Periode tahun 1970 – 2007 Aturan yang digunakan dalam Pemanfaatan Sumber Daya Hutan
✩✪
✫✬✭
y
✬ ✭ ✮ ✯✰✱✬ ✲✳ ✴
✱ ✬ ✫✬✵✬✳
✫ ✰✭
✮ ✬✭
✶✷ ✸ ✹ ✴
✱ ✬ ✺✬✱
y
✬ ✻✼✬ ✫✴
✯✬✳ ✽✭ ✾ ✿ ✿❀
❁ ✰ ✼✬ ✮
✬ ✴ ❂✰✱✽ ❁ ✬✳✬✬✭
y
✬✭ ✮
❃✰✭ ✮❄ ❂✰✱✬❁ ✴ ❄✭ ✬✵ ✲
✬✭ ✳ ✬ ✲
✲ ❄ ✭❁ ✰❁ ✴
✶✷ ✸ ❅
✭✳ ✽ ✯ ✬✭
✴ ✯✰✱❁ ✰ ✼✽✯ ✸
❆ ✰
✯✰✵✬✳ ✰✱ ✬
❇ ✶
❇❈ ❂✰ ❃
✰ ✱ ✴ ✭ ✯✬✳
❃✰ ❃✼✰✱ ✴✲✬✭ ✳ ✬ ✲
❂ ✰✭
✮ ✽ ❁ ✬✳✬✬✭
❇ ✽✯ ✬✭
✷✬✭ ✬ ❃ ✬✭
❅✭ ✫✽❁ ✯✱ ✴ ❇
✷ ❅
✲ ✰ ❂✬ ✫✬
❂ ✴ ✳✬ ✲
❉ ❂ ✴
✳✬ ✲ ✯✰✱ ✯✰✭✯✽
✸ ✶✰ ❃✼✰
✱ ✴
✬✭ ✳✬ ✲
✯✰✱❁ ✰ ✼ ✽ ✯
✼✰✱✽ ❂
✬ ✴
z
✴ ✭
✽ ❁ ✬✳✬ ❂
✰ ❃✬✭ ❊✬✬✯✬✭ ✳ ✬❁ ✴
✵ ✳✽ ✯✬✭
✲ ✬
y
✽ ❂
✬ ✫✬ ✵✬✳ ✬✭
❇ ✷ ❅
✫✴✼✰✱ ✴✲✬✭ ❂✬ ✫
✬ ✶✷ ✸
❆ ✬
❃ ❇
✽✯✬✭ ✴
❁ ✰✵✽ ✬❁ ✾ ❋
✪ ✿✿
✳✰ ✲✯✬✱
y
✬✭ ✮
✫ ✴❃ ✽ ✵✬ ✴
❂ ✬ ✫✬
✯✬✳ ✽✭ ✾
✿✿✾ ✸ ✶✬ ✫✬
✯✬✳✽ ✭ ✾
✿✿● ❈
❂ ✰ ❃✰✱ ✴
✭✯✬✳ ❍
✽ ✮
✬ ❃
✰ ❃ ✼ ✰ ✱ ✴✲✬✭
✳✬ ✲ ❂
✰✭ ✮
✰✵❄ ✵ ✬✬✭
✫ ✬✵✬ ❃
✼✰✭✯✽ ✲
❂✰✱ ✲✰ ✼ ✽ ✭✬✭
❂✬ ✫ ✬
✶✷ ✸ ✻✮
✱ ✴ ✭
✫ ❄
✶✬✭ ■
✬ ✷✽ ✭ ✮ ✮
✬✵ ✶✰✱
✲ ✬❁ ✬
❁ ✰✵✽ ✬❁ ❀
❏ ✿ ✿
✳ ✰ ✲ ✯ ✬✱ ✸
✶✬ ✫✬ ✯✬✳✽ ✭
✾ ✿✿
❑ ✫ ✴✼
✰✱ ✴✲
✬✭ ❂
✽ ✵✬ ✴
z
✴ ✭
❂✰✱ ✲✰ ✼ ✽ ✭✬✭
❁ ✬
w
✴ ✯
✲ ✰ ❂✬ ✫
✬ ✶✷ ✸
✻✮ ✱ ❄
▲✰❁ ✯✬✱ ✴ ▼✽❁ ✬✭ ✯
✬✱ ✬ ❁ ✰✵✽✬❁
❀✿ ✩
❑ ✪
✳ ✰ ✲ ✯✬✱
✸ ❆
✰✵✽✱✽ ✳ ✴
z
✴ ✭
❂ ✰✱
✲ ✰ ✼✽✭ ✬✭
❁ ✬
w
✴ ✯
✯✰✱ ❁ ✰ ✼✽✯
✫ ✴ ✼✰✱ ✴✲
✬✭ ❂
✬ ✫✬ ✲
✬
w
✬❁ ✬✭ ✰ ✲❁ ✸
✲❄ ✭❁ ✰❁ ✴ ❇
✶ ❇
✶✷ ✸ ✶ ✴
✯ ■
❄ ✵✬ ❃❂ ✴
✱✬✭ ◆
✸ ❖✴
✭ ✬ ❃✴✲✬ ❂
✰✭ ✮
✰✵❄ ✵✬✬✭ ❁ ✽ ❃ ✼
✰✱ ✫✬
y
✬ ✳✽ ✯✬✭
❂✬ ✫ ✬
❂ ✰ ✱ ✴
❄ ✫✰ ✴
✭ ✴ ✫✬ ❂
✬✯ ✫ ✴
✯✬ ✼ ✽ ✵✬❁ ✴✲
✬✭ ✫
✬✭ ✫ ✴
❁ ✬
❍ ✴✲✬✭
❂ ✬ ✫✬
✷✬ ✼✰✵ ❀❋ ✸
✷ ✬ ✼ ✰✵
❀❋ ❖
✬❊✯✬✱ ❂
✰✱ ✽❁ ✬✳ ✬✬✭ ❇
✶ ❇
✫ ✬✭
❇ ✷
❅ ✫ ✴
w
✴ ✵✬
y
✬ ✳ ❁ ✰ ✲ ✴
✯✬✱ ▲✬ ❃✼✬✭
❆ ✴✮✬✯✬✵
P◗ P❘ ❙
❘ ❚ ❯❱❲❳❘ ❨❘❘❩
❬ ❭ ❩ ◗ ❙
◗ ❱
❪ ❲ ❘ ❳
❨ ❘ ❫
❴❯❱ ❘ ❵ ❨❛ ❱
❜❝❛ ❩
❭❯ ❞ ❯❱
❘❩ ❡❘❩ ❢
PT. Pitco Indonesia
301kptsUm51970 22-05-1970
76 000 22-05-1990
HPH Dicabut dengan SK.
Menhut No. 587Kpts- II91 27-08-1992
2 PT. Inhutani V eks PT. Pitco
Indonesia 1079Kpts-II92
21-11-1992 29 300
21-11-2012 HPH
3 PT. Wanakasita Nusantara
672Kpts-II1995 18-12-1995
9 030 43 tahun mulai
21-02-1992 berakhir
21-02-2035 HTI-Trans
4 PT. Samhutani 300Kpts-II96
16-06-1996 625Menhut-IV97
04-06-1997 86Kpts-II1999
25-02-1999 13 125
26 500 35 955
43 tahun Mulai 18-06-1996
berakhir 18-06-2039
HTI-Pertukangan
Sumber : Statistik Kehutanan Provinsi Jambi 2002, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi 2002
Data Pokok Kehutanan Sampai Dengan Juni 2010, Dinas Kehutanan Prov. Jambi 2010
Pengaturan pemanfaatan sumber daya dikuasai oleh perusahaan, tetapi dalam kesehariannya masyarakat masih dapat memanfaatkan sumber daya hutan khususnya
yang bukan kayu. Aturan-aturan pemanfaatan sumber daya khususnya jernang masih mengacu pada aturan lama yang dikembangkan di masyarakat.
❣❤
✐❥❦ ❥ ❧ ♠♥♦♣ ❦♠
♦q ♦ r
s ♠♥ t ❥❦ ♦
❧ ♠q✉ ♥✉ q❥q
✈ ✉❥✇♦ s ❥①
① ✉②③ ♠♥ ❦ ❥
y
❥ ④ ✉
s ❥q⑤ ⑥ ♦q♠♥t ❥
♦q ① s ♦
s ✉① ♦
y
❥q ⑦ ♥♠q❦ ❥④
❧ ❥❦ ❥
❧ ♠♥ ♦♣❦ ♠ ♦q♦
❦ ❥ ❧ ❥
s ❦ ♦✈♠
s ❥④ ✉♦ ② ♠✇❥✇✉♦
③ ♠
③ ♠♥ ❥ ❧
❥ ④ ❥✇
① ♠ ③ ❥⑦ ❥♦
③ ♠♥♦✈ ✉
s ⑧
❥ ⑨
✈① ♠① ❧
♠②❥q ⑩
❥❥ s
❥q ①
✉ ②③ ♠♥ ❦❥
y
❥ ♣ ✇♠④
②❥①
y
❥♥❥✈ ❥ s
s ♠♥④❥❦ ❥ ❧
✈ ❥
w
❥① ❥q ④ ✉
s ❥ q ①
✉ ❦❥④ s ♦❦❥✈
✇❥⑦♦ ③ ♠♥ ❦❥① ❥♥✈ ❥q
❧ ♠ q⑦♠✇♣ ✇❥❥q
y
❥q ⑦ ❦ ♦✇❥✈✉ ✈❥q
♣ ✇♠④ ❥❦❥
s⑤ ✐❥❦❥
❧ ♥ ♦ q ① ♦
❧ q
y
❥ ④❥ ✈
②❥①
y
❥♥❥✈ ❥ s
✉qs ✉✈ ②♠q ⑦♠✇♣ ✇❥
④ ✉ s ❥q
① ✉ ❦❥④
❦♦ ③
❥ s ❥① ♦
♣ ✇♠④ ❥❦ ❥q
y
❥ ❧
♠♥✉ ① ❥④ ❥❥q
y
❥q ⑦ ②♠q ❦❥
❧ ❥
s ✈❥q ♦
z
♦q ❧ ♠② ❥q
⑩ ❥❥
s ❥q ♣ ✇♠④
q ♠⑦❥♥ ❥ ⑤
❶ ❥①
y
❥♥❥✈ ❥ s
s ♦❦ ❥✈ ✇❥⑦♦
❦ ♠q⑦ ❥q ✇♠✇✉ ❥① ❥
❦❥ ❧
❥ s
②♠② ❥q ⑩
❥❥ s ✈❥q
① ✉②③ ♠♥ ❦❥
y
❥ ④ ✉
s ❥q ✈❥
y
✉r s ♠
s ❥ ❧ ♦
② ❥① ♦④ ❦ ❥
❧ ❥ s
② ♠②❥q ⑩
❥❥ s ✈❥q
① ✉②③ ♠♥ ❦ ❥
y
❥ ④ ❥① ♦✇
④ ✉ s ❥q
✇❥♦q ① ♠
❧ ♠♥ s ♦
t ♠♥q ❥q⑦r ②❥❦ ✉
❦ ❥q s ❥q❥② ❥q
♣③ ❥ s
① ♠♥ s ❥
④♠
w
❥q ③ ✉ ♥✉ ❥q
y
❥ q ⑦
s ♠♥❦ ❥ ❧ ❥
s ❦ ♦
④ ✉ s ❥q⑤
③ ❷
♦✇❥
y
❥④
“
❸✉ ⑦✉ ✈ ❹❥♥ ❥q⑦ ❥q
” tinggal 2 hektar. Akibatnya, terjadinya kelangkaan kayu bulian yang ditunjukan oleh semakin tingginya harga jual kayu tersebut
hingga mencapai sekitar Rp 5 juta per meter kubik. Kelangkaan disamping banyak dicari orang juga karena proses permudaan alami di hutan bekas tebangan
umumnya kurang berjalan dengan baik. Perkecambahan biji kayu bulian membutuhkan waktu cukup lama sekitar 6-12 bulan dengan persentase
keberhasilan relatif rendah, produksi buah tiap pohon umumnya juga sedikit. c Menurunnya produktivitas hutan ditinjau dari hasil kayu. Hal ini diketahui dari
sudah tidak banyaknya tegakan kayu yang besar setelah tidak lagi beroperasinya perusahaan-perusahaan yang sebelumnya memegang izin konsesi hutan. Pada
akhirnya kawasan hutan tersebut beralih fungsi menjadi areal perkebunan. d Menurunnya produktivitas hutan ditinjau dari hasil hutan bukan kayu. Hal ini
diketahui dari langkanya pohon sialang dan ruang jelajah masyarakat untuk mencari jernang yang semakin jauh dari pemukiman. Hasil survey menunjukkan
areal pencarian jernang tersebut sudah mencapai kawasan hutan PT REKI, yang bergerak pada upaya restorasi hutan, dengan jarak tempuh 12 jam berjalan kaki
dan pada wilayah eks. HPH PT. Asialog Gambar 9.
y y
❺❻
❼ ❽❾❽ ❿➀➁➀
➂❽❾ ➃➄ ➀ ➂➀➅
➁❽ ➆❽ ❿➃ ➅ ➇➀➈
➆❽ ❿ ➉➁ ➀ ➂
➀➅ ➁❽ ➆ ➃
➊➉ ➇❽ ❿➄
➀ ➋ ➃ ➅
y
➀ ➈➀ ➌
➇❽ ❿➍ ❽❾ ➉➇
➋➀➅ ➋➀ ❿➃
➍ ➉ ➋➉➇
➁ ➀➅ ➋➀➅ ➎ ➃
➅ ➍ ➇ ➃
➇➉ ➍ ➃ ➀ ➋
➀ ➌ ➀➈ ➏
➐ ➋➃
❾ ➃➋
➀➅ ➎
➂ ❽➈ ➉➇➀➅ ➀➅ ➑
➂ ❽❾
➃➄ ➀ ➂
➀➅ ➁ ❽ ➆
❽ ❿➃ ➅ ➇➀➈
y
➀➅ ➎
➆❽ ➆❾❽ ❿➃➂➀➅ ➂
➒ ➅
➍ ❽ ➍
➃ ➁ ❽➅ ➎❽ ➌
➒ ➌
➀➀➅ ➈➉ ➇➀➅
➓ ❽ ➍
➀ ➔
➀ ➆ ❾ ➀➅
→ ➃➎➀➇➀ ➌
➂❽➁➀ ➋➀ ➁❽ ❿
➉ ➍
➀➈➀➀➅ ➣
➁❽ ❿ ➉
➍ ➀➈➀➀➅
y
➀➅ ➎ ➇ ❽ ➌
➀➈ ➋➃➍
❽❾ ➉ ➇ ➂➀➅
➆ ❽➅ ➉➅
➄ ➉ ➂➀➅
➁ ❽➅ ➎
➀ ➌➃ ➈ ➀➅
➈➀ ➂ ➂❽➁❽ ➆ ➃➌➃➂
➀➅ ➀➇➀➉
➃ ➅
➍ ➇ ➃
➇➉ ➍ ➃
➁ ❽➅ ➎❽ ➌ ➒
➌ ➀➀➅
➈ ➉➇➀➅ ➋
➀ ❿➃ ➆➀ ➍
y
➀ ❿➀ ➂ ➀➇
➀ ➋ ➀➇
➂❽➁➀ ➋➀ ➁ ❽ ❿
➉ ➍
➀➈ ➀➀➅ ➣
➁❽ ❿➉ ➍ ➀➈ ➀➀➅
➇❽ ❿➍ ❽❾➉ ➇↔
↕ ➋ ➃
➌ ➉ ➀ ❿
❾ ➃➋
➀➅ ➎
➂❽➈ ➉➇➀➅ ➀➅ ➑ ➂
❽ ➎➀ ➎ ➀ ➌
➀➅ ➁ ❽ ➌
➀ ➂➍ ➀➅➀ ➀➅
➃ ➅
➍ ➇ ❿➉ ➆❽➅
➂❽❾ ➃➄ ➀ ➂➀➅
➁ ❽➅ ➎➉ ➍ ➀➈ ➀
➀➅ ➈ ➉➇➀➅
➀ ➌ ➀ ➆
➁ ❿
➒ ➋➉ ➂ ➍ ➃
➄ ➉ ➎
➀ ➇❽ ❿➄
➀ ➋➃ ➁ ➀ ➋
➀ ➁❽➅
➎ ➉
➍ ➀➈➀➀➅
➈➉ ➇➀➅ ➀ ➌
➀ ➆ ➁ ❿
➒ ➋
➉ ➂➍ ➃
➋➃ ➈ ➉➇➀➅
➓ ❽ ➍
➀ ➔
➀ ➆❾➀➅ →
➃➎ ➀➇➀ ➌
➙ ➛
➀ ➋➀
w
➃➌ ➀
y
➀➈ ➃
➅ ➃
➆➉➅ ➊➉ ➌ ➂❽❾ ➃➄➀ ➂
➀➅ ➁ ❽ ➆❽ ❿➃
➅➇➀➈ ❾❽ ❿
➉ ➁ ➀ ➁❽ ➆❾❽ ❿➃
➀➅ ➃
z
➃ ➅
➁ ❽ ❿➂❽❾➉ ➅➀➅ ➁➀ ➋➀
➀ ❿ ❽➀ ➌
➈➉ ➇➀➅ ❽ ➂ ➍
➙ ➜
➛ ➜
➋ ➃ ➁ ➀ ➋
➉ ➋
❽➅ ➎
➀➅ ➁ ❽ ➆
❾ ➉ ➂➀➀➅ ➉➅
➃ ➇
➣ ➉ ➅ ➃
➇ ➍
➀➇➉ ➀➅ ➁ ❽ ➆
➉ ➂➃➆➀➅
➝ →➛
➇ ❿ ➀➅ ➍ ➆ ➃➎❿
➀ ➍ ➃ ➋ ➃
➍ ❽ ➂➃
➇➀ ❿ ➈ ➉➇➀➅
➙ ➓
➃➆ ➉ ➅ ➎➂ ➃
➅ ➂
➀➅ ➅
y
➀ ➂❽❾ ➃➄
➀ ➂➀➅ ➣
➂❽❾ ➃➄ ➀
➂ ➀➅
➃ ➅ ➃
➆❽➅➀➅ ➋
➀ ➂➀➅ ➀ ➋
➀➅
y
➀ ➁❽➅ ➉ ❿➉➅ ➀➅
➇ ➃ ➅ ➎➂➀➇
➁ ❿
➒ ➋
➉ ➂
➇ ➃
v
➃ ➇➀ ➍
➍ ➉
➆ ❾ ❽ ❿
➋ ➀
y
➀ ➈➉ ➇➀➅ ➑
➋ ➃➌➃ ➈➀➇
➋➀ ❿➃ ➁
➒ ➇❽➅
➍ ➃
➇❽ ➎ ➀ ➂➀➅ ➑
➍ ❽➈
➃ ➅ ➎ ➎
➀ ➇ ➃➋➀ ➂
➋➀➁ ➀➇ ➌
➀ ➎➃ ➆
➀ ➍ ➉ ➂
➂❽ ➋
➀ ➌ ➀ ➆
➂➀➇❽ ➎ ➒
❿➃ ➈➉ ➇➀
➅ ➀ ➌
➀ ➆ ➁
❿ ➒
➋ ➉
➂➍ ➃ ↔
➞ ➂
❽❾ ➃➄
➀ ➂ ➀➅
➁❽ ➆❽ ❿➃ ➅➇➀➈
➌ ➀ ➃
➅➅
y
➀
y
➀➅ ➎
➇➉ ❿
➉➇ ❾
❽ ❿ ➂ ➒
➅➇ ❿ ➃ ❾➉
➍ ➃
➇❽ ❿ ➈ ➀ ➋
➀➁ ❿
➉ ➍
➀ ➂ ➅
y
➀ ➇➀➇➀➅ ➀➅
➃ ➅
➍ ➇ ➃
➇➉ ➍
➃ ➁ ❽➅ ➎❽ ➌
➒ ➌
➀ ➀➅ ➍
➉ ➆❾❽ ❿ ➋
➀
y
➀ ➈➉ ➇➀➅
➀ ➋➀ ➌ ➀➈
➁ ❽ ➆ ❾ ❽ ❿➌
➀ ➂ ➉ ➀➅
➝ ➅ ➋➀➅
➎ ➣
➝ ➅ ➋➀➅
➎ ➟
➒ ➙
➠ ➡
➀➈ ➉➅ ➐➢ ❺➢
➡ ❽➅ ➇➀➅ ➎
➛ ❽ ➆
❽ ❿ ➃ ➅➇➀➈ ➀➅
➓ ❽ ➍
➀ ➙
➓ ➃
❾ ❽ ❿➌ ➀ ➂
➉ ➂
➀➅ ➅
y
➀ ➁❽ ❿➀➇➉ ❿➀➅
➁❽ ❿ ➉ ➅ ➋➀➅
➎ ➀➅
➃ ➅ ➃
➇❽ ➌ ➀➈
❾ ❽ ❿ ➀ ➂➃
❾ ➀➇ ❾ ❽ ❿
➀ ➌➃ ➈ ➅
y
➀ ➃
➅ ➍
➇➃ ➇➉
➍ ➃ ➁ ❽ ➆
❽ ❿➃ ➅ ➇➀➈➀➅
➋❽ ➍ ➀
➋ ➀ ❿ ➃
“
➁➀ ➍ ➃❿ ➀➈ ➀➅
” yang dipimpin oleh seorang depati atau kepala marga menjadi desa yang dipimpin oleh seorang kepala desa dan
didampingi oleh lembaga-lembaga formal yang mewakili berbagai elemen masyarakat di desa. Kewenangan institusi pemerintahan desa yang baru ini tidak
seluas institusi pemerintahan desa yang lama, karena sebatas pada urusan administrasi kependudukan. Disamping itu, institusi pemerintahan desa ini juga
tidak lagi berdasarkan nilai-nilai lokal yang kuat sesuai lingkungan fisik dan sosial masyarakat. Akibatnya, terjadi pengabaian kearifan lokal yang sebelumnya
sudah terbangun sejak lama.