Perubahan luas Areal persawahan

Gambar 5. Peta Penutupan Lahan DAS Citarum di atas Waduk Jatiluhur, Tahun 2008 Penutupan Lahan DAS Citarum berdasarkan klasifikasi yang dilakukan oleh BPDAS Citarum-Ciliwung terbagi atas 11 tipe penggunaan yaitu hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan tanaman, perkebunan, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, sawah, semakbelukar, lahan terbuka, perumahan, dan lain-lain. Budiyanto 2001 memberikan gambaran bahwa kemampuan sistem informasi geografis dalam melakukan analisis dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu sistem informasi dan pemantauan penggunaan lahan. Sesuai dengan fungsinya sebagai alat bantu, maka dalam sistem informasi geografis perlu disusun sebuah model yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tertentu. Analisis pada dasarnya merupakan proses pemberian makna dari sekumpulan data. Analisis dalam sistem informasi geografis dapat dilakukan melalui suatu perhitungan, komputasi statistik, pembentukan model pada serangkaian nilai data atau proses operasi lainnya. Analisis data citra merupakan suatu bentuk kegiatan dari pemanfaatan sistem informasi geografis yang dimaksudkan untuk memberikan informasi dasar mengenai penutupan lahan yang ada, sedangkan untuk memperoleh data yang akurat maka perlu dilakukan kegiatan lanjutan berupa survei lapangan. Perubahan penggunaan lahan dari Tahun 2002 sampai 2008 berdasarkan tabulasi sederhana yang dilakukan terhadap hasil analisis penutupan lahan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil Analisis Penggunaan Lahan DAS Citarum di atas Waduk Jatiluhur, tahun 2002 dan tahun 2008. Kawasan Luas Tahun 2002 Luas tahun 2008 Selisih luas 2008- 2002 Ha Ha Ha Vegetasi Permanen 121,418 26.94 82,420 18.29 -38,998 -8.65 Pertanian 269,308 59.76 317,808 70.52 48,500 10.76 Terbuka 11,083 2.46 6,107 1.36 -4,977 -1.10 Kawasan terbangun 48,839 10.84 44,314 9.83 -4,525 -1.00 Total 450.649 100.00 450,649 100.00 Keterangan: - = penurunan luas Hasil tabulasi luas penggunaan lahan seperti pada Tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk kawasan hutan pada tahun 2002 sebesar 26.94 namun mengalami penurunan menjadi 18.29 pada tahun 2008 berkurang 8.65, kondisi ini secara teoritis menandakan bahwa DAS Citarum di atas waduk Jatiluhur berada pada kondisi rusak. Kawasan pertanian pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campuran, dan sawah mendominasi penggunaan lahan pada tahun 2002 sebesar 59.76 dan terus meningkat menjadi 70.52 pada tahun 2008. Penggunaan lahan lainnya semakbelukar, tanah terbuka, pemukiman, dan lain-lain menjadi bagian terkecil dalam penggunaan DAS yaitu sebesar 13.30 pada tahun 2002 kemudian berkurang menjadi 11.19 pada tahun 2008. Wilayah hutan dari tahun 2002 sampai tahun 2008 lebih banyak dikonversi menjadi kawasan pertanian dengan luas perubahan 59,693 hektar atau 13.23 dari luas DAS, sedangkan yang dikonversi menjadi kawasan terbukaterbangun seluas 1,660 ha atau 0.37 dari luas DAS. Pertambahan penduduk telah mengakibatkan peningkatan kebutuhan akan pangan yang diiringi pula oleh desakan ekonomi rumah tangga sehingga konversi lahan hutan menjadi areal pertanian tidak dapat diatasi lagi. Informasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Indonesia bahwa penduduk Jawa barat pada tahun 2000 sebanyak 35,724.1 ribu meningkat menjadi 43,021.8 pada tahun 2010 atau mengalami peningkatan sebesar 7297.7 ribu jiwa dengan laju peningkatan 729,77 ribu per tahun selama sepuluh tahun terakhir. Rendahnya konversi lahan wilayah hutan menjadi areal terbangun karena wilayah hutan yang tersebar pada daerah berlereng sedangkan kawasan lainnya sudah dijadikan kawasan lindung. Gejala perubahan penggunaan lahan dan kondisinya sampai tahun 2008 memberikan pemahaman bahwa konversi lahan menjadi kawasan terbangun dan areal budidaya pertanian tidak dapat lagi dilakukan dalam luasan yang besar karena hutan yang tersisa sangat sedikit dan berada pada kelerengan 45.

4.2. Pengaruh Perubahan penggunaan lahan terhadap hasil air

Hasil air suatu DAS sangat ditentukan oleh curah hujan yang jatuh di atasnya dan penggunaan lahan pada DAS tersebut dalam kaitannya dengan siklus hidrologi DAS sehingga perlu kajian secara seksama mengenai keberadaan dari ketiga faktor ini. Curah hujan dan hasil air biasanya sejalan dalam pengertian bahwa jika terjadi peningkatan curah hujan maka hasil airpun akan meningkat, demikian pula sebaliknya.

4.2.1. Curah Hujan

Hasil analisis curah hujan wilayah berdasarkan olah data program Arcview 3.3 disajikan pada lampiran 3 dengan gambaran umum rerata tahunan curah hujan wilayah DAS Citarum adalah 2176 mmth yang sesuai dengan ciri curah hujan di wilayah Jawa Barat antara 2000 –3000 mmth. Berkaitan dengan penyediaan air irigasi maka perlu dipahami dampak iklim global terhadap curah hujan di Indonesia khususnya di DAS Citarum berupa anomali iklim El Nino dan La Nina. Irawan 2006 menyatakan bahwa kejadian El Nino biasanya diikuti dengan penurunan curah hujan dan peningkatan suhu udara, sedangkan kejadian La Nina merangsang kenaikan curah hujan di atas curah hujan normal. Kedua Anomali iklim tersebut tidak menguntungkan bagi produksi pertanian karena penurunan drastis curah hujan akibat El Nino dapat menimbulkan kegagalan panen akibat kekeringan, sedangkan kenaikan curah hujan akibat La Nina dapat menimbulkan banjir dan merangsang peningkatan gangguan organism pengganggu tanaman. Umur tanaman pangan umumnya relatif pendek, maka kedua anomali iklim tersebut biasanya menimbulkan dampak lebih besar terhadap produksi tanaman pangan daripada produksi tanaman tahunan seperti perkebunan. Dampak El Nino pada DAS Citarum dapat terlihat pada rendahnya curah hujan pada tahun 2006 sebesar 1462 mm dengan 7 bulan kering 5 bulan kering