresi


(3)

menunjukkan bahwa total aset berpengaruh nyata positif terhadap efisiensi teknis dan biaya bunga berpengaruh nyata negatif terhadap efisiensi teknis. Saran dari penelitian ini adalah penurunan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) karena kenaikan biaya bunga akan menurunkan efisiensi teknis.


(4)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EFISIENSI TEKNIS BANK PERSERO

TAHUN 1999-2008

OLEH

WILING ALIH MAHA RATRI H14094008

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008

Nama : Wiling Alih Maha Ratri

NRP : H14094008

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui Dosen Pembimbing

Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19771213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Wiling Alih Maha Ratri H14094008


(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Wiling Alih Maha Ratri, dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 19 Oktober 1981 dari pasangan Samueji (Alm.) dan Indriyati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Latif Farid Muharrom, dan dikaruniai satu orang putri bernama Salsabila Hassanah.

Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Karanganyar IV pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Karanganyar pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri I Karanganyar pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Sejak Desember 2004 sampai Desember 2006 penulis bekerja di BPS Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kemudian dipindah ke BPS Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada bulan Januari 2007. Pada bulan Juni 2008 penulis dipindah ke BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Desember 2008 dipindah lagi ke BPS RI, Jakarta.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dalam pembuatan skripsi ini. Berkat pertolongan-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses penulisan skripsi ini, saya mendapat bantuan dari banyak pihak, untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Tanti Novianti, selaku penguji yang telah bersedia memberikan komentar dan

saran terhadap skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen di IPB yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Suamiku dan anakku yang telah memberi dorongan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Mbak Wita, teman satu bimbingan yang membantu saya melalui diskusi-diskusi. 6. Teman-teman satu kelas dan semua pihak yang telah membantu hingga selesainya

skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Pengertian Bank ... 8

2.1.2. Penggolongan Bank ... 9

2.1.3. Fungsi Bank ... 10

2.1.4. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) ... 11

2.1.5. Konsep Efisiensi Perbankan ... 13

2.1.6. Metode Pengukuran Input-Output Perbankan... 15

2.1.7. Penelitian Terdahulu ... 17

2.2. Kerangka Pemikiran ... 22

2.3. Hipotesis ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25


(10)

3.2.1. Analisis Tingkat Efisiensi (Metode DEA) ... 25

3.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi ... 28

3.2.2.1. Metode Pooled OLS ... 29

3.2.2.2. Metode Fixed Effect ... 30

3.2.2.3. Metode Random Effect ... 31

3.3. Uji Kesesuaian Model ... 32

3.3.1. Chow Test ... 30

3.3.2. Hausman Test ... 33

3.4. Uji Validitas Model ... 34

3.4.1. Uji F-statistic ... 34

3.4.2. Uji t-statistic ... 35

3.4.3. R-squared ... 35

3.5. Pengujian Asumsi ... 36

3.5.1. Pemeriksaan Multikolinearitas ... 36

3.5.2. Pemeriksaan Autokorelasi ... 37

3.5.3. Pemeriksaan Heteroskedastisitas ... 38

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 38

3.6.1. Variabel Input ... 38

3.6.2. Variabel Output ... 38

3.6.3. Variabel Tak Bebas ... 39

3.6.3. Variabel Bebas ... 39

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Bank Persero ... 41

4.2. Efisiensi Bank Tahunan ... 44

4.2. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53


(11)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

EFISIENSI TEKNIS BANK PERSERO

TAHUN 1999-2008

OLEH

WILING ALIH MAHA RATRI H14094008

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

RINGKASAN

WILING ALIH MAHA RATRI. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008 (dibimbing oleh LUKYTAWATI ANGGRAENI)

Industri perbankan saat ini sudah membaik tapi perbankan Indonesia belum efisien. Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan-to-deposit ratio/LDR perbankan Indonesia masih rendah, hal itu menandakan bahwa penyaluran kredit belum optimal, karena dana yang disalurkan untuk kredit masih sekitar 70% dari total dana pihak ketiga (DPK). Menurut ketentuan BI, LDR yang netral berada di kisaran 85-110 persen. Kredit Bermasalah juga menyebabkan tidak optimumnya fungsi intermediasi perbankan. Persoalan lain dalam perbankan yaitu terjadinya ekses likuiditas, hal ini terlihat dalam besarnya dana bank yang ditempatkan di BI dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI).

Bank adalah pelaku fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif. Jika kinerja perbankan rendah maka sektor produksi akan kekurangan dana sehingga tidak dapat berproduksi dengan wajar. Tingkat efisiensi merupakan kinerja bank yang mengukur kemampuan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi.

Bank Persero yang merupakan bank milik pemerintah sampai saat ini belum dapat menjalankan fungsi intermediasi secara optimal. Penelitian ini fokus pada Bank Persero yang terdiri dari Bank Ekspor Indonesia (BEI), bank Mandiri, Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA) untuk mengukur efisiensi teknis Bank Persero. Dengan regresi akan diketahui faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi teknis Bank Persero. DEA adalah sebuah metode optimasi program matematika untuk mengukur efisiensi teknis suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) relatif terhadap UKE lain, dengan input dan output yang lebih dari satu. Dalam penelitian ini UKE-nya adalah bank. Penelitian ini menggunakan data panel yang bersumber dari publikasi Bank Indonesia tahun 1999 sampai 2008.

Hasil perhitungan dengan metode DEA menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis Bank Persero selama sepuluh tahun penelitian adalah 64,6%. Efisiensi tertinggi dicapai oleh Bank Mandiri, selama sepuluh tahun penelitian efisiensinya selalu 100%. Rata-rata efisiensi BNI adalah tertinggi kedua setelah Bank Mandiri, yaitu 92,31%, disusul BRI sebesar 82,18%, kemudian disusul BEI, sebesar 29,76, dan terakhir BTN, yaitu sebesar 18,77%. BTN memiliki efisiensi terendah diantara bank-bank lain, dari tahun ke tahun efisiensinya selalu di bawah 50%. Hasil regresi


(13)

menunjukkan bahwa total aset berpengaruh nyata positif terhadap efisiensi teknis dan biaya bunga berpengaruh nyata negatif terhadap efisiensi teknis. Saran dari penelitian ini adalah penurunan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) karena kenaikan biaya bunga akan menurunkan efisiensi teknis.


(14)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI EFISIENSI TEKNIS BANK PERSERO

TAHUN 1999-2008

OLEH

WILING ALIH MAHA RATRI H14094008

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008

Nama : Wiling Alih Maha Ratri

NRP : H14094008

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui Dosen Pembimbing

Lukytawati Anggraeni, Ph.D NIP. 19771213 200501 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dedi Budiman Hakim, Ph.D NIP. 19641022 198903 1 003


(16)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

Wiling Alih Maha Ratri H14094008


(17)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Wiling Alih Maha Ratri, dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 19 Oktober 1981 dari pasangan Samueji (Alm.) dan Indriyati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan Latif Farid Muharrom, dan dikaruniai satu orang putri bernama Salsabila Hassanah.

Penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Karanganyar IV pada tahun 1988 sampai dengan tahun 1994, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri I Karanganyar pada tahun 1994 sampai dengan tahun 1997, Sekolah Menengah Umum Negeri I Karanganyar pada tahun 1997 sampai dengan tahun 2000, dan Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Program S2 Penyelenggaraan Khusus BPS-IPB di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Sejak Desember 2004 sampai Desember 2006 penulis bekerja di BPS Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, kemudian dipindah ke BPS Kota Kendari, Sulawesi Tenggara pada bulan Januari 2007. Pada bulan Juni 2008 penulis dipindah ke BPS Provinsi Sulawesi Tenggara, dan pada bulan Desember 2008 dipindah lagi ke BPS RI, Jakarta.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dalam pembuatan skripsi ini. Berkat pertolongan-Nya akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero Tahun 1999-2008”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Institut Pertanian Bogor.

Dalam proses penulisan skripsi ini, saya mendapat bantuan dari banyak pihak, untuk itu saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Lukytawati Anggraeni, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Tanti Novianti, selaku penguji yang telah bersedia memberikan komentar dan

saran terhadap skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen di IPB yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat membantu saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Suamiku dan anakku yang telah memberi dorongan dalam penyusunan skripsi ini. 5. Mbak Wita, teman satu bimbingan yang membantu saya melalui diskusi-diskusi. 6. Teman-teman satu kelas dan semua pihak yang telah membantu hingga selesainya

skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Hal

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Ruang Lingkup Penelitian... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI... 8

2.1. Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1. Pengertian Bank ... 8

2.1.2. Penggolongan Bank ... 9

2.1.3. Fungsi Bank ... 10

2.1.4. Arsitektur Perbankan Indonesia (API) ... 11

2.1.5. Konsep Efisiensi Perbankan ... 13

2.1.6. Metode Pengukuran Input-Output Perbankan... 15

2.1.7. Penelitian Terdahulu ... 17

2.2. Kerangka Pemikiran ... 22

2.3. Hipotesis ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25


(20)

3.2.1. Analisis Tingkat Efisiensi (Metode DEA) ... 25

3.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi ... 28

3.2.2.1. Metode Pooled OLS ... 29

3.2.2.2. Metode Fixed Effect ... 30

3.2.2.3. Metode Random Effect ... 31

3.3. Uji Kesesuaian Model ... 32

3.3.1. Chow Test ... 30

3.3.2. Hausman Test ... 33

3.4. Uji Validitas Model ... 34

3.4.1. Uji F-statistic ... 34

3.4.2. Uji t-statistic ... 35

3.4.3. R-squared ... 35

3.5. Pengujian Asumsi ... 36

3.5.1. Pemeriksaan Multikolinearitas ... 36

3.5.2. Pemeriksaan Autokorelasi ... 37

3.5.3. Pemeriksaan Heteroskedastisitas ... 38

3.6. Definisi Operasional Variabel ... 38

3.6.1. Variabel Input ... 38

3.6.2. Variabel Output ... 38

3.6.3. Variabel Tak Bebas ... 39

3.6.3. Variabel Bebas ... 39

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1. Gambaran Umum Bank Persero ... 41

4.2. Efisiensi Bank Tahunan ... 44

4.2. Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Bank Persero 49

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

5.1. Kesimpulan ... 53


(21)

DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 57


(22)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1.1. Perkembangan LDR Bank Umum ... 5 3.1. Konsep Dasar DEA ... 27 4.1. Collinearity Statistics ... 50 4.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi ... 51 4.3. Elastisitas Variabel Bebas ... 52


(23)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

2.1. Kerangka Pemikiran... 23 4.1. Total Aset Bank Persero Tahun 1999-2008 ... 41 4.2. Deposito Bank Persero Tahun 1999-2008 ... 42 4.3. Kredit Bank Persero Tahun 1999-2008... 43 4.4. Rata-Rata Efisiensi Bank Persero ... 45 4.5. Rata-Rata Efisiensi masing-masing Bank Persero ... 47


(24)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Pertumbuhan Kredit, DPK, dan LDR Bank Umum... 58 2. Pertumbuhan Aset Bank Umum ... 58 3. Total Aset Bank Persero ... 59 4. Deposito Bank Persero ... 59 5. Kredit Bank Persero ... 60 6. LDR Bank Persero ... 60 7. CAR Bank Persero ... 61 8. NPL Bank Persero ... 61 9. Pertumbuhan Total Aset Bank Persero ... 62 10. Pertumbuhan Deposito Bank Persero ... 62 11. Pertumbuhan Kredit Bank Persero ... 63 12. Pertumbuhan LDR Bank Persero ... 63 13. Pertumbuhan CAR Bank Persero ... 64 14. Pertumbuhan NPL Bank Persero ... 64 15. Rata-Rata Efisiensi Teknis Bank Persero ... 65


(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peranan bank secara umum adalah sebagai financial intermediaries atau lembaga perantara dalam pembayaran, salah satunya sebagai perantara pembayaran dalam investasi. Dalam hal ini, bank menjadi perantara antara kreditur dengan debitur. Debitur menggunakan uang yang dipinjamnya dari kreditur untuk kegiatan investasi. Jika investasi semakin bertambah maka kegiatan dalam perekonomian semakin berkembang. Perkembangan kegiatan dalam perekonomian akan menyebabkan jumlah barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah, sehingga kemakmuran masyarakat meningkat. Keberhasilan lembaga perantara yang mempunyai tugas pokok menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif ini ditentukan oleh efisiensinya, yang merupakan ukuran kinerja perbankan. Bank juga menjadi perantara lalu lintas pembayaran transaksi perdagangan dan modal antarnegara.

Sebagai pelaku fungsi intermediasi, yaitu menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya ke sektor-sektor produktif, perbankan mempunyai tugas berat karena sektor produktif tergantung pada bank dalam hal penyediaan pinjaman dana untuk kegiatan produksi. Berhasil tidaknya sektor tersebut dipengaruhi oleh kinerja perbankan, karena perbankan yang berperan dalam penyediaan dana. Kinerja perbankan yang rendah akan menyebabkan sektor produktif kekurangan dana


(26)

sehingga tidak dapat berproduksi dengan wajar. Efisiensi dapat digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan.

Sejak krisis tahun 1997-1998, banyak masalah menimpa industri perbankan. Oleh karena itu BI mendirikan Arsitektur Perbankan Indonesia (API) untuk mencapai suatu sistem perbankan yang, sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. API merupakan program BI yang berupa suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Menurut Haddad1 (2009), industri perbankan saat ini sudah membaik dibandingkan sebelum tahun 2004, hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah aset, kredit, dan Dana Pihak Ketiga. Sudah banyak usaha yang dilakukan perbankan sejak API diluncurkan pada 2004 silam.

Meskipun perbankan nasional sudah membaik, tapi perbankan Indonesia belum efisien yang ditandai dengan nilai Nett Interest Margin (NIM), Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), dan dana Sertifikat Bank Indonesia (SBI) saat ini. Selisih bunga kredit dan deposito atau NIM saat ini masih belum normal seperti saat sebelum krisis, sehingga bank dinilai masih belum efisien. Sebelum krisis NIM 3,5 persen tetapi setelah krisis, NIM masih di atas 5 persen. Setelah krisis perbankan Indonesia berangsur-angsur membaik, salah satunya bisa

1

www.infobank.news.”Kehadiran API disebabkan kondisi perbankan yang menyimpan sejumlah


(27)

dilihat dari penghimpunan dana dan pemberian kredit. Pertumbuhan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan pemberian kredit dapat dilihat pada Lampiran 1.

Rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan-to-deposit ratio/LDR) juga mengalami peningkatan, pada tahun tahun 2005 meningkat dengan pertumbuhan sebesar 19,44 persen, tahun 2006 sebesar 3,18 persen, tahun 2007 sebesar 7,73 persen, tahun 2008 sebesar 12,45 persen, tetapi pada awal tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 1,1 persen. LDR yang tidak mengalami perubahan yang signifikan selama tahun 2006 sampai awal tahun 2009 menandakan bahwa penyaluran kredit belum optimal, karena dana yang disalurkan untuk kredit masih sekitar 70 persen dari total dana pihak ketiga (DPK), salah satu sebabnya adalah fungsi intermediasi belum optimal. Padahal, menurut ketentuan BI, LDR yang netral berada di kisaran 85-110 persen, di atas kisaran netral menunjukkan bahwa perbankan terlalu ekspansif dalam menyalurkan kreditnya, sedangkan di bawah kisaran netral menunjukkan bahwa perbankan terlalu kontraktif dalam menyalurkan kreditnya (BI, 2009)

Kredit Bermasalah juga menyebabkan tidak optimumnya fungsi intermediasi perbankan. Rasio Kredit Bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) pada tahun 2004 sebesar 5,75 persen, dari tahun 2005 sampai 2008 menunjukkan kecenderungan yang menurun, masing-masing yaitu 8,3 persen, 7 persen, 4,6 persen, dan 3,8 persen, tetapi setelah itu kecenderungannya meningkat selama awal tahun 2009, dari Januari sampai Mei berturut-turut 4,2 persen, 4,3 persen, 4,5 persen, 4,6 persen, dan 4,7 persen. Meskipun terus menerus mengalami kenaikan selama tahun 2009, tapi NPL


(28)

perbankan nasional masih berada di bawah batasan yang ditetapkan BI, yaitu dibawah 5 persen (BI, 2009)

Persoalan lain dalam perbankan yaitu terjadinya ekses likuiditas, hal ini terlihat dalam besarnya dana bank yang ditempatkan di BI dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Untuk mengatasi ekses likuiditas ini, perbankan perlu mendorong penyaluran kredit yang lebih ekspansif. Bank-bank memilih menempatkan dananya pada SBI daripada menyalurkan kredit karena dengan tingkat bunga yang sama, bank tidak menanggung resiko jika menempatkan dananya pada SBI. Penyaluran dana bank pada SBI pada tahun 2004 sampai 2008 berturut-turut sebesar Rp 94,1 triliun, Rp 54,3 triliun, Rp 179 triliun, Rp 203,9 triliun, dan 166,5 triliun. Sedangkan dari Januari sampai Mei 2009, SBI sebesar Rp 208,5 triliun, Rp 216,5 triliun, Rp 208,1 triliun, Rp 211,2 triliun, dan Rp 195,4 triliun (BI, 2009).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan kepemilikan, aset terbesar bank umum dari tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2009 didominasi oleh Bank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) Devisa. Jumlah Bank Persero dari tahun 2004 sampai sekarang ada 5, sedangkan BUSN Devisa jumlahnya berubah-ubah, tiap-tiap tahun berjumlah 32 sampai 35 bank, berarti kepemilikan aset masing-masing bank yang terbesar adalah Bank Persero. Perkembangan aset bank umum dari tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 2.


(29)

Bank Persero terdiri dari Bank Ekspor Indonesia (BEI), bank Mandiri, Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Dari kelima bank tersebut dari tahun 2004 sampai pertengahan tahun 2009, tiga bank selalu menduduki peringkat lima besar bank dengan penghimpunan DPK terbesar, yaitu bank Mandiri, BNI, BRI. Selama kurun waktu tersebut Bank Mandiri selalu menduduki peringkat pertama berdasarkan penghimpunan DPK, pangsa DPK terhadap total DPK bank umum selalu di atas 15 persen. Pangsa DPK BNI terhadap total DPK bank umum dari tahun 2004 sampai 2008 di atas 10 persen, sedangkan BRI di atas 8 persen.

Meskipun Bank Persero memiliki aset dan DPK yang besar tetapi LDRnya tidak sebesar jenis bank-bank yang lain, dari tahun 2004 sampai 2008 LDRnya selalu di bawah rata-rata LDR bank umum dan selalu di bawah 80 persen, sehingga penyaluran kredit belum optimal. Perkembangan LDR bank menurut kepemilikan bisa dilihat pada Tabel 1.1.


(30)

Tabel 1.1. Perkembangan LDR Bank Umum

(persen)

Des Des Des Des Des

Kelompok Bank

2004 2005 2006 2007 2008 Bank Persero 49,90 51,04 59,93 62,37 70,27 BUSN Devisa 46,23 73,27 60,03 67,18 74,72 BUSN Non Devisa 68,74 82,48 78,26 78,26 81,66 BPD 53,39 46,96 43,33 53,53 67,28 Bank Campuran 75,56 76,82 113,66 106,53 98,63 Bank Asing 51,25 54,89 79,56 74,09 88,31 Sumber : BI, 2009

LDR merupakan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga, semakin rendah LDR berarti penyaluran kredit semakin kecil dibandingkan DPKnya, keberhasilan fungsi intermediasi dilihat dari kemampuan bank menghimpun dana dari masyarakat (funding) dan kemampuan bank menyalurkan kredit (lending), karena kedua hal tersebut merupakan kegiatan pokok intermediasi. Funding bisa dilihat dari besarnya deposito berjangka, giro, tabungan, sedangkan lending bisa dilihat dari kredit investasi, kredit modal kerja dan kredit konsumsi.

Tingkat efisiensi merupakan kinerja bank yang mengukur kemampuan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi. Bank Persero yang merupakan bank milik pemerintah sampai saat ini belum dapat menjalankan fungsi intermediasi secara


(31)

optimal. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian mengenai tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang memengaruhinya perlu dilakukan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

(1) Mengevaluasi tingkat efisiensi Bank Persero tahun 1999-2008

(2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi Bank Persero tahun 1999-2008

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada Bank Persero karena Bank Persero merupakan bank milik pemerintah dengan aset dan DPK terbesar tetapi LDRnya lebih kecil dibanding bank-bank lain. Kurun waktu penelitian ini adalah selama sepuluh tahun, dari tahun 1999 sampai dengan 2008. Penelitian dimulai tahun 1999 karena saat itu Bank Mandiri, yang merupakan salah satu Bank Persero, didirikan pada tanggal 28 Juli 1999. Bank Mandiri merupakan merger dari Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor (Eksim), dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Merger bank-bank tersebut dilakukan karena adanya peraturan BI yang menentukan Capital Adequacy Ratio (CAR) untuk seluruh bank di Indonesia minimal 8 persen pada akhir tahun 2001. Bank-bank tersebut diprediksi tidak bisa


(32)

mencapai CAR 8 persen pada akhir tahun 2001 karena kondisi keuangan bank-bank tersebut buruk akibat krisis ekonomi tahun 1997 (Samosir, 2003).

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk membantu pemerintah menetapkan kebijakan-kebijakan tentang perbankan agar fungsi intermediasi Bank Persero berjalan optimal.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Pengertian Bank

Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku. Bangku ini dipergunakan para bankir untuk melayani nasabah. Menurut Ajuha dalam Hasibuan (2004), bank menyalurkan modal dari mereka yang tidak dapat menggunakannya secara menguntungkan kepada mereka yang dapat membuatnya lebih produktif untuk kepentingan masyarakat. Bank juga berarti saluran untuk menginvestasikan tabungan secara aman dan dengan tingkat bunga yang menarik.

Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1992, tanggal 25 Maret 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka fungsi bank secara umum adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary.


(34)

2.1.2. Penggolongan Bank

Jenis bank bank berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan adalah:

1. Bank Umum

Bank Umum adalah bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, di mana dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank umum merupakan bank yang pengumpulan dananya, terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito, dan dalam usahanya memberikan kredit jangka pendek.

2. Bank Perkreditan Rakyat

Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, yang dalam pelaksanaan kegiatan usahanya dapat secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah. Bank Perkreditan Rakyat hanya menerima simpanan dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Sedangkan menurut kepemilikannya, bank terbagi menjadi 5, yaitu:

1. Bank milik Pemerintah/Bank Persero adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki pemerintah.

2. Bank milik Pemerintah Daerah adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki pemerintah daerah.


(35)

3. Bank milik Swasta Nasional adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki pahak swasta nasional.

4. Bank milik Koperasi adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh koperasi.

5. Bank Asing/Campuran adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki pihak asing atau sebagian sahamnya dimiliki pihak asing dan sebagian dimiliki pihak swasta nasional (Kasmir, 2002).

2.1.3. Fungsi Bank

Menurut UU No.10 tahun 1998, fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito, atau giro dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan, terutama untuk usaha-usaha produktif. Menurut Dendawijaya (2001), peranan bank adalah sebagai:

1. Agent of Trust

Dasar utama kegiatan bank adalah kepercayaan, dalam hal penghimpunan dana dan penyaluran dana. Masyarakat yang menyimpan uangnya di bank percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan percaya pada saat yang dijanjikan masyarakat dapat menarik simpanannya. Pihak bank menyalurkan dananya pada debitur atas dasar kepercayaan bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjaman, akan mengelola dana dengan baik, debitur mempunyai kemampuan mengembalikan


(36)

pinjaman saat jatuh tempo, dan bank percaya bahwa debitur memunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman saat jatuh tempo.

2. Agent of Development

Sektor riil dan moneter berinteraksi saling memengaruhi, sektor riil tidak dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak bekerja dengan baik. Bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil, sehingga masyarakat dapat melakukan investasi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Kelancaran kegiatan investasi-distribusi-konsumsi merupakan kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.

3. Agent of Services

Bank menawarkan jasa-jasa yang lain selain penghimpunan dan penyaluran dana, misalnya jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.

2.1.4. Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

API didirikan pada tanggal 9 Januari 2004 oleh Bank Indonesia. API merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima samlai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan


(37)

kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, yang didukung oleh enam pilar. Pilar pertama adalah struktur perbankan yang sehat, pilar kedua adalah sistem pengaturan yang efektif, pilar ketiga adalah sistem pengawasan yang independen dan efektif, pilar keempat adalah industri perbankan yang kuat, pilar kelima adalah infrastruktur pendukung yang mencukupi, dan pilar keenam adalah perlindungan konsumen. Guna mewujudkan visi API dan sasaran yang ditetapkan, serta mengacu kepada tantangan-tantangan yang dihadapi perbankan, maka keenam pilar API akan dilaksanakan melalui program kegiatan sebagai berikut :

1. Program penguatan struktur perbankan nasional

Bertujuan untuk memperkuat permodalan bank umum, yang dilakukan melalui: penambahan modal baru, baik dari shareholder lama maupun investor baru; merger dengan bank (atau beberapa bank) lain untuk mencapai persyaratan modal minimum baru; penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal; penerbitan subordinated loan.

2. Program peningkatan kualitas pengaturan perbankan

Bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengaturan serta memenuhi standar pengaturan yang mengacu pada international best practice. Program tersebut dapat dicapai dengan penyempurnaan proses penyusunan kebijakan perbankan serta penerapan 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision secara bertahap dan menyeluruh.


(38)

3. Program peningkatan fungsi pengawasan

Bertujuan untuk meningkatkan independensi dan efektivitas pengawasan perbankan yang dilakukan oleh BI. Hal ini dicapai dengan peningkatan kompetensi pemeriksa bank, peningkatan koordinasi antar lembaga pengawas, pengembangan pengawasan berbasis resiko, peningkatan pengawasan efektivitas enforcement, dan konsolidasi organisasi sektor perbankan di BI.

4. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan

Bertujuan untuk meningkatkan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko dan kemampuan operasional manajemen.

5. Program pengembangan infrastruktur perbankan

Bertujuan untuk mengembangkan sarana-sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti credit bureau, lembaga pemeringkat kredit domestik, dan pengembangan skim penjaminan kredit.

6. Program peningkatan perlindungan nasabah

Bertujuan untuk memberdayakan nasabah melalui penetapan standar penyusunan mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan transparansi informasi produk perbankan dan edukasi bagi nasabah.

2.1.5. Konsep Efisiensi Perbankan

Bank dikatakan efisien bila dapat menjalankan fungsinya, khususnya fungsi intermediasi, dengan biaya serendah-rendahnya. Menurut Tobin (1984) dalam


(39)

Jasmina (1995), efisiensi perbankan dapat dilihat dari konsep functional efficiency dalam sistem keuangan. Dalam hal ini Tobin mengukur bagaimana sektor perbankan menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi, yang meliputi masalah pengambilan risiko, alokasi sumber daya, pemberian jaminan, administrasi mekanisme pembayaran, dan mobilisasi tabungan untuk investasi. Dalam kondisi pasar persaingan sempurna, kemampuan perbankan untuk memperoleh keuntungan menjadi ukuran kinerja (performance) bank.

Tingkat efisiensi yang dicapai suatu bank merupakan cerminan dari kualitas kinerja yang baik. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004, tingkat kesehatan bank adalah hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui Penilaian Kuantitatif dan atau Penilaian Kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan (capital), kualitas aset (assets quality), manajemen (management), rentabilitas (earning), likuiditas (liquidity) dan sensitivitas terhadap risiko pasar (sensitivity to market risk). Penilaian Kuantitatif adalah penilaian terhadap posisi, perkembangan, dan proyeksi rasio-rasio keuangan bank. Penilaian Kualitatif adalah penilaian terhadap faktor-faktor yang mendukung hasil Penilaian Kuantitatif, penerapan manajemen resiko dan kepatuhan Bank. Peringkat hasil akhir penilaian tingkat kesehatan bank disebut Peringkat Komposit.

Kinerja bank selama ini diukur menggunakan standar akuntansi, misalnya return on equity (ROE), return on asset (ROA), asset turn over dan atau return on permanent capital. ROE dan ROA hanya menggambarkan tingkat pengembalian laba, tidak menggambarkan tingkat efisiensi output perbankan yang menghasilkan


(40)

laba tersebut. Penelitian ini tidak memakai ROA dan ROE karena kelemahan ROA dan ROE yang tidak bisa menggambarkan apakah sejumlah output yang dihasilkan melalui penggunaan sejumlah input sudah efisien. Juga tidak bisa mengetahui seberapa besar input harus dikurangi atau output harus ditambah agar suatu bank efisien. Penelitian ini tidak menggunakan standar akuntansi, tetapi dengan Data Envelopment Analysis (DEA) pada manajerial perbankan. DEA menggunakan multi input dan output untuk menjelaskan kinerja bank secara riil. DEA menghitung efisiensi teknis untuk seluruh unit, dalam hal ini unit adalah bank. Skor efisiensi untuk setiap unit adalah relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya dalam sampel. Nilai efisiensi antara 0 dan 1, dimana satu menunjukkan efisiensi yang sempurna (Haddad et al., 2003).

2.1.6. Metode Pengukuran Input-Output Perbankan

Menurut Berger dan Humphrey (1990) dalam Jasmina (1995), ada tiga metode untuk mengukur input-output perbankan, yaitu:

1. Asset approach

Fungsi utama bank adalah sebagai perantara bagi pemberi dana dan peminjam dana. Pinjaman dan aset dianggap sebagai output bank, karena mempunyai karakteristik output sebagai bentuk penggunaan terakhir dari penerimaan bank, sedangkan input-nya adalah deposito dan kewajiban, karena mempunyai karakteristik input, yaitu sebagai bahan baku (raw material) dari dana yang dapat dipinjamkan


(41)

oleh bank. Asset approach tidak memperhitungkan biaya pelayanan, antara lain deposito, menyediakan likuiditas, membantu pembayaran, memberi bunga, dan jasa penyimpanan barang (save deposit).

2. User cost approach

Input dan output ditentukan berdasarkan kontribusinya terhadap pendapatan bank. Aset diklasifikasikan sebagai output jika return finansial dari aset melebihi opportunity cost dari investasi. Kewajiban diklasifikasikan sebagai output jika biaya finansial dari kewajiban tersebut lebih kecil dari opportunity cost-nya. Dalam user cost approach, output merupakan komponen yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan bersih.

Sebagian besar studi user cost approach mengklasifikasikan demand deposit sebagai output, di mana demand deposit termasuk kewajiban, tetapi dimasukkan sebagai output karena mempunyai kontribusi terhadap pendapatan bersih. Masalah dalam user cost approach adalah opportunity cost sulit dihitung atau pengukuran pendapatan finansial dan opportunity cost akan mengakibatkan timbulnya kesalahan pengukuran dan sensitivitas hasil perhitungan terhadap perubahan data. Selain itu, user cost approach tidak dapat mencerminkan kegiatan umum perbankan, seperti penyesuaian antara jangka waktu aset dan kewajiban untuk menurunkan risiko tingkat bunga, keputusan untuk memiliki aset dan kewajiban dengan likuiditas yang beragam dan pinjaman dengan tingkat risiko yang berbeda-beda.


(42)

3. Value added approach

Pada value added approach, bagian yang mempunyai nilai tambah yang cukup tinggi ditetapkan sebagai output yang penting. Besarnya nilai tambah ditentukan dengan menggunakan alokasi biaya operasional perbankan. Bagian lain yang mempunyai nilai tambah lebih kecil ditetapkan sebagai output tidak penting. Berger dan Humphrey (1990), mengklasifikasikan aktivitas di mana bank-bank menciptakan nilai tambah yang tinggi seperti deposito (giro, tabungan, deposito berjangka) dan pinjaman (real estate, komersial, installment) sebagai output utama, dengan tenaga kerja, modal, dan pembelian dana diklasifikasikan sebagai input. Ukuran output dapat digunakan dua cara, yaitu berdasarkan jumlah (counted) dan nilai (value).

Dalam cara yang pertama bank dianggap sebagai perusahaan yang ‘memproduksi’ giro, tabungan, deposito berjangka, pinjaman. Jumlah account untuk deposito dan pinjaman merupakan output dengan total biaya meliputi seluruh biaya operasional. Dalam cara yang kedua, bank sebagai pengumpul dana yang disalurkan menjadi pinjaman dan aset. Nilai dari account deposito dan pinjaman merupakan output dengan total biayanya adalah biaya operasional ditambah biaya bunga.

Menurut Ferrier dan Lovell (1990) dalam Jasmina (1995) untuk mengukur efisiensi biaya perbankan, perhitungan dengan jumlah output lebih tepat karena cara ini langsung menghubungkan biaya operasional dengan produksi output perbankan, sedangkan perhitungan dengan nilai output lebih tepat untuk analisa tingkat competitiveness suatu bank karena cara ini lebih memperhatikan pengaruh dari nilai


(43)

output perbankan terhadap biaya operasional. Tetapi data jumlah produk perbankan sangat sulit diperoleh, sehingga untuk analisis efisiensi biaya perbankan biasa digunakan nilai riil dari deposito dan pinjaman. Dalam proses intermediasi, deposito dimasukkan sebagai output perbankan dengan biaya bunga dan biaya operasional merupakan total biaya yang harus dikeluarkan untuk proses tersebut, tingkat suku bunga deposito tidak perlu dimasukkan sebagai harga input, karena di samping sudah diperhitungkan dalam biaya bunga, deposito juga telah dikategorikan sebagai output perbankan.

2.1.7. Penelitian Terdahulu

Model pengukuran efisiensi teknis bank dengan DEA dikembangkan oleh Miller dan Noulas yang melakukan pengukuran kinerja perbankan melalui efisiensi teknisnya di Amerika Serikat pada tahun 1993. Mereka mengukur efisiensi teknis dari 201 bank besar dari tahun 1984 sampai 1990. Mereka menggunakan empat input (total transaksi deposito, total non-transaksi deposito, total biaya bunga, dan total non-biaya bunga) dan enam output (pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman konsumen, pinjaman real estate, investasi, total pendapatan bunga, total pendapatan non-bunga). Rata-rata inefisiensi teknis bank-bank tersebut adalah 5 persen, artinya rata-rata efisiensi suatu bank dibandingkan dengan bank yang menjadi benchmark adalah 95 persen. Dalam hal ini bank yang menjadi benchmark adalah bank yang efisiensi teknisnya 100 persen, sehingga untuk menjadi efisien seperti benchmark-nya


(44)

perlu kenaikan efisiensi sebesar 5 persen. Kesimpulannya, semakin besar bank dan keuntungan yang diperoleh semakin besar pula efisiensi teknisnya (Miller dan Noulas, 1996).

Rangan et al. (1998) dalam Miller dan Noulas (1996) meneliti efisiensi teknis dari 215 bank yang depositonya kurang dari 400 juta USD dengan menggunakan metode DEA. Mereka menggunakan tiga input (tenaga kerja, modal, dan purchased funds) dan lima output (pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman konsumen, pinjaman real estate, demand deposits, deposito berjangka, tabungan). Kesimpulannya adalah rata-rata efisiensi untuk 215 bank tersebut adalah 70 persen, mengimplikasikan bahwa bank-bank dapat memproduksi output yang sama dengan penggunaan input-nya 30 persen lebih sedikit. Efisiensi teknis tersebut terdiri dari pure technical (72 persen) dan scale efficiency (97 persen), berarti sebagian besar ketidakefisiensian bank disebabkan oleh teknis murni, bukan efisiensi skala. Overall technical efficiency dapat dibagi menjadi dua, yaitu pure technical dan scale efficiency. Overall technical efficiency menggunakan teknologi constan return-to-scale(CRS), pure technical menggunakan teknologi variable return-to-scale (VRS), dan scale efficiency merupakan pembagian antara overall technical efficiency dengan pure technical, jika overall technical efficiency sama dengan pure technical, maka tidak ada scale efficiency, jika beda bisa menghasilkan teknologi decreasing return-to-scale (DRS) atau increasing return to scale (IRS). Analisis regresi tahap kedua untuk perhitungan efisiensi menunjukkan bahwa ukuran bank memengaruhi efisiensi secara positif, tetapi pemisahan produk memengaruhi efisiensi secara negatif.


(45)

Cooper et al. (2000) menghitung efisiensi teknis dari 11 bank daerah dan 8 bank kota di Jepang dengan menggunakan metode DEA. Mereka menggunakan tiga input (jumlah cabang, tenaga kerja dan aset) dan satu output (keuntungan operasional bersih). Kesimpulannya, rata efisiensi teknis bank-bank adalah 80,2 persen, rata-rata pure technical adalah 88,4 persen, dan rata-rata efisiensi skala adalah 90,9 persen. Efisiensi skala semua bank kota berada di atas rata-rata efisiensi skala seluruh bank dalam sampel.

Elyasiani dan Mehdian (1990) dalam Miller dan Noulas (1996) menghitung efisiensi dari 191 bank di Amerika Serikat dengan aset lebih dari 300 juta USD pada tahun 1980 dan 1985. Mereka menggunakan lima input (tenaga kerja, modal, demand deposits, tabungan, deposito berjangka) dan empat output (pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman real estate, pinjaman lain, dan investasi) untuk menghitung efisiensi bank-bank tersebut dengan menggunakan metode DEA. Dalam studi mereka, deposito dimasukkan sebagai input karena mereka melihat fungsi utama bank sebagai pencipta kredit. Dalam hal ini tenaga kerja, modal, dan berbagai sumber pendanaan dimasukkan sebagai input. Salah satu sumber pendanaan adalah dana pihak ketiga, di mana deposito termasuk di dalamnya. Mereka tidak melihat bank sebagai sebuah unit produksi, yaitu produser dari deposito dan kredit pinjaman, di mana aktivitas bank merupakan produksi jasa bagi penabung dan peminjam kredit. Mereka menemukan bahwa antara tahun 1980 dan 1985 tingkat output yang sama dapat diproduksi dengan 10,45 sampai dengan 22,29 persen input lebih rendah.


(46)

Hadad et al. (2003) mengukur efisiensi teknis perbankan Indonesia tahun 1995-2003 dengan menggunakan metode DEA untuk mengetahui apakah merger meningkatkan atau menurunkan performa dari sebuah bank. Mereka menggunakan tiga input (harga tenaga kerja, harga pembiayaan, harga modal) dan tiga output (kredit ke pihak perbankan, kredit ke pihak lain, surat berharga). Hasilnya, pada tahun 1996 kelompok bank yang paling efisien adalah n/a (tidak ada), tahun 1997 yaitu kelompok bank asing campuran, tahun 1998 dan 1999 yaitu kelompok bank swasta nasional devisa, tahun 2000 n/a (tidak ada) bank yang paling efisien, tahun 2001, 2002 dan 2003 adalah kelompok bank persero. Bank yang melakukan merger ternyata mengalami kenaikan efisiensi.

Drake dan Hall (2001) menghitung efisiensi teknis dari 149 bank di Jepang pada tahun 1997 dengan menggunakan metode DEA. Bank-bank tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis umum bank yang beroperasi di Jepang. Mereka menggunakan tiga input (biaya administrasi, harta tetap, deposito pedagang besar dan eceran) dan tiga output (total pinjaman dan pembayaran, harta lancar dan investasi keamanan, dan pendapatan lain). Efisiensi teknis untuk seluruh bank dalam sampel adalah 73,36 persen, untuk City banks efisiensi teknisnya sebesar 87,09 persen, Long-Term Credits Banks dan Trust banks mempunyai efisiensi teknis maksimum yaitu 100 persen, dan Second association regional banks mempunyai efisiensi teknis sebesar 69,54 persen. Mereka juga menghitung efisiensi teknis 149 bank tersebut setelah dikelompokkan berdasarkan ukuran bank. Kesimpulannya, kelompok bank ukuran terkecil dan kelompok bank ukuran terbesar mempunyai inefisiensi skala


(47)

tertinggi. Terdapat korelasi yang kuat (0,7) antara ukuran bank dengan efisiensi skala, tetapi tidak ada korelasi antara pure technical dengan ukuran bank.

Aly et al. (1990) menghitung efisiensi 322 bank di Amerika Serikat yang dipilih secara acak dari bank-bank umum pada tahun 1986 dengan menggunakan metode DEA. Variabel yang digunakan yaitu tiga input (tenaga kerja, modal, dan loanable funds) dan lima output (pinjaman perdagangan dan industri, pinjaman konsumen, pinjaman real estate, pinjaman lain, dan demand deposits). Efisiensi teknis, skala, dan teknis murni adalah 0,75; 0,97; dan 0,77. Analisis regresi tahap kedua menunjukkan bahwa ukuran bank dan efisiensi berhubungan positif, tetapi pemisahan produk dan efisiensi berhubungan negatif.

Suseno (2008) mengukur efisiensi dan skala ekonomi pada industri perbankan syariah di Indonesia pada periode 2000-2004 dengan pendekatan DEA. Sampel penelitian ada 10 bank, terdiri dari 2 bank umum syariah (BUS) dan 8 bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS). Variabel output yang digunakan pada BUS adalah pendapatan bunga, pendapatan lainnya, dan volume kredit, sedangkan pada UUS variabel output-nya adalah pendapatan utama, pendapatan lainnya, dan volume pembiayaan. Variabel input yang digunakan dalam BUS adalah biaya bagi hasil, biaya lainnya, dan aset, sedangkan pada UUS variabel input-nya adalah , biaya bunga, biaya lainnya, dan aset. Hasilnya rata-rata tingkat efisiensi perbankan syariah tahun 1999-2004 mencapai 93,19 persen. Terjadi peningkatan efisiensi dari tahun ke tahun, dari 88,06 persen pada tahun 1999, menjadi 98,85 persen pada tahun 2004. Tingkat efisiensi mengalami peningkatan rata-rata


(48)

2,35 persen per tahun. Jika kinerja efisiensi ini dibandingkan antara BUS dan UUS, BUS memiliki tingkat efisiensi yang sedikit lebih tinggi 1,6 persen daripada bank umum dengan UUS, dimana BUS memiliki tingkat efisiensi rata-rata 94,47 persen, dan bank umum dengan UUS memiliki tingkat efisiensi 92,87 persen.

2.2. Kerangka Pemikiran

Pada penelitian ini akan konsentrasi pada pengukuran efisiensi teknis Bank Persero yang berjumlah 5 bank, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Mandiri, dan Bank Ekspor Indonesia (BEI), dari tahun 1999 sampai 2008. Variabel output yang digunakan dalam DEA adalah kredit, deposito dan giro, sedangkan variabel input-nya adalah harga pembiayaan, harga tenaga kerja dan harga modal. Regresi setelah DEA dilakukan dengan menggunakan variabel efisiensi teknis hasil perhitungan DEA sebagai variabel tak bebas, dan total aset, pangsa pasar deposito dan biaya bunga sebagai variabel bebas untuk mencari nilai koefisien variabel yang memengaruhi efisiensi.


(49)

Ket: --- : batasan penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

2.3. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Total aset berhubungan positif dengan efisiensi, semakin besar total aset, semakin besar tingkat efisiensi. Total aset mencerminkan ukuran bank, dalam penelitiannya, Miller dan Noulas (1996) menyimpulkan bahwa semakin besar bank, semakin besar pula efisiensinya.

Perbankan Indonesia

Intermediasi perbankan belum optimal

Bank Pemerintah

Daerah

Bank Umum Swasta Nasional

Bank Persero

Bank Asing

Bank Campuran

Efisiensi dan faktor yang memengaruhi

efisiensi

Rekomendasi kebijakan untuk peningkatan efisiensi bank


(50)

2. Biaya bunga berhubungan negatif dengan efisiensi, semakin besar biaya bunga, semakin kecil efisiensi. Keuntungan bank diperoleh dari selisih bunga kredit dan bunga DPK (Kasmir, 2002). Miller dan Noulas (1996) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa semakin besar keuntungan, semakin besar pula efisiensinya. Bunga DPK merupakan biaya bunga, jadi semakin besar biaya bunga, semakin kecil keuntungan bank, sehingga efisiensi makin kecil.

3. Pangsa pasar deposito berhubungan positif dengan efisiensi, semakin besar pangsa pasar, semakin besar efisiensi. Pangsa pasar deposito mencerminkan kekuatan pasar. Miller dan Noulas (1996) mengasumsikan bahwa kekuatan pasar berpengaruh pada tingkat efisiensi.


(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data panel, yaitu data gabungan antara data time series dan cross section. Data time series-nya dari tahun 1999 sampai 2008, dan data cross section-nya adalah 5 Bank Persero. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari publikasi BI, baik publikasi berupa buku maupun website. Publikasi berupa buku yang digunakan adalah Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia (SEKI) tahun 2005 dan Direktori Perbankan Indonesia (DPI) tahun 1999 sampai 2007. Data dalam DPI berupa laporan keuangan bank, untuk tahun 2008 DPI belum diterbitkan sehingga data laporan keuangan bank diperoleh dari website BI. Publikasi yang lain yang berasal dari website BI yaitu Data Perbankan Indonesia tahun 2004 dan Statistik Perbankan Indonesia edisi Juni 2009.

3.2. Metode Analisis

3.2.1. Analisis Tingkat Efisiensi (Metode DEA)

Dalam studi ini, akan digunakan metode DEA untuk mengukur efisiensi teknis bank, yang dilanjutkan dengan regresi pasca DEA. DEA adalah sebuah metode optimasi program matematika untuk mengukur efisiensi teknis suatu unit kegiatan ekonomi (UKE) relatif terhadap UKE lain, dengan input dan output yang lebih dari


(52)

satu. Dalam penelitian ini UKE-nya adalah bank. Efisiensi relatif adalah rasio dari total output yang tertimbang dibagi total input tertimbang. Inti dari DEA adalah menentukan bobot untuk tiap output dan input. Asumsi dari DEA adalah tiap UKE akan memilih bobot yang memaksimumkan rasio efisiensinya. Tiap UKE menggunakan kombinasi input yang berbeda untuk menghasilkan kombinasi output yang berbeda pula, sehingga tiap UKE akan memilih seperangkat bobot yang mencerminkan keragaman tersebut. Secara umum UKE akan menetapkan bobot yang tinggi untuk input yang penggunaannya sedikit dan untuk output yang diproduksi banyak. Bobot-bobot tesebut bukan nilai ekonomis dari input maupun output, tetapi sebagai penentu untuk memaksimumkan efisiensi suatu UKE. Efisiensi bernilai 0 sampai 1. UKE yang mempunyai efisiensi 100 persen memiliki 2 kriteria:

1. Bila tidak ada unit lain/ kombinasi unit lain yang menggunakan jumlah input yang sama

2. Jumlah output yang dihasilkan sedikitnya sama dengan output yang dihasilkan UKE lain yang efisiensinya juga 100 persen

Menurut Trick (1996), kelebihan DEA adalah:

1. DEA dapat membuat model untuk sejumlah input dan output

2. Tidak diperlukan asumsi dari hubungan fungsional input terhadap output 3. Unit Kegiatan Ekonomi (UKE) dibandingkan langsung dengan UKE yang

paling efisien atau gabungan UKE yang efisien


(53)

Kekurangan DEA adalah:

1. Karena DEA adalah teknis titik ekstrim, maka gangguan semacam perhitungan error dapat menyebabkan masalah yang signifikan

2. DEA baik untuk mengestimasi efisiensi relatif dari UKE, tetapi tidak bisa mengestimasi efisiensi absolut, jadi suatu UKE dibandingkan dengan UKE yang paling efisien, bukan dengan suatu teori yang maksimum

3. Karena DEA adalah teknis nonparametrik, maka hipotesis statistiknya sulit 4. Karena standar perumusan DEA menghasilkan program linier yang terpisah

untuk masing-masing UKE, maka masalah yang besar dapat terjadi secara intensif melalui perhitungan.

Metode yang digunakan untuk mengukur output perbankan dalam penelitian ini adalah value added approach yang merupakan pendekatan terbaik di antara ketiga pendekatan, karena value added approach tidak memiliki kekurangan-kekurangan seperti yang dimiliki oleh kedua pendekatan lainnya. Penelitian ini menggunakan software DEAP versi 2.1 untuk mengukur efisiensi bank-bank. Hasilnya berupa angka efisiensi teknis yang bernilai 0 sampai 1, dengan memasukkan variabel input dan output terlebih dahulu. Konsep dasarnya adalah sebagai berikut.


(54)

Tabel 3.1. Konsep Dasar DEA

output input

UKE

q1 q2 q3 p1 p2 p3

1

2

3

4

5

Sumber: Coelly, 1996

3.2.2. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi

Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai efisiensi masing-masing bank adalah menghitung variabel apa saja yang memengaruhi efisiensi tersebut. Menurut Miller dan Nuolas (1996) yang memengaruhi efisiensi adalah ukuran bank, profitabilitas, kekuatan pasar, dan lokasi bank. Ukuran bank digambarkan oleh total aset, profitabilitas digambarkan dengan biaya bunga, dan kekuatan pasar digambarkan oleh pangsa pasar deposito. Model regresinya adalah sebagai berikut:

ε β

β β

α + + + +

= it it it

it TA TIE MSD

TE 1 2 3 …………...(1) Dimana:

it

TE = efisiensi masing-masing bank

it

TA = total aset (Rupiah)

it

TIE = biaya bunga (Rupiah)

it


(55)

=

ε error term

Setelah melakukan estimasi terhadap model di atas maka kita akan mengetahui variabel apa saja yang memengaruhi efisiensi teknis Bank Persero. Pengolahan dilakukan dengan menggunakan software E-views 6.

Penelitian ini menggunakan data panel, data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal merupakan kombinasi antara data time-series dan cross-section. Data time-series merupakan data yang dikumpulkan berdasarkan urutan waktu, seperti setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap semester, setiap tahun, dan seterusnya. Sedangkan data cross-section merupakan data dari beberapa observasi yang dikumpulkan pada satu waktu yang sama. Metode data panel merupakan suatu metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika menggunakan data time-series maupun data cross-section (Gujarati, 2003).

Terdapat tiga metode pada teknis estimasi model menggunakan data panel, yaitu pooled Ordinary Least Square (OLS), fixed effect, dan random effect. Dari ketiga metode tersebut akan dipilih model yang terbaik menggunakan Chow test.

3.2.2.1. Metode Pooled OLS

Metode pooled OLS merupakan suatu metode pengkombinasian sederhana antara data time-series dan cross-section, selanjutnya dilakukan estimasi model yang


(56)

mendasar menggunakan OLS. Metode pooled OLS dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut:

it

it X

Y =α +β ∧

………...(2) dimana i menunjukkan urutan bank yang diobservasi pada data cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Namun, pada metode ini asumsi yang digunakan menjadi terbatas karena model tersebut mengasumsikan bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama untuk setiap bank yang diobservasi. Hal ini menyebabkan variabel-variabel yang diabaikan akan membawa perubahan pada intersep time-series dan cross-section.

3.2.2.2. Metode Fixed Effect

Masalah yang timbul pada penggunaan metode pooled OLS yaitu adanya asumsi bahwa intersep dan koefisien dari setiap variabel sama pada setiap bank yang diobservasi. Untuk memperhitungkan individualitas dari setiap unit cross-section

dapat dilakukan dengan cara menjadikan intersep berbeda pada tiap bank. Pada metode fixed-effect ditambahkan variabel dummy untuk mengubah intersep, tetapi koefisien-koefisien lainnya tetap sama bagi setiap bank yang diobservasi. Metode ini dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut:

it it T i i NT N t t it i

it X W W W Z Z Z

Y =α +β +γ +γ + +γ +δ +δ + +δ +ε

...

... 2 2 3 3

3 3 2


(57)

dimana Wit = 1 untuk bank ke-i, i = 2,…, N 0 untuk lainnya

Zit = 1 untuk bank ke-t, t = 2,…, T 0 untuk lainnya

Variabel dummy (N-1) + (T-1) ditambahkan ke dalam model dan penambahan tersebut menghasilkan kolienaritas yang sempurna di antara variabel-variabel penjelas. Koefisien dari variabel dummy akan mengukur perubahan intersep cross-section dan time-series.

Terdapat beberapa masalah yang berhubungan dengan penggunaan metode fixed effect. Pertama yaitu bahwa penggunaan variabel dummy tidak dapat mengidentifikasikan secara langsung penyebab perubahan garis regresi pada periode dan bank. Kedua yaitu teknis variabel dummy akan mengurangi jumlah derajat bebas (Pyndick, 1998) dalam (Kristiana, 2006).

3.2.2.3. Metode Random Effect

Penggunaan variabel dummy pada metode fixed effect masih menghasilkan kekurangan pada informasi mengenai model. Oleh karena itu kekurangan informasi tersebut dapat digambarkan melalui komponen galat (disturbance/error term).

Pada metode random effect dimasukkan komponen galat (error term) ke dalam model untuk menjelaskan variabel prediktor (explanatory variable) yang tidak dimasukkan ke dalam model, komponen nonlinearitas hubungan variabel bebas dan


(58)

variabel tak bebas, kesalahan ukur saat observasi dilakukan, serta kejadian yang sifatnya acak.

Metode random effect dapat dispesifikasikan ke dalam model berikut:

it it

it X

Y =α +β +ε ∧

………...…….(4)

it t i

it =u +v +w

ε ………...…………(5) dimana ui ~ N(0, σu2) = komponen galat cross-section

vt ~ N(0, σv2) = komponen galat time-series wt ~ N(0, 2

w

σ ) = komponen galat time-series dan cross-section

i menunjukkan urutan bank yang diobservasi pada data cross-section, sedangkan t menunjukkan periode pada data time-series. Formulasi dari metode random effect diperoleh dari model fixed effect dengan mengasumsikan bahwa efek rata-rata dari variabel-variabel time-series dan cross-section yang acak termasuk dalam intersep, dan deviasi acak dari rata-rata tersebut sama dengan komponen galat, ui dan vt. Pada metode random effect diasumsikan bahwa komponen galat individual tidak berkorelasi satu sama lain dan tidak ada autokorelasi antara setiap unit cross-section dan time series (Pyndick, 1998) dalam (Kristiana, 2006).


(59)

3.3. Uji Kesesuaian Model

3.3.1. Chow Test

Untuk menguji kesesuaian atau kebaikan model dari ketiga metode pada teknis estimasi model dengan data panel digunakan Chow test. Chow test adalah uji untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Pooled Least Square

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan F-statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

) /( ) ( ) 1 /( ) ( 2 2 1 K N NT ESS N ESS ESS statistic F − − − − = − ………..……(6) dimana: 1

ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model pooled least square

2

ESS = Residual Sum Square hasil pendugaan model fixed effect N =Jumlah data cross section


(60)

K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow test mengikuti distribusi F-statistic dengan derajat bebas (N-1,NT-N-K), jika nilai F-statistic hasil pengujian lebih besar dari F-tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang digunakan adalah fixed effect, dan sebaliknya jika nilai F-statistic hasil pengujian lebih kecil dari F-tabel, maka H0 diterima, sehingga model yang cocok adalah random effect (Gujarati, 2003) dalam (Hartati, 2008).

3.3.2. Hausman Test

Hausman test adalah pengujian statistik untuk memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect. Penggunaan model fixed effect mengandung unsur trade-off yaitu hilangnya derajat bebas dengan memasukkan variabel dummy, tetapi penggunaan model random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Pengujian Hausman test dilakukan dengan menggunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Pooled Fixed Effect

Dasar penolakan H0 dengan membandingkan Statistik Hausman dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:


(61)

) ( ) )(

( b M0 M1 1 b

m= β− − − βχ2

…………...….(7) Dimana β adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabel random effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model, dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaan random effect model. H0 ditolak jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari χ2-tabel, sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya (Gujarati, 2003) dalam (Hartati, 2008).

3.4. Uji Validitas Model

3.4.1. Uji F-statistic

Uji F-statistic ditujukan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara bersama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak. Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam uji F-statistic adalah sebagai berikut:

1. Perumusan hipotesis H0 : β12 =...=βk =0

H1 : minimal ada satu nilai β yang tidak sama dengan nol 2. Penentuan taraf nyata (α )

3. Bandingkan F-statistic dengan F-tabel pada α atau bandingkan probabilitas F-statistic dengan α


(62)

4. Jika prob (F-statistic)< α , maka terima H1, artinya variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya (Gujarati, 2003) dalam (Hartati, 2008).

3.4.2. Uji t-statistic

Tujuan uji t-statistic adalah untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependennya atau tidak.

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam uji t-statistic adalah: 1. Perumusan hipotesis

H0i =0 H1i ≠0

2. Penentuan taraf nyata ( )

3. Bandinglan t-statistic dengan t-tabel atau bandingkan probabilitas t-statistic (prob (t-statistic)) dengan .

4. Jika t-statistic > t-tabel pada atau prob (t-statistic) < , maka terima H1, artinya variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya (Gujarati, 2003) dalam (Hartati, 2008).


(63)

3.4.3. R-Squared

R-Squared adalah proporsi variasi dalam variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya. R-Squared memiliki range 0 R-Squared 1, jika R-Squared bernilai 1 maka 100 persen variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variebel independennya, jika R-Squared bernilai 0 maka variasi dalam variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel-variebel independennya.

2 =

R R-Squared = TSS RSS

………...…...………(8)

dimana:

RSS = jumlah kuadrat regresi TSS = jumlah kuadrat total

Penelitian ini menggunakan adjusted R-Squared karena sudah memperhitungkan permasalahan derajat bebas dan merupakan ukuran kesesuaian model yang lebih baik dibandingkan R-Squared, adjusted R-Square dirumuskan sebagai berikut: k N N R R − − − −

=1 (1 2) 1

2

...(9)

dimana: =

2

R adjusted R-Squared N= jumlah sampel


(64)

3.5. Pengujian Asumsi

3.5.1. Pemeriksaan Multikolinearitas

Multikolineritas adalah suatu keadaan di mana satu atau lebih variabel bebas mempunyai hubungan linier dengan variabel bebas lainnya. Cara untuk mendeteksi yaitu dengan melihat Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas (Sanjoyo, 2009).

3.5.2. Pemeriksaan Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi diantara anggota observasi. Autokorelasi dalam model menunjukkan adanya korelasi antara variabel gangguan (error). Pendeteksian autokorelasi dilakukan dengan statistik d Durbin-Watson, yaitu:

d =

= =

n

t n

t

t t

e e e

1 2 2

1)

(

………...(9)

d = nilai statistik hitung Durbin-Watson Hipotesis dari pemeriksaan autokorelasi

H0 = Tidak ada autokorelasi positif


(65)

Ho ditolak Ragu-ragu Ho diterima Ragu-ragu Ho ditolak

autokorelasi (+) (tidak ada autokorelasi) autokorelasi (-)

dL dU 2 4-dU 4-dL

Sumber: Gujarati, 2003

Gambar 3.2. Daerah Batas Penerimaan Uji Durbin-Watson

Jika model yang sesuai adalah fixed effect model, asumsi terbebasnya model dari serial korelasi tidak dibutuhkan, maka uji tentang autokorelasi dapat diabaikan (Nachrowi dan Usman, 2006).

3.5.3. Pemeriksaan Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas terjadi jika variabel galat tidak mempunyai varians yang konstan (bervariasi), sehingga penaksiran model masih tetap tak bias, tetapi tidak efisien lagi. Hal ini bisa dilihat pada plot antara kuadrat galat dengan nilai taksiran dari Y. Jika plotnya tidak menunjukkan suatu pola tertentu, maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2003).

3.6. Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel input dan output untuk metode DEA, sedangkan untuk regresi menggunakan variabel tak bebas dan bebas.


(66)

3.6.1 Variabel Input

1. Harga pembiayaan (p1) adalah pembagian antara beban bunga dengan total pasiva. Sumber data adalah Laporan Laba Rugi dan Neraca.

2. Harga tenaga kerja (p2) adalah pembagian antara beban personalia dengan total aktiva. Sumber data adalah Laporan Laba Rugi dan Neraca.

3. Harga modal (p3) adalah pembagian antara beban lainnya dengan aktiva tetap. Sumber data adalah Laporan Rugi Laba dan Neraca (Hadad et al., 2003).

3.6.2. Variabel Output

1. Kredit (q1) adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waku tertentu dengan pemberian bunga. Dihitung dalam satuan rupiah. Sumber data adalah Laporan Neraca

2. Deposito berjangka (q2) adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Dihitung dalam satuan rupiah. Sumber data adalah Laporan Neraca

3. Giro (q3) adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Dihitung dalam satuan rupiah. Sumber data adalah Laporan Neraca (Dendawijaya, 2001).


(1)

square

signifikan (p-value 0,0000 lebih kecil dari 5 persen) sehingga model

mengikuti

fixed effect. Beberapa ahli ekonometrika telah membuktikan secara

matematis penggunaan

fixed effect model

dan

random effect model. Mereka

menyimpulkan bahwa jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu lebih

besar dibandingkan jumlah individu maka disarankan menggunakan

fixed effect

model, jika sebaliknya maka disarankan menggunakan

random effect model

(Nachrowi dan Usman, 2006). Data dalam penelitian ini jumlah waktunya 10 tahun,

jumlah bank 5, sehingga menggunakan fixed effect model untuk estimasi.

Sebaran nilai

scatter plot antara nilai prediksi dengan residual tidak

menunjukkan

suatu

pola,

sehingga

dapat

disimpulkan

tidak

terjadi

heteroskedastisitas. Diantara variabel bebas tidak terdapat multikolinearitas, hal ini

diperoleh dari nilai VIF yang kurang dari 10 untuk semua variabel bebas. Uji

autukorelasi tidak perlu dilakukan karena kelebihan model

fixed effect yaitu

mengijinkan korelasi antara error dan variabel tak bebas.

Tabel. 4.1.

Collinearity Statistics

Variabel bebas

Toleransi

VIF

(Konstanta)

total aset

0.3179691 3.144959479

biaya bunga

0.1865607 5.360185806

pangsa pasar deposito

0.1686719 5.928669313

Sumber: Hasil pengolahan


(2)

Nilai F-statistic sebesar 15,21 dengan probabilita 0,0000, sehingga dapat

dikatakan bahwa dari uji keragaman serempak diperoleh kesimpulan bahwa minimal

ada satu variabel yang nyata pada taraf 1 persen. Tingkat signifikansi yaitu 0,000

lebih rendah dari

, sehingga dengan tingkat kepercayaan sebesar 99 persen

disimpulkan bahwa model yang diperoleh layak dipergunakan dalam analisis.

Probabilita t-statistic untuk variabel total aset dan biaya bunga sebesar 0,0156

dan 0,0313, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel total aset nyata pada taraf 1

persen dan variabel biaya bunga nyata pada taraf 5 persen. Sehingga total aset dan

biaya bunga memiliki pengaruh signifikan terhadap efisiensi teknis pebankan.

Tabel 4.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efisiensi

variabel

koefisien

std. error

t-stat.

prob.

C

0.44227

0.13434

3.29224

0.0024

Total aset

2.72E-09

1.07E-09

2.548978

0.0156*

Biaya bunga

-2.41E-08

1.07E-08 -2.249462

0.0313**

pangsa pasar deposito

0.77493

0.86613

0.894702

0.3774

R-square dan F-statistic

nilai

R-squared

0.88060

Adjusted R-squared

0.82271

F-statistic

15.21133

Prob(F-statistic)

0.00000

Sumber: Hasil pengolahan Ket.: * : nyata pada taraf 1 persen **: nyata pada taraf 5 persen


(3)

Nilai koefisien determinasi

adjusted R

2

sebesar 82,27 persen, artinya

keragaman dari efisiensi teknis yang dapat dijelaskan variabel bebas sebesar 82,27

persen dan 17,73 persen dijelaskan oleh variabel yang lain di luar model.Persamaan

regresi yang diperoleh berdasarkan output Eviews di atas adalah:

TE

=0,44+2,72E-09TA-2,41E-08TIE+

ε

it

Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa variabel total aset dan biaya bunga mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap efisiensi teknis, begitu juga dengan konstanta. Total

aset berpengaruh nyata positif terhadap efisiensi teknis. Koefisien variabel total aset

sebesar 2,72E-09, artinya jika variabel lain konstan, setiap kenaikan total aset sebesar

Rp 10 triliun akan menyebabkan kenaikan efisiensi teknis sebesar 0,0272. Biaya

bunga berpengaruh nyata negatif terhadap efisiensi teknis. Nilai koefisien variabel

biaya bunga

sebesar -2,41E-08, artinya jika variabel lain konstan, setiap kenaikan

biaya bunga Rp 10 miliar akan menyebabkan penurunan efisiensi teknis sebesar

0,241.

Tabel 4.3. Elastisitas Variabel Bebas

Variabel

Elastisitas

Total aset

0,47

Biaya bunga

-0,25

Sumber: Hasil pengolahan

Elastisitas perubahan total aset terhadap perubahan efisiensi teknis sebesar

0,47, artinya jika total aset meningkat sebesar 1 persen maka efisiensi teknis


(4)

meningkat sebesar 47 persen. Elastisitas perubahan biaya bunga terhadap efisiensi

teknis sebesar -0,25, artinya jika biaya bunga meningkat 1 persen maka efisiensi

teknis menurun sebesar 25 persen. Jadi efisiensi teknis meningkat sejalan dengan

kenaikan total aset dan menurun sejalan dengan peningkatan biaya bunga. Hal ini

masuk akal karena total aset merupakan kekayaan yang dimiliki bank, sehingga jika

makin besar maka jangkauan operasional bank bisa lebih luas dan hal ini juga sesuai

penelitian terdahulu karena total aset mencerminkan ukuran bank, sehingga semakin

besar ukuran bank semakin besar efisiensi teknisnya (Miller dan Noulas, 1996).

Biaya bunga berhubungan negatif dengan efisiensi, hal ini masuk akal karena

keuntungan bank diperoleh dari selisih bunga kredit dan bunga DPK (Kasmir, 2002).

Basri (2009) menunjukkan bahwa tingkat

interest margin di Indonesia tertinggi di

Asia (5,9 persen). Miller dan Noulas (1996) dalam penelitiannya menyimpulkan

bahwa semakin besar keuntungan, semakin besar pula efisiensinya. Bunga DPK

merupakan biaya bunga, jadi semakin besar biaya bunga, semakin kecil keuntungan

bank, sehingga efisiensi makin kecil.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

1.

Penelitian ini mengevaluasi efisiensi Bank Persero selama kurun waktu

sepuluh tahun, yaitu dari tahun 1999 sampai 2008, diperoleh hasil bahwa

rata-rata efisiensi teknis Bank Persero selama sepuluh tahun penelitian

adalah 64,6 persen dan Bank Persero yang paling efisien selama kurun

waktu tersebut adalah Bank Mandiri.

2.

Faktor-faktor yang memengaruhi efisiensi teknis Bank Persero adalah

total aset dan biaya bunga. Total aset memengaruhi efisiensi teknis secara

positif, sehingga peningkatan total aset akan meningkatkan efisiensi

teknis, sedangkan biaya bunga memengaruhi efisiensi teknis secara

negatif, sehingga peningkatan biaya bunga akan menurunkan efisiensi

teknis.

5.2.

Saran

1.

Untuk peningkatan efisiensi teknis diperlukan penurunan biaya bunga,

sehingga suku bunga DPK rata-rata Bank Persero sebaiknya diturunkan.

Pada tahun 2008 suku bunga giro dan tabungan Bank Persero sekitar 3


(6)

persen, tetapi suku bunga deposito sekitar 6 persen sampai 11 persen.

Apabila dibandingkan dengan negara Asia lainnya, spread/interest margin

di Indonesia tertinggi (5,9 persen) yang menunjukkan mahalnya biaya

kredit.

2.

Untuk peningkatan efisiensi teknis diperlukan peningkatan total aset

dengan cara meningkatkan kredit, karena salah satu komponen di dalam

total aset adalah kredit.

3.

Proporsi keragaman efisiensi teknis yang dapat dijelaskan variabel total

aset dan biaya bunga sebesar 82,27 persen, oleh karena itu masih terdapat

faktor lain yang berpengaruh terhadap efisiensi teknis yang belum

dimasukkan dalam penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya perlu

ditambah variabel lain, misalnya lokasi bank, pemisahan produk dan

sebagainya.