Lampiran 10 Data Hasil Penelitian, Sidik Ragam dan Uji Lanjut Duncan terhadap Warna Klett MESA
A. Data hasil uji warna Klett MESA
Perlakuan Warna MESA
Klett Ulangan 1
Ulangan 2 Rata – rata ± SD
T1W1 556 576 566 ±
14.14 T1W2 601 625 613
± 16.62
T1W3 619 624 622 ±
3.54 T2W1 598 640 619
± 29.70
T2W2 625 673 649 ±
33.59 T2W3 624 679 652
± 38.89
T3W1 681 676 679 ±
3.54 T3W2 696 680 688
± 10.96
T3W2 708 703 705 ±
3.89 Keterangan :
T1 = Suhu Aging 80°C W1 = Lama Aging 30 menit
T2 = Suhu Aging 100°C W2 = Lama Aging 45 menit
T3 = Suhu Aging 120°C W3 = Lama Aging 60 menit
B. Hasil analisis ragam
Sumber Variasi db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01 Suhu Aging
2 24648,36
12324,18 26,67
4,26 8,02
Lama Aging 2
4747,03 2373,51
5,14 4,26
8,02 Suhu Lama
4 852,06
213,01 0,46
3,86 6,24
Kesalahan 9 4159
462,11 Jumlah 17
34406,44 Keterangan : Berpengaruh nyata
α=0,05 Berpengaruh sangat nyata
α=0.01 C.
Hasil uji Duncan terhadap suhu aging Perlakuan
∑ Data Rataan
Kelompok Duncan T1 80°C
6 600,08
A T2 100°C
6 639,75
B T3 120°C
6 690,50
C .
D. Hasil uji Duncan terhadap lama aging
Perlakuan ∑ Data
Rataan Kelompok Duncan
30 menit 6
621,17 A
45 menit 6
649,75 B
60 menit 6
659,42 B
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok Duncan dengan
huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
Lampiran 11 Data Tegangan Permukaan pada Berbagai Konsentrasi Surfaktan MESA
Suhu 80 °C Tegangan Permukaan dynecm
Konsentrasi Surfaktan
30 Menit 45 Menit
60 Menit I
II Rataan I
II Rataan I
II Rataan 0.1
40.55 41.50 41.03 41.75
40.75 41.25
41.50 40.90 41.20 0.3
39.90 39.85 39.88 39.20
39.85 39.53
38.75 39.15 38.95 0.5
36.20 36.55 36.38 36.00
36.25 36.13
36.05 35.90 35.98 0.7
35.45 35.25 35.35 36.90
36.05 36.48
35.65 35.70 35.68 1
35.15 35.10 35.13 36.30
35.75 36.03
34.75 34.75 34.75 Suhu 100 °C
Tegangan Permukaan dynecm Konsentrasi
Surfaktan 30 Menit
45 Menit 60 Menit
I II Rataan
I II Rataan
I II Rataan
0.1 40.50 40.15 40.33
40.80 40.00
40.40 41.45 40.85 41.15
0.3 38.30 37.65 37.98
38.70 38.30
38.50 38.60 38.25 38.43
0.5 36.40 36.15 36.28
36.20 35.85
36.03 35.85 37.30 36.58
0.7 36.25 36.00 36.13
36.20 36.20
36.20 36.35 36.90 36.63
1 35.30 35.50 35.40
34.90 36.05
35.48 36.10 36.30 36.20
Suhu 120 °C Tegangan Permukaan dynecm
Konsentrasi Surfaktan
30 Menit 45 Menit
60 Menit I
II Rataan I
II Rataan I
II Rataan 0.1
43.75 42.50 43.13 42.30
42.15 42.23
43.90 43.80 43.85 0.3
39.75 38.90 39.33 39.25
39.30 39.28
39.45 38.75 39.10 0.5
37.60 37.75 37.68 38.20
38.05 38.13
38.25 37.75 38.00 0.7
37.20 37.80 37.50 37.60
37.80 37.70
37.15 37.75 37.45 1
36.40 36.45 36.43 37.80
37.40 37.60
37.30 37.60 37.45
Lampiran 12 Hasil Analisis Ragam Tegangan Permukaan MESA dan Uji Lanjut Duncan
A. Hasil Analisis Ragam
Sumber Variasi db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01 Suhu Aging
2 43,86
21,92 139,65
3,20 5,11
Lama Aging 2
0,95 0,48
3,03 3,20
5,11 Kons. Surfaktan
4 384,83
96,21 6,13
2,58 3,77
Suhu Lama 4
3,22 0,81
5,13 2,58
3,77 Suhu Kon.
Surfaktan 8 13,07 1,63
10,41 2,15 2,94
Lama Kons. Surfaktan
8 3,54 0,44
2,82 2,15
2,94 Suhu Lama Kons.
Surfaktan 16 3,59
0,23 1,43
1,87 2,43 Kesalahan 45
7,06 0,16
Jumlah 89 460,10
Keterangan : Berpengaruh nyata α=0,05
B. Hasil uji Duncan terhadap suhu aging
Perlakuan ∑ Data
Rataan Kelompok Duncan
T1 80°C 30
37,58 A
T2 100°C 30
37,45 A
T3 120°C 30
38,98 B
C. Hasil uji Duncan terhadap waktu aging
Perlakuan ∑ Data
Rataan Kelompok Duncan
30 menit 30
37,86 A
45 menit 30
38,06 B C
60 menit 30
38,09 C
D. Hasil uji Duncan terhadap konsentrasi surfaktan MESA
Perlakuan ∑ Data
Rataan Kelompok Duncan
0,1 18
41,62 A
0,3 18
38,99 B
0,5 18
36,79 C
0,7 18
36,57 C
1 18
35,05 D
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok
Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
Lampiran 13 Data Tegangan Permukaan pada Berbagai Konsentrasi Surfaktan MES
Suhu 80 °C Tegangan Permukaan dynecm
Konsentrasi Surfaktan
30 Menit 45 Menit
60 Menit I
II Rataan I
II Rataan I
II Rataan 0.1
39.65 38.50 39.08 38.50
38.15 38.33
38.65 38.95 38.80 0.3
37.15 37.15 37.15 37.30
37.15 37.23
36.85 36.45 36.65 0.5
35.60 35.65 35.63 35.40
35.25 35.33
35.45 35.05 35.25 0.7
36.50 34.85 35.68 35.20
35.20 35.20
35.50 34.40 34.95 1
35.85 35.20 35.53 34.90
35.15 35.03
34.85 34.35 34.60 Suhu 100 °C
Tegangan Permukaan dynecm Konsentrasi
Surfaktan 30 Menit
45 Menit 60 Menit
I II Rataan
I II Rataan
I II Rataan
0.1 39.75 39.90 39.83
40.70 40.15
40.43 41.60 40.75 41.18
0.3 37.00 38.10 37.55
38.70 37.65
38.18 38.80 37.55 38.18
0.5 36.40 36.70 36.55
36.20 36.15
36.18 36.35 36.15 36.25
0.7 35.90 36.20 36.05
35.80 35.90
35.85 36.10 36.15 36.13
1 35.55 35.60 35.58
35.50 35.65
35.58 35.85 36.20 36.03
Suhu 120 °C Tegangan Permukaan dynecm
Konsentrasi Surfaktan
30 Menit 45 Menit
60 Menit I
II Rataan I
II Rataan I
II Rataan 0.1
40.25 41.25 40.75 42.30
40.25 41.28
41.45 41.85 41.65 0.3
38.55 38.15 38.35 38.45
38.10 38.28
38.30 39.95 39.13 0.5
37.35 37.90 37.63 37.40
37.10 37.25
36.65 37.10 36.88 0.7
36.85 37.40 37.13 37.00
37.30 37.15
36.70 36.45 36.58 1
36.80 37.05 36.93 36.40
36.65 36.53
36.40 36.45 36.43
Lampiran 14 Hasil Analisis Ragam Tegangan Permukaan MES dan Uji Lanjut Duncan
A. Hasil Analisis Ragam
Sumber Variasi db
JK KT
F-Hitung F-Tabel
0,05 0,01 Suhu Aging
2
50,58 25,29 106,26 3,20
5,11 Lama Aging
2
0,17 0,09 0,36 3,20
5,11 Kons. Surfaktan
4
235,31 58,83 247,18
2,58
3,77 Suhu Lama
4
2,52 0,63 2,65 2,58
3,77 Suhu Kon.
Surfaktan 8
2,81 0,35 1,48 2,15
2,94 Lama Kons.
Surfaktan 8
3,18 0,39 1,67 2,15
2,94 Suhu Lama Kons.
Surfaktan 16
2,48 0,16 0,65 1,87
2,43 Kesalahan 45
10,71 0,24
Jumlah 89
307,76 Keterangan : Berpengaruh nyata
α=0,05 Berpengaruh sangat nyata
α=0,01 B.
Hasil uji Duncan terhadap suhu aging Perlakuan
∑ Data Rataan
Kelompok Duncan T1 80°C
30 36,29
A T2 100°C
30 37,30
B T3 120°C
30 38,13
C Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang
tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang
berbeda.
C. Hasil uji Duncan terhadap konsentrasi surfaktan MESA
Perlakuan ∑ Data
Rataan Kelompok Duncan
0,1 18
40,14 A
0,3 18
37,85 B
0,5 18
36,32 C
0,7 18
36,08 CD
1 18
35,80 D
Keterangan : Kelompok Duncan dengan huruf yang sama menunjukkan hasil yang tidak beda nyata antar taraf perlakuan. Sedangkan kelompok
Duncan dengan huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda.
ABSTRACT
IRA DESRI RAHMI
. F351080081. Aging Stage after Methyl Ester Stearin Sulfonation and Effects of Aging Post Production of MES to the Surfactant
Physicochemical Properties. Under Supervision of ERLIZA HAMBALI and ANI SURYANI. 2011.
Methyl ester sulfonic acid MESA is an intermediete product of surfactant methyl ester sulfonates MES which can be made by sulfonation of fatty acid
methyl ester stearin. Production of MESA using SO
3
firstly carried out countinuosly in singletube falling film reactor STFR that rappid adduct
formation between SO
3
and ester group. The second stage was aging that slow sulfonation in
α position by rearrangement mixed sulfonated compoud anhydride . An aging stage after methyl ester sulfonation in STFR required to complete the
conversion of ME to sulfonated products MESA. This research was aimed to obtain higher conversion of methyl ester to MESA, consist of the physicochemical
properties of MESA and MES after aging stage. This research of aging stage studied the effect of temperature and aging time on physicochemical properties
on MESA, the level of temperature were 80, 100 and 120°C and aging time were 30, 45 and 60 minutes. Analysis of variance
α=0,05 show that temperature of aging gave significant effect to the pH, acid value, active matter, viscosity,
density, surface tension and colour Klett and the aging time gave significant effect to colour and surface tension. The aging at 80°C and 60 minutes on MESA
gave the highest active matter 23,51, pH 0,81, acid value 19,87 mg KOHg, viscosity 100,13 cP, density 0,997 gml and surface tension 34,75 dynecm and
colour 622 Klett. Keywords: palm stearin, methyl ester, MESA, MES, sulfonation and aging.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia saat ini menduduki posisi sebagai produsen minyak sawit terbesar dunia. Pada tahun 2009 total produksi Crude Palm Oil CPO Indonesia
mencapai 20,2 juta ton, dari total CPO yang diproduksi tersebut, sekitar 71 diantaranya diekspor, 30,5 dalam bentuk CPO dan 40,5 dalam bentuk produk
turunan. Pemanfaatan CPO untuk produk olahan di Indonesia masih terbatas untuk industri pangan minyak goreng, margarin, shortening, cocoa butter
substitutes , vegetable ghee dan industri non pangan seperti: oleokimia fatty acid,
fatty alcohol , gliserin, sabun dan biodiesel.
Potensi minyak sawit Indonesia perlu ditingkatkan lagi dengan mengembangkan produk hilirnya yang bernilai tambah tinggi. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku pada proses produksi surfaktan MES. Saat ini surfaktan sebagian besar diproduksi dari
minyak bumi. Mengingat minyak bumi bersifat tidak terbarukan non renewable dan tidak ramah lingkungan, maka perlu dimanfaatkan bahan baku lain yang dapat
diperbaharui dan ramah lingkungan. Salah satu sumber bahan baku unggulan Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk produksi surfaktan MES adalah stearin
sawit. Stearin sawit mengandung asam lemak palmitat C
16
dan oleat C
18:1
. Menurut Hui 1996 alkil ester asam lemak C
14
C
16
C
18
baik digunakan sebagai bahan baku surfaktan karena mampu memberikan tingkat detergensi yang baik
dan memiliki sifat toleransi terhadap ion Ca yang lebih baik. Metil ester sulfonat MES merupakan surfaktan anionik dengan struktur
umum RCHCO
2
CH
3
SO
3
Na, dihasilkan melalui proses sulfonasi metil ester asam lemak RCH
2
CO
2
CH
3
yang dapat diperoleh dari minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak inti sawit, stearin sawit dan minyak kedelai Robert
2001, Watkins 2001. Surfaktan MES banyak dimanfaatkan sebagai bahan aktif pada produk-produk pembersih karena MES memperlihatkan karakteristik
dispersi dan sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water Matheson 1996.
Surfaktan MES diproduksi melalui proses sulfonasi metil ester dengan reaktan pensulfonasi seperti: H
2
SO
4
, NaHSO
3
, oleum, dan gas SO
3
Bernardini 1983 dan Pore 1976. Penggunaan SO
3
sebagai agen sulfonasi lebih banyak mendapat perhatian karena menghasilkan reaksi sulfonasi yang zero waste. Gas
SO
3
yang dimasukkan ke dalam sistem reaksi akan bergabung dengan molekul alkil ester menjadi alkil ester sulfonat, sedangkan sisa gas SO
3
yang tidak bergabung akan dikembalikan lagi ke dalam sistem reaksi.
Sulfonasi metil ester untuk menghasilkan MES merupakan proses yang cukup kompleks. Menurut Robert et al. 2008 untuk memproduksi MES
setidaknya terdapat empat tahapan penting, yaitu a tahap kontak metil ester dengan gas SO
3
b tahap aging c tahap pemucatan dan d tahap netralisasi. Proses sulfonasi metil ester memerlukan rasio mol SO
3
yang lebih besar dibandingkan bahan baku dan memerlukan tahapan aging dengan suhu tinggi.
Tingkat konversi metil ester menjadi metil ester sulfonat sangat ditentukan oleh proses aging. Menurut Stein dan Bauman 1975, proses aging pada suhu 80-90⁰C
selama 10-20 menit akan meningkatkan sulfonasi pada posisi C α. Pada tahap
kontak metil ester dengan gas SO
3,
gas SO
3
diserap oleh metil ester untuk menghasilkan senyawa intermediet, konversi akan maksimal bila rasio mol SO
3
terhadap metil ester lebih besar atau sama dengan 1,2 Roberts et al. 2008. Pada tahapan aging, senyawa intermediet bereaksi dan konversi metil ester
menjadi produk sulfonasi methyl ester sulfonic acid MESA berjalan sempurna. MESA merupakan produk intermediet MES yang masih berwarna gelap dan
belum dinetralisasi. Tahapan aging MESA lebih intensif dibandingkan tahapan aging linier alkylbenzene LAB karena memerlukan suhu tinggi yaitu sekitar
80⁰C. Waktu aging yang diperlukan tergantung pada suhu yang digunakan, rasio mol SO
3
terhadap metil ester, target konversi dan karakteristik reaktor. Proses aging pada reaktor curah atau pada PFR plug flow reactor
membutuhkan waktu aging 45 menit dengan suhu suhu aging 90⁰C dan pada suhu aging 120⁰C dengan lama aging 3,5 menit, konversi yang diperoleh yaitu 98
Robert et al. 2008. Menurut Sheat dan MacArthur 2002,
Chemithon melakukan aging MESA dari stearin sawit C
16
-C
18
pada suhu 83⁰ C selama 0,7
jam, pada minyak kedelai yang dominan C
18
pada suhu 84⁰ C selama 0,7 jam, dan pada PKO C
8
-C
18
pada suhu 82⁰ C selama 0,8 jam. Semakin tinggi konversi metil ester menjadi methyl ester sulfonic acid
MESA maka akan menghasilkan kinerja surfaktan MESA yang tinggi. Untuk memperoleh kinerja surfaktan MESA sesuai yang diharapkan maka kondisi proses
aging yang dilakukan harus tepat. Proses aging dipengaruhi oleh suhu aging dan lama aging, selain itu juga dipengaruhi oleh karakteristik reaktor dan tingkat
konversi yang diharapkan, oleh karena itu dalam penelitian dikaji kondisi suhu aging dan lama aging yang terbaik untuk memperoleh kinerja surfaktan MESA
dan MES yang tinggi dan selain itu untuk mengetahui sifat fisikokimia MESA dan MES yang dihasilkan dari proses aging.
1.2 Tujuan
1. Mendapatkan kondisi proses aging terbaik suhu aging dan lama aging pada
reaktor aging untuk konversi metil ester stearin menjadi methyl ester sulfonic acid
MESA sehingga memiliki kinerja surfaktan yang tinggi. 2.
Mengetahui sifat fisikokimia dan kinerja surfaktan MESA dan MES yang dihasilkan.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Stearin Sawit
Kelapa sawit menghasilkan dua macam minyak yang berlainan sifatnya, yaitu minyak yang berasal dari sabut mesokarp dan minyak yang berasal dari
biji kernel. Minyak kelapa sawit yang dihasilkan dari sabut dikenal dengan crude palm oil CPO dan dari inti biji disebut minyak inti sawit atau palm
kernel oil PKO. Minyak kelapa sawit kasar crude palm oil, CPO merupakan produk level
pertama yang dapat memberikan nilai tambah sekitar 30 dari nilai tandan buah segar. Pemisahan asam lemak penyusun trigliserida pada minyak sawit dapat
dilakukan dengan menggunakan proses fraksinasi. Secara umum proses fraksinasi minyak sawit dapat menghasilkan 73 olein, 21 stearin, dan 5 palm fatty acid
distillate PFAD. Stearin sawit merupakan fraksi padat yang dihasilkan dari proses fraksinasi minyak sawit setelah melalui pemurnian. Karakteristik fisik
stearin sawit bersifat padat pada suhu ruang, berbeda dengan olein sawit yang bersifat cair pada suhu ruang. Komposisi asam lemak beberapa produk sawit
disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi asam lemak beberapa produk sawit
Asam Lemak Jenis Bahan
CPO PKO
Olein Stearin
PFAD
Laurat C
12:0
1,2 40 – 52
0,1 – 0,5 0,1 – 0,6
0,1 - 0,3 Miristat
C14:0
0,5 – 5,9 14 – 18
0,9 – 1,4 1,1 – 1,9
0,9 - 1,5 Palmitat C
16:0
32 – 59 7 – 9
37,9 – 41,7 47,2 –
73,8 42,9 - 51,0
Palmitoleat C
16:1
0,6 0,1 – 1
0,1 – 0,4 0,05 – 0,2
- Stearat C
18:0
1,5 – 8 1 – 3
4,0 – 4,8 4,4 – 5,6
4,1 - 4,9 Oleat C
18:1
27 – 52 11 – 19
40,7 – 43,9 15,6 –
37,0 32,8-39,8
Linoleat C
18:2
5,0 – 14 0,5 – 2
10,4 – 13,4 3,2 – 9,8
8,6-11,3 Linolenat C
18:3
1,5 0,1 – 0,6
0,1 – 0,6 Arachidat C
20:0
0,2 – 0,5 0,1 – 0,6
Sumber : Hui 1996
Dari Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa stearin sawit lebih didominasi oleh asam lemak palmitat C
16
sebesar 47,2-73,8 dan asam lemak oleat C
18:1
sebesar 15,6-37 . Diketahui bahwa surfaktan dari C
16
dan C
18
dari minyak sawit mempunyai daya detergensi yang tinggi dan aktivitas permukaan yang baik Hui
1996. Menurut Swern 1979, panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu
panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus air. Hal ini akan
ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan di dalam air. Demikian juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen tidak akan terlalu bersifat
aktif permukaan surface active karena ketidakcukupan gugus hidrofobik dan akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang
rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Menurut Hui 1996 karena karakteristik detergensi yang cukup baik dari
metil ester C
16
-C
18
, maka fraksi stearin merupakan sumber bahan baku yang sesuai dan murah untuk memproduksi MES. Karakteristik deterjensi MES yang
berbahan baku stearin diketahui mirip dengan linier alkylbenzene sulfonates LAS. Metil ester stearin sawit memiliki rasio distribusi asam lemak dari C
16
hingga C
18
sebesar 2:1. Bahan ini menghasilkan produk MES dengan nilai kraft point minimum 17°C dan ini merupakan nilai maksimum kelarutan dibandingkan
dengan kombinasi C
16
dan C
18
lainnya. MES dengan karakteristik ini sangat berguna untuk menghasilkan deterjen pada suhu rendah Sheats dan MacArthur
2002.
2.2 Metil Ester
Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak nabati seperti minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak
pagar, minyak kedelai, dan lainnya. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol
atau etanol. Umumnya katalis yang digunakan adalah NaOH atau KOH. Molekul trigliserida pada dasarnya merupakan triester dari gliserol dan
tiga asam lemak. Transformasi kimia lemak menjadi metil ester melibatkan transesterifikasi spesies gliserida dengan alkohol membentuk alkil ester. Diantara
alkohol yang mungkin, metanol disukai karena berharga lebih murah Lotero et
al. 2004; Meher et al. 2006. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan agar dihasilkan
metil ester maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih atau salah satu produk yang dihasilkan harus dipisahkan. Reaksi transesterifikasi trigliserida
dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol Hui 1996 Adapun mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis basa terdiri dari
beberapa tahapan yaitu diawali dengan penyerangan ion metoksida pada atom karbon gugus karbonil dalam molekul trigliserida menghasilkan senyawa
intermediet berbentuk tetrahedral. Pada tahap kedua, senyawa intermediet ini akan terpecah menjadi metil ester dan anion digliserida. Anion digliserida kemudian
akan bereaksi dengan metanol membentuk molekul digliserida. Molekul digliserida kemudian akan dikonversi menjadi molekul monogliserida dan gliserol
melalui mekanisme yang sama. Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida dengan katalis basa disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Mekanisme reaksi transesterifikasi trigliserida menggunakan katalis basa.
Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh berbagai faktor tergantung kondisi reaksinya Meher et al. 2006. Faktor tersebut diantaranya adalah
kandungan asam lemak bebas dan kadar air minyak, jenis katalis dan konsentrasinya, perbandingan molar antara alkohol dengan minyak dan jenis
alkoholnya, suhu dan lamanya reaksi, intensitas pencampuran dan penggunaan cosolvent organik. Kualitas metil ester dipengaruhi oleh: kualitas minyak
feedstock, komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan
Gerpen et al. 2004. Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin bebas, gliserin terikat, alkohol, FFA, sabun, residu
katalis Gerpen et al. 1996. Proses transesterifikasi dapat dilakukan secara curah batch atau sinambung
continiue pada suhu 50-70°C. Kondisi proses transesterifikasi secara sinambung telah dilakukan oleh Darnoko et al. 2000, yaitu dengan suhu proses 60°C pada
tekanan 1 atmosfir, dengan pengadukan, menggunakan katalis KOH 1 ww terlarut dalam metanol. Hasil transesterifikasi minyak sawit tersebut mencapai
97,3 pada waktu 60 menit. Waktu yang lebih dari 60 menit dapat menurunkan laju produksi metil ester. Penambahan metanol dilakukan dengan rasio metanol-
minyak 1:6. Tabel 2 menyajikan sifat fisikokimia beberapa metil ester. Tabel 2 Sifat fisikokimia beberapa metil ester
No Karakteristik Metil Ester
C12-14 C16 C18 Lemak
tallow 1 BM
gmol 218
281 284 280 2
Bilangan iod cg Ig sampel 0,1
0,39 0,19
0,13 3
Asam karboksil bb 0,074
0,25 1,89
na 4
Bahan tak tersabunkan bb 0,05
0,27 0,06
na 5
Bil. Asam mg KOHg sampel 0,15
0,5 3,8
0,4 6
Bil. Penyabunan mg KOHg sampel 252
197 191
na 7
Kadar air bb 0,13
0,18 0,19
0,04 8
Komposisi asam lemak bb C
12
72,59 0,28
0,28 0,16
C
13
0,00 0,00
0,00 0,03
C
14
26,90 2,56
1,55 4,15
C
15
0,00 0,43
0,00 0,83
C
16
0,51 48,36
60,18 25,55
C
17
0,00 1,40
1,31 2,70
C
18
0,00 46,24
35,68 64,45
Sumber : MacArthur et al. 1998
Metil ester asam lemak jenuh dan metil ester asam lemak tidak jenuh dapat digunakan secara tunggal sebagai bahan aktif permukaan. Penggabungan dua jenis
surfaktan ini menghasilkan kombinasi ideal sebagai bahan aktif dalam deterjen karena campuran keduanya memiliki karakteristik pembusaan, daya bersih, daya
serap, dan daya cuci yang baik Kitano dan Sekiguchi 1989.
2.3 Surfaktan Metil Ester Sulfonat MES
Surfaktan merupakan substansi yang dapat menurunkan tegangan permukaan antara larutan dengan fasa lain yang tercampur dengannya seperti
partikel padat yang terlarut dalam suspensi, dan terserap pada permukaan antaranya. Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas tinggi
pada permukaan. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Molekul surfaktan dapat
divisualisasikan seperti berudu ataupun bola raket mini yang terdiri atas bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik suka air, merupakan bagian
yang sangat polar, sedangkan bagian ekor bersifat hidrofobik benci airsuka minyak, merupakan bagian nonpolar. Kepala dapat berupa anion, kation atau
nonion, sedangkan ekor dapat berupa rantai linier atau cabang hidrokarbon. Walaupun demikian, menurut Salager 2002 substansi dengan gugus hidrofilik
atau hidrofobik yang terlalu dominan tidak termasuk ke dalam golongan surfaktan. Konfigurasi kepala-ekor tersebut membuat surfaktan memiliki fungsi
yang beragam di industri. Aplikasi surfaktan dalam industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai
bahan utama pada industri detergen dan pembersih lainnya, bahan pembusa dan emulsifier pada industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat,
serta bahan emulsifier dan sanitasi pada industri pangan Hui 1996. Surfaktan dibagi menjadi empat kelompok penting dan digunakan secara
luas pada hampir semua sektor industri modern. Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan nonionik dan surfaktan
amfoterik Rieger 1985. Pembagian jenis-jenis surfaktan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Surfaktan kationik, merupakan surfaktan yang bagian pangkalnya berupa
gugus hidrofilik dengan ion bermuatan positif kation. Umumnya merupakan garam-garam amonium kuarterner atau amina. Seperti: Fatty
Amine, Amidoamine, Diamine, Amide Oxide, dan Amine Ethoxylate. 2.
Surfaktan anionik, merupakan surfaktan yang gugus hidrofiliknya dengan ion bermuatan negatif anion. Umumnya berupa garam natrium, akan
terionisasi menghasilkan Na
+
dan ion surfaktan yang bermuatan negatif. Seperti: linier alkyl benzene sulphonate LAS, alcohol sulphate AS,
alcohol ethers sulphate AES, dan metil ester sulfonat MES. 3.
Surfaktan nonionik, merupakan surfaktan yang tidak berdisosiasi dalam air, kelarutannya diperoleh dari sisi polarnya. Surfaktan jenis ini tidak
membawa muatan elektron, tetapi mengandung hetero atom yang menyebabkan terjadinya momen dipol. Seperti: Dietanolamida DEA,
sucrose ester, sorbitan ester, dan ethoxylate alcohol. 4.
Surfaktan amfoterik, mengandung gugus yang bersifat anionik dan kationik seperti pada asam amino. Sifat surfaktan ini tergantung pada kondisi media
dan nilai pH. Seperti: amino carboxylate acid dan alkil betain. Surfaktan metil ester sulfonat MES termasuk golongan surfaktan
anionik, yaitu surfaktan yang bermuatan negatif pada gugus hidrofiliknya atau bagian aktif permukaan surface-active. Struktur kimia metil ester sulfonat
MES dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Struktur kimia metil ester sulfonat MES Menurut Matheson 1996, MES memperlihatkan karakteristik dispersi
yang baik, sifat detergensi yang baik terutama pada air dengan tingkat kesadahan yang tinggi hard water, ester asam lemak C
14
, C
16
dan C
18
memberikan tingkat detergensi terbaik, serta bersifat mudah didegradasi good biodegradability.
Dibandingkan petroleum sulfonat, surfaktan MES menunjukkan beberapa
kelebihan diantaranya yaitu pada konsentrasi MES yang lebih rendah daya deterjensinya sama dengan petroleum sulfonat, dapat mempertahankan aktivitas
enzim yang lebih baik, toleransi yang lebih baik terhadap keberadaan kalsium, dan kandungan garam di-salt lebih rendah. Karakteristik MES dari stearin sawit
C
16
-C
18
dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik MES dari stearin sawit C
16
-C
18
Analisa Nilai Metil ester sulfonat MES bb
83 Disodium karboksi sulfonat di-salt bb
3,5 Metanol bb
0,07 Hidrogen peroksida bb
0,13 Air bb
2,3 pH 5,3
Klett color 5 aktif 310
Sodium metil sulfat 7,2
Petroleum ether extractables PEX bb 2,4
Sodium karboksilat bb 0,3
Sodium sulfat bb 7,2
Sumber : Sheats dan MacArthur 2002
2.4 Proses Produksi Metil Ester Sulfonat MES
Proses produksi surfaktan MES dilakukan dengan mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi. Menurut Bernardini 1983 dan Pore 1976, pereaksi
yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat H
2
SO
4
, oleum larutan SO
3
di dalam H
2
SO
4
, sulfur trioksida SO
3
, NH
2
SO
3
H, dan ClSO
3
H. Menurut Foster 1996, proses sulfonasi menggunakan SO
3
dilakukan dengan cara melarutkan SO
3
dengan udara yang sangat kering dan direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Menurut Gupta dan Wiese 1992
dalam reaktor sulfonasi, nisbah molar SO
3
dan alkil dikontrol antara 1,03 : 1 hingga 1,06 : 1 agar dicapai tingkat konversi yang optimum tanpa menyebabkan
terjadinya peningkatan reaksi samping ataupun degradasi warna. Suhu reaktor dikontrol antara 110 – 150 °F 43 - 65°C. Sebelum proses sulfonasi dilakukan,
terlebih dahulu gas SO
3
dicampur dengan udara kering hingga konsentrasinya menjadi 4 – 8.
Menurut Watkins 2001, proses produksi metil ester sulfonat dilakukan dengan mereaksikan metil ester dan gas SO
3
dalam falling film reactor pada suhu 80 – 90 °C. Proses sulfonasi ini akan menghasilkan produk berwarna gelap,
sehingga dibutuhkan proses pemurnian meliputi pemucatan dan netralisasi. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan H
2
O
2
atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan
larutan alkali KOH atau NaOH. Setelah melewati tahapan netralisasi, produk yang terbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan
berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula Watkins 2001. Baker 1995 telah memperoleh paten US Patent No. 5.475.134 tentang
proses pembuatan sulfonated fatty acid alkil ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang digunakan dari asam lemak minyak nabati komersial.
Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO
3
dalam falling film reactor, dengan perbandingan reaktan antara SO
3
dan alkil ester yaitu 1,1 : 1 hingga 1,4 : 1, pada proses antara 75 – 95 °C dan lama reaksi antara 20 –
90 menit. Produk yang dihasilkan biasanya masih mengandung bahan pengotor dalam jumlah sedikit, termasuk di-salt dan dimethyl sulfate DMS, sehingga
diperlukan proses pemurnian. Menurut Sheats dan MacArthur 2002, penelitian mengenai produksi
MES skala pilot plan secara sinambung telah dilakukan oleh Chemithon Corporation. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu proses
sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO
3
ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging pencampuran di digester,
tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Proses sulfonasi yang diteliti dilakukan pada beragam bahan baku metil ester yang berasal dari minyak
kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai, dan tallow. Bahan baku metil ester dimasukan ke reaktor pada suhu 40 – 56°C, dengan konsentrasi gas
SO
3
adalah 7 dan suhu gas SO
3
sekitar 42°C. Nisbah molar antara reaktan SO
3
dan metil ester sekitar 1,2 – 1,3. MES segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85°C, dengan lama waktu pencampuran adalah 0,7 jam 42 menit.
Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31 – 41 bb, MES basis dengan suhu 95 sampai 100°C selama 1 sampai 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk
mengurangi pembentukan di-salt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatkan transfer panas dalam proses pemucatan. Proses netralisasi
dilakukan dengan mencampurkan bleached MES dengan pelarut NaOH 50 pada suhu 55°C. Selanjutnya produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145
°C dan tekanan 120 – 200 Torr agar diperoleh produk berupa powder atau flakes. Reaksi kimia pada proses produksi MES dari metil ester disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Reaksi kimia proses produksi MES
2.5 Proses Aging
Proses sulfonasi dengan bahan baku metil ester untuk menghasilkan MES merupakan proses yang cukup kompleks dibandingkan dengan proses sulfonasi
dengan menggunakan bahan baku lainnya seperti linier alkylbenzene atau alpha olefin. Surfaktan hasil sulfonasi seperti linier alkylbenzene sulfonate LAS,
primary alcohol sulfates PAS alcohol ethoxysulfates AES dan alpha olefin sulfonates AOS tidak memerlukan proses pemucatan, sedangkan sulfonasi metil
ester menghasilkan produk dengan warna gelap Nilai Klett 1000. Akibatnya seluruh proses sulfonasi metil ester komersil memerlukan tahapan pemucatan.
Perbedaan lain dari sulfonasi metil ester yaitu memerlukan rasio mol SO
3
yang
ME
MES MESA