Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Cakalang

peralihan barat timur, sedangkan klorofil-a terendah terjadi pada musim barat. Selanjutnya Nontji 1993 yang diacu dalam Monk et al 1997 menyatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mgm 3 , 0,16 mgm 3 selama musim barat dan 2,1 mgm 3 selama musim timur. Dari hasil pengamatan terhadap klorofil-a ditemukan bahwa konsentrasi klorofil-a terendah terjadi pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar 0,1-0,5 mgm 3 , dimana bulan tersebut termasuk dalam musim barat. Sedangkan konsentrasi klorofil-a paling tinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli 2006 yaitu sebesar 3,1-4,0 mgm 3 dan 3,6- 4,0 mgm 3 , dimana kedua bulan tersebut termasuk dalam musim timur. Gabrik dan Parslow 1989 mengemukakan bahwa laju produktifitas primer di lingkungan ditentukan oleh faktor fisik. Faktor fisik utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di dalam kolom air dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air sangat berperan dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktifitas primer melalui aktifitas fotosintesis fitoplankton. Fenomena tersebut terjadi pada bulan April 2007, dimana konsentrasi klorofil-a tinggi yaitu sebesar 3,1-3,5 mgm 3 yang diikuti dengan tingginya suhu permukaan laut yaitu sebesar 31,1-32 o C. Hal ini membuktikan bahwa tingginya produksi fitoplankton dipengaruhi oleh percampuran massa air dengan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi.

5.3 Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Cakalang

Hasil tangkapan yang diperoleh bahwa cakalang terbanyak bulan Mei 2007 berada pada kisaran suhu 27-30 o C dengan suhu optimum sebesar 29 o C dan konsentrasi klorofil-a 1,1-1,5 mgm 3 ; hasil tangkapan sedang diperoleh pada bulan April 2007 berada pada kisaran suhu 30,1-31 o C dengan suhu optimum 30 o C dan konsentrasi klorofil-a 3,1-3,5mgm 3 ; sedangkan tangkapan pada bulan Maret merupakan yang terendah yang berada pada kisaran suhu 30,1-32 o C dengan suhu optimum 29 o C dan konsentrasi klorofil-a 0,6-1,0 mgm 3 . Nontji 1993 menyatakan bahwa kisaran suhu yang optimum untuk kehidupan cakalang adalah 16-30 o C. Hasil penelitian Halim 2005 menyatakan bahwa suhu optimum penangkapan cakalang berkisar antara 28-31 o C. Mengacu pada kisaran suhu di atas, diketahui bahwa suhu yang ditemukan pada daerah penelitian yakni di perairan Mentawai masih optimum bagi kehidupan cakalang yaitu suhu hangat walaupun terdapat kisaran yang lebih . Untuk melihat hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan berdasarkan jumlah hasil tangkapan kgtrip dan ukuran panjang ikan lebih sesuai ditunjukkan dengan regresi non-linear yakni polynomial Gambar 20 dan 21, dimana dapat terlihat titik-titik yang saling berdekatan antara SPL dengan jumlah tangkapan dan antara SPL dengan ukuran panjang ikan cakalang. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 25 Ma re t 0 7 26 Ma re t 0 7 27 Ma re t 0 7 28 Ma re t 0 7 29 Ma re t 0 7 30 Ma re t 0 7 07 A pr il 07 08 A pr il 07 09 A pr il 07 10 A pr il 07 15 A pr il 07 16 A pr il 07 17 A pr il 07 18 A pr il 07 19 A pr il 07 10 Me i 0 7 11 Me i 0 7 12 Me i 0 7 13 Me i 0 7 14 Me i 0 7 17 Me i 0 7 18 Me i 0 7 19 Me i 0 7 20 Me i 0 7 Akuisisi Data J u m la h k g t ri p 26,5 27

27,5 28

28,5 29

29,5 30

30,5 31 31,5 S u h u O C Tangkapan Cakalang SPL Gambar 20 Hubungan SPL dengan Jumlah Hasil Tangkapan per Settiing. 20 40 60 80 100 120 25 M ar et 7 26 M ar et 7 27 M ar et 7 28 M ar et 7 29 M ar et 7 30 M ar et 7 07 A pr il 07 08 A pr il 07 09 A pr il 07 10 A pr il 07 15 A pr il 07 16 A pr il 07 17 A pr il 07 18 A pr il 07 19 A pr il 07 10 M ei 7 11 M ei 7 12 M ei 7 13 M ei 7 14 M ei 7 17 M ei 7 18 M ei 7 19 M ei 7 20 M ei 7 Akuisisi Data U k u ra n I k a n c m e k o r 26,5 27

27,5 28

28,5 29

29,5 30

30,5 31 31,5 S u h u O C panjang SPL Gambar 21 Hubungan SPL dengan Ukuran Panjang Cakalang per Setting. Dari kedua gambar di atas terlihat bahwa SPL berpengaruh terhadap ukuran panjang ikan. Sedangkan terhadap jumlah hasil tangkapan SPL tidak ada pengaruhnya. Hubungan suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan yang tidak erat dan juga hubungan antara suhu permukaan laut yang berpengaruh terhadap ukuran panjang ikan tersebut juga didukung dengan menggunakan uji statistik yaitu persamaan regresi Gambar 22 dan 23. y = 210,28x - 1810,7 R 2 = 0,0016 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

27,5 28

28,5 29

29,5 30

30,5 31 31,5 Suhu O C J u m la h k g t ri p Gambar 22 Hubungan SPL dengan Jumlah Hasil Tangkapan Cakalang. Dari hasil persamaan regresi linear sederhana di atas untuk jumlah hasil tangkapan Gambar 22 dapat diketahui bahwa suhu permukaan laut tidak ada ada pengaruhnya karena tidak terdapat suatu pola yang jelas menunjukkan meningkat atau menurunnya hasil tangkapan jika suhu permukaan laut naik atau turun, karena dari gambar terlihat bahwa semua titik tidak ada yang mendekati garis tersebut. Hal ini dapat disimpulkan bahwa suhu permukaan laut tidak berpengaruh terhadap keberadaan ikan cakalang. 20 40 60 80 100 120

27,5 28

28,5 29

29,5 30

30,5 31 31,5 Suhu O C U k u ra n P a n ja n g c m e k o r Gambar 23 Hubungan SPL dengan Ukuran Panjang Cakalang. Sedangkan dari persamaan regresi linear untuk ukuran ikan Gambar 23 menunjukkan adanya pengaruh dari suhu permukaan laut, karena dari gambar dapat dilihat bahwa ada beberapa titik yang medekati bahkan tepat berada digaris linear tersebut. Untuk ikan yang berukuran kecil yaitu 40cm berada pada sebaran suhu 28 o C, untuk ukuran besar yaitu 50 cm dan 60 cm berada pada sebaran suhu 29 o C dan 30 o C. Hal ini menandakan adanya pola atau trend yang menunjukkan bahwa ikan ukuran kecil lebih dominan tertangkap pada suhu hangat, sedangkan ikan ukuran besar dominan tertangkap pada suhu hangat maupun panas. Untuk melihat hubungan konsentrasi klorofi-a dengan hasil tangkapan cakalang dan ukuran panjang cakalang juga dapat ditunjukkan dengan regresi non-linear polynimial Gambar 24 dan 25, dimana dapat terlihat titik-titik yang berdekatan ataupun yang berjauhan. 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 25 M ar et 7 26 M ar et 7 27 M ar et 7 28 M ar et 7 29 M ar et 7 30 M ar et 7 07 A pr il 07 08 A pr il 07 09 A pr il 07 10 A pr il 07 15 A pr il 07 16 A pr il 07 17 A pr il 07 18 A pr il 07 19 A pr il 07 10 M ei 7 11 M ei 7 12 M ei 7 13 M ei 7 14 M ei 7 17 M ei 7 18 M ei 7 19 M ei 7 20 M ei 7 Akuisisi Data J u m la h k g t ri p

0,5 1

1,5 2

2,5 3 3,5 4 K o n s e n tr a s i m g m 3 Tangkapan Cakalang Klorofil-a Gambar 24 Hubungan Klorofil-a dengan Hasil Tangkapan Cakalang per Setting. 20 40 60 80 100 120 25 M ar et 7 26 M ar et 7 27 M ar et 7 28 M ar et 7 29 M ar et 7 30 M ar et 7 07 A pr il 07 08 A pr il 07 09 A pr il 07 10 A pr il 07 15 A pr il 07 16 A pr il 07 17 A pr il 07 18 A pr il 07 19 A pr il 07 10 M ei 7 11 M ei 7 12 M ei 7 13 M ei 7 14 M ei 7 17 M ei 7 18 M ei 7 19 M ei 7 20 M ei 7 Akuisisi Data U k u ra n I k a n c m e k o r

0,5 1

1,5 2

2,5 3 3,5 4 K o n s e n tr a s i m g m 3 Panjang Klorofil-a Gambar 25 Hubungan Klorofil-a dengan Ukuran Panjang Cakalang per Setting. Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa klorofil-a juga tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan cakalang melainkan berpengaruh terhadap ukuran panjang ikan cakalang. Hal ini juga didukung dengan uji statistik dengan menggunakan persamaan regresi linear sederhana Gambar 26 dan 27. y = -913,35x + 6182,7 R 2 = 0,0375 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

0,5 1

1,5 2

2,5 3 3,5 4 KLorofil-a mgm 3 J u m la h k g t ri p Gambar 26 Hubungan Klorofil-a dengan Jumlah Hasil Tangkapan Cakalang. Dari gambar di atas Gambar 26 terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a tidak terlalu berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan. Hal ini dapat terlihat dari titik-titik yang menyebar di sekitar garis linear tersebut. Meskipun demikian, konsentrasi klorofil-a optimum untuk jumlah hasil tangkapan cakalang tertinggi berada pada nilai 2 mgm 3 . 20 40 60 80 100 120

0,5 1

1,5 2

2,5 3 3,5 4 Klorofil-a mgm 3 U k u ra n P a n ja n g c m e k o r Gambar 27 Hubungan Klorofil-a dengan Ukuran Panjang Cakalang. Dari gambar di atas Gambar 27 dapat dilihat bahwa konsentrasi klorofil- a lebih berpengaruh terhadap ukuran panjang dari ikan cakalang dengan ukuran ikan paling besar yaitu 100 cmekor berada pada nilai klorofil-a 2 mgm 3 , sedangkan untuk ukuran ikan paling kecil yaitu 25 cmekor berada pada nilai klorofil-a 1-1,5 mgm 3 . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berpengaruhnya konsentrasi klorofil-a terhadap ukuran panjang ikan cakalang disebabkan karena klorofil-a merupakan rantai makanan dari ikan cakalang dan menunjukkan bahwa perairan Mentawai merupakan perairan yang subur yang banyak mengandung zat hara. Berdasarkan ukurannya diketahui bahwa cakalang dengan ukuran yang lebih besar cenderung terdapat pada suhu yang lebih tinggi dibanding pada suhu yang lebih rendah. Gunarso 1991 mengemukakan hasil dari beberapa peneliti tentang tingkah laku pemijahan atau reproduksi cakalang yang sudah memasuki dewasa dengan umur minimal satu tahun bahwa umumnya mereka melakukan pemijahan dan sekaligus pembesarannya pada daerah dengan pulau-pulau yang berdekatan dan kondisinya merupakan perairan karang yang hangat. Setelah proses pemijahan, biasanya cakalang sampai berumur tiga tahun masih belum meninggalkan daerah tersebut. Suhu permukaan laut yang ditemukan pada daerah dengan hasil tangkapan terbanyak tersebut merupakan kondisi yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya fitoplankton. Riley dan Skirrow 1975 menyatakan bahwa umumnya fitoplankton dapat berkembang dengan baik pada suhu 25 o C atau lebih. Kondisi seperti ini yang diduga merupakan faktor yang mendorong terciptanya kondisi perairan yang produktif dan memiliki kesuburan yang baik bagi kelangsungan hidup ikan cakalang. Dari hasil penelitian didapat bahwa suhu pemukaan laut memberikan pengaruh terhadap keberadaan ikan cakalang tetapi tidak terlalu berpengaruh terhadap penentuan banyak atau sedikitnya hasil tangkapan cakalang yang diperoleh. Hal ini dapat dinyatakan pada dasarnya hubungan suhu dengan kelimpahan dan distribusi organisme tidak dapat dimutlakkan sebagai hubungan yang linear, akan tetapi setiap organisme mempunyai batas toleransi atau kondisi optimum terhadap lingkungan hidup yang ditempatinya. Laevastu dan Hayes 1981 menyatakan bahwa perubahan suhu perairan menjadi di bawah suhu normal atau suhu optimal menyebabkan penurunan aktifitas gerakan dan aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan. Dalam hal ini suhu perairan sangat berperan penting dalam fekunditas dan pemijahan, masa inkubasi dan penetasan telur, pertumbuhan ikan, aktifitas pergerakan, ruaya, penyebaran dan kelimpahan serta penggerombolan. Demikian halnya dengan cakalang, seperti yang dikemukakan Tampubolon 1980 bahwa ikan cakalang sensitif terhadap perubahan suhu khususnya pada saat makan karena hal tersebut terkait dengan kebiasaan hidupnya. Selanjutnya hubungan konsentrasi klorofil-a dengan hasil tangkapan cakalang terlihat bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap peningkatan hasil tangkapan cakalang. Hal ini tentunya berkaitan dengan tingkat kesuburan perairan yang sangat menunjang proses kehidupan di dalamnya. Menurut Amiruddin 1993 pola distribusi ikan cakalang berkorelasi nyata dengan distribusi zooplankton dan mikronekton. Meningkatnya kelimpahan ikan cakalang di sekitar pulau, gunung laut dan lembah laut disebabkan oleh besarnya ketersediaan makanan di daerah tersebut sehingga ikan-ikan cakalang tersebut akan berpindah ke daerah lain dengan melakukan migrasi untuk mencari daerah baru yang kaya akan bahan makanan. Di perairan Indonesia terdapat hubungan yang nyata antara kelimpahan cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton, antara fitoplankton dan cakalang juga terdapat hubungan yang erat. Perairan yang fitoplankton -nya melimpah, juga terdapat zooplankton dengan konsentrasi yang tinggi maka ikan-ikan kecil juga akan melimpah dan biasanya terdapat banyak cakalang. Dengan hasil ini diketahui bahwa di perairan Mentawai peningkatan terhadap hasil tangkapan ikan cakalang tidak begitu ditentukan oleh fluktuasi suhu permukaan laut, akan tetapi lebih didukung oleh tingginya konsentrasi klorofil-a. Hal ini terjadi karena pada dasarnya secara keseluruhan, kondisi suhu permukaan laut di perairan Mentawai sudah berada pada kisaran optimum 26-30 o C sehingga pengaruh suhu tidak terlalu berpengaruh pada setiap lokasi penangkapan. Kondisi ini akan berbeda pada daerah yang memiliki konsentrasi klorofil-a yang tinggi. Untuk lebih jelas mengenai suhu dan klorofil-a optimum dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.4 Pendugaan Daerah Potensial Penangkapan Cakalang di Perairan Mentawai

Dokumen yang terkait

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 16 124

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 7 139

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu

0 4 10

Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Seram dan Laut Banda.

0 3 88

Analisis daerah penangkapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil a di Perairan Mentawai, Sumatera Barat

0 4 86

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 3 129

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 6 114

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BANGKA

0 0 12

Pendugaan daerah penangkapan ikan tenggiri berdasarkan distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15