Sebaran Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial

air lapisan permukaan pada masa tersebut. Kondisi ini pula yang mengakibatkan cakupan area dengan suhu yang lebih hangat pada bulan Januari sampai bulan April memiliki sebaran yang lebih luas.

5.2 Sebaran Klorofil-a Secara Temporal dan Spasial

Dari hasil pengamatan ditemukan bahwa konsentrasi klorofil-a yang paling tinggi terjadi pada bulan April 2007 yaitu sebesar 3,1-3,5 mgm 3 , sedangkan konsentrasi klorofil-a yang paling rendah terjadi pada bulan November dan Desember 2006 yaitu sebesar 0,6-1,0 mgm 3 dan 1,1-1,5 mgm 3 . Pada bulan Juni dan Juli 2006 terjadi sebaran yang heterogen pada seluruh sisi kawasan perairan dengan kisaran konsentrasi yang cukup tinggi yaitu 0,6 – 4,0 mgm 3 . Tingginya konsentrasi klorofil-a pada perairan diduga karena hasil produktifitas primer dari terumbu karang yang ada di perairan Mentawai tersebut. Nyibakken 1992 menyatakan bahwa pada ekosistem terumbu karang terjadi suatu simbiosis yang sangat berarti bagi terciptanya produktifitas primer yang potensial. Di dalam mesoglea polip karang hidup zooxanthella yakni mikroalga yang hidup berfotosintesis dengan memanfaatkan baik bahan anorganik maupun CO 2 dari hasil respirasi polip karang tersebut. Selanjutnya faktor lain yang mengakibatkan produktifitas pada kawasan terumbu karang lebih tinggi adalah adanya kemampuan terumbu karang untuk menahan nutrien-nutrien di dalam ekosistemnya dan berperan sebagai tempat untuk menampung segala sesuatu yang berasal dari luar. Hal ini memungkinkan makanan berputar dalam sistem terumbu karang dan tidak mudah hilang ke perairan lepas panti yang lebih dalam. Ini juga berarti bahwa setiap plankton dari perairan terbuka yang menerpa terumbu karang akan tetap di situ, seperti juga nutrien yang ikut terbawa oleh arus. Dari hasil pengamatan terhadap konsentrasi klorofil-a, ditemukan bahwa klorofil-a yang ke arah pantai konsentrasinya relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan klorofil-a ke arah lepas pantai. Umumnya sebaran konsentrasi klorofil-a tinggi di perairan pantai sebagai akibat dari tingginya suplai nutrien yang berasal dari daratan melalui limpasan air sungai, dan sebaliknya cenderung rendah di daerah lepas pantai. Meskipun demikian pada beberapa tempat masih ditemukan konsentrasi klorofil-a yang cukup tinggi, meskipun jauh dari daratan. Keadaan tersebut disebabkan oleh adanya proses sirkulasi massa air yang memungkinkan terangkutnya sejumlah nutrien dari tempat lain, seperti yang terjadi pada daerah upwelling. Parson et al 1984 mengemukakan bahwa tidak mudah untuk menjekaskan kondisi yang berlaku umum tentang penyebaran fitoplankton secara horizontal di laut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi ekologi pada bagian- bagian laut yang berbeda, seperti di daerah pantai dan estuaria, pesisir dan laut lepas. Ada kecenderungan penyebaran fitoplankton bersifat lebih mengelompok di daerah neritik dibanding dengan daerah oseanik lepas pantai. Perairan oseanik merupakan perairan yang cukup jernih dan penyinaran matahari yang terjadi hampir sepanjang tahun, memungkinkan tersedianya cahaya matahari pada lapisan tercampur. Hal ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur atau bagian atas dari lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah dari lapisan termoklin. Hal inilah yang terjadi di perairan Mentawai, klorofil-a menyebar di sepanjang perairan. Tingginya konsentrasi klorofil-a pada bulan April dibandingkan bulan- bulan sebelumnya diduga disebabkan oleh faktor musim, dimana pada bulan ini sudah memasuki musim peralihan barat timur. Mulai menguatnya tiupan angin pada saat tersebut memungkinkan terjadinya turbulensi dari bawah lapisan permukaan dimana konsentrasi klorofil-a lebih tinggi karena proses sinking penenggelaman sampai ke lapisan termoklin. Meskipun konsentrasi klorofil-a pada bulan April lebih tinggi dibandingkan dari bulan lainnya, tapi pada bulan ini tidak terdapat lokasi yang diduga merupakan upwelling. Hal ini diduga karena nilai SPL pada bulan tersebut juga tinggi. Sedangkan terjadinya upwelling dipengaruhi oleh SPL yang rendah sehingga akan terjadi penaikkan massa air laut yang banyak mengandung zat hara. Nontji 1993 menyatakan bahwa sistem angin munson mempengaruhi laju produktifitas primer di perairan Indonesia. Hal ini berhubungan erat daerah asal dimana massa air diperoleh. Dengan adanya pengaruh angin pada lapisan permukaan sampai kedalaman termoklin 50-70 meter, maka akan terjadi pengadukan. Dari pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan Mentawai diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada musim peralihan barat timur, sedangkan klorofil-a terendah terjadi pada musim barat. Selanjutnya Nontji 1993 yang diacu dalam Monk et al 1997 menyatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mgm 3 , 0,16 mgm 3 selama musim barat dan 2,1 mgm 3 selama musim timur. Dari hasil pengamatan terhadap klorofil-a ditemukan bahwa konsentrasi klorofil-a terendah terjadi pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar 0,1-0,5 mgm 3 , dimana bulan tersebut termasuk dalam musim barat. Sedangkan konsentrasi klorofil-a paling tinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli 2006 yaitu sebesar 3,1-4,0 mgm 3 dan 3,6- 4,0 mgm 3 , dimana kedua bulan tersebut termasuk dalam musim timur. Gabrik dan Parslow 1989 mengemukakan bahwa laju produktifitas primer di lingkungan ditentukan oleh faktor fisik. Faktor fisik utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di dalam kolom air dan laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air sangat berperan dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktifitas primer melalui aktifitas fotosintesis fitoplankton. Fenomena tersebut terjadi pada bulan April 2007, dimana konsentrasi klorofil-a tinggi yaitu sebesar 3,1-3,5 mgm 3 yang diikuti dengan tingginya suhu permukaan laut yaitu sebesar 31,1-32 o C. Hal ini membuktikan bahwa tingginya produksi fitoplankton dipengaruhi oleh percampuran massa air dengan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi.

5.3 Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a Terhadap Hasil Tangkapan Cakalang

Dokumen yang terkait

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 16 124

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 7 139

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu

0 4 10

Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Seram dan Laut Banda.

0 3 88

Analisis daerah penangkapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil a di Perairan Mentawai, Sumatera Barat

0 4 86

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 3 129

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 6 114

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BANGKA

0 0 12

Pendugaan daerah penangkapan ikan tenggiri berdasarkan distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15