balita dengan status gizi kurus terdapat 9 75 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000, 2 12,7 yang memiliki orang tua dengan pendapatan
1.500.000-2.500.000 dan 1 8,3 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 2.500.000. Status gizi TBU dari 7 anak balita dengan status gizi pendek terdapat
4 57,1 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000 dan 3 42,9 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000-2.500.000. Status gizi
BBTB dari 11 anak balita dengan status gizi kurus terdapat 6 66,7 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000, 2 22,2 yang memiliki
orang tua dengan pendapatan 1.500.000-2.500.000 dan 1 11,1 yang memiliki orang tua dengan pendapatan 2.500.000.
4.7 Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA Anak Balita
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak balita dari keluarga perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan sebanyak 40 anak balita.
Adapun kejadian Infeksi Saluran pernafasan Akut dalam 1 bulan terakhir pada anak balita dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.22 Distribusi Frekuensi Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA dalam 1 Bulan Terakhir di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Kejadian ISPA
n
1 Ya
12 30
2 Tidak
28 70
Jumlah 40
100 Tabel 4.22 menunjukkan bahwa kejadian ISPA dalam 1 bulan terakhir
pada anak balita di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan dimana yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir sebanyak 12 30 dan yang tidak
menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir sebanyak 28 70.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.23 Distribusi Kejadian ISPA Dalam 1 Bulan Terakhir Pada Anak Balita Berdasarkan Status Merokok Keluarga di Desa Padang
Bulan Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Status merokok
keluarga Kejadian ISPA
n Ya
Tidak n
n
1 Berat
2 66,7
1 33,3
3 100
2 Sedang
7 30,4
16 69,6
23 100
3 Ringan
3 21,4
11 78,6
14 100
Tabel 4.23 menunjukkan bahwa kejadian ISPA dalam 1 bulan terakhir pada anak balita berdasarkan status merokok keluarga di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan dari 3 anak balita yang memiliki keluarga perokok dengan kategori perokok berat terdapat 2 66,7 anak balita yang menderita ISPA dan 1
33,3 anak balita yang tidak menderita ISPA.
Tabel 4.24 Distribusi Kejadian ISPA dalam 1 Bulan Terakhir pada Anak Balita Berdasarkan Lokasi Merokok Keluarga di Desa Padang
Bulan Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Lokasi merokok
Kejadian ISPA n
Ya Tidak
n n
1 Dalam rumah
11 52,4
10 47,6
21 100
2 Luar rumah
1 5,3
18 94,7
19 100
Tabel 4.24 menunjukkan bahwa kejadian ISPA dalam 1 bulan terakhir pada anak balita berdasarkan lokasi merokok keluarga di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan dari 21 anak balita yang memiliki keluarga perokok yang merokok didalam rumah terdapat 1152,4 anak balita yang menderita ISPA
dalam 1 bulan terakhir dan 10 47,6 anak balita yang tidak menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.25 Distribusi Kejadian ISPA dalam 1 Bulan Terakhir pada Anak Balita Berdasarkan BBU Anak Balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Kejadian ISPA
Status Gizi n
Kurang baik
n n
1 Ya
8 66,7
4 33,3
12 100
2 Tidak
4 14,3
24 85,7
28 100
Tabel 4.25 menunjukkan bahwa kejadian ISPA dalam 1 bulan terakhir pada anak balita berdasarkan status gizi BBU anak balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan dari 12 anak balita yang menderita ISPA terdapat 8 66,7 anak balita yang memiliki status gizi kurang dan 4 33,3 anak balita
yang memiliki status gizi normal.
Tabel 4.26 Distribusi Kejadian ISPA dalam 1 Bulan Terakhir pada Anak Balita Berdasarkan TBU Anak Balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Kejadian ISPA
Status Gizi n
Pendek normal
n n
1 Ya
3 25,0
9 57,0
12 100
3 Tidak
4 14,3
24 85,7
28 100
Tabel 4.26 menunjukkan bahwa kejadian ISPA anak balita dalam 1 bulan terakhir berdasarkan status gizi TBU anak balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan dari 12 anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 3 25 anak balita yang memiliki status gizi pendek dan 9
57 anak balita yang memiliki status gizi normal.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.27 Distribusi Kejadian ISPA dalam 1 Bulan Terakhir pada Anak Balita Berdasarkan BBTB Anak Balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Kejadian ISPA
Status gizi n
kurus normal
gemuk n
n n
1 Ya
6 50,0
6 50,0
12 100 3
Tidak 3
10,7 24 85,7 1
3,6 28 100
Tabel 2.27 menunjukkan bahwa kejadian ISPA pada anak balita dalam 1 bulan terakhir berdasarakan status gizi BBTB anak balita di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan dari 12 anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 6 50 anak balita yang memiliki status gizi kurus dan 6 50
anak balita memiliki status gizi normal.
Table 4.28 Distribusi Imunisasi Anak Balita Berdasarkan Kejadian ISPA Anak Balita dalam 1 Bulan Terakhir di Desa Padang Bulan
Kecamatan Kotanopan Tahun 2015
No. Imunisasi
Kejadian ISPA n
Ya Tidak
n n
1 Lengkap
5 20
20 80
25 100
2 Tidak lengkap
7 46,7
8 53,3
15 100
Tabel 4.28 menunjukkan bahwa imunisasi anak balita berdasarkan kejadian ISPA di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan dari 15 anak balita yang tidak
mendapatkan imunisasi lengkap terdapat 7 46,7 anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir dan 8 53,3 anak balita yang tidak menderita
ISPA dalam 1 bulan terakhir.
Universitas Sumatera Utara
49
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Status Gizi Anak Balita pada Keluarga Perokok di Desa
Padang Bulan Kecamatan Kotanopan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan, status gizi BBU, TBU dan BBTB anak balita yang memiliki
keluarga perokok, dimana status gizi BBU terdapat 70 anak balita yang memiliki status gizi baik dan 30 anak balita yang mengalami status gizi kurang.
Status gizi TBU anak balita terdapat 82,5 anak balita yang memiliki status gizi normal dan 17,5 anak balita yang memiliki status gizi pendek. Status gizi
BBTB anak balita terdapat 75 anak balita yang memiliki status gizi normal dan 22,5 anak balita yang memiliki status gizi kurus.
Hasil penelitian BBU anak balita berdasarkan Status merokok keluarga dimana anak balita yang memiliki keluarga perokok dengan kategori berat
terdapat 100 anak balita gizi kurang. Hal ini di karenakan Semakin tinggi konsumsi rokok orang tua dapat mempengaruhi status gizi anak balita, hal ini
terjadi karena anak balita terlalu sering terpapar oleh asap rokok yang dihisap oleh orang tuanya sehingga beresiko menderita penyakit infeksi seperti ISPA, penyakit
infeksi dapat mengganggu metabolisme tubuh sehingga asupan gizi tidak terserap orang tubuh dengan baik dan juga terjadi menurunan nafsu makan anak sehingga
status gizi anak balita menurun. Hasil penelitian TBU anak balita berdasarkan Status merokok keluarga
dimana anak balita yang memiliki keluarga perokok dengan kategori perokok sedang terdapat 22,7 anak balita yang memiliki status gizi pendek. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
dikarenakan status gizi TBU dilihat dari status gizi masalalu anak balita, jika gizi masalalunya baik maka TBU anak balita normal dan sebaliknya jika gizi
masalalunya tidak baik maka TBU anak balita pendek. Hasil penelitian BBTB anak balita berdasarkan status merokok keluarga
dimana anak balita yang memiliki keluarga perokok dengan kategori perokok berat terdapat 66,7 anak balita yang memiliki status gizi kurus dan 33,3 anak
balita yang memiliki status gizi normal. Hal ini dikarenakan anak balita terlalu sering terpapar oleh asap rokok sehingga dapat menurunkan nafsu makan anak
balita dan menyebabkan asupan makan anak balita tidak terpenuhi. Hasil penelitian status gizi anak balita berdasarkan pendapatan orang tua
dimana anak balita yang memiliki status gizi kurang terdapat 75 anak balita yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000, untuk status gizi pendek
terdapat 57,1 anak balita yang memiliki orang tua dengan pendapatan 1.500.000 dan status gizi kurus terdapat 66,7 anak balita yang memiliki orang
tua dengan pendapatan 1.500.000. Jadi dapat disimpulkan bahwa golongan ekonomi rendah cenderung lebih banyak menderita gizi kurang dibandingkan
menengah keatas dikarenakan orang tua dengan pendapatan rendah akan berdampak pada kebutuhan pangan keluarga, dimana seharusnya cukup untuk
kebutuhan makanan sehari-hari tetapi akibat kebiasaan merokok, kebutuhan makan pada keluarga tersebut menjadi berkurang karena membeli rokok.
Penelitian manurung 2014, bahwa kebiasaan merokok ayah dapat meningkatkan resiko gizi buruk dan gizi kurang akibat belanja tembakau yang
sangat menguras ketahanan pangan rumah tangga. Ketergantungan terhadap rokok
Universitas Sumatera Utara
pada keluarga miskin terbukti meningkatkan kejadian kurang gizi pada anak balita jika tidak segera ditanggulangi maka kondisi ini mengancam hilangnya
sebuah generasi. Balita gizi kurang akan beresiko lebih tinggi mengalami keterlambatan perkembangan mental. Selain itu akan meningkatkan angka
mortalita dan morbalita akibat kerentanan terhadap penyakit. Status gizi BBU dan BBTB balita menggambarkan kekurangan giziakut
yang terjadi dalam waktu yang singkat dan mempengaruhi keadaan status gizi seseorang. Misalnya jika terserang penyakit infeksi, tentu saja akan
mempengaruhi status gizi anak, atau mungkin kekurangan asupan makanan, yang dipengaruhi oleh status ekonomi, pengetahuan ibu yang kurang dan pola asuh
yang keliru mengakibatkan balita BBLR maupun yang normal tumbuh menjadi balita yang kurus. Sedangkan TBU menggambarkan keadaan kronis balita,
memunjukkan keadaan yang sudah terjadi sejak lama atau dengan kata lain status gizi anak sejak lahir hingga sekarang.Berdasarkan penelitian status gizi anak
balita keluarga perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan terdapat 30 dan 22,5 anak balita yang mengalami gizi akut dan 17,5 anak balita yang
mengalami gizi kronis. Jadi dapat disimpulkan bahwa masalah gizi yang ada di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan cenderung menderita masalah gizi
akut dibandingkan dengan masalah gizi kronis. Anggota keluarga yang merokok dapat mempengaruhi status gizi anak yang
tinggal serumah. Konsumsi energi anak yang rumahnya ada orang yang merokok lebih rendah daripada yang di rumahnya tidak ada yang merokok. Sebagai
akibatnya, status gizi anak tersebut lebih rendah Damayanti, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Oktaviasari, 2012 menunjukkan bahwa 100 dari keluarga yang diteliti terdapat satu keluarga yang merokok, yaitu keluarga kepala
keluarga atau bapak. Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya anggota keluarga yang perokok aktif, maka jumlah alokasi pengeluaran yang digunakan
untuk makan berkurang untuk membeli rokok. Dengan demikian, maka jumlah pengeluaran yang digunakan untuk kebutuhan lainnya, termasuk dalam
pemenuhan pangan keluarga akan berkurang dan berdampak. Kebiasaan merokok yang didukung oleh lingkungan bahkan adat istiadat
akan sangat sulit untuk diubah, sehingga Dinas Kesehatan perlu melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat atau tokoh agama untuk bekerja sama
mencarai solusi guna menurunkan kebiasaan merokok masyarakat di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Karena tokoh
masyarakat dan tokoh agama merupakan figur yang dihormati dan diteladani oleh masyrakat. Oleh sebab itu diharapkan bahwa dengan melibatkan mereka,
masyarakat akan lebih mudah untuk menerima dan melakukan hal-hal yang perlu mereka lakukan guna mengurangi kebiasaan merokok tersebut. Salah satu yang
bisa dilakukan adalah memberikan penyuluhan rokok dengan di sertai gambar- gambar yang menunjukkan akibat dari konsumsi rokok dalam waktu yang cukup
lama dan memberikan gambaran mengenai gizi kurang atau gizi buruk yang bisa dialami oleh anak balita akibat dari kekurangan pangan.
5.2 Gambaran kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada Keluarga Perokok di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan
Berdasarakan hasil penelitian yang dilakukan pada anak balita yang memiliki keluarga perokok bahwa kejadian Infeksi Salura Pernafasan Akut
Universitas Sumatera Utara
ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 70 anak balita tidak menderita ISPA dan 30 anak balita menderita ISPA. Jadi dapat disimpulkan bahwa Di Desa
Padang bulan Kecamatan Kotanopan lebih banyak anak balita yang tidak menderita ISPA dari pada anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan
terakhir. Hasil penelitian kejadian ISPA anak balita dalam 1 bulan terakhir
berdasarkan status merokok keluarga dimana anak balita yang memiliki keluarga perokok dengan kategori perokok berat terdapat 66,7 anak balita yang
menderita ISPA. Hal ini dikarenakan semakin banyak rokok yang dihabiskan oleh keluarga dan semakin sering keluarga merokok di dalam rumah maka semakin
sering anak balita terpapar asap rokok, sehingga mengakibatkan resiko terjadinya ISPA pada balita.
Penelitian ini didukung oleh penelitian manurung 2014, bahwa semakin besar jumlah batang yang dihisap, maka semakin tinggi angka kejadian ISPA pada
balita yang tinggal di keluarga perokok Kecamatan Berastagi. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yuli dan juwarni 2012, tentang hubungan perilaku
merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita menyatakan bahwa adanya kecenderungan orang tua dengan semakin berat perilaku merokok orang tua maka
semakin besar potensi anak balitanya menderita ISPA.Penelitian lubis 2009, yang menghubungkan jumlah perokok dan rokok yang dihisap pada keluarga,
maka akan semakin memperparah episode ISPA yang diderita oleh penderita. Penelitian Hidayanti 2009, dari hasil uji chi square diperoleh, p=0,022 0,05,
Universitas Sumatera Utara
hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan anggota keluarga yang merokok dengan kejadian penyakit ISPA pada balita.
Kebiasaan merokok dekat dengan balita memiliki pengaruh yang besar terhadap kesehatan dan sistem pernafasan balita. Hal ini diakibatkan saluran
pernafasan balita yang masih berada pada tahap perkembangan dan masih sangat rentan. Sehingga semakin dekat jarak paparan asap rokok terhadap balita, maka
semakin banyak kadar tar yang terhirup sehingga mengakibatkan gangguan pada sistem pernafasan balita. Sebagai perokok pasif, balita memiliki resiko terkena
gangguan pernafasan lebih besar dibandingkan perokok aktif Rahmayatul, 2013. Penelitian Marlina 2014, bahwa ada hubungan bermakna antara keberadaan
perokok dengan ISPA pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Panyabungan Jae Kabupaten Mandailing Natal tahun 2014.
Penelitian yang dilalukan Akbar 2013, dimana hasil uji statistik dengan menggunakan shi square diperoleh nilai p = 0,014 p α = 0,05, dari hasil
tersebut ada hubungan antara keberadaan anggota merokok keluarga yang merokok dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA pada balita di
Puskesmas Pulau Sembilan Kabupaten Sinjai. Hasil penelitian kejadian ISPA anak balita dalam 1 bulan terakhir
berdasarkan lokasi merokok keluarga dimana anak balita yang memiliki keluarga yang merokok di dalam rumah terdapat 52,4 anak balita yang menderita ISPA.
Hal ini terjadi karena semakin tinggi konsumsi rokok keluarga dan semakin sering anak balita terpapar asap rokok dapat menimbulkan resiko besar terhadap kejadian
ISPA pada anak balita.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini didukung oleh penelitian lingga 2014, dimana hasil uji statistik yang dilakukan menunjukkan nilai p 0,05 0,001 yang dapat di
simpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dekat balita dengan kejadian ISPA pada balita di Kelurahan Gundaling I. Namun
berbeda pula dengan penenelitian Taisir 2005, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok keluarga dengan
kejadian ISPA pada bayi dan anak balita. Hasil penelitian Imunisasi anak balita berdasarkan kejadian ISPA pada anak
balita di Desa padang bulan Kecamatan Kotanopan, dimana anak balita yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap terdapat 46,7 anak balita yang menderita ISPA
dalam 1 bulan terakhir dan 53,3 anak balita yang tidak menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir. Hal ini dapat disimpulkan bahwa anak balita yang tidak
mendapatkan imunisasi lebih banyak yang tidak menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir.
Penelitian Hidayati 2009, bahwa dari hasil chi square diperoleh p=0,117 0,05, hal ini menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status
imunisasi dengan kejadian penyakit ISPA pada balita.
5.3 Kejadian ISPA pada Anak Balita Berdasarkan Status Gizi Anak Balita di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan
Hasil penelitian kejadian ISPA berdasarkan status gizi BBU anak balita di Desa Padang Bulan Kecamatan Kotanopan dimana anak balita yang menderita
ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 66,7 anak balita yang gizi kurang dan 33,3 anak balita yang gizi normal. Hal ini dikarenakan penyakit infeksi dapat
mengakibatkan gangguan metabolisme tubuh sehingga dapat menurunkan nafsu
Universitas Sumatera Utara
makan pada anak balita sehingga asupan gizi tidak terpenuhi dan mengakibatkan masalah gizi bagi anak balita.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Nuryanto 2012, tentang hubungan status gizi terhadap terjadinya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut ISPA pada balita, hasil penelitian menyebutkan bahwa status gizi mempunyai hubungan bermakna dengan penyakit ISPA pada balita. Penelitian
Hidayanti, 2009, bahwa dari hasil uji chi square diperoleh p = 0,000 0,005 dimana hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara status gizi
dengan kejadian ISPA pada balita. Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi anak adalah makanan dan
penyakit infeksi yang diderita anak. Anak yang mendapat makanan baik tetapi sering diserang penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Begitu
juga sebaliknya anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan akhirnya mempengaruhi status gizinya. Gizi kurang menghambat
reaksi imunologis dan berhubungan dengan tingginya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi RISKESDAS, 2010.
Menurut Sihotang 2009 dalam Somantri 2015, Status gizi merupakan faktor resiko yang paling berpengaruh dalam kejadian ISPA pada balita. Status
gizi yang buruk akan lebih mudah terserang ISPA dan balita yang menderita ISPA dapat menyebabkan balita mengalami gangguan status gizi akibat gangguan
metabolisme tubuh, tingkat keparahan ISPA sangat mempengaruhi terjadinya gangguan status gizi pada balita, semakin parah ISPA yang diderita balita maka
akan dapat mengalami gizi buruk maka ISPA yang diderita akan semakin parah.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian kejadian ISPA berdasarkan status gizi TBU anak balita dimana anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 75
anak balita yang memiliki status gizi normal dan 25 anak balita yang memiliki status gizi pendek.Jika anak balita menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir tidak
dapat langsung mempengaruhi status gizi TBU anak balita, Hal ini dikarenakan status gizi TBU dilihat dari gizi masalalu, jika gizi masalalu anak balita baik
maka status gizi anak balita normal dan juga begitu sebaliknya jika gizi sekarang anak balita terganggu akibat penyakit infeksi maka dapat mempengaruhi gizi anak
balita di masa yang akan datang. Banyak negara di dunia, penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama
kematian terutama pada anak di bawah usia 5 tahun. Akan tetapi anak-anak yang meninggal karena penyakit infeksi biasanya didahului oleh keadaan gizi yang
kurang. Rendahnya daya tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh. Bila jumlah asupan zat
gizi sesuai dengan yang dibutuhkan, maka disebut gizi seimbang atau gizi baik. Bila jumlah asupan zat gizi kurang dari yang dibutuhkan disebut gizi kurang.
Dalam keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhan seorang anak akan normal, sebaliknya bila dalam keadaan gizi tidak seimbang,
pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut akan kurus, pendek atau gemuk Depkes Rl, 2002.
Hasil penelitian kejadian ISPA berdasarkan status gizi BBTB anak balita dimana anak balita yang menderita ISPA dalam 1 bulan terakhir terdapat 50
anak balita yang memiliki status gizi kurus dan 50 anak balita yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
status gizi normal. Hal ini dikarenakan terlalu sering anak balita terpapar asap rokok keluarga sehingga mengakibatkan ISPA, penyakit infeksi yang diderita
anak balita dapat mengganggu metabolisme tubuh sehingga asupan gizi tidak terserap tubuh dengan baik dan juga terjadi penurunan nafsu makan sehingga
terjadi masalah gizi pada anak balita. Hasil penelitian yang dilalukan oleh Hidayat 2009, bahwa keluarga yang
merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang bukan perokok. Selain itu dari
penelitian ini bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat akibat orang yang merokok.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Somantri 2015, bahwa ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian ISPA pada balita di
Puskesmas Melong Asih Kota Cimahi. Penelitian ini juga didukung oleh Penelitian yang dilalukan Akbar 2013, dimana hasil uji statistik dengan
menggunakan shi square dipe roleh nilai p = 0,02 p α = 0,05, dari hasil
tersebut ada hubungan antara status gizi dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA pada balita di Puskesmas Pulau Sembilan Kabupaten
Sinjai.
Universitas Sumatera Utara
59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan