Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Studi Pustaka

keadaan sistem internasional, juga terdapat aspek-aspek yang bersifat domestic yang mempengaruhinya. Selain itu, faktor pemikiran aktor, latar belakang, dan juga bentuk kontribusi dari aktor-aktor yang bermain didalamnya juga sangat menentukan. Perbedaan waktu, tempat, dan keadaan serta perilaku kekuasaan dan kepentingan yang kompleks membuat politik luar negeri sulit untuk dideskripsikan sama secara universal. Karena itu, setiap aktor mempunyai kekhasan dalam menjalan dan membentuk politik luar negeri sesuai dengan lingkungan yang membentuk pemikiran dan sumber-sumber pengetahuan dominan yang hendak dikejar. Mohammad Hatta diakui sebagai sosok yang paling berpengaruh dalam peletakan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif. Hal ini telah banyak dipublikasikan dan ditulis oleh berbagai peneliti yang tertarik dalam mendalami masalah Politik Luar Negeri Indonesia. Terdapat beragam metode dan teknik dalam pelaksanaan dan penerapan Politik Luar Negeri tergantung dengan kepentingan masing-masing aktor. Dalam penelitian ini penulis bermaksud untuk menganalisis peranan dari Mohammad Hatta dalam pencetusan Politik Luar Negeri Indonesia yang bersifat Bebas-Aktif melalui kerangka konsep Politik Luar Negeri dalam Ilmu Hubungan Internasional dengan member perhatian utama terhadap metode, pemikiran dan perilaku yang digunakan Mohammad Hatta dalam menetapkan kebijakan tersebut.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan yang hendak penulis jawab melalui penelitian ini adalah :  Apakah peranan dalam konseptualisasi Politik Luar Negeri Indonesia ?  Mengapa Mohammad Hatta meletakkan politik luar negeri yang bersifat “Bebas- Aktif” sebagai bentuk Politik Luar Negeri Indonesia ?  Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi pemikiran Mohammad Hatta dalam membentuk Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif ?

1.4 Tujuan Penelitian

 Mendeskripsikan sejarah dan ruang lingkup Politik Luar Negeri Indonesia  Mengkaji konteks-konteks pemikiran Politik Luar Negeri Bebas-Aktif oleh Mohammad Hatta  Mengungkapkan perjuangan Mohammad Hatta dalam mewujudkan tujuan Politik Luar Negeri Indonesia  Menganalisa peranan Mohammad Hatta dalam pembentukan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas-Aktif

1.5 Manfaat Penelitian

 Mencoba membuka kembali pemikiran aktor Indonesia dalam kajian politik luar negeri dimana pemikiran tersebut mencampurkan pemikiran Barat dan nilai-nilai Timur. Hal ini juuga bergunan untuk membangkitkan semangat kaum muda Indonesia untuk mempelajari aktor-aktor Indonesia ditengah “Westerncentric” dalam berbagai keilmuwan yang ada saat ini.  Berguna untuk semua elemen masyarakat, terutama civitas akademika untuk memperluas pemahaman mengenai politik luar negeri Indonesia.

1.6 Studi Pustaka

Saat ini, telah banyak kumpulan tulisan yang menulis mengenai biografi, sejarah perjuangan, hingga ideologi seorang Mohammad Hatta. Hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran seorang Mohammad Hatta yang telah berkontribusi begitu besar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penulis mengumpulkan dan menelaah beberapa tulisan mengenai Mohammad Hatta dalam membantu meyelesaikan penelitian ini. Pertama yaitu buku “Kumpulan Pidato Mohammad Hatta” dari tahun 1942 sampai 1949, yang disusun oleh I. Wangsa Widjaja dan Meutia F. Swasono. Dimana dalam buku ini menjelaskan bentuk ide dan pemikiran Mohammad Hatta mengenai kebijakan yang dilakukan oleh Indonesia dalam menghadapi sistem internasional. Hal yang paling menonjol yaitu bantuan yang dilakukan Indonesia ke India dalam membantu menangani kasus kelaparan yang merebak di India. Pengiriman 500.000 ton gabah dari Indonesia terhadap India membuat mata dunia kembali tertuju terhadap Indonesia, dimana sebuah negara muda yang masih seumur jagung telah mampu memberikan kontribusi terhadap negara-negara lainnya yang ada dalam sistem internasional. 16 16 I. Wangsa Widjaja dan Meutia F. Swasono, “Mohammad Hatta: Kumpulan Pidato 1942-1949” Jakarta: Yayasan Idayu, 1981 hlm.81 Selain itu, Mohammad Hatta menjelaskan bahwa cita-cita bangsa Indonesia ialah mencapai perdamaian yang abadi serta keadilan sosial ke dalam maupun ke luar. Perdamaian yang abadi diantara rakyat dan keadilan sosial bagi rakyat seluruhnya akan dicapai dengan memperkokoh sendi-sendi negara melalui nilai-nilai yang terkandung didalam Pancasila. Tuntutan ini juga terjamin melalui Undang-Undang Dasar kita, misalnya pasal 33 dan 34 tentang kesejahteraan sosial dan pasal 27 ayat 2, yang menegaskan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Perdamaian abadi dan keadilan sosial ke luar, yaitu diantara bangsa-bangsa di seluruh dunia, hal tersebut haruslah disusun oleh segala bangsa. Walaupun demikian, kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai niat yang kuat untuk mencapai hal tersebut. Dan tujuan Politik Luar Negeri Indonesia, siapapun yang memimpinnya, akan tetap berdasarkan kepada cita-cita mencapai perdamaian yang kekal dan keadilan sosial di antara segala bangsa di dunia. 17 Tulisan inilah yang menurut penulis merepresentasikan nilai-nilai yang ada dalam Politik Luar Negeri Bebas-Aktif yang merupkan buah pemikiran dari Mohammad Hatta dengan nilai-nilai ketimurannya yang masih kental. Buku “Politik Luar Negeri Indonesia”, tahun 1986 yang merupakan terjemahan dari “Indonesia Foreign Policy” oleh DR. Micahel Leifer yang lebih khusus menjelaskan mengenai perjalanan politik luar negeri Indonesia. Dalam buku tersebut terdapat bagian tentang revolusi nasional dan benih-benih politik luar negeri Indonesia yang membahas mengenai dinamika politik luar negeri Indonesia pada masa awal kemerdekaan dalam kurun waktu dari tahun 1945 sampai dengan 1949. Dalam bahsan tersebut, dijelaskan mengenai bagaimana diplomasi Indonesia dalam menghadapi Belanda, mulai dari kepemimpinan baru dan perundingan- perundingan yang dilakukan, intervensi PBB dan masalah Indonesia-Belanda, benih-benih politik luar negeri Indonesia dan penyerahan kedaulatan. 18 Dalam Jurnal “Aktivitas Mohammad Hatta” yang ditulis oleh Dian Safitri, menjelaskan mengenai pemikiran-pemikiran Mohammad Hatta yang bersifat sosialis namun berhaluan Islam. Latar belakang Mohammad Hatta sebagai seorang anak yang berasal dari Budaya Minangkabau membuat ide-ide budayanya selalu melekat dengan pemikirannya walaupun dicampurkan dengan pemikiran Barat yang memang dia tekuni pada saat melakukan studi ke Belanda selama sebelas tahun. Yang pada intinya Hatta menginginkan tidak adanya pemimpin yang besar yang tidak 17 Ibid hlm.82 18 Michael Leifer. Politik Luar Negeri Indonesia Jakarta: PT. Gramedia, 1986. terkontrol untuk melaksanakan segala keinginannya, sebaliknya azas kekeluargaan yang mufakat. 19 Selanjutnya yaitu, buku “Mendajung Antara Dua Karang” Drs. Mohammad Hatta, Keterangan yang diucapkan oleh Drs. Mohammad Hatta didepan siding B.P.K.N.P di jogja pada tahun 1948 yang berisi ide-ide pemikiran Mohammad Hatta mengenai Politik Luar Negeri Indonesia pada periode dimana lingkungan internasional terpecah menjadi dua kekuatan besar Bipolar, yang membentuk Blok Barat yang dipimpin Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet. Negara-negara di dunia pada saat itu dihadapkan pada pilihan untuk memilih sebagai pengikut dari ideologi yang direpresentasikan oleh kedua negara tersebut. Buku ini diberi judul “Mendajung Antara Dua Karang” merupakan suatu judul yang identik dengan politik luar negeri Indonesia kala itu, dimana Kementrian Penerangan mungkin memang ingin lebih menonjolkan soal-soal politik luar negerinya ketimbang soal-soal domestik. Bagaimana penjelasan Mohammad Hatta tentang konsepnya ini bisa kita lihat dalam pidato pertamanya tanggal 2 September, dimana Mohammad hatta mengawali penjelasannya mengenai prinsip politik luar negeri yang dipegang Pemerintah Republik Indonesia dengan menjabarkan sikap pemerintah terhadap Perjanjian Renville. Menurut pemerintah, Republik Indonesia yang pada saat itu hanya terdiri dari Jawa, Sumatera, dan Madura, harus menaati Perjanjian Renville karena telah menyepakatinya. Selain itu, realita di lapangan membuat pemerintah mau tidak mau juga mesti berunding dengan Belanda karena perjuangan senjata terus menerus justru kontraproduktif dengan upaya mencapai kemerdekaan. 20 “Terhadap perundingan dengan Belanda kita senantiasa mendasarkan politik kita atas keadaan jang njata atas tuntutan jang rasional dimata dunia internasional. Oleh karena perestudjuan Renville sudah diterima oleh negara, delegasi kita harus mendjalankan politik perundingan jang sebaik baiknja berdasarkan persetudjuan Renville itu”, demikian ungkap Mohammad Hatta. 21 Isi Perjanjian Renvil tersebut intinya Republik Indonesia harus menarik tentaranya dari wilayah yang sebelumnya dikuasainya hingga pada garis Van Mook. Akibar perjanjian itu, Indonesia harus kehilangan sebagian dari wilayah yang sebelumnya sudah menyempit akibat dari 19 Dian Safitri. “Aktifitas Mohammad Hatta”. Prodi Pendidikan Sejarah, Universitas Negeri Malang 20 Drs. Mohammad Hatta. 1948. “Mendajung Antara Dua Karang”. Kementrian Penerangan Republik Indonesia 21 Ibid Perjanjian Linggarjati. Pada saat yang sama, di kalangan domestic sendiri terjadi perpecahan dalam menyikapi Perjanjian Renville. Kalangan FDR Front Demokrasi Rakjat yang berhaluan komunis yang semula mendukung mengubah sikap dengan mengusulkan pembatasan perjanjian. Kalngan ini menuntut agar Indonesia lebih berpihak kepada Uni Soviet yang kala itu menjadi symbol perlawanan terhadap imperialisme. Nah, dalam menjawab perpecahan internal ini Mohammad Hatta menegaskan sikap politik yang diambil oemerintah dengan menyatakan: “Tetapi mestikah kita bangsa Indonesia, jang memperdjoangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanja harus memilih pro Rusia atau pro Maerika ? Apakah tak ada pendirian jang lain harus kita ambil dalam mengedjar tjita-tjita kita?” “Pemerintah berpendapat bahwa pendirian jang harus kita ambil ialah supaja kita djangan menjadi objek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap mendjadi subjek jang berhak menetukan sikap kita sendiri, berhak memperdjoangkan tudjuan kita sendiri, jaitu Indonesia Merdeka seluruhnja.” Dalam memperkuat argumennya tersebut Mohammad Hatta mengambil contoh Uni Soviet yang pada tahun 1935 melunakkan sikapnya terhadap negara-negara demokrasi Barat dan bekerja sama dengan negara-negara tersebut demi menghadapi fasisme Nazi Jerman. Tidak hanya sampa disitu, Soviet bahkan menyarakan kepada bangsa-bangsa yang masih terjajah untuk mengurangi perjuangannya melawan imperialisme dan melepaskan sementara waktu cita-cita kemerdekaannya demi membantu perlawanan terhadap Jerman kala itu. Ini membuktikan bahwa Uni Soviet pun mempertimbangkan situasi riil di lapangan dan tidak melulu terpaku terhadap ideology untuk menentukan sikap politik internasionalnya. Pragmatisme cerdas inilah yang diajukan Mohammad Hatta untuk juga diterapkan oleh Indonesia dalam menghadapi situasi politik internasional. 22 1.7 Kerangka Konseptual 1.7.1 Politik Luar Negeri