Citra Satelit TINJAUAN PUSTAKA

merupakan feeding ground bagi ikan pelagis dan merupakan fising ground bagi para nelayan Hela dan Laevastu, 1970. Robinson 1991 menyatakan bahwa front penting dalam hal produktifitas perikanan laut jika cenderung membawa bersama-sama air dingin yang kaya akan nutrien. Kombinasi dari temperatur dan peningkatan kandungan zat hara yang timbul dari pencampuran ini akan meningkatkan produktifitas plankton, menyebabkan ikan-ikan kecil akan mencari makan di daerah terjadinya thermal front dan ikan-ikan kecil tersebut akan menjadi makanan dari ikan-ikan besar termasuk ikan pelagis seperti ikan cakalang. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya stok ikan disekitar perairan tersebut. Selain itu front atau pertemuan dua massa air yang berbeda karakteristiknya merupakan penghalang bagi migrasi ikan karena pergerakan air yang cepat dan ombak yang besar.

2.4 Citra Satelit

Citra satelit dapat digunakan untuk pengamatan kondisi oseanografi suatu perairan secara multi temporal dan multi spasial di suatu wilayah perairan yang cukup luas dan waktu yang bersamaan. Kondisi oseanografi yang dapat diamati menggunakan citra satelit antara lain suhu permukaan laut, kandungan klorofil-a dan arus laut. Citra suhu permukaan laut diperoleh dari sensor thermal, kandungan klorofil-a dari sensor optik sedangkan arus dari sensor radar. 2.4.1 Citra suhu permukaan laut Citra suhu permukaan laut SPL dapat dihasilkan dari berbagai sensor thermal yang dibawa oleh berbagai satelit penginderaan jauh seperti NOAA- AVHRR, Landsat dan MODIS. Untuk mendapatkan nilai estimasi SPL dari data NOAA-AVHRR dikembangkan metode multi kanal, dengan menggunakan kombinasi data dari tiga kanal yaitu kanal 3, 4 dan 5 Triple window dan metode kombinasi dua kanal yaitu kanal 4 dan 5 Split window. Metode split window dapat diterapkan untuk estimasi SPL siang dan malam hari sedangkan metode triple window hanya dapat digunakan pada pengamatan malam hari Robinson, 1991. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Selanjutnya Robinson 1991 mengatakan bahwa pengukuran spektrum infra merah yang dipancarkan oleh permukaan bumi hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0.1 m. Walaupun demikian, pada sebagian besar permukaan laut kecuali perairan kutub, kedalaman 0-20 m merupakan lapisan tercampur Mixed layer dimana suhu cukup homogen. Tabel 1 Karakteristik Spektral NOAA-AVHRR Nomor Band Panjang Gelombang [ ยต m] Deskripsi 1 0,58-0,68 Sinar tampak [merah] 2 0,725-1,10 Inframerah dekat 3 3,55-3,93 Inframerah menengah [hybrida inframerah pantulan dan termal] 4 10,30-11,30 Inframerah termal 5 11,30-12,50 Inframerah termal Sumber : Richards 1993, Kidwell 1995, Howard 1996 dalam Halim 2005. Suhu permukaan laut yang dapat dipantau oleh satelit merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh dominan bagi keberadaan sumberdaya hayati laut. Menurut Widodo 1999, pengamatan dan monitoring fenomena oseanografi dan sumberdaya hayati laut mengharuskan penggunaan banyak data dalam selang waktu observasi tertentu harian, mingguan, bulanan atau tahunan. Citra suhu permukaan laut dari suatu perairan yang luas dapat digunakan untuk mengetahui pola distribusi SPL, arus di suatu perairan dan interaksinya dengan perairan lain serta fenomena upwelling dan front di perairan tersebut yang merupakan daerah potensi penangkapan ikan. 2.4.2 Citra kesuburan perairan Sensor ocean color yang dibawa satelit dapat menyediakan data kuantitatif tentang global ocean bio-optical properties yang dapat memberikan data atau informasi tentang adanya variasi warna perairan Ocean color sebagai implementasi dari adanya perbedaan konsentrasi klorofil-a dalam perairan. Apabila sebaran produktifitas primer dapat diketahui akan menjadi indokator yang lebih tepat untuk penentuan fishing ground Susilo, 1997. Pendeteksian klorofil-a dalam suatu perairan adalah dengan pengukuran radiansi warna perairan pada spektrum 433-520 nm dari kanal 2, 3 dan 4 dari sensor SeaWIFS. Dengan menggunakan sensor dari satelit SeaStar ini maka tingkat kandungan klorofil dari suatu perairan dapat diketahui.

3. METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen yang terkait

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 16 124

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 7 139

Hubungan Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-A terhadap Hasil Tangkapan Ikan Cakalang (Kasuwonus pelamis, Linne) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 11 16

Eksplorasi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Palabuhanratu

0 4 10

Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Seram dan Laut Banda.

0 3 88

Analisis daerah penangkapan ikan cakalang (katsuwonus pelamis) berdasarkan suhu permukaan laut dan sebaran klorofil a di Perairan Mentawai, Sumatera Barat

0 4 86

Hubunga Suhu Permukaan Laut dan Klorofil a terhadap Hasil Tangkapan Cakalang (Katsuwonus pelamis, Linnaeus) di Perairan Bagian Timur Sulawesi Tenggara

0 3 129

Analisis daerah potensial penangkapan cakalang (katsuwonus pelamis) dan madidihang (thunnus albacores) di Perairan Utara Papua, Pasifik Barat

0 6 114

PENDUGAAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN TENGGIRI BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-a DI PERAIRAN BANGKA

0 0 12

Pendugaan daerah penangkapan ikan tenggiri berdasarkan distribusi suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Bangka - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 15