Situasi Resmi Situasi Sosial Pembicaraan

44 Grosjean dalam Umar, 1993:26 mengemukakan bahwa penggunaan bahasa ibu B1 dan bahasa Indonesia B1 pada seorang dwibahasawan tergantung pada lawan bicara, situasi pembicaraan menyangkut situasi resmi dan tidak resmi.

4.2.1 Situasi Sosial Pembicaraan

Situasi sosial pembicaraan menyangkun situasi formal dan situasi nonformal. Dalam situasi formal biasanya digunakan dengan bahasa baku, dan disampaikan dengan serius dan situasi formal seperti di sekolah, kantor, dan situasi resmi lainya. Berbeda dengan situasi nonformal, bahasa yang digunakan dalam situasi nonformal adalah bahasa yang tidak baku. Biasanya digunakan bahasa nonformal seperti di ranah keluarga, diluar rumah, membicarakan jual beli, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini situasi resmi terjadi di lingkungan sekolah dan di kantor kepala desa. Sedangkan situasi tidak resmi terjadi di luar lingkungan sekolah baik itu di ranag rumah maupun di luar keluarga.

4.2.1.1 Situasi Resmi

Situasi resmi berhubungan dengan penggunan bahasa baku. Penggunaan bahasa baku sering dijumpai di instansi resmi. Misalnya di perkantoran, di ranah pendiikan, pemerintahan, dan instansi terkait lainnya. Sekolah adalah salah satu lembaga yang menggunakan bahasa baku. Dengan kata lain sekolah merupakan salah satu instansi yang memiliki situasi Universitas Sumatera Utara 45 resmi. Demikian halnya dengan Sekolah Dasar SD. Proses belajar dalam sekolah dasar dominan menggunkan bahasa Indonesia atau bahasa baku. Interaksi antara guru dengan murid menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar para guru terhadap siswanya. Di samping menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya, siswa kelas satu sampai kelas tiga sekolah dasar masih jelas terlihat bilingual, dengan manggunakan bahasa Karo dan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di sekolah, mereka juga menggunakan bahasa Karo sebagai bahasa ibunya B1. Kebiasaan oleh sebahagian keluarga penutur bahasa karo berinteraksi dengan anaknya dengan menggunakan bahasa Karo. Secara natural maka anak-anak mereka lebih menguasai bahasa ibunya. Sehingga dalam proses belajar disekolah, guru menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantarnya dan menggunakan bahasa karo sebagai bahasa penegasan untuk memperlancar komunikasi. Kebiasaan menggunakan bahasa Indonesia di sekolah oleh gurunya, maka para siswa akan mampu menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan ataupun bahasa resmi. Dialog 1: Guru dan Murid etnis Karo Guru : selamat pagi anak-anak Siswa : pagi bu… Guru : udah siap PRnya nakku? sudah selesai PRnya nak? Siswa : sudah bu, kumpulken? sudah bu, kumpulkan? Guru : ue nakku. Siapa yang belum siap? Universitas Sumatera Utara 46 ia nak, siapa yang belum siap? Mekel : aku belum siap bu saya belum siap bu Guru : kenapa kamu belum siap? Mekel : lakueteh jawabsa bu tidak tahu saya menjawabnya bu Guru : kelilingi lapangen 10 kali keliling lapangan 10 kali Mekel : ia bu. sambil berlari Dari percakapan 1 antara guru dengan murid di atas terjadi bilingualisme di mana murid dan guru berasal dari etnis Karo yang menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Karo. Misalnya, pada kalimat sudah bu, kumpulken? ‘sudah bu kumpulkan?’ kata sudah bu merupakan bahasa Indonesia sedangkan kumpulken adalah kosakata bahasa Karo yang artinya kumpulkan. Contoh lain lakueteh jawabsa bu ‘tidak tahu saya jawabnya bu’ lakueteh jawabsa tidak tahu saya menjawabnya bu adalah kosakata bahasa Karo. Contoh selanjutnya adalah kelilingi lapangen sepuluh kali ‘keliling lapangan sepuluh kali’ kelilingi lapangen merupakan kosakata dari bahasa Karo, sedangan kata sepuluh kali adalah kosakata bahasa Indonesia. Dari dialog 1 di atas dapat disimpulkan bahwa pada situasi formal di sekolah ditemukan bilingualisme antara bahasa Karo dengan bahasa Indonesia. Dialog 2 : Guru etnis Toba dan Murid etnis Karo Guru : selamat pagi anak-anak Murid : pagi pak Guru : sudah siap tugas kalian? Murid :sudah pak Guru : kumpul Universitas Sumatera Utara 47 Mica : aku langa dung pak. saya belum siap pak Guru : engkai langa dung? kenapa belum siap Mica : Gak tau aku pak tidak tahu saya pak Guru : ya sudah kerjakan, sambil berjalan ya sudah kerjakan Dari percakapan 2 antara guru dengan murid terjadi bilingualisme antara bahasa Karo dengan bahasa Indonesia di mana dalam proses belajar-mengajar mereka menggunakan dua bahasa seperti; aku langa dung pak ‘saya belum siap pak’ kata aku merupakan kosakata bahasa Indonesia kata baku saya, langa dung yang artinya ‘belum siap’ merupakan kosakata bahasa Karo. Contoh lain engkai langa dung? ‘kenapa kamu belum siap’ merupakan kosakata bahasa Karo. Dari dialog 2 di atas dapat di simpulkan bahwa dialog formal dalam proses belajar-mengajar terjadi bilingalisme antara bahasa Karo dan bahasa Indonesia di ruang kelas, walaupun gurunya berasal dari etnis batak Toba tetapi dapat menggunakan bahasa Karo, karena mereka mengajar pada lingkungan etnis Karo. Supaya proses belajar-mengajar berjalan dengan lancar guru tersebut dapat menguasai bahasa pertama murid yaitu bahasa Karo. Dialog 3 : Guru etnis Karodan Guru etnis Toba Meisri S. : bagaimana tadi anakku waktu ujian tadi Bu…? Dapatnya tadi? Marlina : anak-anak zaman sekarang sudah gak seperti dulu cara belajarnya. Universitas Sumatera Utara 48 anak-anak zaman sekarang tidak seperti jaman dulu cara belajarnya Sarudin : kenapa gitu kam bilang bu? mengapa ibu berkata seperti itu? Marlina : memang belajar pun malas kali kin ia memang malas kali mereka belajar Mesrina G. : ue kin adi marenda labo bagenda kel, go mbuesa main- main ras lalit kepedulian dari orang tuana. memang iya, zaman dulu tidak seperti ini, terlalu banyak bermain-main dan tidak ada kepedulian orang tua mereka Sarudin : memang bu,,, karena pengaruh teknologi sekarang, enggo mbuesa main-main memang iya bu,,, karena pengaruh teknologi sekarang, kebanyakan main game dan hape Marlina : memang pak butuh pengawasan dari rumah memang Bu,,, kalau hanya dari sekolah diharapkan orang tuana mana bisa kita ajari sepenuhnya, kalau di rumah pun gak kin ajari mamakna memang Pak,,, butuh pengawasan dari rumah memang Bu,,, kalau hanya dari sekolah diharapkan orang tuanya mana bisa kita ajari sepenuhnya, kalau di rumah pun tidak di ajari orang tuanya. Dari dialog 3 di atas telah terjadi bilingualisme antara guru dengan guru di ruang guru yang melakukan interaksi dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Karo dan bahasa Indonesia sehingga disebut bilingalisme . Guru tersebut ada juga yang berasal dari etnis batak Toba yaitu Marlina dan Sarudian dan etnis Karo yang bernama Meisri. S dan Mesrina. G. Mereka melakukan interaksi dengan menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Karo dan bahasa Indonesia seperti; memang belajar pun malas kali kin ia ‘memang belajar pun malas kalilah dia’ memang belajar pun malas kali merupakan kosakata bahasa Indonesia sedangkan kin merupakan fartikel dari bahasa Karo yang artinya lah. Kata lain ue kin adi marenda labo bagenda kel, Universitas Sumatera Utara 49 enggo mbuesa main-main ras lalit kepedulian dari orang tuana ‘memang iya, zaman dulu tidak seperti ini, terlalu banyak bermain-main dan tidak ada kepedulian orang tua mereka’ main-main dan kepedulian dari orang merupakan kosakata bahasa Indonesia sedangkan ue kin adi marenda labo bagenda kel, go mbuesa, ras lalit dan tuana ‘ia memang kalau dulu tidak seperti ini kali, sudah kebanyakan’ dan ‘orang tuanya’ merupakan kosakata bahasa Indonesia dan contoh lain kin artinya lah yang merupakan partikel yang tidak dapat berdiri sendiri. ajari mamakna artinya ‘memang ajari ibunya’ merupakan kosakata bahasa Karo. Dari dialog 3 dapat disimpulkan bahwa terjadi bilingual antarguru dengan guru, bahasa yang mereka gunakan adalah bahasa Karo dengan bahasa Indonesia. Guru-guru tersebut ada juga yang bukan penutur asli bahasa Karo. Akan tetapi, mereka mengajar di lingkungan etnis Karo dan ada juga tinggal di sana, maka mereka dapat menggunakan bahasa Karo dan bahasa Indonesia walaupun tidak sefasih penutur asli bahasa Karo. Dialog 4 : Guru etnis Toba dan Karo dan Orang Tua Murid etnis Karo Saten : siang Bu… Marlina : iya,,, ada apa Bu…? Saten : bayar uang sekolah anakku ndai ateku sendah saya mau bayar uang sekolah anak saya sekarang Marlina : sudah pulang dia Bu…, kelamaan kam datang sudah pulang dia Bu…, kelamaan ibu datang Dia merupakan petugas penerimaan uang sekolah Saten : ini pun tadi saya dari ladang murau perik… ini pun saya dari ladang menghalau burung… Meisri S. : enca dung libur e kam reh…, tanggal 4 kamu datang setelah libur, tanggal 4 Universitas Sumatera Utara 50 Marlina : ue Bu… cepat kam datang iya Bu… cepat datang Saten : ue Bu nyah... baiklah Bu… Dialog 4 terjadi bilingalisme antara guru dengan orang tua murid di lingkungan sekolah di mana dalam berinteraksi terjadi bilingualisme antra bahasa Karo dengan bahasa Indonesia. Misalnya mau bayar uang sekolah anakku ateku endai mau bayar uang sekolah anakku merupakan kosakata bahasa Indonesia sedangkan ateku endai ‘mau saya tadi’ merupakan bahasa Karo. Selain itu ada juga kata kam, ‘kamu’ murau perik, menghalau burung’ enca dung libur e kam reh, ‘setelah siap libur ini kamu datang’ ue nyah. ‘baiklah’ merupakan bahasa Karo nyah merupakan fartikel yang tidak mengandung makna leksikal. Dari dialog 4 dapat disimpulkan bahwa terjadi bilingalisme antara guru dengan orang tua murid. Di mana pada awalnya guru menggunakan bahasa Indonesia, tetapi orang tua murid selalu menggunakan dua bahasa sehingga guru tersebut juga menggunakan dua bahasa dalam melakukan interaksi tersebut, sehingga dapat dikatakan seorang penutur dapat menggunakan dua bahasa atau bilingualisme. Dialog 5: Murid dan Murid etnis Karo Ave M. : udah siap tugasmu Dimas? Dimas, sudah selesai tugas kamu? Dimas : belum… kau udah siap kin? belum… kamu sudah selesai? Ave M. : udah, kau nomor berapa kin yang belum siap? sudah, kamu nomor berapa yang belum siap? Universitas Sumatera Utara 51 Dimas : nomor empat. Mekel : Dimas… nen PRmu endo Dimas…lihat tugas kamu sini Dimas : PR-PR nim… langa dung aku nak PR-PR kamu bilang … saya juga belum siap Ave M. : e enah,,, kerjakan cepat sambil memberikan buku inilah kerjakan cepat Dari dialog 5 terjadi bilingualisme antara murid dengan murid di ranah pendidikan. Di mana mereka berasal dari etnis Karo tetapi mereka dapat menggunakan dua bahasa dengan memasukkan kosakata dan kata yang tidak mengandung makna leksikal. Misalnya belum, kau udah siap kin, kamu belum siap merupakan kosakata bahasa Indonesia, kin merupakan fartikel yang tidak mengandung makna leksikal. Kin sama seperti lah, nya dan lain sebagainya yang tidak dapat berdiri sendiri. Contoh lain Dimas… nen PRmu endo ‘Dimas lihat tugas kamu sini’ merupakan kosakata bahasa Karo, PR-PR nim… langa dung aku nak ‘PR-PR kamu bilang belum siap aku’ merupakan kosakata bahasa Karo, dan nak merupakan fartikel yang tidak dapat berdiri sendiri , selanjutnya e enah kerjakan cepat, e enah ‘inilah’ merupakan bahasa Karo sedangkan kerjakan cepat merupakan bahasa Indonesia. Dari dialog 5 dapat disimpulkan bahwa pada situasi formal terjadi bilingalisme antara bahasa Karo dan bahasa Indonesia, karena mereka berada di lingkungan Karo, sehingga disituasi resmi juga biasa menggunakan bahasa Karo. Dialog di Kantor Kepala Desa Dialog 6 : Pengurus Desa etnis Karo dan Masyarakat etnis Jawa Universitas Sumatera Utara 52 Sepakat : piga nari langa dat? berapa lagi yang belum dapat Henny : aku belum dapat ini… saya belum dapat… Sepakat : kam kenapa belum dapat? mengapa kamu belum dapat? Tian : ue… ia memang langa dat…, soalna ia langa masuk kependuduken jenda, kam kan belum daftar jadi penduduk sini ia… dia memang belum dapat..., karena dia belum termasuk penduduk di desa ini, kamu kan belum daftar jadi penduduk disini Sepakat : kam mau beli kin untuk sekarang ini? Apakah kamu beli untuk sekarang ini? Henny : gak usahnyah. tidak usahlah Tian : besok aja kam datang biar aku data kam menggo... besok kamu datang supaya saya data kamu ya… Dari dialog 6 telah terjadi bilingualisme yaitu bahasa Karo dan bahasa Indonesia di kantor Kepala Desa, di mana Sepakat dan Tian berasal dari etnis Karo, sedangkan Henny adalah penduduk pendatang yang berasal dari etnis Jawa. Dialog tersebut terjadi antara penduduk dengan perangkat Desa di Desa Pasar X di mana seorang penduduk yang berasal dari etnis pendatang yang berdomisili ke Desa Pasar X. Kantor Kepala Desa merupakan situasi resmi. Akan tetapi, mereka selalu cenderung menggunakan bahasa daerah dalam melalukan interaksi. Bahasa Karo dari dialog tersebut muncul seperti kata-kata tersebut piga nari langa dat, dat, soalna ia langa, kependuduken jenda, kam, kin, dan nyah. Kata tersebut merupakan bahasa Karo yang terdapat pada dialog 6 tersebut. Dialog tersebut terkait tentang penerimaan beras yang dari pemerintah. Universitas Sumatera Utara 53 Dari dialog 6 dapat disimpulkan bahwa pada situasi resmi juga terjadi bilingalisme antara bahasa Karo dan bahasa Indonesia yang terdapat di Kantor Kepala Desa antara penduduk dan penggurus desa dalam pembagian beras dari pemerintah.

4.2.1.2 Situasi tidak resmi