2.2. Penggunaan Lahan
FAO 1976 yang dikutip oleh Arsyad 2006 menyatakan bahwa Lahan land diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap potensi penggunaan lahan, termasuk di dalamnya juga hasil kegiatan
manusia dimasa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut, pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti tanah yang tersalinisasi.
Penggunaan lahan secara umum major kinds of lan use adalah penggolongan penggunaan lahan secara umum seperti pertanian tadah hujan,
pertanian beririgasi, padang rumput, kehutanan, atau daerah rekreasi Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2006. Penggunaan lahan secara umum
biasanya digunakan untuk evaluasi lahan secara kualitatif atau dalam survey tinjau reconnaissance. Tipe penggunaan lahan land utilization type atau
penggunaan lahan secara terperinci adalah tipe penggunaan lahan yang diperinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk suatu daerah dengan keadaan
fisik dan sosial ekonomi tertentu. Penggunaan lahan secara terperinci tipe penggunaan lahan dapat terdiri
dari: 1 hanya satu jenis tanaman, dan 2 lebih dari satu jenis tanaman. Tipe penggunaan lahan yang kedua ini dibedakan lagi menjadi: a tipe penggunaan
lahan ganda multiple land utilization type, dan b tipe penggunaan lahan majemuk compound land utilization type.
Tipe penggunaan lahan dengan lebih dari satu jenis sekaligus, dimana masing-masing jenis memerlukan input, syarat-syarat dan memberikan hasil
yang berbeda. Sebagai contoh, daerah hutan produksi yang sekaligus digunakan untuk daerah rekreasi. Tipe penggunaan lahan majemuk adalah penggunaan
lahan dengan lebih dari satu jenis, tetapi untuk tujuan evaluasi dianggap sebagai satu satuan.
Evaluasi pemanfaatan ruang aktual eksisting yang meliputi penggunaan lahan land use dan penutupan lahan land cover diperlukan untuk
menggambarkan kondisi fisik wilayah secara aktual. Informasi pemanfaatan ruang aktual akan sangat membantu dalam analisis potensi fisik suatu wilayah
secara utuh Rustiadi dkk., 2007. Pada wilayah perencanaan yang luas misalnya satu wilayah kabupaten, aktivitas evaluasi ini memerlukan alat bantu
yang mampu memberikan gambaran tutupan coverage wilayah secara luas dan terkini up to date. Sumber informasi yang memiliki kemampuan tersebut adalah
citra satelit, oleh karena itu evaluasi pemanfaatan ruang aktual biasanya dilakukan dengan bantuan analisis citra satelit dan Sistem Informasi Geografis
SIG. Citra satelit dapat berasal dari berbagai sumber institusi. Interpretasi citra
satelit dapat dilakukan secara manual visual dan digital. Interpretasi secara manualvisual dilakukan dengan delineasi citra hardcopy citra yang tercetak
atau delineasi secara langsung kenampakan citra yang ada di monitor computer screen digitizing. Sedangkan interpretasi secara digital dilakukan dengan
klasifikasi citra digital berdasarkan kecerahan nilai pixel, interpretasi dilakukan guna mendapat peta tematik yang memberikan informasi mengenai batas
wilayah perencanaan, penggunaan lahan, ekosistem perairan, serta kondisi fisik perairan.
Perubahan penggunaan lahan yang sifatnya negatif akan berdampak pada degradasi lahan. Menurut Sinukaban 2008 bahwa degradasi lahan akan
mengakibatkan rusaknya fungsi hidrologis DAS yang terlihat dari penurunan kapasitas infiltrasi DAS dan meningkatnya koefisien aliran permukaan.
Terjadinya degradasi lahan dan rusaknya fungsi hidrologis DAS tersebut kemungkinan disebabkan beberapa faktor:
Pertama, penggunaan dan peruntukan lahan menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah atau Rencana Tata Ruang Daerah. Misalnya, daerah yang
diperuntukkan sebagai hutan lindung dialihfungsikan menjadi pertanian, hutan produksi dialihfungsikan menjadi permukiman, lahan budi daya pertanian
dialihfungsikan menjadi permukiman atau industri, dan sebagainya. Kedua penggunaan lahan di DAS tidak sesuai dengan kemampuan lahan.
Banyak lahan yang semestinya hanya untuk cagar alam, tetapi sudah diolah menjadi pertanian, atau lahan yang hanya cocok untuk hutan dijadikan lahan
pertanian, bahkan permukiman. Banyak lahan yang kemiringan lerengnya lebih dari 30 persen bahkan 45 persen masih dijadikan pertanian yang intensif
atau jadi permukiman. Ketiga, perlakuan terhadap lahan di dalam DAS tersebut tidak memenuhi syarat-
syarat yang diperlukan oleh lahan atau tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah, serta teknik konservasi tanah dan air yang diterapkan tidak
memadai. Setiap penggunaan lahan hutan, pertanian, industri, permukiman harus sesuai dengan syarat, yakni menerapkan teknik konservasi tanah dan
air yang memadai. Teknik konservasi yang memadai di suatu bidang lahan