Parameter Oseanografi TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Parameter Oseanografi

Kelimpahan dan distribusi ikan sangat dipengaruhi oleh kondisi parameter oseanografi baik fisik, kimia dan biologi suatu perairan Nikolsky, 1963 ; Laevastu dan Hela, 1970. Cakalang sebagai ikan pelagis memiliki karakteristik oseanografi yang lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi perairan di bagian permukaan, sehingga kajian suhu permukaan laut dan klorofil-a akan lebih relevan untuk menjelaskan secara lebih spesifik lingkungan perairan yang didiaminya Nontji, 1993 ; Mann and Lazier, 1996. 2.3.1 Suhu perairan Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya aliran panas yang terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah bahang yang diterima dari sinar matahari. Daerah- daerah yang paling banyak menerima bahang sinar matahari adalah daerah-daerah yang terletak pada daerah khatulistiwa. Dengan demikian suhu permukaan air laut yang tertinggi akan ditemukan di daerah khatulistiwa Hutagalung, 1988. Suhu adalah salah satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme tersebut. Hewan laut misalnya, hidup dalam batas-batas suhu yang tertentu, ada yang mempunyai tolerasi yang besar terhadap perubahan suhu yang disebut euriterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil yang disebut stenoterm. Suhu laut terutama di lapisan permukaan sangat tergantung pada jumlah sinar yang didapat dari matahari Nontji, 1987. Selanjutnya Nontji 1987 menyatakan bahwa suhu air permukaan di perairan Nusantara umumnya berkisar antara 28-31 C. Suhu air di dekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada yang di lepas pantai. Secara alami suhu air permukaan memang merupakan lapisan hangat karena mendapat radiasi matahari pada siang hari. Laevastu dan Hayes 1981 mengemukakan bahwa perubahan suhu perairan yang sangat kecil sekitar 0,02 o C dapat menyebabkan perubahan densitas populasi ikan di suatu perairan daerah sub tropis. Lebih lanjut dikatakan bahwa ikan-ikan pelagis akan bergerak menghindari suhu yang lebih tinggi atau mencari daerah yang kondisi suhunya lebih rendah. Suhu lingkungan juga mempunyai pengaruh terhadap sifat meristik ikan misalnya jumlah tulang punggung bertambah, sirip ikan juga bertambah sebagai akibat turunnya suhu. Suhu juga menyebabkan perbedaan penyebaran ikan dewasa dan anak ikan karena mereka cenderung memilih suhu yang cocok bagi mereka masing-masing. Perbedaan suhu perairan juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi migrasi dan besarnya gerombolan ikan. Beberapa jenis ikan pelagis akan berenang lebih dalam apabila suhu perairan di permukaan lebih hangat. Kedalaman gerombolan ikan sangat tergantung luasnya lapisan tercampur di permukaan pada malam hari Hela dan Laevastu, 1970. Selanjutnya Hela dan Laevastu 1970 mengatakan bahwa untuk meramalkan berhasil tidaknya suatu penangkapan ikan harus memperhatikan suhu optimum dari semua jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan dan pengamatan terhadap hidrografi dan meteorologi untuk memberikan keterangan mengenai isothermal permukaan. Kisaran suhu optimum untuk penangkapan ikan cakalang adalah 28-29 o C. Khusus untuk perairan Indonesia yang merupakan perairan tropis pengaruh suhu permukaan laut terhadap penyebaran ikan pelagis sangatlah kecil karena suhu relatif sama konstan sepanjang tahun. Walaupun demikian, suhu dapat menandakan adanya batasan arus dan penyebaran ikan pelagis sering mengikuti penyebaran atau sirkulasi arus. Garis konvergensi diantara suhu dingin dan suhu panas merupakan daerah yang kaya organisme dan diduga daerah tersebut merupakan fishing ground untuk perikanan cakalang. 2.3.2 Klorofil-a Klorofil-a berkaitan erat dengan produktivitas primer yang ditunjukkan dengan besarnya biomassa fitoplankton yang menjadi rantai pertama makanan ikan-ikan kecil yang kemudian akan menjadi makanan bagi ikan-ikan besar termasuk ikan pelagis seperti ikan cakalang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa klorofil-a mempunyai pengaruh terhadap keberadaan ikan cakalang. Produktifitas primer parairan pantai umumnya lebih tinggi dari produktifitas primer perairan laut terbuka. Menurut Valiela 1984 produktifitas primer perairan pantai melebihi 60 dari produktifitas yang ada di laut. Laju produktifitas primer di laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika. Faktor fisika utama yang mengontrol produktifitas primer yaitu pencampuran vertikal, arus dan turbulensi, efek biologi dari masukan air tawar di daerah pesisir dan pergerakan dari perairan pesisir. Laju produktifitas primer di laut juga dipengaruhi oleh sistem angin muson. Dari pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada Muson Tenggara, dimana pada saat tersebut terjadi upwelling dibeberapa perairan Indonesia bagian timur. Sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada Muson Barat Laut Mann Lazier, 1991. Pada saat ini di perairan Indonesia tidak terjadi upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai konsentrasi nutrien di perairan lebih kecil. Perbedaan konsentrasi klorofil-a pada kedua muson tersebut dikemukakan oleh beberapa peneliti. Nontji 1987 mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mgm 3 dan 0,16 mgm 3 selama musim barat dan 0,21 mgm 3 selama musim timur. Konsentrasi klorofil-a di lautan memiliki nilai yang berbeda secara vertikal, dimana hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi seperti suhu permukaan laut, angin, arus dan lain-lain. Fluktuasi nilai tersebut bisa diamati dengan melakukan pengukuran secara langsung in-situ atau dengan penggunaan teknologi inderaja. Konsentrasi klorofil-a di suatu perairan dapat memberikan rona laut yang khas, sehingga melalui metode inderaja yang menggunakan wahana satelit, konsentrasi pigmen tersebut bisa diduga. 2.3.3 Upwelling umbalan Upwelling adalah istilah yang digunakan oleh ahli oseanografi untuk menggambarkan situasi dimana air yang dingin tapi kaya unsur hara dari lapisan yang lebih dalam, naik menuju permukaan Robinson, 1991. Sedangkan Nontji 1987 mengatakan bahwa gerakan naik ini membawa serta air yang bersuhu dingin, salinitas yang tinggi dan unsur-unsur hara yang kaya phosfat dan nitrat ke permukaan. Oleh karena itu daerah air naik umbalan ini selalu disertai dengan produktivitas plankton yang tinggi, ini menyebabkan ikan-ikan kecil akan mencari makan pada daerah upwelling tersebut dan ikan-ikan kecil itu menjadi makanan bagi ikan-ikan besar termasuk ikan pelagis seperti ikan cakalang. Dengan demikian terjadinya upwelling dapat dikatakan berpengaruh terhadap keberadaan ikan cakalang. Proses upwelling adalah suatu proses dimana massa air didorong ke arah atas dari kedalaman sekitar 100 sampai 200 meter yang terjadi di sepanjang pantai barat di banyak benua. Aliran lapisan permukaan air yang menjauhi pantai mengakibatkan massa air yang berasal dari lapisan dalam akan naik menggantikan kekosongan tempat ini. Massa air yang berasal dari lapisan yang dalam ini belum berhubungan dengan atmosfir dan karena itu mengandung kadar oksigen yang rendah. Akan tetapi kaya akan larutan nutrien seperti nitrat dan fosfat, karena itu cenderung mengandung banyak fitoplankton. Sejak fitoplankton merupakan dasar dari rantai makanan di lautan, maka area-area upwelling merupakan suatu tempat yang subur bagi populsi ikan Hutabarat dan Evans, 1984. Konsentrasi unsur hara yang tinggi di lokasi upwelling meningkatkan kesuburan perairan sehingga mendukung kelimpahan dan pertumbuhan plankton. Oleh sebab itu, lokasi upwelling merupakan daerah yang ideal bagi ikan-ikan kecil untuk memperoleh pakan, yang kemudian memberikan daya tarik bagi ikan-ikan yang berukuran besar untuk mencari makanan. Proses upwelling ini dapat dideteksi melalui teknologi penginderaan jauh dari perubahan suhu yang muncul di permukaan perairan. 2.3.4 Thermal front Front adalah daerah pertemuan dua massa air yang mempunyai karakteristik berbeda, misalnya pertemuan antara massa air dari Laut Jawa yang agak panas dengan massa air dari Samudera Hindia yang lebih dingin. Front merupakan salah satu kriteria dalam menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial. Daerah yang memiliki massa air dingin dibandingkan massa air sekelilingnya mempunyai perbedaan suhu mencapai 1-2 o C, maka daerah dengan massa air yang berbeda ini disebut daerah front Mann dan Lazier, 1991. Adanya thermal front dapat ditandai dengan adanya pertemuan dua massa air yang bersuhu tinggi dengan massa air yang bersuhu rendah, dimana gradien suhu permukaan laut terlihat jelas suhu berubah cepat pada jarak yang pendek. Thermal front yang terbentuk mempunyai produktifitas yang tinggi karena merupakan perangkap bagi zat hara dari kedua massa air yang bertemu sehingga merupakan feeding ground bagi ikan pelagis dan merupakan fising ground bagi para nelayan Hela dan Laevastu, 1970. Robinson 1991 menyatakan bahwa front penting dalam hal produktifitas perikanan laut jika cenderung membawa bersama-sama air dingin yang kaya akan nutrien. Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan zat hara yang timbul dari pencampuran ini akan meningkatkan produktifitas plankton, menyebabkan ikan-ikan kecil akan mencari makan di daerah terjadinya thermal front dan ikan-ikan kecil tersebut akan menjadi makanan dari ikan-ikan besar termasuk ikan pelagis seperti ikan cakalang. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan disekitar perairan tersebut. Selain itu front atau pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya merupakan penghalang bagi migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.

2.4 Citra Satelit

Dokumen yang terkait

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 16 124

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 7 139

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu

0 4 10

Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Seram dan Laut Banda.

0 3 88

Analisis daerah penangkapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil a di Perairan Mentawai, Sumatera Barat

0 4 86

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 3 129

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 6 114

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BANGKA

0 0 12

Pendugaan daerah penangkapan ikan tenggiri berdasarkan distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15