Pengumpulan Data Analisis Data

4. Peta perairan Mentawai, Sumatera Barat skala 1:2000.000 untuk menentukan lokasi penelitian. 5. Kamera photo untuk dokumentasi penelitian. 6. GPS dan atau peta DPI.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Data hasil tangkapan diperoleh dari kegiatan penangkapan di lapangan bulan Maret sampai Mei 2007. 2. Data SPL dari hasil pengukuran citra AVHRR yang bebas awan dari satelit NOAAAVHRR selama satu tahun yaitu dari bulan Juni 2006 sampai Mei 2007. Data tersebut diperoleh dari LAPAN. 3. Data citra klorofil-a hasil pengukuran citra Fengyun yang bebas awan dari satelit Fengyun selama satu tahun yaitu dari bulan Juni 2006 sampai Mei

2007. Data tersebut diperoleh dari LAPAN.

3.4 Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survai yang meliputi survai data lapangan in-situ dan analisis visual citra satelit eks-situ. Data in-situ berupa data waktu dan lokasi penangkapan serta komposisi hasil tangkapan diperoleh melalui observasi langsung dalam penangkapan ikan dan melalui wawancara dengan nelayan. Data kegiatan penangkapan yang meliputi waktu operasi, posisi DPI, jumlah dan ukuran panjang size hasil tangkapan cakalang diperoleh dari pengukuran secara langsung pada saat operasi penangkapan berlangsung. Posisi DPI cakalang ditentukan melalui GPS dan atau peta DPI. Nelayan yang dijadikan responden dipilih secara sengaja dari anak buah kapal sampel dengan pertimbangan bahwa nelayan mampu berkomunikasi untuk memberikan informasi yang dibutuhkan purposive sampling. Data eks-situ berupa data citra SPL hasil deteksi satelit NOAAAVHRR diperoleh dari Instalasi Lingkungan dan Cuaca, Lembaga Antariksa Nasional LAPAN Pekayon, Jakarta Timur. Data eks-situ berupa data kandungan klorofil-a juga diperoleh dari LAPAN. Data pendukung lain berupa kondisi umum lokasi penangkapan dan data lain yang terkait erat dengan tempat penelitian diperoleh dari PPS Bungus dan instansi terkait serta melalui studi pustaka.

3.5 Analisis Data

3.5.1 Citra suhu permukaan laut Citra yang dipilih untuk diolah haruslah citra yang bebas awan dan merupakan data bulanan selama satu tahun yaitu mulai bulan Juni 2006 sampai Mei 2007 dan dikelompokkan berdasarkan musim yaitu musim barat, musim peralihan barat-timur, musim timur dan musim peralihan timur-barat. Data sebaran SPL secara horizontal dihitung menggunakan data citra SPL yang telah dikoreksi baik secara atmosferik maupun geometrik, kemudian dipelajari diinterpretasikan berdasarkan karakteristik variasi menurut kenampakannya. Langkah-langkah pengolahan citra SPL menjadi berbentuk kontur suhu adalah sebagai berikut : 1. Pemilihan citra yang bebas awan 2. Pemotongan citra cropping dan penajaman citra Cropping citra adalah suatu pemotongan data dari satu sel data untuk mendapatkan data yang sesuai daerah yang dikehendaki. Cropping data ini dilakukan pada semua data kanal yang akan digunakan dalam proses data citra satelit. Penajaman citra bertujuan untuk menghilangkan gangguan noise inherent noise agar tidak terdapat suatu titik gelap spotting effect dan untuk mendapatkan gambar yang jelas dan tegas dari fenomena oseanografi yang terlihat pada citra. Penajaman yang digunakan adalah melalui warna dimana setiap kelas nilai digital yang berbeda diberi warna yang berlainan. 3. Penghitungan nilai SPL Penghitungan suhu permukaan laut berdasarkan metode McMillin dan Crosby 1984 yaitu : SPL o C = T 4 + 2,702 T 4 - T 5 – 0,582 – 273,0 Dimana T 4 suhu kecerahan kanal 4 dan T 5 suhu kecerahan kanal 5 yang dinyatakan dalam bentuk energi elektromagnetik yang diterima oleh antena penerima NOAA-AVHRR dalam bentuk paket energi. Formula dasar ini kemudian dimodifikasi dalam bentuk algoritma Er Mapper untuk pemisahan darat, laut dan awan, dimana nilai SPL adalah nilai suhu dominan yakni nilai suhu yang mendominasi cakupan daerah yang dipotong cropping, dalam hal ini nilai suhu yang frekuensi kemunculannya paling banyak dibanding nilai suhu yang lain pada daerah cropping tersebut. 4. Klasifikasi nilai SPL ; dilakukan dengan membagi antara nilai SPL terendah sampai tertinggi ke dalam interval suhu tertentu. 5. Koreksi geometrik ; koreksi ini bertujuan untuk menyamakan koordinat citra ke dalam sistem koordinat bumi dengan menggunakan peta perairan Sumatera Barat. 6. Pembuatan kontur SPL ; nilai suhu pada kontur SPL dibuat dalam kisaran 0,5 o C untuk masing-masing kelas suhu dan setiap kelas suhu diwakili oleh warna tertentu yang sama dengan warna citra SPL. 7. Penggabungan kontur SPL dengan digitasi daratan ; proses overlay menghasilkan peta distribusi SPL perairan Sumatera Barat, proses ini dilakukan dengan bantuan program Er Mapper 6.4. 8. Perhitungan SPL rata-rata; rata-rata SPL perairan Mentawai dihitung dari penghitungan rataan nilai SPL dominan setiap citra pada setiap wilayah. 3.5.2 Citra klorofil-a Citra klorofil-a digunakan untuk mengetahui kesuburan perairan Mentawai. Penghitungan kesuburan perairan didasarkan pada analisis kandungan klorofil-a yang diukur sensor SeaWiFS. Penghitungan konsentrasi klorofil-a didasarkan pada analisis visual dari citra yang ada dengan menggunakan skala batang scale bar standar. Citra klorofil-a yang dihasilkan belum tervalidasi untuk perairan Indonesia, sehingga nilai kandungan klorofil-a yang tampak pada citra lebih bersifat kuantitatif dari pada kualitatif. Besarnya konsentrasi klorofil-a dinyatakan dengan mgm 3 dan direpresentasikan dengan warna, sebagaimana diperlihatkan Gambar 5 berikut : Gambar 3 Scale Bar Konsentrasi Klorofil-a. Penentuan distribusi klorofil-a dengan menggunakan sensor ocean color dilakukan pada daerah visible sinar biru dan sinar hijau. Sinar hijau yang dipantulkan dari permukaan laut membawa informasi mengenai konsentrasi klorofil yang dapat dideteksi oleh sensor. Semakin banyak sinar hijau yang diterima sensor, maka semakin banyak pula kandungan klorofil-a tersebut. Untuk mengetahui nilai spektral dari pixel, maka dilakukan perbandingan rasio dengan kombinasi kanal 9 dan 12. Kemudian untuk mendapatkan nilai konsentrasi klorofil-a dilakukan perhitungan dengan menurunkan algoritma-algoritma yang selanjutnya diterapkan pada persamaan regresi Susilo, 1997. 3.5.3 Pendugaan thermal front Daerah thermal front ditentukan dengan menggunakan kriteria bahwa gradien suhu horizontal antara dua massa air 1-2 o C dengan pola konvergen MannLazier, 1991. Pengamatan terhadap perubahan suhu pada daerah front ini dilakukan secara visual terhadap pola spasial kontur SPL pada daerah yang berdekatan. 3.5.4 Pendugaan upwelling Upwelling diidentifikasi melalui analisis visual terhadap sebaran SPL dari citra satelit NOAA-AVHRR, sebaran klorofil-a dari satelit Fengyun. Fenomena upwelling ini dilengkapi dengan pengkajian terhadap penelitian yang telah ada sebelumnya. 3.5.5 Hasil tangkapan Hasil tangkapan dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui komposisi jumlah dan ukuran size cakalang yang tertangkap pada setiap posisi daerah penangkapan ikan. Hasil olahannya disajikan dalam bentuk grafik. Selanjutnya komposisi jumlah hasil tangkapan dikelompokkan menjadi tiga yaitu sedikit, sedang dan banyak. Frekuensi ukuran panjang cakalang yang tertangkap dikelompokkan menjadi dua yaitu ukuran kecil dan ukuran besar. Ukuran ikan dikelompokkan berdasarkan ikan yang sudah dewasa yaitu mulai ukuran 40 cm Matsumoto, 1984. 3.5.6 Hubungan antara kondisi oseanografi dengan hasil tangkapan Untuk melihat hubungan antara parameter oseanografi SPL dan klorofil- a dengan hasil tangkapan cakalang, maka dilakukan analisis deskriptif yang disajikan dalam bentuk grafik dan peta tematik melalui overlay data hasil tangkapan terhadap data oseanografi. Dengan demikian, kecenderungan hasil tangkapan dapat ditentukan sesuai dengan profil parameter oseanografi yang dianalisis. Keeratan hubungan antara masing-masing parameter oseanografi dengan hasil tangkapan juga dapat diketahui berdasarkan nilai koefisien korelasi r. Sedangkan kontribusi masing-masing parameter oseanografi terhadap hasil tangkapan diketahui dari nilai koefisien determinasi R 2 . 3.5.7 Prediksi daerah penangkapan ikan potensial Untuk menentukan daerah penangkapan potensial digunakan beberapa indikator yaitu hasil tangkapan berat, ukuran ikan cm dan SPL optimum, keberadaan upwelling dan thermal front. Masing-masing indikator tersebut dievaluasi secara parsial dan diberi nilai scor. Selanjutnya hasil evaluasi indikator menurut kategori tersebut akan digunakan untuk menentukan daerah penangkapan ikan yang potensial, sedang dan kurang potensial. Jumlah hasil tangkapan cakalang, ukuran panjang cakalang serta profil suhu permukaan laut dan klorofil-a selanjutnya digunakan untuk memprediksi daerah penangkapan potensial. Pada ketiga indikator tersebut diberi nilai bobot dengan teknik scoring dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Jika pada suatu DPI diperoleh hasil tangkapan yang masuk dalam kategori tinggi 10.001 kgtrip diberi bobot 5, hasil tangkapan sedang 5.001-10.000 kgtrip diberi bobot 3 dan hasil tangkapan rendah ≤5.000 kgtrip diberi bobot 1. Pengelompokan nilai ini didasarkan pada penyebaran cakalang selama tiga bulan penangkapan. 2. Jika cakalang yang tertangkap pada suatu DPI masuk dalam kategori ukuran besar ≥40 cmekor diberi bobot 3, sedangkan ukuran kecil 40 cmekor diberi bobot 1. Pengelompokan ikan ukuran besarkecil ini mengacu pada pendapat Matsumoto et al 1984. 3. Jika SPL didominasi oleh SPL optimum untuk penangkapan, maka DPI tersebut dapat dikategorikan sebagai DPI yang baik diberi bobot 3 dan jika tidak didominasi oleh SPL optimum diberi bobot 1. Setelah diperoleh nilai bobot untuk masing-masing indikator pada suatu DPI tertentu, selanjutnya bobot tersebut dijumlahkan. Dalam hal ini, ketiga indikator diasumsikan mempunyai pengaruh yang sama terhadap penilaian DPI. Langkah terakhir dalam penentuan DPI adalah dengan cara mengelompokkan nilai bobot gabungan yang merupakan penjumlahan ketiga indikator menjadi tiga, yaitu : 1. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran tertinggi, maka DPI tersebut dikategorikan sebagai DPI potensial. 2. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran menengah, maka DPI tersebut dikategorikan sebagai DPI sedang. 3. Jika nilai bobot gabungan berada pada kisaran terendah, maka DPI tersebut dikategorikan sebagai DPI kurang potensial. Ketiga nilai bobot gabungan di atas untuk memudahkan dalam memilih atau menentukan daerah yang potensial, sedang dan kurang potensial, seperti disajikan pada Lampiran 3. Untuk lebih jelasnya mengenai penelitian yang dilakukan, maka dapat dilihat pada diagram alir penelitian Gambar 5.

4. HASIL PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 16 124

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 7 139

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu

0 4 10

Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Seram dan Laut Banda.

0 3 88

Analisis daerah penangkapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil a di Perairan Mentawai, Sumatera Barat

0 4 86

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 3 129

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 6 114

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BANGKA

0 0 12

Pendugaan daerah penangkapan ikan tenggiri berdasarkan distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15