kering sangat rendah dan saat musim hujan sangat tinggi. Hasil analisis koefisien variansi dari curah hujan tahunan disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Koefisien variansi curah hujan dan hasil air dari tahun 2002-2009 Berdasarkan gambar 8 terlihat bahwa koefisien variansi curah hujan dan
hasil air menunjukkan gerak yang searah dengan nilai korelasi 0.84 sedangkan uji t-student menunjukkan nilai t-stat sebesar 0.78 t-tab = 2.17. Hasil ini
memberikan gambaran bahwa terjadi hubungan sangat kuat dan positif antara curah hujan dan hasil air, sedangkan koefisien varian hasil air tidak berbeda
nyata dengan CV curah hujan sehingga dapat dikatakan bahwa DAS tidak dapat berfungsi dengan baik untuk mengatasi variasi musiman yang terjadi pada curah
hujan, ini merupakan ciri-ciri dari DAS yang sudah mengalami gangguan yang sangat parah.
Nilai koefisien varian curah hujan berkisar antara 56.69-110.67 sedangkan koefisien varian hasil air berada pada kisaran 57.90-91.89, sehingga member
penjelasan bahwa distribusi curah hujan bulanan dan hasil air bulanan masih tergolong tinggi. Distribusi yang tidak homogen ini menyebabkan berbagai
potensi bencana alam yang dipicu oleh curah hujan semakin tinggi, seperti: banjir, longsor, peluapan sungai, dan penyebaran vektor penyakit,sedangkan
pada kondisi curah hujan yang mengecil dapat terjadi potensi bencana seperti: kekeringan, gagal panen, kekurangan air bersih, dan berbagai permasalahan
sosial yang mungkin timbul, seperti monopoli air WWF, 2007.
4.2.3. Trend Perubahan Hasil Air Tahunan
Evaluasi mengenai keberadaan sumber air pada DAS Citarum lebih terfokus pada hasil air bulanan dan tahunan dengan asumsi bahwa keberadaan waduk
Jatiluhur telah memperhitungkan gejolak tersebut. Waduk Jatiluhur sebagai
2002 2003
2004 2005
2006 2007
2008 2009
curah hujan 89.93
62.71 79.08
56.69 110.67
81.00 70.77
71.94 hasil air
81.78 66.90
69.61 59.76
91.89 70.96
78.94 57.90
0.00 20.00
40.00 60.00
80.00 100.00
120.00
Juta m
3
th
penampung hasil dari DAS Citarum secara umum dapat menyeimbangkan fluktuasi air yang terjadi dalam sebulan, namun tidak dapat mengatasi fluktuasi
dalam setahun karena kapasitas waduk yang terbatas. Curah hujan berpengaruh terhadap hasil air sehingga fluktuasi siklik tidak
dapat dihindari dari data hasil air tahunan. Kenyataan ini akan sangat menyulitkan untuk mengetahui arah pergerakan dari perubahan hasil air
sehingga perlu untuk melakukan isolasi terhadap pengaruh curah hujan dengan menggunakan pendekatan berdasarkan asumsi bahwa pada kondisi DAS yang
normal selisih curah hujan dan hasil air akan selalu tetap. Berkaitan dengan evaluasi yang dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan penggunaan lahan
dari tahun 2002 sampai tahun 2008, maka nilai normal selisih curah hujan dan hasil air disimbolkan: H-A adalah nilai selisih pada tahun 2002. Berdasarkan
tabulasi sederhana diperoleh nilai perubahan hasil air tahunan yang disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Perubahan hasil air DAS Citarum dari tahun 2002-2009
Tahun Curah hujan
juta m
3
th a
Hasil air i juta m
3
th b
a-b juta m
3
th c
H-A normal juta m
3
th d
Hasil air normal
juta m
3
th d
Perubahan hasil air
juta m
3
th e
2002 11068.84
5540.19 5528.65
5528.65 5540.19
0.00 2003
8559.36 4294.46
4264.90 5528.65
3030.71 1263.75
2004 9384.94
4743.05 4641.89
5528.65 3856.29
886.77 2005
11174.92 5749.09
5425.83 5528.65
5646.27 102.82
2006 6589.32
3785.83 2803.49
5528.65 1060.67
2725.16 2007
9870.75 5109.41
4761.34 5528.65
4342.10 767.31
2008 10430.34
5120.80 5309.54
5528.65 4901.69
219.11 2009
11385.47 5535.64
5849.84 5528.65
5856.82 -321.18
Keterangan: a= curah hujan tahunan; b= hasil air tahunan; c=curah hujan-hasil air; d= selisih H-A normal berdasarkan data H-A tahun 2002; e= curah hujan normal dikurangi H-A normal; f= hasil air pengamatan-hasil air normal
Perubahan hasil air seperti pada Tabel 7 kolom e dapat diringkas dalam bentuk persamaan regresi y
j
= -61.99x
j
+ 984.44 x
j
= penambahan tahun dengan x
j
=1 untuk tahun 2002; y
j
= perubahan hasil air dalam juta m
3
th yang menandakan bahwa telah terjadi penurunan hasil air dari tahun 2002-2009
sebesar 433.93 juta m
3
tahun dengan laju penurunannya sebesar 61.99 juta namun tingginya curah hujan menyebabkan hasil air terlihat masih tinggi
dibanding kondisi awal pada tahun 2002. Penurunan yang sedang terjadi namun tidak dirasakan karena tingginya curah hujan jika dibiarkan berlanjut terus akan
berdampak buruk terhadap ketersediaan air pada DAS Citarum. Penurunan hasil air secara umum terjadi pada saat musim kemarau diduga karena berkurangnya
kawasan hutan sehingga evapotranspirasi meningkat pada musim kemarau,
serta pengambilan air tanah yang berlebihan saat musim kemarau untuk berbagai keperluan.
Perubahan penggunan lahan akan memberikan pengaruh terhadap perubahan hasil air namun besarnya pengaruh yang diberikan berbeda antara
penggunaan lahan yang satu dan lainnya. Kenyataan yang terjadi pada DAS Citarum sangat jelas terlihat bahwa telah terjadi penurunan luas kawasan hutan
yang diiringi dengan peningkatan luas kawasan pertanian sedangkan kawasan terbangunterbuka perubahanya relatif kecil.Keberadaan tiap tipe penggunaan
lahan serta nilai parameter hasil air yang diperoleh dari persamaan regresi y= - 61.99x + 984.44 x
j
= penambahan tahun dengan x
j
=1 untuk tahun 2002; y
j
= perubahan hasil air dalam juta m
3
th disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Nilai-nilai penting untuk analisis hubungan penggunaan lahan dan
parameter hasil air, tahun 2002-2008
Tahun Perubahan
hasil air juta m
3
th Luas kawasan
Vegetasi Permanen
ha Luas
kawasan Pertanian
ha Luas
kawasan terbuka
ha Luas
kawasan Terbangun
ha 2002
922.45 121,418
269,308 11,083
48,839 2008
550.51 82,420
317,808 6,107
44,314
Berdasarkan nilai-nilai penting pada Tabel 8, dibangun suatu hubungan regresi linier sederhana untuk melihat pengaruh tiap tipe penutupan lahan
terhadap peningkatan hasil air. Variabel bebas dalam analisis regresi ini adalah tipe penggunaan lahan masing-masing: kawasan hutan x
1
, kawasan pertanian x
2
, kawasan terbangun x
3
, dan kawasan terbuka x
4
sedangkan hasil air sebagai variabel tidak bebas yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Persamaan
regresi yang terbentuk adalah y
m
=2987.74-0.00766887x
2
x
2
merupakan luas kawasan pertanian dalam ha; y
m
adalah hasil air dalam juta m
3
th yang menyatakan bahwa perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada DAS
Citarum dari tahun 2002-2008 turut berperan dalam penurunan hasil air tahunan dengan peran utama berada pada kawasan pertanian yang memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap keadaan ini. Penurunan luas kawasan hutan dan kawasan lainnya turut mendukung penurunan hasil air namun pengaruhnya
tidak nyata pada persamaan regresi. Kawasan pertanian yang mendominasi DAS Citarum saat ini memberikan penurunan hasil air tahunan dengan laju penurunan
sebesar 7669.03 m
3
th.
Penelitian mengenai hubungan antara perubahan Vegetasi dan hasil air pernah dilakukan pada DAS Nakambe, Afrika Barat yang memberikan hasil
bahwa dari tahun 1965 sampai tahun 1995 terjadi penurunan luas kawasan vegetasi dari 43 sampai 13, kawasan budidaya meningkat dari 53 sampai
76, dan areal terbuka meningkat hampir tiga kali lipat dari 4 menjadi 11, mengakibatkan penurunan kapasitas menahan air dengan kisaran penurunan
antara 33 sampai 62 sehingga mengakibatkan peningkatan yang nyata pada debit aliran sungai Mahe G., et.al., 2005.
4.3. Hubungan antara Hasil Air dan Suplai Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman pada suatu periode pertumbuhan tertentu
sehingga tanaman dapat tumbuh dengan normal dan memberikan produksi yang optimal. Wilayah pantai Utara Jawa Barat memperoleh pasokan air irigasi dari
dua sumber yaitu dari sungai lokal sumber setempat dan sungai Citarum melalui waduk jatiluhur. Pengairan irigasi terbagi pada 3 tarum yakni tarum barat,
tarum utara, dan tarum timur. Pasokan air pada tarum barat berasal dari 3 sungai besar yakni sungai bekasi tertampung di bendung Bekasi, sungai Cikarang
bendung Cikarang, dan sungai Cibeet bendung Cibeet. Tarum utara sepenuhnya bergantung pada pasokan air dari DAS Citarum melalui bendung
Walahar. Sungai
lokal pada
tarum timur,
masing-masing: Sungai
CilamayaCiherang yang dibendung di Bendung Barugbug, Sungai Ciasem yang dibendung di Bendung Jengkol dan Bendung Macan, Sungai Cigadung yang
dibendung di Bendung Gadung dan Sungai CipunegaraCilamatan yang dibendung di Bendung Salamdarma. Pasokan air dari waduk Jatiluhur akan
terkontrol di bendung Curug yang bertugas sebagai pembagi air ke tiga wilayah pengairan yang ada.
Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan air irigasi yang berasal dari dua sumber utama maka dalam uraian selanjutnya kebutuhan irigasi ini akan terbagi
dalam dua bagian besar yaitu kebutuhan irigasi Potensial dan kebutuhan irigasi Aktual. Kebutuhan irigasi potensial merupakan kebutuhan irigasi yang
direncanakan untuk seluruh areal persawahan yang termasuk dalam wilayah otorita Perum Jasa Tirta II, sedangkan kebutuhan irigasi actual merupakan
kebutuhan irigasi yang harus dipenuhi dari Waduk jatiluhur setelah kebutuhan potensial tersebut dikurangi dengan persediaan air dari sumber lokal.